Anda di halaman 1dari 5

RRI

RADIO REPUBLIK INDONESIA


Acara

: Lentera Rohani Agama Hindu

Naskah

: Paryanto, S.Ag

Judul

: Cuntaka : Kekotoran Batin

Editor

Pelaksana

Direkam

Disiarkan

Operator

: Musik Tune

Pembaca

: Om Swastyastu

Para Bhakta dan Saudara pendengar Radio Republik Indonesia dimanapun


anda berada, berbahagia sekali kita dapat berjumpa kembali dalam acara
Lentera Rohani Agama Hindu. Pada kesempatan ini saya akan membawakan
sebuah topic yaitu: Kekotoran Batin.
Para Bhakta Se-dharma,
Kita sering mendengar istilah BATIN YANG KOTOR atau LETEH dalam
kehidupan beragama kita tetapi terkadang tidak semua umat memahami apa
yang maksud dengan istilah itu. Sehingga masih banyak umat yang tidak tahu
apakah orang yang kotor itu

tidak boleh sembahyang, tidak boleh masuk

pura? Kan niat kita baik Pak yaitu untuk memuja Tuhan? Seperti halnya
keluarga yang ditinggalkan. Bukankah mereka harus lebih banyak ke pura
untuk lebih mendekatkan diri dengan Tuhan dalam menabahkan perasaan
mereka? Pertanyaan ini harus kita pecahkan bersama dan kita cari
jawabannya bersama.

Para bhakta dalam dharma,


Batin yang kotor adalah sebuah kondisi di mana aura tubuh kita tidak bersih.
Dan dalam susastra suci disebut Cuntaka. Cuntaka sendiri merupakan
kondisi seseorang dan pikiran seseorang yang tidak bersih, sebel, dan pikiran

kita yang kotor dan sedih. Pada saat itulah kita dikatakan kotor. Tetapi
walaupun kita sedang cuntaka, tidak ada pustaka suci yang menyebutkan
bahwa orang cuntaka tidak boleh sembahyang, berarti mereka boleh
sembahyang tetapi di rumah tidak di Pura. Mereka tidak boleh ke pura karena
pura terkondisi dengan hal-hal yang suci, pura ada ida Bethara yang
melinggih, jadi logikanya bagaimana kita mengahadap Sang Hyang Widhi di
saat kita sendiri kotor. Jika nekat ke pura dikhawatirkan akan terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan sehingga tidak akan mungkin berkonsentrasi dengan
baik. Energy kesedihan, kekotoran, akan mempengaruhi energy dan vibrasi
kesucian pura. Dalam Bhagavadgita IX. 30 dijelaskan bahwa :
Api cet suduracharo
Bhajate mam ananyabhak
Sadhur eva sa mantavyah
Samyag vyavasito hi sah
Artinya:
Walaupun seandainya seorang yang ternoda, penjahat sekalipun memuja-Ku
dengan pengabdian yang terpusat ia harus dipandang ada di jalan yang benar
sebab ia telah bertindak menuju yang benar.
Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang menjadi kotor (Cuntaka)
misalnya Wanita haid (menstruasi), habis melahirkan, karena ada keluarga
yang meninggal, perkawinan, dan berpikir tidak baik.
Wanita haid darah yang keluar itu kotor dan diyakini kekotoran itu membawa
energy negative yang mempengaruhi kesucian Pura. Demikian juga dengan
kematian, energy kesedihan itu membuat kita menjadi sebel. Dan kita masih
terpengaruh vibrasi aura orang yang meninggal. Wanita yang melahirkan, dia
mengeluarkan darah sehingga membuat dirinya cuntaka. Kalau kita lihat
pasangan yang baru menikah itu tidak mengeluarkan kotoran, dan pastinya
mereka bahagia, tetapi sebelum mereka menjalankan upacara Mabyakala atau
upacara Biakonan maka mereka dianggap cuntaka.
Kemudian berapa lama

masa cuntaka itu berlaku bagi seseorang? Sangat

Relatif tergantung dari jenis cuntakanya, jika wanita haid sampai benar-benar

selesai haidnya, dan dia harus mandi keramas. Jika ada orang meninggal
maka yang melayat tidak lama masa cuntakanya. Setelah dia mandi keramas
dia sudah dinyatakan tidak cuntaka, tetapai bagi anak, cucu, sanak famili
maka terhitung 10 hari sejak hari meninggalnya. Hal itu dijelaskan dalam
Kitab Manava Dharmasastra V. 75 :

Vigatam tu videsastham,
Srnuyadyo hyanirdasam,
Yac chesam dasaratrasya,
Tava devasucirbhavet,
Ia yang mendengar bahwa salah seorang keluarganya yang tinggal jauh
meninggal dunia, sebelum sepuluh hari berselangnya, ia akan cuntaka
hanya selama hari-hari dan malam-malam menggenapkan sepuluh hari itu
saja.

Saudara Pendengar yang berbahagia


Di manapun berada.

Dan tentunya jika aturan sastra suci ini dilanggar maka akan terjadi hal-hal
yang berakibat negative baik bagi individu yang bersangkutan maupun pura
yang dikunjungi orang yang sedang cuntaka. Bagi individu yang bersangkutan
pikirannya akan menjadi kacau, dan tidak mempunyai konsentrasi walaupun
dipaksakan untuk sembahyang dengan penuh konsentrasi di pura. Sehingga
sebaiknya jangan memaksakan diri sembahyang di pura. Karena diyakini bisa
terjadi hal-hal yang lebih beresiko tinggi. Dan Bagi pura yang dikunjungi maka
pura itu akan menjadi leteh, kotor secara niskala. Perlu pembersihan atau
pecaruan untuk membersihkan pura dari unsure-unsur negative.

Saudara Pendengar yang berbahagia


Di manapun berada

Demikianlah pengertian, pantangan dan larangan Cuntaka, kita sebagai


penganut agama Hindu harus mentaati dan meyakini bahwa Cuntaka itu
berlaku bagi siapa saja dan jika kita dalam keadaan cuntaka kita jangan
memaksakan diri untuk masuk ke pura, karena bisa berakibat tidak baik bagi
individu yang bersangkutan dan bagi pura itu sendiri.

Demikian Lentera rohani agama Hindu, mohon maaf jika ada kekurangannya.
Semoga bermanfaat bagi kita semua. Kami akhiri dengan salam paramasantih.
Om Shantih Shantih Shantih Om

Kasie Pengembangan
Program Penyuluhan

Penyusun Naskah

Ni Luh Srimiti, S.Pd.H


NIP. 19650708 198603 2 004

Paryanto, S.Ag
NIP. 19810805 200901 1011

Mengetahui,
Kasudit Penyuluhan

I Nyoman Susila, S.Ag, M.Si


NIP. 19590430 198203 1 001

Anda mungkin juga menyukai