Anda di halaman 1dari 53

Tugas Agama Tentang Sutta Pitaka

Nama Kelompok:
Chyntia Tirta Dewi/X IPA 2
Defrita Metasari/X IPA 2
Dita Kurniawan/X IPA 2
Indrawan Gotama/X IPA 2
Kelvin Sukacita/X IPA 2
Kevin/X IPA 2
Malvin Haryanto/X IPA 2
Maxi Yehuda/X IPA 2
Raditya Karuna L/X IPA 2

Majjhima Nikaya
VANAPATTHA SUTTA
1.Demikian

telah

saya

dengar:

Pada suatu ketika Sang Bhagava berdiam di Savathi, di hutan Jeta, di Taman
Anathapindika. Di sana Beliau berbicara kepada para bhikkhu demikian: Para bhikkhu.
Yang Mulia, jawab para bhikkhu. Sang Bhagava berkata:
2. Para bhikkhu, Aku akan menguraikan secara rinci kepadamu, satu khotbah hutan
belukar. Dengarkan dan perhatikanlah dengan baik apa yang akan Aku katakan.
Baiklah Yang Mulia, jawab para bhikkhu. Sang Bhagava berkata demikian:
3. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal dalam hutan belukar. Ketika tinggal
di sana kesadarannya yang belum teguh tidak menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi tidak terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan tidak
disingkirkan, kebebasan tertinggi yang belum dicapai tidak dicapai, dan juga kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit juga sulit diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan
hal ini. Ia selayaknya meninggalkan hutan itu malam itu juga atau hari itu juga; ia tak
selayaknya terus berdiam di sana.
4. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal dalam hutan belukar. Ketika tinggal
di sana, kesadarannya yang belum teguh tidak menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi tidak terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan tidak
disingkirkan, kebebasan tertinggi yang belum dicapai tidak dicapai, namun kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit mudah diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal
ini, tetapi ia patut merenung Aku pergi dari kehidupan berumah-tangga ke kehidupan
kebhikkhuan tidak untuk mendapatkan jubah, dana makanan, tempat istirahat dan
kebutuhan obat guna menyembuhkan penyakit, namun aku tak memperoleh kemajuan
(dalam

dhamma)

di

sini.

Ia

selayaknya

meninggalkan

hutan

itu

setelah

mempertimbangkannya dengan cermat; ia tak selayaknya terus berdiam di sana.


5. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal dalam hutan belukar. Ketika tinggal
di sana, kesadarannya yang belum teguh menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi menjadi terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan telah
dikikis, kebebasan tertinggi yang belum dicapai telah dicapai, namun kebutuhan untuk
hidup

seperti

jubah,

dana

makanan,

tempat

istirahat,

kebutuhan

obat

guna

menyembuhkan penyakit sulit diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal ini,
tetapi ia patut merenung: Aku pergi dari kehidupan rumah-tangga ke kehidupan
kebhikkhuan tidak untuk mendapatkan jubah, dana makanan, tempat istirahat dan
kebutuhan obat guna menyembuhkan penyakit, namun aku memperoleh kemajuan di
sini. Ia selayaknya terus tinggal di hutan belukar itu setelah mempertimbangkannya
dengan cermat; ia tak selayaknya meninggalkan tempat itu.
6. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal dalam hutan belukar. Ketika tinggal
di sana, kesadarannya yang belum teguh menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi menjadi terkonsentrasi, noda batinnya yang semula belum disingkirkan
telah dikikis, kebebasan tertinggi yang belum dicapai telah dicapai, dan juga kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit mudah diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal
ini. Ia selayaknya terus tinggal di hutan itu; ia tak selayaknya meninggalkan tempat
tersebut.
7. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di sebuah desa tertentu. Ketika
tinggal di sana kesadarannya yang belum teguh tidak menjadi teguh, batinnya yang
belum terkonsentrasi tidak terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan tidak
disingkirkan, kebebasan tertinggi yang belum dicapai tidak dicapai, dan juga kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit juga sulit diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan
hal ini. Ia selayaknya meninggalkan desa itu malam itu juga, atau hari itu juga; ia tak
selayaknya terus berdiam di sana.
8. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di desa tertentu. Ketika tinggal di
sana, kesadarannya yang belum teguh tidak menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi tidak terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan tidak
disingkirkan, kebebasan tertinggi yang belum dicapai tidak dicapai, namun kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit mudah diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal
ini, tetapi ia patut merenung : Aku pergi dari kehidupan berumah-tangga ke kehidupan
kebhikkhuan tidak untuk mendapatkan jubah, dana makanan, tempat istirahat dan
kebutuhan obat guna menyembuhkan penyakit, namun aku tak memperoleh kemajuan
(dalam

dhamma)

di

sini.

Ia

selayaknya

meninggalkan

desa

itu

setelah

mempertimbangkannya dengan cermat; ia tidak selayaknya terus berdiam di sana.


9. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di desa tertentu. Ketika tinggal di
sana,

kesadarannya

yang

belum

teguh

menjadi

teguh,

batinnya

yang

belum

terkonsentrasi menjadi terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan telah


dikikis, kebebasan tertinggi yang belum dicapai telah dicapai, namun kebutuhan untuk
hidup

seperti

jubah,

dana

makanan,

tempat

istirahat,

kebutuhan

obat

guna

menyembuhkan penyakit sulit diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal ini,
tetapi ia patut merenung: Aku pergi dari kehidupan berumah-tangga ke kehidupan
kebhikkhuan tidak untuk mendapatkan jubah, dana makanan, tempat istirahat dan
kebutuhan obat guna menyembuhkan penyakit, namun aku memperoleh kemajuan di
sini. Ia selayaknya terus tinggal di desa itu. Setelah mempertimbangkannya dengan
cermat; ia tak selayaknya meninggalkan tempat itu.
10. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di desa tertentu. Ketika tinggal di
sana,

kesadarannya,

yang

belum

teguh

menjadi

teguh,

batinnya

yang

belum

terkonsentrasi menjadi terkonsentrasi, noda batinnya yang semula belum disingkirkan


telah dikikis, kebebasan tertinggi yang belum dicapai telah dicapai, dan juga kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit mudah diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal
ini. Ia selayaknya terus tinggal di desa itu; ia tak selayaknya meninggalkan tempat
tersebut.
11. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di kota kecil tertentu. Ketika tinggal
di sana, kesadarannya yang belum teguh tidak menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi tidak terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan tidak
disingkirkan, kebebasan tertinggi yang belum dicapai tidak dicapai, dan juga kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit juga sulit diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan
hal ini. Ia selayaknya meninggalkan kota kecil itu malam itu juga, atau hari itu juga; ia
tak selayaknya terus berdiam di sana.
12. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di kota kecil tertentu. Ketika tinggal
di sana, kesadarannya yang belum teguh tidak menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi tidak terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan tidak
disingkirkan, kebebasan tertinggi yang belum dicapai tidak dicapai, namun kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit mudah diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal
ini, ia patut merenung; Aku pergi dari kehidupan berumah-tangga ke kehidupan
kebhikkhuan tidak untuk mendapatkan jubah, dana makanan, tempat istirahat dan
kebutuhan obat guna menyembuhkan penyakit, namun aku tidak memperoleh kemajuan
(dalam

dhamma)

di

sini.

Ia

selayaknya

meninggalkan

kota

kecil

itu

mempertimbangkan dengan cermat; ia tak selayaknya terus berdiam di sana.

setelah

13. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di kota kecil tertentu. Ketika tinggal
di sana kesadarannya yang belum teguh menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi menjadi terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan telah
dikikis, kebebasan tertinggi yang belum dicapai telah dicapai, namun kebutuhan untuk
hidup

seperti

jubah,

dana

makanan,

tempat

istirahat,

kebutuhan

obat

guna

menyembuhkan penyakit sulit diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal ini,
tetapi ia patut merenung: Aku pergi dari kehidupan berumah-tangga ke kehidupan
kebhikkhuan tidak untuk mendapatkan jubah, dana makanan, tempat istirahat dan
kebutuhan obat guna menyembuhkan penyakit, namun aku memperoleh kemajuan di
sini. Ia selayaknya terus tinggal di kota kecil itu setelah mempertimbangkannya dengan
cermat, ia tak selayaknya meninggalkan tempat itu.
14. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di kota kecil tertentu. Ketika tinggal
di sana, kesadarannya yang belum teguh menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi menjadi terkonsentrasi, noda batinnya yang semula belum disingkirkan
telah dikikis, kebebasan tertinggi yang belum dicapai telah dicapai, dan juga kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit mudah diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal
ini. Ia selayaknya terus tinggal di kota kecil itu; ia tak selayaknya meninggalkan tempat
tersebut.
15. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di kota besar tertentu. Ketika
tinggal di sana, kesadarannya yang belum teguh tidak menjadi teguh, batinnya yang
belum terkonsentrasi tidak terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan tidak
disingkirkan, kebebasan tertinggi yang belum dicapai tidak dicapai, dan juga kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit juga sulit diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan
hal ini. Ia selayaknya meninggalkan kota besar itu malam itu juga, atau hari itu juga; ia
tak selayaknya terus berdiam di sana.
16. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di kota besar tertentu. Ketika
tinggal di sana, kesadarannya yang belum teguh tidak menjadi teguh, batinnya yang
belum disingkirkan tidak disingkirkan, kebebasan tertinggi yang belum dicapai tidak
dicapai, namun kebutuhan untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat,
kebutuhan obat guna menyembuhkan penyakit mudah diperoleh. Bhikkhu tersebut harus
memperhatikan hal ini, tetapi ia patut merenung: Aku pergi dari kehidupan berumahtangga ke kehidupan kebhikkhuan, tidak untuk mendapatkan jubah, dana makanan,
tempat istirahat dan kebutuhan obat guna menyembuhkan penyakit, namun aku tak
memperoleh kemajuan (dalam dhamma) di sini. Ia selayaknya meninggalkan kota besar

itu setelah mempertimbangkannya dengan cermat; ia tak selayaknya terus berdiam di


sana.
17. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di kota besar tertentu. Ketika
tinggal di sana, kesadarannya yang belum teguh menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi menjadi terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan telah
dikikis, kebebasan tertinggi yang belum dicapai telah dicapai, namun kebutuhan untuk
hidup

seperti

jubah,

dana

makanan,

tempat

istirahat,

kebutuhan

obat

guna

menyembuhkan penyakit sulit diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal ini,
ia

patut

merenung:

Aku

pergi

dari

kehidupan

berumah-tangga

ke

kehidupan

kebhikkhuan tidak untuk mendapatkan jubah, dana makanan, tempat istirahat dan
kebutuhan obat guna menyembuhkan penyakit, namun aku memperoleh kemajuan di
sini. Ia selayaknya terus tinggal di kota besar itu setelah mempertimbangkannya dengan
cermat; ia tak selayaknya meninggalkan tempat itu.
18. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di kota besar tertentu. Ketika
tinggal di sana, kesadarannya yang belum teguh menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi menjadi terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan telah
dikikis, kebebasan tertinggi yang belum dicapai telah dicapai, dan juga kebutuhan untuk
hidup

seperti

jubah,

dana

makanan,

tempat

istirahat,

kebutuhan

obat

guna

menyembuhkan penyakit mudah diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal


ini. Ia selayaknya terus tinggal di kota besar itu; ia tak selayaknya meninggalkan tempat
tersebut.
19. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di negeri tertentu. Ketika tinggal di
sana kesadarannya yang belum teguh tidak menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi tidak terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan tidak
disingkirkan, kebebasan tertinggi yang belum dicapai tidak dicapai, dan juga kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit juga sulit diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan
hal ini. Ia selayaknya meninggalkan negeri itu malam itu juga, atau hari itu juga; ia tak
selayaknya terus berdiam di sana.
20. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di negeri tertentu. Ketika tinggal di
sana, kesadarannya yang belum teguh tidak menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi tidak terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan tidak
disingkirkan, kebebasan tertinggi yang belum dicapai tidak dicapai, namun kebutuhan
untuk

hidup

seperti

jubah,

dana

makanan,

tempat

istirahat,

kebutuhan

obat

menyembuhkan penyakit mudah diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal

ini, tetapi ia patut merenung: Aku pergi dari kehidupan berumah-tangga ke kehidupan
kebhikkhuan tidak untuk mendapatkan jubah, dana makanan, tempat istirahat dan
kebutuhan obat guna menyembuhkan penyakit, namun aku tak memperoleh kemajuan
(dalam

dhamma)

di

sini.

Ia

selayaknya

meninggalkan

negeri

itu

setelah

mempertimbangkannya dengan cermat; ia tak selayaknya terus berdiam di sana.


21. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di negeri tertentu. Ketika tinggal di
sana,

kesadarannya

yang

belum

teguh

menjadi

teguh,

batinnya

yang

belum

terkonsentrasi menjadi terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan telah


dikikis, kebebasan tertinggi yang belum dicapai telah dicapai, namun kebutuhan untuk
hidup

seperti

jubah,

dana

makanan,

tempat

istirahat,

kebutuhan

obat

guna

menyembuhkan penyakit sulit diperoleh, bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal ini,
tetapi ia patut merenung: Aku pergi dari kehidupan berumah-tangga ke kehidupan
kebhikkhuan tidak untuk mendapatkan jubah, dana makanan, tempat istirahat dan
kebutuhan obat guna menyembuhkan penyakit, namun aku memperoleh kemajuan di
sini. Ia selayaknya terus tinggal di negeri itu setelah mempertimbangkannya dengan
cermat; ia tak selayaknya meninggalkan tempat itu.
22. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal di negeri tertentu. Ketika tinggal di
sana,

kesadarannya

yang

belum

teguh

menjadi

teguh,

batinnya

yang

belum

terkonsentrasi menjadi terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan telah


dikikis, kebebasan tertinggi yang belum dicapai telah dicapai, dan juga kebutuhan untuk
hidup

seperti

jubah,

dana

makanan,

tempat

istirahat,

kebutuhan

obat

guna

menyembuhkan penyakit mudah diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal


ini. Ia selayaknya terus tinggal di negeri itu; ia tak selayaknya meninggalkan tempat
tersebut.
23. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal dengan orang tertentu. Ketika
tinggal di sana, kesadarannya yang belum teguh tidak menjadi teguh, batinnya yang
belum terkonsentrasi tidak terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan tidak
disingkirkan, kebebasan tertinggi yang belum dicapai tidak dicapai, dan juga kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit juga sulit diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan
hal ini. Ia selayaknya meninggalkan orang itu malam itu juga, atau hari itu juga tanpa
bertanya; ia tak selayaknya terus mengikutinya.
24. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal dengan orang tertentu. Ketika
tinggal di sana, kesadarannya yang belum teguh tidak menjadi teguh, batinnya yang
belum terkonsentrasi tidak terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan tidak

disingkirkan, kebebasan tertinggi yang belum dicapai tidak dicapai, namun kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit mudah diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal
ini, tetapi ia patut merenung: Aku pergi dari kehidupan berumah-tangga ke kehidupan
kebhikkhuan tidak untuk mendapatkan jubah, dana makanan, tempat istirahat dan
kebutuhan obat guna menyembuhkan penyakit, namun aku tak memperoleh kemajuan
(dalam

dhamma)

di

sini.

Ia

selayaknya

meninggalkan

orang

itu,

setelah

mempertimbangkannya dengan cermat tanpa bertanya; ia tak selayaknya terus


mengikutinya.
25. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal dengan orang tertentu. Ketika
tinggal di sana, kesadarannya yang belum teguh menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi menjadi terkonsentrasi, noda batinnya yang belum disingkirkan telah
dikikis, kebebasan tertinggi yang belum dicapai telah dicapai, namun kebutuhan untuk
hidup

seperti

jubah,

dana

makanan,

tempat

istirahat,

kebutuhan

obat

guna

menyembuhkan penyakit sulit diperoleh. Bhikkhu harus memperhatikan hal ini, tetapi ia
patut merenung: Aku pergi dari kehidupan berumah-tangga ke kehidupan kebhikkhuan
tidak untuk mendapatkan jubah, dana makanan, tempat istirahat dan kebutuhan obat
guna menyembuhkan penyakit, namun aku memperoleh kemajuan di sini. Ia selayaknya
terus tinggal bersama orang itu setelah mempertimbangkannya dengan cermat; ia tak
selayaknya meninggalkan orang itu.
26. Demikian para bhikkhu, seorang bhikkhu tinggal dengan orang tertentu. Ketika
tinggal di sana, kesadarannya yang belum teguh menjadi teguh, batinnya yang belum
terkonsentrasi menjadi terkonsentrasi, noda batinnya yang semula belum disingkirkan
telah dikikis, kebebasan tertinggi yang belum dicapai telah dicapai, dan juga kebutuhan
untuk hidup seperti jubah, dana makanan, tempat istirahat, kebutuhan obat guna
menyembuhkan penyakit mudah diperoleh. Bhikkhu tersebut harus memperhatikan hal
ini. Ia selayaknya terus tinggal bersama orang itu sepanjang hidup; ia tak selayaknya
meninggalkan orang tersebut.
Demikianlah yang dikatakan oleh Sang Bhagava. Para bhikkhu merasa puas dan mereka
bersuka cita dengan perkataan Sang Bhagava

NIVAPA SUTTA
Umpan
1. Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di
Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Di sana, Beliau berbicara kepada para
bhikkhu demikian: Para bhikkhu.-Yang Mulia Bhante, jawab mereka. Yang Terberkahi
berkata demikian:
2. Para bhikkhu, seorang penjerat rusa tidak memasang umpan untuk kelompok rusa
dengan maksud seperti ini: Semoga kelompok rusa itu menikmati umpan yang ku
pasang, dan demikian mereka berumur panjang dan elok dan bertahan hidup untuk
waktu yang lama. Sebaliknya, seorang penjerat rusa memasang umpan untuk kelompok
rusa dengan maksud seperti ini: Kelompok rusa ini akan makan makanan tanpa
kewaspadaan dengan cara langsung masuk di antara umpan yang ku pasang; dengan
bertindak demikian, mereka akan keracunan; ketika keracunan, mereka akan jatuh ke
dalam kelalaian; ketika mereka lalai, aku dapat melakukan kepada mereka sesukaku
karena umpan ini.
3. Kelompok rusa pertama makan makanan itu tanpa kewaspadaan dengan cara
langsung masuk di antara umpan yang telah dipasang oleh penjerat rusa itu; dengan
bertindak demikian, mereka pun keracunan; ketika keracunan, mereka pun jatuh ke
dalam kelalaian; ketika mereka lalai,penjerat rusa itu pun melakukan kepada mereka
sesukanya karena umpan itu. Demikianlah kelompok rusa pertama gagal terbebas dari
kekuasaan dan kendali penjerat rusa itu.
4. kelompok rusa kedua mempertimbangkan demikian: Kelompok rusa yang pertama,
karena bertindak sebagaimana yang telah mereka lakukan tanpa kewaspadaan, [152]
gagal terbebas dari kekuasaan dan kendali penjerat rusa itu. Sebaliknya kita semua
menghindari makan umpan itu; dengan menjauhi kenikmatan yang mengerikan itu,
biarlah kita pergi ke hutan liar dan tinggal di sana. Dan mereka melakukannya. Tetapi di
bulan terakhir musim panas, ketika rumput dan air sudah habis, tubuh mereka menjadi
kurus sampai tinggal kulit pembalut tulang; dengan demikian mereka kehilangan
kekuatan dan energi; ketika mereka telah kehilangan kekuatan dan energi, mereka
kembali ke umpan yang sama, yang telah dipasang oleh penjerat rusa itu. Mereka
makan makanan tanpa kewaspadaan dengan cara langsung masuk di antara umpan itu.
Dengan bertindak demikian, mereka pun keracunan; ketika keracunan, mereka pun
jatuh ke dalam kelalaian; ketika mereka lalai, penjerat rusa itu pun melakukan kepada
mereka sesukanya karena umpan itu. Demikianlah kepada mereka sesukanya karena

umpan itu. Demikianlah kelompok rusa kedua juga gagal terbebas dari kekuasaan dan
kendali rusa itu.
5. Kelompok rusa ketiga mempertimbangkan demikian: Kelompok rusa pertama,
karena bertindak sebagaimana yang telah mereka lakukan tanpa kewaspadaan, gagal
terbebas dari kekuasaan dan kendali penjerat rusa itu. Kelompok rusa kedua
mempertimbangkan bagaimana kelompok rusa yang pertama telah gagal. Kelompok
rusa kedua merencanakan dan bertindak sebagaimana yang telah mereka lakukan
dengan kewaspadaan, yaitu pergi untuk tinggal di hutan liar, namun juga gagal terbebas
dari kekuasaan dan kendali penjerat rusa itu. Sebaliknya kita membuat tempat tinggal
sendiri dalam jangkauan umpan penjerat itu. [153] Kemudian setelah itu, kita akan
makan makanan bukan tanpa kewaspadaan dan tidak akan langsung masuk di antara
umpan yang telah dipasang oleh penjerat ruasa itu; dengan bertindak demikian, kita
tidak akan keracunan; dan ketika tidak keracunan, kita tidak akan jatuh ke dalam
kelalaian; ketika kita tidak lalai, penjerat rusa itu tidak dapat melakukan kepada kita
sesukanya karena umpan itu. Dan mereka melakukannya.
Tetapi pada waktu itu penjerat rusa dan pengikutnya mempertimbangkan demikian:
Kelompok rusa ketiga ini licik dan pintar bagaimana tukang sihir dan ahli nujum. Mereka
makan umpan yang telah dipasang tanpa kita tahu bagaimana mereka datang dan pergi.
Sebaliknya kita memasang umpan di suatu area yang luas, yang seluruhnya dikelilingi
penghalang dari ranting; maka mungkin kita bisa melihat tempat tinggal kelompok rusa
ketiga, di mana mereka pergi bersembunyi. Mereka pun melakukannya, dan mereka
melihat tempat tinggal kelompok ketoga, dimana mereka bersembungi. Dan demikianlah
kelompok rusa ketiga juga gagal terbebas dari kekuasaan dan kenali penjerat rusa.
6. Kelompok rusa keempat mempertimbangkan demikian: Kelompok rusa pertama,
karena bertindak sebagaimana yang telah mereka lakukan tanpa kewaspadaan, gagal
terbebas dari kekuasaan dan kendali penjerat rusa itu. Kelompok rusa kedua
mempertimbangkan bagaimana kelompok rusa yang pertama telah gagal. Mereka
merencanakan

dan

bertindak

sebagaimana

yang

telah

mereka

lakukan

dengan

kewaspadaan, yaitu pergi untuk tinggal di hutan liar, namun juga gagal terbebas dari
kekuasaan dan kendali penjerat rusa itu. Dan kelompok rusa ketiga mempertimbangkan
bagaimana kelompok rusa pertama [154] dan kelompok rusa kedua telah gagal. Mereka
merencanakan

dan

bertindak

sebagaimana

yang

telah

mereka

lakukan

dengan

kewaspadaan, yaitu membuat tempat tinggal di dalam jangkauan umpan penjerat rusa
itu, namun juga gagal berbebas dari kekuasaan dan kendali penjerat rusa. Sebaiknya
kita membuat tempat tinggal di mana penjerat rusa dan pengikutnya tidak bisa pergi
kesana. Kemudian, setelah melakukan demikian, kita akan makan tanpa was-was dan

tanpa pergi langsung ke umpan yang telah dipasang oleh penjerat rusa itu; dengan
bertindak demikian kita tidak akan keracunan; karena tidak keracunan, kita tidak akan
jatuh ke dalam kelalaian; karena kita tidak lalai, [155] penjerat rusa itu tidak akan
melakukan kepada kita sesukanya karena umpan itu. Dan mereka melakukannya.
Tetapi

pada

waktu

itu

penjerat

rusa

dan

pengikutnya

mempertimbangkan

demikian:Kelompok rusa kempat ini licik dan pintar bagaikan tukang sihir dan ahli
nujum. Mereka makan umpan yang telah dipasang tanpa kita tahu bagaimana mereka
datang dan pergi. Sebaiknya kita memasang umpan di suatu area yang luas, yang
seluruhnya dikelilingi penghalang dari ranting; maka mungkin kita bisa melihat tempat
tinggal kelompok rusa keempat, di mana mereka pergi bersembunyi. Mereka pun
melakukannya, tetapi mereka tidak melihat tempat tinggal kelompok rusa keempat, di
mana

mereka

pergi

bersembunyi.

Kemudian

pemburu

rusa

dan

pengikutnya

mempertimbangkan demikian: Jika kita menakut-nakuti kelompok rusa keempat, maka


karena takut mereka akan memberitahu rusa-rusa lain. Dengan demikian, kelompokkelompok rusa semuanya akan meninggalkan umpan yang telah kita pasang. Sebaliknya
kita

tidak

usah

mengacuhkan

kelompok

rusa

keempat. Mereka

melakukannya.

Demikianlah kelompok rusa keempat terbebas dari kekuasaan dan kendali penjerat rusa
itu.
7. Para bhikkhu, aku teln perumpamaan ini untuk menyampaikan suatu arti. Beginilah
artinya: Umpan adalah istilah untuk lima tali kesenangan indera. Penjerat rusa adalah
istilah untuk Mara si Jahat. Pengikut penjerat rusa adalah istilah untuk pengikut Mara.
Kelompok rusa adalah istilah untuk para petapa dan brahmana.
8. para petapa dan brahmana dari jenis pertama makan makanan tanpa kewaspadaan
dengan cara langsung masuk di antara umpan dan benda-benda materi dunia yang telah
dipasang oleh Mara; [156] dengan bertindak demikian, mereka menjadi keracunan;
ketika mereka keracunan, mereka jatuh ke dalam kelalaian; ketika mereka lalai, Mara
melakukan kepada mereka sesukanya karena umpan dan benda-benda materi dunia itu.
Demikianlah para petapa dan brahmana dari jenis pertama itu gagal terbebas dan
kekuasaan dan kendali Mara. Petapa-petapa dan brahmana-brahmana itu, kukatakan,
persis seperti kelompok rusa pertama.
9. Para petapa dan brahmana dari jenis kedua mempertimbangkan demikian: Para
petapa dan brahmana dari jenis pertama itu, dengan bertindak sebagaimana yang telah
mereka lakukan tanpa kewaspadaan, gagal terbebas dari kekuasaan dan kendali Mara.
Sebaiknya kita semua menjauhi makanan umpan dari benda-benda materi dunia itu;
dengan menjauhi kenikmatan yang mengerikan itu, biarlah kita keluar menuju ke hutan

liar dan tinggal di sana. Dan mereka melakukannya. Di sana mereka makan tanamantanaman hijau atau padi-padian atau beras liar atau kupasan kulit atau lumut atau kulit
padi atau buih nasi yang dibuang atau tepung wijen atau rumput atau kotoran sapi;
mereka hidup dari akar-akar dan buah-buahan di hutan, mereka hidup dari buah-buahan
yang jatuh.
Tetapi pada bulan terakhair musim panas, ketika rumput dan air sudah, tubuh mereka
menjadi kurus sampai tinggal kulit pembalut tulang; bersama itu mereka kehilangan
kekuatan dan energi mereka. Ketika mereka telah kehilangan kekuatan dan energi,
mereka kehilangan kebebasan pikiran mereka; 293 dengan hilangnya kebebasan pikiran
mereka, mereka kembali ke umpan yang sama telah dipasang oleh Mara, dan ke bendabenda materi dunia itu; mereka makan makanan tanpa kewaspadaan dengan cara
langsung masuk di antaranya; dengan bertindak demikian, mereka menjadi keracunan;
katika keracunan, mereka jatuh ke dalam kelalaian; ketika mereka lalai, Mara
melakukan kepada mereka sesukanya karena umpan dan benda-benda materi dunia itu.
Demikianlah para petapa dan brahmana dari jenis kedua itu gagal terbebas dari
kekuasaan dan kendali Mara. [157] Para petapa dan brahmana itu, kukatakan, persis
seperti kelompok rusa kedua.
10. Para petapa dan brahmana dari jenis ketiga mempertimbangkan demikian: Para
petapa dan brahmana dari jenis pertama, dengan bertindak sebagaimana yang telah
mereka lakukan tanpa kewaspadaan, gagal terbebas dari kekuasaan dan kendali Mara.
Para petapa dan brahmana dari kelompok kedua mempertimbangkan bagaimana para
petapa dan brahmana dari jenis pertama telah gagal. Mereka kemudian merencanakan
dan bertindak sebagaimana yang telah mereka lakukan dengan kewaspadaan, yaitu
pergi ke hutan liar, namun juga gagal terbebas dari kekuasan dan kendali Mara.
Sebaliknya kita membuat tempat tinggal kita di dalam jangkauan umpan yang telah
dipasang oleh Mara dan benda-benda materi dunia itu kemudian, setelah melakukan
demikian, kita akan makan makanan dengan kewaspadaan dan tanpa langsung masuk di
antara umpan yang telah dipasang oleh Mara dan benda-benda materi dunia itu. Dengan
bertindak demikian, kita tidak akan menjadi keracunan; ketika tidak keracunan, kita
tidak akan jatuh ke dalam kelalaian; ketika kita tidak lalai, Mara tidak akan melakukan
kepada kita sesukanya karena umpan itu serta benda-benda materi dunia itu. Dan
mereka melakukannya.
Tetapi ketika mereka kemudian memegang pandangan-pandangan seperti misalnya
dunia adalah kekal dan dunia tidak kekal dan dunia adalah terhingga dan dunia tidak
terhingga dan jiwa dan tubuh adalah satu dan jiwa adalah satu dan tubuh adalah yang
lain dan setelah kematian, seorang Tathagata ada dan setelah kematian, seorang

Tathagata tidak ada dan setelah kematian, seorang Tathagata ada dan tidak ada dan
setelah kematian, seorang Tathagata bukannya ada, tetapi juga bukannya tidak
ada.294 [158] Demikianlah para petapa dan brahmana dari jenis ketiga itu gagal terbebas
dari kekuasaan dan kembali Mara. Para petapa dan brahmana itu, kukatakan, persis
seperti kelompok rusa ketiga.
11. Para petapa dan brahmana dari jenis keempat mempertimbangkan demikian: Para
petapa dan brahmana dari jenis pertama itu, dengan bertindak sebagaimana yang telah
mereka lakukan tanpa kewaspadaan, gagal terbebas dari kekuasaan dan kendali Mara.
Para petapa dan brahmana dari jenis kedua mempertimbangkan bagaimana para petapa
dan brahmana dari jenis pertama telah gagal. Mereka merencanakan dan bertindak
sebagaimana yang telah mereka lakukan dengan kewaspadaan dengan cara tinggal di
hutan liar, namun juga gagal terbebas dari kekuasaan dan jerat mara. Para petapa dan
brahmana dari jenis ketiga mempertimbangkan bagaimana para petapa dan brahmana
dari jenis pertama dan juga para petapa dan brahmana dari jenis kedua telah gagal.
Meraka merencanakan dan bertindak sebagaimana yang telah mereka lakukan dengan
kewaspadaan. Mereka membuat tempat tinggal mereka di dalam jangkauan umpan yang
telah dipasang oleh Mara dan benda-benda materi dunia itu, namun juga gagal terbebas
dari kekuasaan dan kendali Mara. Sebaiknya kita membuat tempat tinggal kita di mana
Mara dan pengikutnya tidak bisa pergi ke sana. Kemudian, setelah melakukannya, kita
akan makan makanan bukannya tanpa kewaspadaan dan tidak langsung masuk di
antara umpan yang dipasang Mara dan benda-benda materi dunia itu. Dengan bertindak
demikian, kita tidak akan menjadi keracunan; ketika tidak keracunan, kita tidak akan
jatuh ke dalam kelalaian; ketika kita tidak lalai, Mara tidak akan melakukan kepada kita
sesukanya

karena

umpan

serta

benda-benda

materi

dunia

itu.

Dan

mereka

melakukannya. [159] Demikianlah bagaimana para brahmana dan petapa dari jenis
keempat itu terbebas dari kekuasaan dan kendali Mara. Para petapa dan brahmana itu,
kukatakan, persis seperti kelompok rusa keempat.
12. Dan di mana Mara dan pengikutnya tidak bisa pergi ke sana? Di sini, benar-benar
terpisah dari kesenangan-kesenangan indera, terpisah dari keadaan-keadaan yang takbajik, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam jhana pertama, yang dibarengi oleh
pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan, dengan kegiuran dan kesenangan yang
terlahir dari kesendirian. Bhikkhu ini di katakan telah menutup mata Mara, telah menjadi
tidak tampak oleh Si Jahat, dengan merampas mata Mara dari kesempatannya.295
13. Sekali lagi, dengan berhentinya pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan,
seorang bhikkhu masuk serta berdiam di dalam jhana kedua, yang memiliki keyakinan
dan kemanunggalan pikiran tanpa pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan,

dengan kegiuran dan kesenangan yang terlahir dari konsentrasi. Bhikkhu ini dikatakan
telah menutup mata Mara
14. Sekali lagi, dengan melemahnya kegiuran, seorang bhikkhu berdiam di dalam
ketenang-seimbangan. Dan dengan waspada serta sepenuhnya sadar, masih merasakan
kesenangan dengan tubuh, dia masuk dan berdiam di dalam jhana ketiga, yang oleh
para agung dinyatakan: Dia memiliki kediaman yang menyenangkan bila memiliki
ketenang-seimbangan dan tetap waspada. Bhikkhu ini dikatakan telah menutup mata
Mara
15. Sekalio lagi, dengan ditinggalkannya kesenangan dan penderitaan, dan dengan
telah lenyapnya kegembiraan serta kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di
dalam jhana keempat, yang memiliki bukan-penderitaan-pun-bukan-kesenangan dan
kemurnian kewaspadaan yang disebabkan oleh ketenang-seimbangan. Bhikkhu ini
dikatakan telah menutup mata Mara
16. Sekali lagi, dengan sepenuhnya meninggalkan persepsi mengenai bentuk, dan
dengan lenyapnya persepsi mengenai dampak indera, dengan tiadanya perhatian
terhadap persepsi mengenai keragaman, menyadari bahwa ruang adalah tak terhingga,
seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam landasan ruang tak-terhingga. Bhikkhu ini
dikatakan telah menutup mata Mara
17. Sekali lagi, dengan sepenuhnya meninggalkan landasan ruang tak-terhingga,
menyadari bahwa kesadaran adalah tak-terhingga. Seorang bhikkhu masuk dan
berdiam di dalam landasan kesadaran tak-terhingga. Bhikkhu ini dikatakan telah
menutup mata Mara
18. Sekali lagi, dengan sepenuhnya meninggalkan landasan kesadaran tak-terhingga,
[160] dengan menyadari bahwa tidak ada apa pun, seorang bhikkhu masuk dan
berdiam di dalam landasan kekosongan. Bhikkhu ini dikatakan telah menutup mata
Mara
19. Sekali lagi, dengan sepenuhnya meninggalkan landasan kekosongan, seorang
bhikkhu masuk dan berdiam di dalam landasan bukan-persepsi-pun-bukan-tanpapersepsi. Bhikkhu ini dikatakan telah menutup mata Mara, telah menjadi tidak tampak
oleh Si Jahat dengan merampas mata Mara dari kesempatannya.
20. Sekali lagi, dengan sepenuhnya meninggalkan landasan bukan-persepsi-pun-bukannon-persepsi, seorang bhikkhu masuk dan berdiam di dalam berhentinya persepsi dan
perasaan.

Dan

noda-nodanya

telah

dihancurkan

dengan

cara

melihat

dengan

kebijaksanaan. Bhikkhu ini dikatakan telah menutup mata Mara, telah menjadi tidak
tampak oleh Si Jahat dengan merampas mata Mara dari kesempatannya, dan telah
menyeberang melampaui kemelekatan terhadap dunia.296
Demikianlah yang dikatakan oleh Yang Terberkahi. Para bhikkhu merasa puas dan
bergembira di dalam kata-kata Yang Terberkahi.

Digha Nikaya
Mahshanda Sutta Khotbah Panjang Auman Singa178
[161] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Suatu ketika, Sang Bhagav sedang menetap
di Ujaya, di taman rusa Kaakatthale.179 Di sana petapa telanjang Kassapa
mendatangi- Nya, saling bertukar sapa dengan Beliau, dan berdiri di satu sisi. Kemudian
ia berkata:
2. Teman Gotama, aku telah mendengar bahwa: Petapa Gotama tidak menyetujui
segala bentuk pertapaan keras, dan mencela dan menyalahkan mereka yang menjalani
kehidupan keras penyiksaan diri.180 Sekarang, apakah mereka yang mengatakan hal ini
mengatakan sebenarnya, dan apakah mereka tidak memfitnah Yang Mulia Gotama
dengan kebohongan? Apakah mereka menjelaskan sebenarnya tentang Dhamma-Nya
dan apa yang berhubungan dengan Dhamma-Nya, atau apakah beberapa guru dari sekte
lain pantas disalahkan atas pernyataan ini? Kami ingin melihat Yang Mulia Gotama
membantah tuduhan ini.
3. Kassapa, mereka yang mengatakan hal ini tidak mengatakan yang sebenarnya,
mereka memfitnah-Ku dengan kebohongan. Yang sebenarnya terjadi adalah, Kassapa,
bahwa Aku melihat seorang praktisi penyiksaan diri, dan dengan mata-batin181 [162]
yang murni melebihi pandangan mata manusia, Aku melihatnya muncul setelah
kematiannya, saat hancurnya jasmani, di alam
Khotbah Panjang Auman

Singa107 sengsara, dalam keadaan menderita, di tempat

kehancuran, di neraka. Kemudian, aku melihat seorang praktisi penyiksaan dirimuncul


kembali setelah kematiannya di tempat yang baik, di alam surga. Kemudian lagi, Aku
melihat seorang praktisi pertapaan yang sedikit keras muncul kembali di alam sengsara
. Kemudian lagi, Aku melihat seorang praktisi pertapaan yang sedikit keras muncul
kembali di tempat yang baik,dialam surga. Karena aku dapat melihat kemunculannya,
alam tujuannya, kematian dan muncul kembalinya para petapa itu, bagaimana mungkin
Aku tidak menyetujui segala bentuk pertapaan keras, dan mencela dan menyalahkan
mereka yang menjalani kehidupan keras penyiksaan diri?
4. Kassapa, ada beberapa petapa dan Brahmana yang bijaksana, terlatih dalam
berdebat, mampu membelah rambut, teliti, yang berjalan dengan cerdas di sepanjang
jalan

pandangan-pandangan.

Kadang-kadang

pandangan

mereka

selaras

dengan

pandangan- Ku, kadang-kadang tidak. Apa yang kadang-kadang mereka setujui,


kadang-kadang kami setujui. Apa yang kadang-kadang tidak mereka setujui, kadangkadang tidak kami setujui. Apa yang kadang-kadang mereka setujui, kadang-kadang

tidak kami setujui, dan apa yang kadang-kadang tidak mereka setujui, kadang- kadang
kami setujui. Apa yang kadang-kadang kami setujui, kadang-kadang mereka setujui,
apa yang kadang-kadang tidak kami setujui, kadang-kadang tidak mereka setujui. [163]
Apa yang kadang-kadang kami setujui, kadang-kadang tidak mereka setujui, dan apa
yang kadang-kadang tidak kami setujui, kadang-kadang mereka setujui.
5. Saat mendekati mereka, Aku berkata: Dalam hal-hal ini, tidak ada kesepakatan.
Mari kita mengesampingkannya. Dalam hal- hal ini, ada kesepakatan: silakan yang
bijaksana menerimanya, mendebatnya, dan mengkritik persoalan ini dengan guru-guru
atau pengikut-pengikut mereka, dengan mengatakan: Di antara hal-hal tersebut yang
tidak terampil182 dan diakui demikian, dapat dicela, harus dihindari, tidak pantas bagi
seorang Mulia, hitam dan diakui sebagai demikiansiapakah yang benar-benar telah
meninggalkan
108Dgha

Nikya8:

MahshandaSutta hal-hal demikian dan bebas dari hal-hal

demikian: Petapa Gotama, ataukah Yang Mulia guru-guru lainnya?


6. Para bijaksana akan berkata: Di antara hal-hal tersebut yang tidak terampil
Petapa Gotama telah benar-benar membebaskan diri-Nya, namun Yang Mulia guru-guru
lainnya hanya sebagian. Dalam kasus ini, para bijaksana memberikan pujian kepada
kami dalam porsi yang lebih besar.
7. Atau para bijaksana akan berkata: Di antara hal-hal tersebut yang terampil dan
diakui demikian, tanpa dicela, harus dipraktikkan, pantas bagi seorang Mulia, cerah dan
diakui sebagai demikian siapakah yang benar-benar telah menguasai hal-hal demikian:
Petapa Gotama, ataukah Yang Mulia guru-guru lainnya?
8. Atau para bijaksana akan [164] berkata: Di antara hal-hal tersebut Petapa
Gotama telah benar-benar menguasainya, namun Yang Mulia guru-guru lainnya hanya
sebagian. Dalam kasus ini, para bijaksana memberikan pujian kepada kami dalam porsi
yang lebih besar.
9. (seperti

paragraph 5-8 tetapi: para siswa Petapa Gotama, atau para siswa dari

yang Mulia guru-guru lain.)


10. Kassapa, ada jalan, ada cara mempraktikkan, yang mana seseorang yang telah
mengikutinya akan mengetahui dan melihat sendiri: Petapa Gotama berbicara pada
waktu yang tepat, apa yang benar, langsung ke pokok permasalahan183 Dhamma dan
disiplin. Apakah jalan ini dan cara mempraktikkan ini? Yaitu Jalan Mulia Berunsur
Delapan, yaitu, Pandangan Benar, Pikiran Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar,
Penghidupan Benar, Usaha Benar, Perhatian Benar, Konsentrasi Benar. Ini adalah jalan

yang mana seseorang akan mengetahui dan melihat sendiri: Petapa Gotama berbicara
pada waktu yang tepat, apa yang benar, langsung ke pokok permasalahan Dhamma
dan disiplin.
Pohapda Sutta
Kondisi Kesadaran
[178] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Suatu ketika, Sang Bhagav sedang menetap
di Svatthi, di Hutan Jeta, di Taman Anthapiika. Dan pada saat itu, pengembara
Pohapda sedang berada di aula-perdebatan di dekat pohon Tinduka, di taman
dengan aula tunggal milik Ratu Mallika,193 di tengah-tengah tiga ratus pengembara.
2. Kemudian, Sang Bhagav, setelah bangun pagi, membawa jubah dan mangkuk-Nya
dan pergi ke Svatthi untuk menerima makanan. Tetepi Beliau berpikir: Masih terlalu
pagi untuk pergi ke Svatthi untuk menerima makanan. Bagaimana jika Aku pergi ke
aula perdebatan untuk menjumpai si pengembara Pohapda? Dan Beliau melakukan
hal itu.
3. Di sana Pohapda sedang duduk bersama kelompok para pengembara, semuanya
berteriak dan membuat kegaduhan, terlibat dalam berbagai pembicaraan yang tidak
bertujuan,

seperti

tentang

raja-raja,

perampok-perampok,

menteri-menteri,

bala

tentara, bahaya-bahaya, perang, makanan, minuman, pakaian, tempat tidur, karangan


bunga, pengharum, sanak saudara, kereta-kereta, desa, pasar dan kota, [179] negerinegeri, perempuan-perempuan, pahlawan-pahlawan, gosip-sumur dan gosip-jalanan,
pembicaraan tentang mereka yang telah meninggal dunia, pembicaraan
116Dgha

Nikya

Pohapda

Sutta

yang tidak menentu, spekulasi mengenai daratan dan lautan,

pembicaraan mengenai ke-ada-an dan ke-tiada-an.


4.

Tetapi

Pohapda

melihat

Sang

Bhagav

datang

dari

kejauhan,

dan

ia

memerintahkan para pengikutnya, dengan mengatakan: Tenanglah, Tuan-tuan, jangan


berisik, Tuan-tuan! Petapa Gotama sedang menuju ke sini, dan ia menyukai ketenangan,
dan memuji ketenangan. Jika ia melihat kelompok ini tenang, ia pasti akan datang dan
mengunjungi kita. Mendengar kata-kata ini, para pengembara seketika diam.
5. Kemudian Sang Bhagav mendatangi Pohapda yang berkata: Mari, Yang Mulia
Bhagav, selamat datang, Yang Mulia Bhagav! Akhirnya Bhagav datang ke sini.
Silakan duduk, Bhagav, tempat duduk telah disediakan.

Sang Bhagav duduk di tempat yang telah disediakan, dan Pohapda mengambil
bangku kecil dan duduk di satu sisi. Sang Bhagav berkata: Pohapda, apakah yang
sedang kalian bicarakan? Percakapan apakah yang terhenti karena Aku?
6. Pohapda menjawab: Bhagav, jangan pedulikan pembicaraan yang kami lakukan
tadi, tidaklah sulit bagi Sang Bhagav untuk mendengarnya nanti. Dalam beberapa hari
ini, Bhagav, diskusi antara para petapa dan para Brahmana dari berbagai aliran, duduk
bersama dan mengadakan rapat di dalam aula-perdebatan, berhubungan dengan [180]
pemadaman kesadaran yang lebih tinggi, 194 dan bagaimana hal ini terjadi. Beberapa
berkata: Persepsi seseorang muncul dan lenyap tanpa sebab atau kondisi. Ketika
muncul, maka seseorang sadar, ketika lenyap, maka seseorang menjadi tidak sadar.
Demikianlah mereka menjelaskannya. Tetapi yang lain berkata: Tidak, itu bukan begitu.
Persepsi195 adalah diri dari seseorang, yang datang dan pergi, ketika ia datang, maka
seseorang sadar, ketika ia pergi, maka seseorang menjadi tidak sadar. Yang lain lagi
berkata: Itu bukan begitu. Ada petapa dan Brahmana yang memiliki kesaktian, memiliki
pengaruh besar. Mereka memasukkan kesadaran ke dalam diri seseorang dan Tentang
Pohapda
117 mencabutnya. Ketika mereka memasukkannya ke dalam dirinya, ia sadar, ketika
mereka mencabutnya, ia menjadi tidak sadar.196 Dan yang lain lagi berkata: Tidak,
bukan begitu. Ada para dewa yang memiliki kesaktian, memiliki pengaruh besar. Mereka
memasukkan kesadaran ke dalam diri seseorang dan mencabutnya. Ketika mereka
memasukkannya ke dalam dirinya, ia sadar, ketika mereka mencabutnya, ia menjadi
tidak sadar.197 Sehubungan dengan hal ini, aku teringat pada Sang Bhagav, yang
telah sempurna menempuh Sang Jalan, Beliau sangat ahli198 dalam hal-hal seperti ini!
Sang Bhagav memahami dengan baik pemadaman kesadaran yang lebih tinggi. Apakah
itu, Bhagav, pemadaman kesadaran yang lebih tinggi?
7. Dalam masalah ini, Pohapda, para petapa dan Brahmana yang mengatakan
persepsi seseorang muncul dan lenyap tanpa sebab dan kondisi adalah salah besar.
Mengapakah? Persepsi seseorang muncul dan lenyap [181] karena suatu sebab dan
kondisi. Beberapa persepsi muncul melalui latihan, dan beberapa lenyap melalui latihan.
Apakah latihan? Sang Bhagav berkata. Pohapda, seorang Tathgata telah muncul
di dunia ini, seorang Arahat, Buddha yang telah mencapai Penerangan Sempurna,
memiliki kebijaksanaan dan perilaku yang Sempurna, telah sempurna menempuh Sang
Jalan, Pengenal seluruh alam, penjinak manusia yang harus dijinakkan yang tiada
bandingnya, Guru para dewa dan manusia, Tercerahkan dan Terberkahi. Beliau, setelah
mencapainya dengan pengetahuan- Nya sendiri, menyatakan kepada dunia bersama
para dewa, mra dan Brahma, para raja dan umat manusia. Beliau membabarkan
Dhamma, yang indah di awal, indah di pertengahan, indah di akhir, dalam makna dan

kata, dan menunjukkan kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya. Seorang
siswa pergi

meninggalkan keduniawiandanmempraktikkanmoralitas

(Sutta2,

paragraf41-62).Itu baginya adalah moralitas.


8. Dan kemudian, Pohapda, bhikkhu tersebut yang sempurna dalam moralitas
melihat

tidak

ada

bahaya

dari

sisi

mana

pun

juga

(seperti

Sutta2,paragraf63).Demikianlah ia sempurna dalam moralitas.


118Dgha

Nikya

9:PohapdaSutta 9-10. Ia menjaga pintu-pintu indrianya, dan seterusnya (Sutta 2,


paragraf64-75). [182] Setelah mencapai jhna pertama, ia berdiam di sana. Dan
sensasi apa pun yang ia miliki sebelumnya, menjadi lenyap. Pada saat itu, terdapat
persepsi kegirangan dan kegembiraan199 yang sesungguhnya namun halus, yang
muncul dari ketidakmelekatan, dan ia menjadi seorang yang sadar akan kegirangan dan
kegembiraan ini. Demikianlah beberapa persepsi muncul melalui latihan, dan beberapa
lenyap melalui latihan. Dan ini adalah latihan itu, Sang Bhagav berkata.
10.

Kemudian

lagi,

seorang

bhikkhu,

dengan

melenyapkan

awal-

pikiran

dan

kelangsungan-pikiran, dengan memperoleh ketenangan di dalam dan keterpusatan


pikiran, mencapai dan berdiam di dalam jhna ke dua, yang bebas dari awal-pikiran dan
kelangsungan- pikiran, yang muncul dari konsentrasi, dipenuhi dengan kegirangan dan
kegembiraan. Persepsi kegirangan dan kegembiraan yang sesungguhnya namun halus,
yang muncul dari ketidakmelekatan yang ada sebelumnya, menjadi lenyap. Pada saat
itu, terdapat persepsi kegirangan dan kegembiraan yang sesungguhnya namun halus
[183], yang muncul dari konsentrasi, dan ia menjadi seorang yang sadar akan
kegirangan dan kegembiraan ini. Demikianlah beberapa persepsi muncul melalui latihan,
dan beberapa lenyap melalui latihan.

SAMYUTTA NIKAYA
Sagthvagga
Devatsamyutta

Devat adalah kata benda abstrak dari deva, tetapi dalam Nikya kata ini digunakan
dalam arti yang bervariasi untuk menunjukkan khususnya makhluk-makhluk surgawi,
seperti halnya kata deity dalam Bahasa Inggris, adalah kata benda abstrak yang
berarti bersifat ketuhanan, biasanya digunakan untuk menunjukkan Dewa tertinggi dari
ajaran Theistik atau dewa individu atau para dewa dalam keyakinan politheis. Walaupun
kata ini bersifat perempuan, jenis kelamin berasal dari akhiran abstrak ta dan tidak
harus berarti perempuan. Naskah-naskah yang ada jarang menunjukkan jenis kelamin
mereka, walaupun sepertinya dapat berarti jenis kelamin apa pun dan mungkin kadangkadang tidak membedakan jenis kelamin.
Bagi Buddhisme para deva bukanlah tuhan abadi yang memainkan peranan sebagai
pencipta dalam proses kosmis. Mereka hanyalah makhluk yang lebih tinggi, bahagia dan
bercahaya, yang sebelumnya hidup di alam manusia dan terlahir kembali di alam surga
karena buah perbuatan baik mereka. Dengan sedikit perbedaan, mereka sama
terbelenggunya oleh kebodohan dan keinginan seperti halnya manusia, dan mereka
sama memerlukan tuntunan dari Yang Tercerahkan. Sang Buddha adalah guru para
deva dan manusia (satth devamanussna ), dan walaupun terlahir di alam manusia,
namun Beliau menjulang melampaui para deva tertinggi dengan kebijaksanaan-Nya yang
tertinggi dan kesucian-Nya yang sempurna.
Para deva biasanya mengunjungi Sang Buddha di keheningan tengah malam, ketika seisi
dunia sedang terbaring tenggelam dalam lelap. Devatsa yutta memberikan catatan
percakapan mereka. Kadang-kadang para deva datang mengucapkan syair pujian pada
Sang

Guru,

kadang-kadang

mengajukan

pertanyaan,

kadang-kadang

memohon

bimbingan, kadang-kadang meminta persetujuan atas pandangan-pandangan mereka,


kadang-kadang bahkan menantang atau mencela Beliau. Pada saat berkunjung mereka
hampir selalu membungkuk memberi hormat, karena Sang Buddha secara moral dan
spiritual lebih unggul daripada mereka. Tidak membungkuk pada Beliau, seperti yang

dilakukan

beberapa

deva

(baca

1:35),

adalah

provokatif,

dan

menunjukkan

ketidakhormatan yang disengaja.


Masing-masing dari empat Nikya dibuka dengan sebuah sutta penting. Walaupun sutta
pertama dari SN adalah sangat singkat, namun kaya dalam implikasinya. Dalam sutta ini
satu devat mendatangi Sang Buddha menanyakan bagaimana Beliau menyeberangi
banjir, yaitu, bagaimana Beliau mencapai pembebasan, dan dalam jawabannya Sang
Buddha menunjukkan jalan tengah sebagai kunci bagi pencapaian-Nya. Jawaban ini
menyampaikan makna inti dari Dhamma, yang menghindari segala ekstrim dalam
pandangan-pandangan, sikap, dan perilaku. Komentar menarik percabangan dari
penyataan Sang Buddha dengan daftar tujuh ekstrim, baik filosofis maupun praktis, yang
terlampaui oleh jalan tengah.
Sutta-sutta selanjutnya dalam sa yutta ini mencakup spektrum topik yang luas tanpa
logika tertentu dalam urutannya. Sutta-sutta tersebut menjangkau dari yang sederhana
hingga yang mendalam, dari yang bersifat humor hingga yang sangat serius. Percakapan
ini membahas praktik-praktik etis seperti memberi, melayani orang lain, dan tidak
melukai; kesulitan-kesulitan dalam pelepasan keduniawian dan kehidupan bermeditasi;
upaya yang tekun; dukacita kehidupan manusia dan perlunya kebebasan. Terdapat juga
sutta-sutta tentang kebahagiaan dan keseimbangan Sang Arahanta, dan beberapa yang
menyentuh keagungan-Nya. Dalam banyak sutta bagian prosa berfungsi meletakkan
kerangka percakapan, yang akhirnya menyisakan hanya syair percakapan dengan
identitas pembicara dikenali. Tetapi kita juga kadang-kadang menemukan kisah singkat,
seperti kisah devat perempuan yang mencoba untuk menggoda Bhikkhu Samiddhi
(1:20) atau para deva pencari kesalahan yang menuduh Sang Buddha sebagai munafik
(1:35), atau kunjungan pada Sang Buddha oleh sekelompok deva ketika kaki Beliau
terluka oleh pecahan batu. (1:38).
Biasanya identitas pribadi sang devat tidak terungkap. Suatu pengecualian adalah
sepasang sutta di mana Kokanad bersaudari, puteri-puteri dewa cuaca Pajjuna,
mengunjungi Sang Buddha dan memuji Beliau dan Dhamma-Nya (1:39-40). Kadangkadang syair-syair yang diucapkan oleh dewa yang tidak dikenal muncul kembali di
tempat lain dengan identitas yang disebutkan; misalnya, v.22 muncul kembali sebagai
v.461, yang berasal dari Mra si Jahat; vv.156-59 muncul kembali sebagai vv.312-15,
berasal dari Anthapii ka, kelahiran kembali di alam surga si dermawan besar. Juga
jarang sutta-sutta
pengecualian,

menyebutkan

seperti

pada

syair

para deva dari alam


tentang

memuji

tertentu, tetapi terdapat

kebaikan

sekelompok

deva

(satullapakyik dev; 1:31-34, dan seterusnya) dan tentang para deva di Alam Murni

(suddhvsakyik

dev

1:37).

Komentar,

tercantum

dalam

catatan,

pertanyaan

melainkan

menyuarakan

sering

memberikan informasi latar belakang.


Ketika

devat

tidak

mengajukan

pendapat,

biasanya terbentuk perlawanan antara sudut pandang si dewa, yang umumnya benar
menurutnya, dan sudut pandang Sang Buddha, yang melihat segala sesuatu melampaui
pengetahuan para deva (baca, misalnya, vv.3-6). Kadang-kadang sekelompok deva
mengungkapkan pendapat mereka, yang dilampaui oleh Sang Buddha dengan pendapat
Beliau yang lebih mendalam (vv.78-84, 95-101). Dalam beberapa sutta syair-syair tidak
diucapkan dalam konteks percakapan melainkan mengungkapkan pandangan pribadi
dari si deva, yang disetujui oleh Sang Buddha (vv.136-40), dan dua syair hanya sekedar
puji-pujian pada Sang Bhagav (vv.147, 148). Dimulai dengan v.183, sutta-sutta
menggunakan format standar, dengan para deva mengajukan teka-teki yang dijawab
Sang Buddha dengan jawaban yang memuaskan mereka. Contoh yang mudah diingat
dari teka-teki ini adalah tentang jenis membunuh yang disetujui oleh Sang Buddha, yang
jawabannya

adalah

membunuh

kemarahan

(vv.223-24).

Dalam

satu

sutta

kita

menemukan sentuhan humor ringan: satu devat mengajukan serangkaian pertanyaan


kepada Sang Buddha, jelas-jelas bermaksud secara duniawi, tetapi sebelum Sang
Buddha menjawab, devat lainnya menyela dan memberikan jawaban yang juga di
tingkat duniawi. Kemudian Sang Buddha menjawab, mengangkat dialog tersebut ke
bidang transenden (vv.229-31). Karena isinya yang bervariasi dan tajamnya syairsyairnya, maka dalam tradisi Theravda, minimal di Sri Lanka, Devatsa yutta sangat
terkenal sebagai sumber teks yang menjadi acuan dalam khotbah-khotbah.

Mahvagga
Bojjhagasamyutta
Kata Bojjhaga adalah kata majemuk dari bodhi, pencerahan, dan aga, anggota tubuh
atau faktor. Komentar cenderung menerjemahkan kata ini berdasarkan pada analogi
jhnaga, faktor-faktor jhna, menganggapnya berarti faktor-faktor yang mendukung
pencerahan. Dalam Abhidhamma Pi aka, interpretasi ini menjadi begitu menonjol
sehingga dalam naskah-naskah yang menerapkan metode Abhidhamma keras (kebalikan
dari yang menerapkan metode Suttanta) bojjhaga digunakan hanya pada kondisi
kesadaran lokuttara, yang berhubungan dengan jalan-jalan kebebasan, bukan pada
kondisi bermanfaat dari kesadaran lokiya. Akan tetapi, dalam Bojjhagasa yutta, faktor-

faktor pencerahan memperoleh sebutan ini terutama karena faktor-faktor ini menuntun
menuju pencerahan (46:5, 21). Demikianlah faktor-faktor ini merupakan konstelasi
faktor-faktor batin yang berfungsi sebagai penyebab dan kondisi untuk sampai pada
pencerahan, pengetahuan kebebasan dan penglihatan (46:56).
Tujuh faktor pencerahan adalah, bagi seorang Buddha, bagaikan tujuh permata berharga
dari seorang Raja Pemutar-Roda (46:42). Faktor-faktor ini awalnya muncul berurutan,
dengan tiap-tiap faktor bertindak sebagai kondisi bagi faktor berikutnya (46:3). Faktorfaktor ini muncul dalam praktik ke tiga faktor terakhir dari Jalan Mulia Berunsur Delapan,
yang dituntun oleh pandangan benar; tetapi faktor-faktor ini mewakili segmen sang jalan
ini dalam rincian yang lebih halus, dengan pengenalan atas kualitas-kualitas yang
berlawanan yang harus diseimbangkan agar sang jalan menghasilkan buahnya. Pertamatama seseorang memperhatikan dengan saksama pada objek meditasi, yang secara
umum dipilih antara empat landasan objek perhatian (jasmani, perasaan, pikiran,
fenomena):

ini

adalah

faktor

pencerahan

perhatian

(sati-sambojjhaga).

Ketika

perhatian menjadi kokoh, seseorang belajar untuk melihat ciri-ciri objek dengan lebih
jelas, dan juga dapat membedakan kondisi-kondisi batin yang bermanfaat dan yang
tidak

bermanfaat

yang

muncul

dalanm

proses

perenungan:

faktor

pencerahan

pembedaan kondisi-kondisi (dhammavicaya-sambojjhaga). Ini memicu usahanya:


faktor pencerahan kegigihan (viriya-sambojjhaga). Dari kegigihan yang diarahkan pada
usaha pemurnian pikiran maka kegembiraan timbul dan meningkat: faktor pencerahan
kegembiraan (pti-sambojjhaga). Dengan menghalusnya kegembiaran maka jasmani
dan pikiran menjadi tenang: faktor pencerahan ketenangan (passaddhi-sambojjhaga).
Pikiran yang tenang mudah dipusatkan: faktor pencerahan konsentrasi (samdhisambojjhaga).

Seseorang

melihat

secara

tanpa

membedakan

dengan

pikiran

terkonsentrasi: faktor pencerahan keseimbangan (upekkh-sambojjhaga). Ketika tiaptiap faktor muncul, faktor-faktor yang telah muncul tidak lenyap melainkan tetap di sana
sebagai tambahan (walaupun kegembiraan mereda ketika konsentrasi menjadi lebih
dalam). Demikianlah, pada tahap pengembangan yang matang, seluruh tujuh faktor
hadir bersamaan, masing-masing melakukan kontribusinya masing-masing.
Sutta-sutta dari Bojhagasa yutta biasanya menggambarkan faktor-faktor pencerahan
dengan formula umum berdasarkan pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya,
yang matang dalam pembebasan. Karena dalam Nikya, di luar Mahvagga, frasa ini
muncul hanya sebagai keterangan tambahan bagi faktor-faktor pencerahan, adalah
mungkin bahwa ini adalah sumber asli dan penerapannya pada kelompok-kelompok
lainnya di antara bantuan-bantuan menuju pencerahan adalah turunan. Seperti yang
disarankan oleh penjelasan komentar, penjelasan ini paling sesuai untuk bojjhaga
hanya pada tahap lanjut dari pandangan terang dan pada tingkat jalan lokuttara, ketika

bojjhaga
pencapaian

secara aktif
Nibbna.

melenyapkan

Hanya

pada

kekotoran-kekotoran

saat

itu

faktor-faktor

dan
itu

condong
dapat

ke

arah

benar-benar

digambarkan sebagai menuntun menuju pencerahan. Sebelumnya fungsinya hanyalah


sekedar mempersiapkan.
Dimensi lokuttara dari bojjhaga sepertinya diisyaratkan oleh sebuah frasa yang kadangkadang ditambahkan pada formula yang cukup terkenal: luas, agung, tanpa batas,
tanpa permusuhan (vipula mahaggata appama abypajjha ). Demikianlah
digambarkan, faktor-faktor pencerahan dikatakan memungkinkan seorang bhikkhu
meninggalkan

keinginan

(46:26)

dan

menembus

serta

membuyarkan

kumpulan

keserakahan, kebencian, dan kebodohan yang belum ditembus sebelumnya (46:28).


Dengan penembusan Dhamma maka bojjhaga menjadi milik yang tidak dapat
dirampas, dan siswa mulia yang telah memilikinya telah memperoleh sang jalan
(maggo pa iladdho) yang tanpa gagal menuntun menuju kebebasan dari noda (46:30).
Adalah penting bahwa dalam kalimat ini ketujuh faktor pencerahan berfungsi biasanya
diduga berasal dari Jalan Mulia Berunsur Delapan. Bahkan para Arahant terus
membangkitkan bojjhaga, bukan untuk suatu tujuan terselubung, melainkan hanya
sebagai gaya hidup dalam kediaman mulia saat ini (46:4).
Ketujuh faktor pencerahan terbagi dalam dua kategori, pengaktifan dan pengendalian.
Kategori pertama muncul pertama kali: pembedaan kondisi-kondisi, kegigihan, dan
kegembiraan. Kategori ke dua muncul belakangan: ketenangan, konsentrasi, dan
keseimbangan. Faktor-faktor pengaktifan harus dilatih ketika pikiran menjadi lembam,
bagaikan seseorang memberikan bahan bakar pada api kecil untuk mengobarkannya.
Faktor-faktor pengendalian harus dilatih ketika pikiran bergairah, bagaikan seseorang
memercikkan air dan rumput basah ke dalam api besar untuk meredupkannya. Perhatian
tidak termasuk dalam kategori manapun, karena senantiasa berguna di mana saja,
khususnya untuk memastikan bahwa faktor-faktor pengaktifan dan faktor-faktor
pengendalian tetap seimbang (46:53).
Berulang-ulang, Bojjhagasa yutta membentuk suatu perlawanan antara ketujuh faktor
pencerahan dan lima rintangan (paca nvaraa): keinginan indria, permusuhan,
ketumpulan dan kelambanan, kegelisahan dan penyesalan, serta keragu-raguan. Lima
rintangan adalah penghalang utama bagi kemajuan meditatif baik dalam konsentrasi
maupun pandangan terang. Meninggalkan rintangan-rintangan sering digambarkan
dalam teks sehubungan dengan latihan bertahap seorang siswa (misalnya, pada DN I
71-73 dan MN I 181). Di sini kelima rintangan disebut penghalang batin yang
melemahkan kebijaksanaan, sedangkan faktor-faktor pencerahan adalah aset yang
menuntun menuju pengetahuan dan kebebasan sejati (46:37). Rintangan-rintangan

dapat diumpamakan sebagai cacatnya emas, parasit pada pepohonan di hutan, keruhnya
air yang menghalangi pantulan wajah seseorang (46:33, 39, 55). Rintangan-rintangan
ini adalah pembuat kebutaan, penghancur kebijaksanaan, pengalih dari jalan menuju
Nibbna; faktor-faktor pencerahan adalah pembuat penglihatan dan pengetahuan,
pengembang kebijaksanaan, dan bantuan di sepanjang jalan menuju Nibbna (46:40,
56).
Dalam Bojjhagasa yutta, Sang Buddha menggambarkan secara terperinci kondisikondisi yang bertanggung jawab bagi muncul dan bertumbuhnya rintangan maupun
faktor-faktor pencerahan. Di sana Beliau menunjukkan bagaimana prinsip umum
kondisional juga dapat diterapkan pada penyebab psikologis tertentu dari belenggu dan
kebebasan. Kondisi-kondisi dari kedua jenis dijelaskan sebagai nutrisi (hra), sebuah
kata yang menggarisbawahi aspek kondisional yang bersifat asimilatif dan perlahanlahan sehubungan dengan kemunduran dan pengembangan batin. Pada 46:2 peran
nutrisi sehubungan dengan rintangan dan faktor-faktor pencerahan diumpamakan
dengan pemeliharaan jasmani. Di sini hanya sisi aktif dari nutrisi yang tampak. Sutta
berikutnya (46:51) melanjutkan dan menunjukkan penelantaran rintangan dan faktorfaktor pencerahan, yaitu, ukuran yang mencegahnya muncul dan berkembang. Yang
paling menonjol di antara semua makanan bagi seluruh lima rintangan adalah perhatian
yang lengah (ayoniso manasikra), dan yang paling menonjol di antara semua makanan
bagi seluruh tujuh faktor pencerahan adalah perhatian waspada (yoniso manasikra).
Peran perhatian sehubungan dengan rintangan dan faktor-faktor pencerahan juga
ditekankan pada 46:23, 24, dan 35.
Karena Bojjhagasa yutta tidak memasukkan paralel dari vagga dalam Maggasa yutta
yang mengidentifikasikan kondisi-kondisi bagi sang jalan, kita dapat menggabungkan
suatu gambaran dari kondisi-kondisi bagi faktor-faktor pencerahan dengan menyusun
sutta-sutta yang berserakan dalam koleksi ini. Perhatian waspada adalah pelopor bagi
faktor-faktor pencerahan dan juga kondisi internal terutama bagi kemunculannya
(46:13, 49). Tetapi persahabatan yang baik sama ampuhnya sebagai pelopor dan adalah
kondisi eksternal utama bagi kemunculannya (46:48, 50). Kondisi-kondisi lain yang
disebutkan adalah moralitas (46:11) dan ketekunan (46:31). Dalam suatu diskusi
dengan seorang pengembara, Sang Buddha mengatakan bahwa pengetahuan dan
kebebasan sejati adalah tujuan dari kehidupan suci. Ini dicapai dengan mengembangkan
tujuh faktor pencerahan, yang pada gilirannya memenuhi empat penegakan perhatian,
yang bergantung pada tiga jenis perbuatan baik (jasmani, ucapan, dan pikiran), yang
pada gilirannya bergantung pada pengendalian indria (46:6). Demikianlah kita di sini
melihat jejak versi lain dari kemunculan bergantungan transenden yang paralel dengan
rangkaian yang digambarkan pada 12:23.

Dua sutta memperlihatkan beberapa bhikkhu terkemuka yang sembuh dari penyakit
mereka ketika Sang Buddha membacakan faktor-faktor pencerahan di hadapan mereka,
dan yang ke tiga menunjukan Sang Buddha sendiri sembuh ketika seorang bhikkhu
membacakannya untuk Beliau (46:14-16). Demikianlah sutta-sutta ini sepertinya
mengandung

kekuatan

penyembuhan

mistis

dengan

pembacaan

faktor-faktor

pencerahan. Tentu saja, kekuatan penyembuhan tidak terletak dalam kata-kata dari teks
itu saja, tetapi memerlukan perhatian yang terkonsentrasi dari si pendengar. Di Sri
Lanka, ketiga sutta ini termasuk dalam Maha Pirit Pota, Buku Agung Perlindungan,
suatu

koleksi

paritta

atau

khotbah

perlindungan,

dan

para

bhikkhu

biasanya

membacakannya untuk para pasien yang mengidap penyakit berat.


Dalam 46:54, Sang Buddha menghubungkan pengembangan faktor-faktor pencerahan
dengan empat alam surgawi (brahmavihra): cinta kasih tanpa batas, belas kasihan
tanpa batas, kegembiraan tanpa batas atas kegembiraan orang lain, dan keseimbangan
tanpa batas. Walaupun teks mengatakan bahwa bhikkhu mengembangkan faktor-faktor
pencerahan disertai dengan cinta kasih (mettsahagata satisambojjhaga bhveti),
dan seterusnya, komentar menjelaskan bahwa seseorang benar-benar menggunakan
alam surgawi untuk mengembangkan konsentrasi, and kemudian, berdasarkan pada
konsentrasi ini, ia mengembangkan tujuh faktor pencerahan dalam modus pandangan
terang. Dengan mempertimbangkan fakta bahwa alam surgawi dan faktor-faktor
pencerahan, masing-masing memiliki orientasi berbeda, penjelasan ini sepertinya masuk
akal.

Teks

lebih

menggabungkan
meditator

lanjut

alam

menyebutkan

surgawi

mengerahkan

lima

dan

bahwa

faktor-faktor

kekuatan

batin

kesempurnaan

dalam

pencerahan

memungkinkan

atas

persepsi,

ini

kemampuan

praktik
untuk

mengubah kerangka persepsi seseorang hanya dengan suatu tindakan berkehendak.


Vagga VII dan VIII melanjutkan menghubungkan pengembangan ketujuh faktor
pencerahan dengan subjek-subjek meditasi lainnya, memerinci enam manfaat dalam
tiap-tiap kasus. Mungkin ketujuh manfaat yang disebutkan pada 46:3 seharusnya juga
disisipkan di sini. Di antara subjek-subjek meditasi, dalam Vagga VII lima pertama
adalah perenungan pekuburan, kemudian empat alam surgawi dan perhatian pada
pernafasan;

dalam

Vagga

VIII,

kita

menemukan

sepuluh

jenis

persepsi

yang

berhubungan dengan baik ketenangan maupun pandangan terang.


Terakhir,

Vagga

IX-XVIII

menjelaskan

rangkaian

pengulangan

dari

faktor-faktor

pencerahan, tetapi kali ini faktor-faktor itu disederhanakan menjadi sedikit lebih banyak
dari syair hafalan. Dua versi tercatat lengkap, walaupun bentuknya diringkas: versi
berdasarkan pada keterasingan dan versi lenyapnya nafsu. Tetapi sutta terakhir
(46:184) menambahkan frasa kunci dari versi ke tiga dan ke empat (yang dengan frasa

dengan

Keabadian

sebagai

landasan

dan

miring

ke

arah

Nibbna

sebagai

pengulangannya). Penambahan yang tidak mencolok ini menyiratkan bahwa keseluruhan


rangkaian seharusnya diulangi dua kali lagi, dalam dua versi ini, suatu tugas yang akan
dilaksanakan oleh siswa yang tekun dengan senang hati.

Anguttara Nikaya

Etaka Nipata
1. Tidak Ada Bentuk Lain
Demikian telah saya dengar. Pada suatu ketika Sang Bhagava berdiam di Savatthi, di
Hutan Jeta, vihara Anathapindika.1 Di sana Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu
demikian: Para bhikkhu!
Bhante! jawab para bhikkhu itu. Sang Buddha berkata demikian:
Tak ada bentuk lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sedemikian terus menerus
mengobsesi pikiran seorang pria seperti bentuk seorang wanita. Bentuk seorang wanita
terus menerus mengobsesi pikiran seorang pria.
Tak ada suara yang kuketahui, yang sedemikian terus menerus mengobsesi pikiran
seorang pria seperti suara seorang wanita Tidak ada bau lain yang kuketahui Tidak
ada cita rasa lain yang kuketahui2 Tidak ada sentuhan lain yang kuketahui, yang
sedemikian terus menerus mengobsesi pikiran seorang pria seperti sentuhan seorang
wanita. Sentuhan seorang wanita terus menerus mengobsesi pikiran seorang pria.
Tak ada bentuk lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sedemikian terus menerus
mengobsesi pikiran wanita seperti bentuk seorang pria. Bentuk seorang pria terus
menerus mengobsesi pikiran seorang wanita.
Tak ada suara lain yang kuketahui, yang sedemikian terus menerus mengobsesi pikiran
seorang wanita seperti suara seorang pria Tidak ada bau lain yang kuketahui Tidak
ada cita rasa lain yang kuketahui Tidak ada sentuhan lain yang kuketahui, yang
sedemikian terus menerus mengobsesi pikiran seorang wanita seperti sentuhan seorang
pria. Sentuhan seorang pria terus menerus mengobsesi pikiran seorang wanita.
(I, i, 1-10)
2. Meninggalkan Penghalang-penghalang

Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka nafsunafsu indera yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan nafsu-nafsu yang telah
muncul kemudian meningkat dan menjadi kuat sedemikian besar seperti yang
disebabkan oleh hal ini: suatu objek yang indah.3 Bagi orang yang secara tidak benar
memperhatikan suatu objek yang indah, nafsu indera yang tadinya belum muncul akan
muncul dan nafsu indera yang telah muncul akan meningkat dan menjadi kuat.4
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka niat
jahat yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan niat jahat yang telah muncul
kemudian meningkat dan menjadi kuat sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh
hal

ini: suatu

objek

yang

menjijikkan.

Bagi

orang

yang

secara

tidak

benar

memperhatikan suatu objek yang menjijikkan, niat jahat yang tadinya belum muncul
akan muncul dan niat jahat yang telah muncul akan meningkat dan menjadi kuat.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka
kemalasan serta kelambanan yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan
kemalasan serta kelambanan yang telah muncul kemudian meningkat dan bertambah
kuat sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: lesu, lamban, peregangan
tubuh yang malas-malasan, mengantuk setelah makan, kemalasan mental. Bagi orang
yang pikirannya malas, kemalasan serta kelambanan yang tadinya belum muncul akan
muncul dan kemalasan serta kelambanan yang telah muncul akan meningkat dan
menjadi kuat.
Tidak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka
kegelisahan serta kekhawatiran yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan
kegelisahan serta kekhawatiran yang telah muncul kemudian meningkat dan menjadi
kuat sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: pikiran yang tidak tenang.
Bagi orang yang pikirannya tidak tenang, kegelisahan serta kekhawatiran yang tadinya
belum muncul akan muncul dan kegelisahan serta kekhawatiran yang telah muncul akan
meningkat dan menjadi kuat.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka
keraguan yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan keraguan yang telah muncul
kemudian meningkat dan bertambah kuat sedemikian besar seperti yang disebabkan
oleh

hal

ini: perhatian

yang

tidak

benar.5Bagi

orang

yang

secara tidak

benar

memperhatikan segala sesuatu, keraguan yang tadinya belum muncul akan muncul dan
keraguan yang telah muncul akan meningkat dan menjadi kuat.

Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka nafsu
indera yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan nafsu indera yang telah
muncul kemudian ditinggalkan sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal
ini: suatu objek yang menjijikkan.6 Bagi orang yang dengan benar memperhatikan objek
yang menjijikkan, maka nafsu indera yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan
nafsu indera yang telah muncul akan ditinggalkan.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka niat
jahat yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan niat jahat yang telah muncul
kemudian

ditinggalkan

sedemikian

besar

seperti

yang

disebabkan

oleh

hal

ini: pembebasan hati karena cinta kasih. Bagi orang yang dengan benar memperhatikan
7

pembebasan hati lewat cinta kasih, niat jahat yang tadinya belum muncul tidak akan
muncul dan niat jahat yang telah muncul akan ditinggalkan.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka
kemalasan serta kelambanan yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan
kemalasan serta kelambanan yang telah muncul kemudian ditinggalkan sedemikian
besar seperti yang disebabkan oleh hal ini: elemen kebangkitan, elemen ketekunan,
elemen usaha yang kuat.8 Bagi orang yang telah membangkitkan energi, kemalasan
serta kelambanan yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan kelambanan serta
kemalasan yang telah muncul akan ditinggalkan.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka
kegelisahan serta kekhawatiran yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan
kegelisahan serta kekhawatiran yang telah muncul kemudian ditinggalkan sedemikian
besar seperti yang disebabkan oleh hal ini:pikiran yang sudah tenang.9 Bagi orang yang
pikirannya sudah tenang, kegelisahan serta kekhawatiran yang tadinya belum muncul
tidak akan muncul dan kegelisahan serta kekhawatiran yang telah muncul akan
ditinggalkan.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang oleh karena hal itu maka
keraguan yang tadinya belum muncul tidak akan muncul dan keraguan yang telah
muncul kemudian ditinggalkan sedemikian besar seperti yang disebabkan oleh hal
ini: perhatian yang benar.10 Bagi orang yang dengan benar memperhatikan segala
sesuatu, keraguan yang belum muncul tidak akan muncul dan keraguan yang telah
muncul akan ditinggalkan.
(I, ii, 1-10; pilihan)

3. Pikiran I
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sangat sulit dikendalikan
seperti pikiran yang tidak berkembang.11 Pikiran yang belum berkembang sungguh
sangat sulit dikendalikan.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sangat mudah dikendalikan
seperti pikiran yang telah berkembang. Pikiran yang telah berkembang sungguh mudah
dikendalikan.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang membawa sangat banyak
penderitaan sepertipikiran yang tidak berkembang dan tidak dilatih. Pikiran yang tidak
berkembang dan tidak dilatih sungguh membawa penderitaan.
Tidak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang membawa sangat banyak
kebahagiaan seperti pikiran yang telah berkembang dan dilatih. Pikiran yang telah
berkembang dan dilatih sungguh membawa kebahagiaan.
(I, iii, 1-10; pilihan)
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang membawa sangat banyak
kerugian sepertipikiran yang tidak dijinakkan, tidak terjaga, tidak terlindungi dan tidak
terkendali. Pikiran semacam itu sungguh membawa banyak kerugian.
Tidak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu yang membawa sangat banyak
manfaat sepertipikiran yang telah dijinakkan, terjaga, terlindungi dan terkendalii. Pikiran
semacam itu sungguh membawa manfaat besar.
(I, iv, 1-10, pilihan)
4. Pikiran II
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang berubah sangat cepat
seperti pikiran. Tidaklah mudah memberikan perumpamaan betapa cepatnya pikiran
berubah.12
Pikiran ini, O para bhikkhu, sebenamya bersinar, tetapi ia dikotori oleh kekotorankekotoran batin yang datang secara tak terduga.13 Manusia duniawi yang belum belajar

tidak

memahami

hal

ini

sebagaimana

adanya;

sehingga

baginya

tidak

ada

perkembangan mental.
Pikiran ini, O para bhikkhu, bersinar, dan ia terbebas dari kekotoran-kekotoran batin
yang datang secara tak terduga. Para siswa agung yang telah belajar memahami hal ini
sebagaimana adanya; sehingga baginya ada perkembangan mental.
(I, vi, 1-2)
5. Cinta Kasih
Para

bhikkhu,

seandainya

saja

hanya

selama

sejentikan

jari

seorang

bhikkhu

memancarkan buah pikir cinta kasih, mengembangkannya, memberikan perhatian


kepadanya, maka orang seperti itu benar-benar dapat disebut seorang bhikkhu. Tak siasialah dia bermeditasi. Dia bertindak sesuai dengan ajaran Sang Guru, dia mengikuti
nasihat Sang Guru, makan makanan yang sepantasnya dia peroleh dari mengumpulkan
dana makanan.14 Betapa lebih besarnya cinta kasih itu jika dia mengembangkannya!
(I, vi, 3-5)
6. Pikiran adalah Pendahulu
Para bhikkhu, keadaan-keadaan apapun yang tidak baik, yang merupakan bagian dari
yang tidak baik, berhubungan dengan yang tidak baik semua ini didahului oleh
pikiran.15 Pikiran muncul sebagai yang pertama dari semua itu, yang diikuti oleh
keadaan-keadaan yang tidak baik.
Para bhikkhu, keadaan-keadaan apapun yang baik, yang merupakan bagian dari apa
yang baik, berhubungan dengan yang baik semua ini didahului oleh pikiran. Pikiran
muncul sebagai yang pertama dari semua itu, yang diikuti oleh keadaan-keadaan yang
baik.
Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sangat bertanggung jawab
menyebabkan keadaan-keadaan tidak baik yang tadinya belum muncul kemudian
muncul dan keadaan-keadaan baik yang telah muncul kemudian memudar seperti
halnya kelalaian.16 Di dalam diri orang yang lalai, keadaan-keadaan tidak baik yang
tadinya belum muncul akan muncul dan keadaan-keadaan baik yang telah muncul akan
memudar.

Tak ada hal lain yang kuketahui, O para bhikkhu, yang sangat bertanggung jawab
menyebabkan keadaan-keadaan baik yang tadinya belum muncul kemudian muncul dan
keadaan tidak baik yang telah muncul kemudian memudar seperti halnya ketekunan. Di
dalam diri orang yang tekun, keadaan-keadaan baik yang tadinya belum muncul akan
muncul dan keadaan tidak baik yang telah muncul akan memudar.
(I, vi, 6-9)
7. Pencapaian Tertinggi
Tak banyak artinya, O para bhikkhu, hilangnya sanak keluarga, kekayaan, dan
kemasyhuran; hilangnya kebijaksanaan adalah kehilangan terbesar.
Tak banyak artinya, O para bhikkhu, bertambahnya sanak keluarga, kekayaan, dan
kemasyhuran; meningkatnya kebijaksanaan adalah pencapaian tertinggi:
Oleh karena itu, O para bhikkhu, kalian harus melatih diri demikian: Kami akan
berkembang dalam peningkatan kebijaksanaan. Demikianlah, O para bhikkhu, kalian
harus melatih diri.
(I, viii, 6-10)
8. Satu Orang
Para bhikkhu, ada satu orang yang kemunculannya di dunia ini adalah demi
kesejahteraan semua makhluk, demi kebahagiaan amat banyak makhluk, yang datang
karena kasih sayang kepada dunia, untuk kebaikan, kesejahteraan serta kebahagiaan
pada dewa dan manusia. Siapakah satu orang itu? Beliau adalah Sang Tathagata, Sang
Arahat, Yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan. Inilah satu orang itu.17
Para bhikkhu, ada satu orang yang unik, yang muncul di dunia ini, tanpa teman, tanpa
pasangan, tidak dapat dibandingkan, tidak dapat disamakan, tidak dapat disetarakan,
tidak tertandingi, yang terbaik di antara manusia. Siapakah satu orang itu? Beliau adalah
Sang Tathagata, Sang Arahat, Yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan. Inilah satu orang
itu.
Para bhikkhu, manifestasi satu orang merupakan manifestasi visi yang besar, sinar yang
agung, kecemerlangan yang luar biasa; manifestasi ini merupakan manifestasi enam hal
yang tiada bandingnya; realisasi empat pengetahuan analitis; penembusan berbagai
elemen, beragam elemen; manifestasi ini merupakan realisasi buah dari pengetahuan
dan pembebasan; realisasi dari buah-buah pemasuk-arus, yang-kembali-sekali-lagi,

yang-tidak-kembali-lagi, dan arahat.18 Siapakah satu orang itu? Beliau adalah Sang
Tathagata, Arahat, Yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan. Inilah satu orang itu
(I, xiii; 1, 5, 6)
9. Tidak Mungkin
Adalah tidak mungkin dan tidak bisa, O para bhikkhu, bagi seseorang yang memiliki
pandangan benar untuk menganggap bentukan apapun sebagai kekal. 19 Namun mungkin
saja seorang manusia biasa yang tidak belajar akan menganggap suatu bentukan
sebagai kekal.
Adalah tidak mungkin dan tidak bisa, O para bhikkhu, bagi seseorang yang memiliki
pandangan benar untuk menganggap bentukan apapun sebagai sumber kebahagiaan.
Namun mungkin saja seorang manusia biasa yang tidak belajar akan menganggap suatu
bentukan sebagai sumber kebahagiaan.
Adalah tidak mungkin dan tidak bisa, O para bhikkhu, bagi seseorang yang memiliki
pandangan benar untuk mengganggap apapun sebagai diri. 20 Tetapi mungkin saja
seorang manusia biasa yang tidak belajar akan menganggap sesuatu sebagai diri.
(I, xv, 1-3)
10. Hanya Sedikit Makhluk-makhluk Itu
Para bhikkhu, sama halnya seperti di Jambudipa ini hanya sedikit jumlah taman, hutan
kecil, pemandangan alam, kolam teratai yang menyenangkan hati, sementara banyak
bukit dan lereng yang curam, sungai yang tak dapat diseberangi dan gunung terjal yang
tertutup semak dan duri, demikian juga hanya sedikit jumlah makhluk-makhluk yang
terlahir lagi di antara manusia, sementara banyak jumlah mereka yang terlahir lagi di
alam lain.21 Hanya sedikit jumlah mereka yang memiliki mata kebijaksanaan yang
agung, sementara banyak yang bingung dan terbenam di dalam ketidaktahuan. Hanya
sedikit jumlah mereka yang dapat melihat Tathagata, mendengarkan Dhamma dan
Disiplin Beliau, sementara banyak jumlah mereka yang gagal memperoleh kesempatan
ini. Hanya sedikit jumlah mereka yang memahami arti Dhamma dan berlatih sesuai
Dhamma, sementara banyak yang gagal melakukannya. Hanya sedikit jumlah mereka
yang tergugah oleh hal-hal yang memang menggugah, sementara banyak yang tidak
tergugah demikian. Hanya sedikit jumlah mereka yang berusaha dengan benar
sementara banyak yang berusaha dengan tidak benar. Hanya sedikit jumlah mereka
yang memperoleh konsentrasi yang mengambil pelepasan sebagai objeknya, sementara

banyak yang gagal memperoleh konsentrasi semacam itu. 22 Hanya sedikit jumlah
mereka yang memperoleh cita rasa makanan yang lezat, sementara banyak yang tidak
memperoleh makanan semacam itu melainkan harus makan sisa-sisa di dalam
mangkuk. Hanya sedikit jumlah mereka yang memperoleh cita rasa tujuan, cita rasa
Dhamma, cita rasa pembebasan, sementara banyak yang tidak memperoleh cita rasa
semacam itu. Oleh karena itu, O para bhikkhu, kalian harus melatih :diri demikian:
Kami

akan

pembebasan.

memperoleh
23

cita

rasa

tujuan;

cita

rasa

Dhamma,

cita

rasa

Demikianlah kalian harus melatih diri.

(I, xix, 1; pilihan)


11. Kewaspadaan yang Ditujukan pada Tubuh
Bahkan seperti orang yang pikirannya mencakupkan samudera luas akan mencakupkan
juga semua sungai kecil yang masuk ke samudera; demikian pula, O para bhikkhu,
siapapun yang mengembangkan dan melatih kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh
akan

mencakupkan

semua

pengetahuan tertinggi itu.

keadaan

yang

baik,

yang

merupakan

bagian

dari

24

Satu hal, O para bhikkhu, yang jika dikembangkan dan dilatih, akan menuju pada rasa
kemendesakan yang kuat, menuju pada manfaat; menuju pada keselamatan yang besar,
yang bebas dari keterikatan; menuju pada kewaspadaan dan pemahaman yang jernih;
pada pencapaian visi dan pengetahuan; pada kediaman yang menyenangkan langsung di
dalam kehidupan ini juga; pada realisasi buah pengetahuan dan pernbebasan. Apakah
satu hal itu? Itulah kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh
Jika satu hal, O para bhikkhu, dikembangkan dan dilatih, maka tubuh ini akan menjadi
tenang, pikiran akan menjadi tenang, buah buah pikir yang berkesinambungan akan
menjadi diam, dan semua keadaan yang merupakan bagian dari pengetahuan tertinggi
akan mencapai puncak pengembangannya. Apakah satu hal itu? Itulah kewaspadaan
yang ditujukan pada tubuh
Jika satu hal, O para bhikkhu, dikembangkan dan dilatih, maka kebodohan batin akan
lenyap, pengetahuan tertinggi akan muncul, kebodohan batin mengenai diri akan
terlepas, kecenderungan yang mendorong

akan hilang, belenggu-belenggu akan

dibuang.25 Apakah satu hal itu? Itulahkewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
(ii)

Mereka tidak mengambil bagian dalam Tanpa-Kematian bila tidak mengambil bagian
dalam kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh. Mereka mengambil bagian dalam
Tanpa-Kematian bila mengambil bagian dalam kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
Tanpa-Kematian tidak ditemukan oleh mereka yang telah kehilangan kewaspadaan yang
ditujukan pada tubuh. Tanpa-Kematian dapat ditemukan oleh mereka yang tidak
kehilangan kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
Mereka akan gagal mencapai Tanpa-Kematian bila gagal dalam kewaspadaan yang dituju
kepada tubuh. Mereka memperoleh Tanpa-Kematian bila memperoleh kewaspadaan yang
ditujukan pada tubuh.
Mereka mengabaikan pencarian Tanpa-Kematian bila mengabaikan kewaspadaan yang
ditujukan pada tubuh. Mereka tidak mengabaikan pencarian Tanpa-Kematian bila tidak
mengabaikan kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
Mereka melupakan Tanpa-Kematian bila melupakan kewaspadaan yang ditujukan pada
tubuh. Mereka tidak melupakan Tanpa-Kematian bila tidak melupakan kewaspadaan
yang ditujukan pada tubuh.
Mereka tidak berkembang dalam pencarian Tanpa-Kematian bila tidak mengembangkan
kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh. Mereka berkembang dalam pencarian TanpaKematian bila berkembang dalam kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
Mereka belum memahami Tanpa-Kematian bila belum memahami kewaspadaan yang
ditujukan pada tubuh. Mereka telah memahami Tanpa-Kematian bila telah memahami
kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
Mereka belum merealisasikan Tanpa-Kematian bila belum merealisasikan kewaspadaan
yang ditujukan pada tubuh. Mereka telah merealisasikan Tanpa-Kematian bila telah
merealisasikan kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh.
(I, xxi; pilihan)
Catatan
1

Ini adalah vihara yang dibangun oleh perumah tangga kaya, Anathapindika, penopang

awam utama Sang Buddha, di suatu hutan yang dibelinya dari Pangeran Jeta. Vihara itu
menjadi tempat tinggal utama Sang Buddha. Di sana Beliau melewatkan banyak masa
vassa dan menyampaikan banyak khotbah.

AA memberikan, sebagai contoh, rasa bibir dan air liur ketika berciuman, dan cita rasa

makanan yang disiapkan dan dipersembahkan oleh seorang wanita.


3

Lima kekotoran batin yang harus dibahas di sini adalah lima rintangan; lihat

Pendahuluan, hal. 47, dan Teks 111; untuk pilihan teks-teks yang lebih rinci, lihat
Nyanaponika (1961). Suatu objek yang indah (subhanimitta, atau tanda keindahan)
merupakan suatu objek indera yang menggoda secara sensual terutama objek yang
membangkitkan nafsu seksual. Teks ini dijelaskan oleh Teks 37 di bawah.
4

AA

mengutip

definisi

perhatian

yang

tidak

benar

(ayoniso

manasikara)

dari

Abhidhamma (Vibh 373, 936): Di situ, apakah perhatian yang tidak benar itu? Ada
perhatian yang tidak benar demikian, Di dalam yang tidak kekal ada kekekalan Di
dalam rasa sakit ada kesenangan Di dalam apa yang tanpa diri ada suatu diri Di
dalam hal yang menjijikkan ada keindahan; atau, pembelokan pikiran, pembelokan yang
diulang-ulang, kognisi yang diulang-ulang, penyimakan yang diulang-ulang, perhatian
yang berulang-ulang pada apa yang berlawanan dengan kebenaran. Inilah yang disebut
perhatian tidak benar (terjemahan mengikuti Ashin Thittila, dengan sedikit perubahan).
Walaupun perhatian yang tidak benar disebutkan persis di bawahnya sebagai penyebab
utama untuk keraguan, di tempat lain ini dikatakan menyebabkan munculnya seluruh
lima rintangan. Lihat SN 46:2, 46:51.
5

Di dalam Teks 37, perhatian yang tidak benar dikutip sebagai penyebab penentu untuk

kebodohan batin, di mana keraguan merupakan suatu manifestasinya.


6

Objek yang menjijikkan (asubhanimitta) merupakan tema untuk meditasi yang

menguak sifat tubuh yang secara hakiki sebenarnya tidak menarik. Kitab-kitab komentar
menyebutkan sepuluh jenis mayat, dalam tahap-tahap kelapukan yang berbeda (lihat
Vism Bab VI). Tetapi di dalam Nikaya-nikaya, objek utama dari meditasi mengenai sifat
yang menjijikkan adalah 31 bagian tubuh (ditingkatkan menjadi 32 di dalam literatur
belakangan, dengan otak sebagai tambahannya). Lihat perlakuan persepsi sifat
menjijikkan dalam Teks 142 dan 196. Agar benar-benar efektif sebagai penangkal
melawan nafsu, AA berpendapat perenungan sifat menjijikkan harus dikembangkan
sampai tingkat jhana pertama.
7

Mettacetovomutti. Cinta kasih (metta) adalah keinginan untuk kesejahteraan dan

kebahagiaan

semua

makhluk

hidup.

Ini

disebut

pembebasan

pikiran

jika

dikembangkan sampai tingkat jhana, karena faktor ini secara efektif membebaskan
pikiran dari keadaan-keadaan menekan, seperti misalnya niat jahat, kemarahan dan
kebencian.

Ini merupakan tiga tahap dalam pengembangan energi/semangat (viriya). Elemen

pembangkitan (arambhadhatu) merupakan kebangkitan semangat yang pertama;


elemen ketekunan (nikkamadhatu) merupakan tahap lanjutan, di mana semangat sudah
menanggulangi kemalasan; dan elemen pemaksaan (parakkamadhatu) merupakan
tahap yang lebih maju, di mana semangat itu menjadi tak terkalahkan.
9

AA menjelaskan ini sebagai suatu pikiran yang dijinakkan lewat jhana atau lewat

pandangan terang.
10

Perhatian yang benar (yoniso manasikara) merupakan perhatian terhadap yang tidak

kekal sebagai yang tidak kekal, apa yang merupakan penderitaan sebagai penderitaan,
yang tanpa-diri sebagai tanpa-diri, dan yang menjijikkan sebagai yang menjijikkan.
Dalam Teks 37 hal itu disebutkan sebagai penyebab utama untuk tidak munculnya
kebodohan batin yang belum muncul dan untuk lenyapnya kebodohan batin yang telah
muncul.
11

Tidak berkembang (abhavitam). AA: pikiran yang tidak tumbuh, tidak maju dalam

perkembangan mental (bhavana).


12

AA menjelaskan hal ini dengan pengertian bahwa pikiran (yaitu momen kesadaran)

muncul dan lenyap dengan sangat cepat. Tetapi ungkapan yang sama digunakan di
tempat lain dalam kitab suci, dengan konteks yang menyiratkan bahwa artinya adalah
kerapuhan pikiran yang cepat berubah dalam hal niat dan kesukaan. Lihat misalnya Vin I
150, di mana Sang Buddha mengizinkan seorang bhikkhu untuk menghentikan masa
vassanya sebelum waktunya ketika dia sedang digoda oleh seorang wanita yang
menggiurkan karena pikiran dikatakan cepat berubah.
13

Bersinar (pabhassaram). AA menyatakan bahwa di sini pikiran (citta) mengacu

pada bhavanga-citta, penerus-kehidupan atau arus kesadaran yang mendasari, yang


menyela bilamana kesadaran aktif menjadi kendur, dan hal ini paling nyata terlihat pada
tidur yang lelap. Kekotoran batin yang datang begitu saja adalah keserakahan,
kebencian dan kebodohan batin, yang muncul pada tahap proses kognitif. Di dalam
literatur Buddhis belakangan, hal ini disebut javana, dorongan kuat. AA mengatakan
bahwa kekotoran-kekotoran batin tidak muncul secara bersamaan dengan bhavanga,
tetapi mereka datang kemudian, pada fase javana. Fakta bahwa ungkapan pikiran
yang bersinar ini tidak menunjukkan esensi-pikiran yang murni dan abadi apapuntampak jelas dari teks sebelumnya. Di situ pikiran dikatakan amat cepat dan amat
sementara. Manusia biasa yang tidak belajar (assutava puthujjana) adalah orang yang

tidak memiliki pengetahuan Dhamma yang memadai dan tidak cukup berlatih di dalam
praktek Dhamma.
14

Karena para bhikkhu dan bhikkhuni bergantung atas kedermawanan perumah tangga

sebagai penopang, mereka harus membuat diri mereka pantas menerima persembahan
dengan cara mengerahkan usaha untuk pengembangan pikiran. AA membedakan empat
kemungkinan bagi cara para bhikkhu memanfaatkan persembahan yang mereka terima:
(i) seorang bhikkhu yang tidak bermoral akan menggunakannya seperti seorang pencuri;
(ii) seorang manusia biasa yang luhur namun tanpa perenungan akan menggunakannya
seperti seorang yang berhutang; (iii) seorang yang berlatih (yang berada pada tiga
tahap kesucian yang lebih rendah) menggunakannya sebagai warisan; (iv) arahat
menggunakannya sebagai pemilik yang pantas.
15

Manopubbangama. Fase ini muncul di Dhp 1, 2. Keadaan-keadaan yang tidak bajik

(akusala-dhamma) merupakan keadaan-keadaan mental yang terlahir dari keserakahan,


kebencian, dan kebodohan batin. Keadaan-keadaan yang bajik (kusala-dhamma) yang
disebutkan persis di bawahnya merupakan keadaan-keadaan mental yang muncul dari
tanpa-keserakahan, tanpa-kebencian, dan tanpa-kebodohan-batin. Pikiran (mano) di sini
mengacu kepada niat. Memang pikiran tidak sungguh-sungguh mendahului keadaankeadaan yang bajik dan tidak bajik dalam pengertian waktu. Namun pikiran itu
dikatakan muncul terlebih dahulu, karena kehendak atau niatlah yang menentukan
kualitas etis dari tindakan-tindakan yang muncul dari pikiran.
16

Pamada adalah kekenduran moral, keteledoran, kurangnya keteguhan dan ketekunan

dalam mengejar pemurnian diri. Sering dijelaskan sebagai kurangnya kewaspadaan dan
energi dalam mengembangkan sifat-sifat yang bajik. Untuk definisi formalnya, lihat Vibh
350 (846). Lawannya adalah appamada, ketekunan, kehati-hatian atau ketulusan,
kadang kadang didefinisikan sebagai keteguhan kewaspadaan. Untuk perbedaan
keduanya, lihat Dhp 21-32, dan untuk pujian terhadap ketekunan, lihat Teks 186.
17

Tathagata adalah nama atau ungkapan yang digunakan Sang Buddha ketika berbicara

mengenai diriNya sendiri. Kitab-kitab komentar menawarkan sejumlah penjelasan, yaitu


orang yang telah datang demikian. (tatha agata), yakni melalui jalan praktek yang
sama dengan yang dilalui para Buddha di masa lalu; orang yang telah pergi demikian
(tatha gata), yaitu pergi menuju pencerahan spiritual pada jalan yang sama dengan
yang dilalui semua Yang Tercerahkan, dll. Lihat Teks 54 dan Bhikkhu Bodhi (1978),
Bagian V.

18

Mengenai enam

pengetahuan

hal

yang

tidak

analitis(patisambhida)

terlampaui (anuttariya)
merupakan

empat

lihat

Teks

120. Empat

jenis pengetahuan

khusus

mengenai arti, doktrin dan rumusan bahasa Dhamma, dan cara untuk menggunakan
pengetahuan ini dalam membabarkan Dhamma kepada yang lain. Elemen (dhatu) yang
dimaksud di sini khususnya adalah delapan belas elemen (enam kemampuan indera,
enam objek indera, dan enam jenis kesadaran yang berhubungan). Untuk kelompokkelompok elemen lain, lihat MN 115, MN 140 dan SN Bab 14. Empat buah sotapanna, dll.
merupakan empat tahap kesucian. Untuk hal ini lihat Pendahuluan, hal. 38.
19

Orang yang memiliki pandangan benar (ditthi-sampanna) adalah seorang pemasuk-

arus atau orang pada tahap kesucian yang lebih tinggi. Sankhara bentukan
mencakup segala sesuatu yang dihasilkan oleh kondisi.
20

Di bacaan ini sankhara digantikan oleh dhamma, yang mencakup semua gejala

apapun, tak peduli apakah terkondisi atau tidak terkondisi. Istilah ini umumnya dianggap
dapat diterapkan untuk elemen yang tidak berkondisi (asankhata-dhatu), Nibbana. Jadi,
walaupun Nibbana, sebagai yang tidak dapat hancur dan merupakan kebahagiaan
tertinggi, bukanlah tidak permanen atau penderitaan, namun tidak bisa diidentifikasikan
sebagai suatu diri. Lihat Dhp 277-79.
21

Jambudipa: nama Pali untuk sub-benua India. AN I, xix, 2 menyatakan, dalam

acuannya pada lima alam kelahiran kembali, bahwa mereka yang terlahir lagi sebagai
dewa atau manusia adalah sedikit, sementara mereka yang terlahir di alam neraka, alam
binatang dan lingkup setan adalah banyak jumlahnya.
22

Vavassaggarammanam karitva labhanti samadhim. AA menjelaskan melepas di sini

sebagaiNibbana, dan mengidentifikasikan samadhi ini sebagai konsentrasi jalan dan


buah supra-duniawi.
23

AA: cita rasa tujuan (attharasa) merupakan empat buah petapaan; cita rasa

Dhamma (dhammarasa) adalah empat jalan; cita rasa pembebasan (vimuttirasa)


adalah Tanpa-Kematian, Nibbana.
24

Kewaspadaan yang ditujukan pada tubuh (kayagata-sati) terdiri dari seluruh empat

belas latihan yang dijelaskan di bacaan tentang perenungan tubuh di Kayagata-sati Sutta
(MN 119) dan Satipatthana Sutta (DN 22, MN 10): kewaspadaan akan nafas, perhatian
pada postur tubuh, pemahaman jernih mengenai aktivitas, perenungan tentang sifat
menjijikkan (dari 31 bagian tubuh), analisa ke dalam empat elemen, dan sembilan
perenungan kuburan (mengenai mayat-mayat yang membusuk). Penekanan besar yang
diberikan pada perenungan mengenai tubuh itu berasal dari fakta bahwa pemahaman

meditatif mengenai sifat tidak kekal, menyakitkan dan tanpa-diri dari proses tubuh
membentuk landasan yang tidak dapat digantikan bagi pemahaman proses mental yang
berhubungan; dan hanya pemahaman tentang dua hal inilah yang akan membawa pada
pandangan terang yang membebaskan dan pada jalan mulia itu.
25

Mengenai

sepuluh

belenggu,

lihat

Bab

III,

nomor

65-67.

Kecenderungan-

kecenderungan yang mendasarinya (anusaya) adalah tujuh kekotoran mental yang


tergores

dalam

di

pikiran

melalui

kebiasaan-kebiasaan

lampau:

nafsu

sensual,

kebencian, kesombongan, pandangan, keraguan, kemelekatan terhadap dumadi dan


kebodohan

batin.

Pandangan-pandangan

dan

keraguan

dihilangkan

pada

tahap

Pemasuk-Arus; nafsu indera dan kebencian, pada tingkat Yang-Tak-Kembali-Lagi;


kesombongan, kemelekatan untuk dumadi dan kebodohan batin, baru pada tingkat
Arahat
Duka
12. Usaha Tanpa Henti
Ada dua hal, O para bhikkhu, yang telah kuketahui dengan baik: tidak merasa puas hati
dengan keadaan pikiran baik yang sejauh ini telah dicapai, dan tidak mengendurkan
usaha dalam perjuangan mencapai tujuan. 1 Sungguh tanpa henti aku telah berjuang,
dan aku bertekad: Biarlah hanya kulit, otot dan tulangku yang tersisa; biarlah darah
dan daging di tubuhku mengering, namun aku tetap tidak akan mengendurkan energi
sampai aku berhasil mencapai apapun yang dapat dimenangkan oleh kekuatan manusia,
energi manusia, usaha manusia!
Melalui ketekunan telah kumenangkan pencerahan spiritual, melalui ketekunan telah
kumenangkan jaminan yang tiada bandingnya untuk bebas dari belenggu.
Jika kalian juga, O para bhikkhu, mau berjuang tanpa henti dan bertekad: Biarlah
hanya kulit, otot dan tulangku yang tersisa; biarlah darah dan daging di tubuhku
mengering, namun aku tetap tidak akan mengendurkan energi sampai aku berhasil
mencapai apapun yang dapat dimenangkan oleh kekuatan manusia, energi manusia,
usaha manusia! maka kalian juga akan segera merealisasikan melalui pengetahuan
langsung kalian sendiri, langsung di dalam kehidupan ini juga, tujuan kehidupan suci
yang tak tertandingi, yang untuk itu putra-putra keluarga baik-baik pergi meninggalkan
kehidupan berumah menjadi tak berumah. Dan setelah memasuki kehidupan itu, kalian
akan berdiam di sana.

Oleh karena itu, O para bhikkhu, kalian harus melatih diri kalian demikian: Tanpa henti
aku akan berjuang dan bertekad: Biarlah hanya kulit, otot dan tulangku yang tersisa;
biarlah darah dan daging di tubuhku mengering, namun aku tetap tidak akan
mengendurkan energi sampai aku berhasil mencapai apapun yang dapat dimenangkan
oleh kekuatan manusia, energi manusia, usaha manusia! Demikianlah kalian harus
melatih diri.
(II, i, 5)
13. Tinggalkanlah Kejahatan
Tinggalkanlah kejahatan, O para bhikkhu! Para bhikkhu, manusia dapat meninggalkan
kejahatan. Seandainya saja manusia tidak mungkin meninggalkan kejahatan, aku tidak
akan menyuruh kalian melakukannya. Tetapi karena hal itu dapat dilakukan maka
kukatakan, Tinggalkanlah kejahatan!
Seandainya saja meninggalkan kejahatan ini akan membawa kerugian dan penderitaan,
aku tidak akan menyuruh kalian meninggalkan kejahatan. Tetapi karena meninggalkan
kejahatan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan, maka kukatakan Tinggalkanlah
kejahatan!
Kembangkanlah

kebaikan,

para

bhikkhu!

Para

bhikkhu,

manusia

dapat

mengembangkan kebaikan. Seandainya saja manusia tidak mungkin mengembangkan


kebaikan, maka aku tidak akan menyuruh kalian melakukannya. Tetapi karena hal itu
dapat dilakukan, maka kukatakan. Kembangkanlah kebaikan!
Seandainya saja pengembangan kebaikan ini akan membawa kerugian dan penderitaan,
aku tidak akan menyuruh kalian mengembangkannya. Tetapi karena mengembangkan
kebaikan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan, maka kukatakan, Kembangkanlah
kebaikan!2
(II, ii, 9)
14. Ketenangan dan Pandangan Terang
Ada

dua

hal,

para

bhikkhu,

yang

merupakan

bagian

tertinggi. Apakah dua hal itu? Ketenangan dan pandangan terang.


3

dari

pengetahuan

Jika ketenangan dikembangkan, manfaat apa yang dihasilkannya? Pikiran menjadi


berkembang. Dan apakah manfaat dari pikiran yang berkembang? Semua nafsu
ditinggalkan.5
Jika pandangan terang dikembangkan, manfaat apa yang diperoleh? Kebijaksanaan
menjadi berkembang, Dan apa manfaat dari kebijaksanaan yang berkembang? Semua
kebodohan ditinggalkan.6
Pikiran yang dikotori oleh nafsu tidak terbebas; dan kebijaksanaan yang dikotori oleh
kebodohan tidak dapat berkembang. Karena itu, para bhikkhu, melalui pudarnya nafsu
terdapat pembebasan pikiran; dan melalui pudarnya kebodohan terdapat pembebasan
oleh kebijaksanaan.7
(II, iii, 10)
15. Membalas Budi Orang Tua
Kunyatakan, O para bhikkhu, ada dua orang yang tidak pernah dapat dibalas budinya
oleh seseorang. Apakah yang dua itu? Ibu dan ayah.
Bahkan seandainya saja seseorang memikul ibunya ke mana-mana di satu bahunya dan
memikul ayahnya di bahu yang lain, dan ketika melakukan ini dia hidup seratus tahun,
mencapai usia seratus tahun; dan seandainya saja dia melayani ibu dan ayahnya dengan
meminyaki mereka, memijit, memandikan, dan menggosok kaki tangan mereka, serta
membersihkan kotoran mereka di sana bahkan perbuatan itupun belum cukup, dia
belum dapat membalas budi ibu dan ayahnya. Bahkan seandainya saja dia mengangkat
orang tuanya sebagai raja dan penguasa besar di bumi ini, yang sangat kaya dalam
tujuh macam harta, dia belum berbuat cukup untuk mereka, dia belum dapat membalas
budi mereka. Apakah alasan untuk hal ini? Orang tua berbuat banyak untuk anak
mereka: mereka membesarkannya, memberi makan dan membimbingnya melalui dunia
ini.
Tetapi, O para bhikkhu, seseorang yang mendorong orang tuanya yang tadinya tidak
percaya, membiasakan dan mengukuhkan mereka di dalam keyakinan; yang mendorong
orang tuanya yang tadinya tidak bermoral, membiasakan dan mengukuhkan mereka di
dalam moralitas; yang mendorong orang tuanya yang tadinya kikir, membiasakan dan
mengukuhkan mereka di dalam kedermawanan; yang mendorong orang tuanya yang
tadinya

bodoh

batinnya,

membiasakan

dan

mengukuhkan

mereka

di

dalam

kebijaksanaan orang seperti itu, O para bhikkhu, telah berbuat cukup untuk ibu dan

ayahnya: dia telah membalas budi mereka dan lebih dari membalas budi atas apa yang
telah mereka lakukan.
(II, iv, 2)
16. Penyebab-penyebab Konflik
Demikian yang telah saya dengar. Pada suatu ketika YM Mahakaccana sedang berdiam di
Varana di tepi Danau Lumpur.8 Pada saat itu brahmana Aramadanda mendekati YM
Mahakaccana dan bertukar salam dengannya. Setelah selesai bertukar salam dan
bertegur sapa, dia duduk di satu sisi dan bertanya kepada YM Mahakaccana:
Apakah penyebab dan alasannya, Guru Kaccana, sehingga bangsawan berselisih dengan
bangsawan, brahmana dengan brahmana, dan perumah tangga dengan perumah
tangga?
Wahai brahmana, karena nafsu akan kesenangan indera, karena kemelekatan, ikatan,
keserakahan, obsesi dan mengukuhi kesenangan-kesenangan indera maka bangsawan
berselisih dengan bangsawan, brahmana dengan brahmana, perumah tangga dengan
perumah tangga.
Tetapi, Guru Kaccana, apakah penyebab dan alasannya sehingga petapa berselisih
dengan petapa?
Brahmana,

karena

nafsu

terhadap

pandangan,

karena

kemelekatan,

ikatan,

keserakahan, obsesi, mengukuhi pandangan-pandangan maka petapa berselisih dengan


petapa.
Tetapi, Guru Kaccana, apakah ada seseorang di dunia ini yang telah mengatasi nafsu
dan

kemelekatan

pada

kesenangan

indera

serta

nafsu

dan

kemelekatan

pada

pandangan?
Ada, brahmana.
Siapakah orang itu, Guru Kaccana?
Di antara negara-negara timur, ada sebuah kota bernama Savatthi. Di sana berdiam
Yang Terberkati, Sang Arahat, Yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan. Brahmana, Beliaulah yang telah mengatasi nafsu dan kemelekatan pada kesenangan indera serta nafsu
dan kemelekatan pada pandangan.9

Setelah berbicara, brahmana Aramadanda bangkit dari duduknya, mengatur jubah


atasnya di satu bahu, bersimpuh dengan lutut kanannya di tanah, dan menyatukan
tangannya untuk memberikan hormat kepada Yang Terberkati. Dia mengucapkan
ungkapan

inspirasi

ini

tiga

kali:

Hormatku kepada Yang Terberkati, Sang Arahat, Yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan!
Hormatku kepada Yang Terberkati, Sang Arahat, Yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan!
Hormatku kepada Yang Terberkati, Sang Arahat, Yang Telah Sepenuhnya Tercerahkan,
yang telah mengatasi nafsu dan kemelekatan pada kesenangan indera serta nafsu dan
kemelekatan pada pandangan.
Luar biasa, Guru Kaccana! Luar Biasa, Guru Kaccana! Sama seperti orang yang
menegakkan apa yang terbalik, atau menguak apa yang tadinya tersembunyi, atau
menunjukkan jalan bagi yang tersesat, atau membawa lampu di dalam kegelapan
sehingga mereka yang memiliki mata dapat melihat bentuk. Demikian pula Dhamma
telah dibabarkan dengan berbagai cara oleh Guru Kaccana. Sekarang saya pergi untuk
berlindung pada Guru Gotama, pada Dhamma, dan pada Sangha para bhikkhu. Biarlah
Guru Kaccana menerima saya sebagai pengikut awam yang telah pergi berlindung sejak
hari ini sampai akhir hidup saya.10
(II, iv, 6)
17. Dua Macam Kebahagiaan
Ada dua macam kebahagiaan, O para bhikkhu. Kebahagiaan kehidupan rumah tangga
dan kebahagiaan kehidupan bhikkhu. Tetapi kebahagiaan kehidupan bhikkhu adalah
yang lebih tinggi dari antara keduanya.
Kebahagiaan indera dan kebahagiaan meninggalkan kehidupan duniawi. Tetapi
kebahagiaan meninggalkan kehidupan duniawi adalah yang lebih tinggi dari antara
keduanya.
Kebahagiaan yang ternoda dan kebahagiaan yang tak ternoda.

11

Tetapi kebahagiaan

yang tak ternoda adalah lebih tinggi dari antara keduanya.

Kebahagiaan

yang

berkenaan

dengan

seks

dan

kebahagiaan

tanpa-seks

kebahagiaan tanpa-seks adalah yang lebih tinggi.


Kebahagiaan yang luhur dan kebahagiaan yang memalukan kebahagiaan yang luhur
adalah yang lebih tinggi.

Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan mental kebahagiaan mental adalah yang


lebih tinggi.
(II, vii; pilihan)
Catatan
1

Di sini Sang Buddha mengacu pada saat Beliau masih seorang Bodhisatta yang

berjuang untuk pencerahan spiritual. AA menyebutkan, ketika keadaan-keadaan yang


baik dicapai, jhana dan sinar dari dalam terlihat di dalam visi meditatif.
2

Teks ini menyatakan, dengan kata-kata sederhana yang mudah diingat, potensi

manusia untuk mencapai apa yang baik. Dengan demikian gugurlah keabsahan tuduhan
umum bahwa Buddhisme bersifat pesimis. Tetapi karena manusia, seperti yang kita
ketahui dengan baik, juga memiliki potensi kuat untuk perbuatan jahat, tidak banyak
alasan untuk optimisme yang keterlaluan. Yang mana dari potensi kita untuk yang baik
atau

jahat

menjadi aktual,

bergantung

pada

pilihan

kita

sendiri.

Apa

yang membentuk seorang manusia, adalah memiliki pilihan dan menggunakannya.


Rangkaian pilihan kita dan kesadaran sebelumnya tentang pilihan itu akan berkembang
bersama

pertumbuhan

bertumbuhnya

kedua

kewaspadaan
sifat

ini,

dan

maka

kebijaksanaan.

Dan

kekuatan-kekuatan

bersama
yang

dengan

tampaknya

mengondisikan dan bahkan memaksa pilihan kita untuk menuju ke arah yang salah
akan menjadi lemah. Sungguh ini merupakan suatu jaminan Sang Buddha yang berani
dan menggembirakan benar-benar suatu raungan singa ketika Beliau berkata, dalam
arti yang amat luas dan dalam, bahwa kebaikan dapat dicapai dan kejahatan dapat
ditaklukkan.
3

Vijjabhagiya; yaitu mereka merupakan unsur-unsur pokok dari pengetahuan tertinggi

(vijja). Ini bisa mengacu pada tiga pengetahuan sejati (tevijja), yang sering disebutkan
di dalam khotbah-khotbah: (1) pengetahuan mengenai ingatan terhadap kelahiran
terdahulu; (2) pengetahuan mengenai meninggalnya para makhluk dan kelahiran
kembali

mereka;

dan

(3)

pengetahuan

mengenai

hancurnya

noda-noda,

yaitu

pencapaian arahat; atau ini bisa juga mengacu pada pembagian berunsur delapan: (1)
pengetahuan pandangan terang (vipassana-ana), (2) kekuatan untuk menciptakan
tubuh yang dibentuk oleh pikiran (manomaya iddhi), (3)-(8) enam pengetahuan
langsung (abhia). Untuk yang terakhir (yang mencakup tiga pengetahuan sejati), lihat
Teks 41.
4

Ketenangan (samatha) merupakan suatu konsentrasi yang memuncak dalam jhana,

keadaan-keadaaan yang luar biasa tenang dan damai; pandangan terang (vipassana),

menurut AA adalah pengetahuan yang memahami bentukan-bentukan (sankharapariggahaka-ana) sebagai tidak kekal, penderitaan, dan tanpa diri.
5

Ketika

ketenangan

dikembangkan

secara

terpisah

dari

pandangan

terang,

ia

menimbulkan penekanan terhadap lima rintangan (yang pertama adalah nafsu indera),
dan memunculkan pikiran yang lebih tinggi dari jhana, yang memiliki ciri tidak adanya
nafsu. Tetapi setelah ketenangan sudah dikembangkan bersama dengan pandangan
terang maka ia dapat memunculkan jalan mulia, yang menghapus kecenderungan nafsu
indera yang mendasari (melalui jalan Yang-Tidak-Kembali-Lagi) dan kemelekatan
terhadap dumadi (melalui jalan Arahat). AA menginterpretasikan ketenangan di sini
dalam arti kedua agaknya karena kalimat terakhir dari sutta dan menjelaskan:
Pikiran menjadi berkembang menuju kesadaran-sang-jalan (magga-citta). Nafsu (raga)
menjadi ditinggalkan karena ini berlawanan (tidak sesuai) dengan kesadaran-sang-jalan,
dan jalan itu tidak sesuai dengan nafsu. Pada suatu momen nafsu, tidak ada kesadaransang-jalan; dan pada momen sang jalan, tidak ada nafsu. Ketika nafsu muncul, ia
menghalangi munculnya momen-sang-jalan, memotong di dasarnya; tetapi ketika sang
jalan muncul, ia mencabut akar nafsu dan menghapusnya.
6

AA:

Ini

merupakan

kebijaksanaan

sang

jalan

(magga-paa)

yang

menjadi

berkembang, yaitu diperluas dan diperjelas. Kebodohan batin yang ditinggalkan


merupakan kebodohan besar di akar siklus kehidupan. Kebodohan batin tidak sesuai
dengan kebijaksanaan-sang-jalan, dan kebijaksanaan-sang-jalan tidak sesuai dengan
kebodohan batin. Pada momen kebodohan batin, tidak ada kebebijaksanaan-sang-jalan,
dan pada momen kebijaksanaan-sang-jalan tidak bisa ada kebodohan batin. Ketika
kebodohan batin muncul, ia menghalangi munculnya kebijaksanaan-sang-jalan, dan
memotong di dasarnya; tetapi ketika kebijaksanaan-sang-jalan muncul, ia mencabut
akar dan menghapus kebodohan batin. Dengan cara ini, dua fenomena yang adabersama telah ditangani di sini: kesadaran-sang-jalan (magga-citta) dan kebijaksanaansang-jalan (magga-paa).
7

Tingkat Arahat sering dilukiskan sebagai pembebasan pikiran yang tanpa noda,

pembebasan lewat kebijaksanaan (anasava-cetovimutti-paavimutti); lihat Teks 22,


dll. AA menjelaskan pembebasan pikiran sebagai konsentrasi yang dihubungkan
dengan buah (dari tingkat arahat;phala-samadhi), pembebasan lewat kebijaksanaan
(paavimutti) sebagai kebijaksanaan yang dihubungkan dengan buah itu.
8

Mahakaccana adalah salah satu siswa arahat Sang Buddha yang paling menonjol, yang

dianggap paling hebat dalam kemampuannya menjelaskan secara terperinci cetusancetusan ringkas Sang Guru.

Sebagai Arahat, Mahakaccana mungkin telah mengajukan diri sebagai contoh dari

orang yang telah menanggulangi ketagihan pada kesenangan-kesenangan indera dan


ketagihan pada pandangan, tetapi karena kerendahan hati maka beliau mengacu pada
Sang Buddha.
10

Ini merupakan rumusan kitab yang ada tentang pergi untuk berlindung, tindakan

awal bagi orang yang menjadi pengikut Sang Buddha. Biasanya, pernyataan ini dibuat di
hadapan Sang Buddha sendiri sebagai saksinya, seperti di Teks 34 di bawah.
11

Sasavanca sukham anasavaca sukham. Hal ini mengacu pada tiga noda: nafsu

indera, nafsu terhadap kehidupan, dan kebodohan batin. Lihat Teks 131 4. Orang yang
nodanya telah dihancurkan (khinasava) adalah seorang arahat.

KHUDDAKKA NIKAYA
KHANDAKA PATHA
"Wacana tentang berkah" (Mangala Sutta)
Demikianlah yang saya dengar:
Pada suatu ketika Sang Bhagava menetap di dekat Savatthi, di hutan Jeta di Vihara
Anathapindika, ketika malam menjelang pagi, seorang dewa dengan cahaya yang
cemerlang

menerangi

seluruh

hutan

Jeta

menghampiri

Sang

Bhagava.

Setelah

menghormati Beliau, lalu berdiri di satu sisi. Sambil berdiri di satu sisi, dewata itu
berkata kepada Sang Bhagava dalam syair:
Banyak

dewa

dan

manusia

berselisih

paham

tentang

berkah

yang diharapkan membawa keselamatan, terangkanlah, apa berkah utama. Tidak


bergaul dengan orang yang tidak bijaksana, bergaul dengan mereka yang bijaksana,
menghormati mereka yang patut dihormati, itulah berkah utama.
Hidup

di

tempat

yang

sesuai,

berkat

kebajikan-kebajikan

hidup

yang

lampau,

meununtun diri kearah yang benar, itulah berkah utama. Memiliki pengetahuan dan
ketrampilan, terlatih baik dalam tata susila, ramah tamah dalam ucapan, itulah berkah
utama. Membantu ayah dan ibu, menyokong anak dan istri, bekerja bebas dari
pertentangan, itulah berkah utama. Dermawan, hidup sesuai dengan Dhamma,menolong
sanak keluarga, bekerja tanpa cela, itulah berkah utama. Menjauhi, tidak melakukan
kejahatan, menghindari minuman keras, mendengarkan Dhamma pada saat yang tepat
itulah berkah utama. Selalu hormat dan rendah hati, merasa puas dan berterima kasih,
mendengarkan Dhamma pada saat yang sesuai, itulah berkah utama. Bersemangat,
menjalankan hidup suci, menembus Empat Kesunyataan Mulia, serta mencapai Nibbana,
itulah berkah utama. Karena dengan mengusahakan hal-hal itu, manusia tidak
terkalahkan dimanapun juga, serta berjalan aman kemana juga, itulah berkah utama.
"Wacana tentang Cinta kasih " (Metta Sutta)

METTA SUTTA
Cinta Kasih
Pujian terhadap cinta kasih dan niat baik terhadap semua makhluk
1.

Dia yang terampil mengusahakan kesejahteraan, yang ingin mencapai keadaan


tenang [Nibbana], harus bertindak demikian ini: dia harus mampu, jujur,
sungguh jujur, berucap luhur, lemah lembut, dan rendah hati.

2.

Merasa puas, mudah disokong, sedikit tugasnya, sederhana hidupnya, tenang inderanya,
berhati-hati, tidak kurang ajar, tidak dengan tamak melekat pada keluarga-keluarga.

3.

Tidak melakukan apa pun yang dicela oleh para bijaksana. Semoga semua makhluk
bahagia dan damai. Semoga hati mereka penuh kebajikan!

4-5.

Makhluk hidup apapun juga yang ada: yang lemah atau kuat, tinggi, gemuk atau sedang,
pendek, kecil atau besar, tanpa kecuali; yang terlihat atau tidak terlihat, yang tinggal
jauh maupun dekat, yang sudah lahir atau pun yang akan lahir, semoga semua makhluk
bahagia!

6.

Jangan menipu orang lain, atau menghina siapa saja di manapun juga. Janganlah karena
marah atau berniat jahat mengharap orang lain celaka.

7.

Bagaikan

seorang

mengorbankan

ibu

mau

kehidupannya

melindungi
sendiri,

anaknya

yang

demikian

pula

tunggal

dengan

hendaklah

dia

mengembangkan hati yang tak terbatas kepada semua makhluk.


8.

Hendaklah pikirannya dipenuhi cinta kasih yang tak terbatas, menyelimuti


seluruh dunia. Ke atas, ke bawah dan ke sekeliling, tanpa rintangan, tanpa
kebencian, tanpa rasa permusuhan apapun.

9.

Apakah sedang berdiri, berjalan, duduk atau pun berbaring, selama masih
terjaga, dia harus mengembangkan perhatian-kewaspadaan ini. Inilah yang
dikatakan hidup termulia di sini.

10.

Tidak terjatuh ke dalam pandangan salah, memiliki moralitas dan kebijaksanaan,


dengan melepaskan kemelekatan terhadap nafsu indera, dia tak akan pernah
terlahir lagi.

CARIYAPITAKA
Berisikan :

Dalam kisah pertama, Buddha mengatakan ia akan menggambarkan praktek dari


kesempurnaan (Pali, paramita atau Parami) oleh cerita-cerita kehidupan masa lalunya
dalam teks age.The saat ini berisi 35 cerita tersebut, mencakup 356-371 ayat.
Tubuh Cariyapitaka ini dibagi menjadi tiga divisi (vagga), dengan judul berkorelasi
dengan yang pertama tiga dari sepuluh paramita Theravada:
Divisi I (Dana Paramita): 10 cerita untuk kesempurnaan korban (Dana)
Divisi II (sila paramita): 10 cerita untuk kesempurnaan perilaku (sila)
Divisi III (nekkhamma Paramita): 15 cerita didistribusikan di antara lima kesempurnaan
lainnya, sebagai berikut:
penolakan (nekkhamma paramita): lima cerita
tekad (paramita adhi hna)
satu cerita

kebenaran (sacca Paramita): enam cerita


cinta kasih (metta paramita) dua cerita
keseimbangan batin (upekkha paramita): satu cerita
Tiga tersisa Theravada kesempurnaan - kebijaksanaan (panna), energi (viriya),
kesabaran (Khanti) - disebutkan dalam bait penutup tapi tidak ada cerita Cariyapitaka
terkait

telah

sampai

kepada

kita.

Horner

menunjukkan

bahwa

kedua

ketiga

kesempurnaan adalah "tersirat dalam koleksi," dirujuk dalam kedua judul cerita dan
konteks.

Anda mungkin juga menyukai