Anda di halaman 1dari 10

Sekolah Arsitektur, Perencnaan, dan Pengembangan Kebijakan ITB

ANALISIS DAMPAK RENCANA INVESTASI JEMBATAN SELAT SUNDA TERHADAP PROVINSI LAMPUNG
DAN BANTEN
Handini Pradhitasari(1), Ibnu Syabri(2)
(1)
(2)

Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.
Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK), ITB.

Abstrak
Perdagangan antarwilayah terjadi didorong oleh factor endowment dan saling ketergantungan.
Ketersediaan infrastruktur yang memadai akan memudahkan mobilitas faktor produksi yang pada
gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Investasi infrastruktur transportasi di satu
daerah akan mempengaruhi wilayah lainnya. Hal ini terjadi karena interaksi antarsektor dan
antarwilayah memberikan efek perluasan dan efek timbal balik. Interaksi perdagangan antara Pulau
Jawa dan Sumatra mulai menunjukkan kepadatan yang berdampak pada delay dan inefisiensi
ekonomi. Isu ini direspon pemerintah melalui rencana investasi Jembatan Selat Sunda (JSS) yang
bernilai Rp. 150 triliun. Besarnya nilai investasi JSS merupakan injeksi bagi perekonomian Provinsi
Lampung dan Banten, namun akan berdampak pula bagi Pulau Sumatra dan Jawa serta nasional
pada skala yang lebih luas. Besaran dampak dan wilayah limpahan dari investasi JSS dapat diketahui
dengan menggunakan metode Interregional Input Output (IRIO). Melalui model IRIO, nilai
investasi JSS sebagai shock pada wilayah Lampung dan Banten memberikan efek pengganda output
yang jauh melebihi nilai investasinya. Melalui multiplier model IRIO antarprovinsi, diketahui bahwa
investasi JSS terhadap Provinsi Banten dan Lampung akan dirasakan 90% oleh provinsi provinsi
Pulau Jawa, khususnya DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Riau, Sumatra Utara dan Sumatra
Selatan. Implikasi dari studi ini adalah memberikan gambaran mengenai sektor sektor dan wilayah
yang akan terdampak secara signifikan dari rencana pembangunan JSS, serta korelasinya dengan
rencana kegiatan prioritas yang akan dikembangkan pada koridor ekonomi Jawa dan Sumatra,
khususnya Provinsi Lampung dan Banten.
Kata-kunci : dampak, investasi, IRIO, JSS, multiplier effect

1. Pengantar
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan
perairan yang luas memiliki keragaman sumber
daya, baik sumber daya alam maupun manusia.
Perbedaan potensi faktor faktor produksi ini
membentuk keunikan sektor di masing masing
wilayah yang memicu timbulnya perdagangan
antarregion. Perdagangan antarregion terjadi
karena keterkaitan antarregion, dimana satu
daerah tidak mampu menyediakan semua input
untuk produksi serta output untuk dikonsumsi
masyarakat, sehingga memerlukan pasokan dari
daerah lain (Simehate, 2009).
Pada kenyataannya, kondisi wilayah yang
didominasi oleh perairan merupakan tantangan
dalam pemerataan pembangunan nasional yang
turut mempengaruhi ketersediaan infrastruktur
serta perdagangan antardaerah. Hal ini ditandai

oleh pemusatan kegiatan ekonomi di koridor


barat Indonesia. Interaksi antardaerah yang
terjadi antara Pulau Sumatra dan Jawa
menunjukkan fenomena aglomerasi spasial
sehingga
membentuk
kutub

kutub
pertumbuhan. Fenomena ini dapat ditunjukkan
oleh parameter demografi dan PDRB, dimana
lebih dari 80% populasi dan proporsi
pendapatan nasional berasal dari kedua pulau
ini.
Sebagai pintu gerbang antara Pulau Sumatra
dan Pulau Jawa, Provinsi Lampung dan Banten
memiliki peran yang penting dalam hal akses
kegiatan ekonomi dan logistik nasional. Saat ini,
sarana penyeberangan yang tersedia belum
cukup memadai pergerakan barang yang terus
tumbuh. Berdasarkan data Angkutan Sungai
dan Penyeberangan (ASDP), diketahui bahwa
telah
terjadi
peningkatan
volume
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 1

Analisis Dampak Rencana Investasi Jembatan Selat Sunda terhadap Provinsi Lampung dan Banten

penyeberangan
kendaraan
barang
dan
penumpang serta kebutuhan logistik sebesar 20
persen dalam kurun waktu sembilan tahun.
Peningkatan
arus
pergerakan
juga
memperlihatkan bahwa arus lalu lintas barang
dan penumpang di Pelabuhan Merak
Bakhaueni sudah sangat padat. Pada beberapa
titik kritis jalur perangkutan barang ditemukan
adanya penyempitan (bottle neck) sehingga
menimbulkan kemacetan dan penundaan
(delay) yang berdampak pada inefisiensi
ekonomi. Hal ini menandakan bahwa terjadi
transaksi perdagangan yang kuat antara dua
wilayah tersebut sehingga dibutuhkan suatu
sarana penghubung atau infrastruktur penguat
konektivitas yang handal.
Salah satu upaya pemerintah dalam menjawab
isu transportasi ini sekaligus mengembangkan
sektor sektor ekonomi antara Pulau Sumatra
dan Pulau Jawa adalah melalui rencana
pengembangan Kawasan Strategis Nasional
(KSN) Selat Sunda dengan pembangunan
Jembatan Selat Sunda (JSS) sebagai pusat
pertumbuhan kawasan. Pembangunan JSS
merupakan salah satu kegiatan utama dalam
masterplan
percepatan
dan
perluasan
perekonomian
Indonesia
(MP3EI)
yang
bertujuan untuk menghubungkan Banten dan
Lampung sebagai kawasan ekonomi yang
terintegrasi.
Keterhubungan antara Lampung dan Banten
melalui JSS akan bermanfaat bagi efisiensi
sistem
distribusi
logistik
nasional,
mengembangkan pusat pusat pertumbuhan
ekonomi baru, percepatan ekonomi karena
pergeseran kegiatan industri di Sumatra, serta
peluang mengembangkan sektor pariwisata.
Dalam perspektif regional, pembangunan JSS
akan sangat berdampak bagi wilayah kaki
jembatan, yakni Provinsi Lampung dan Banten
khususnya dalam hal pergeseran kegiatan
ekonomi.
Saat ini, struktur perekonomian KSN Selat
Sunda, khususnya Provinsi Lampung masih
bertumpu
pada
sektor
pertanian
dan
diperkirakan mampu bergeser ke arah indutri
manufaktur, termasuk agrobisnis. Pembangunan
akan membuka akses bagi kegiatan ekonomi
baru
sekaligus
menciptakan
keterkaitan
antarsektor (linkages effect). Salah satu rasional
dari pengembangan KSN SS adalah
mendorong agar ekspansi industri manufaktur
2 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1

mengarah ke luar Pulau Jawa,


karena
pengembangan industri yang mengonsumsi air,
memerlukan lahan luas dan membebani
lingkungan sudah seharusnya berpindah ke luar
Jawa, termasuk Pulau Sumatra.
Bila meninjau perspektif ekonomi sektoral,
manfaat
atau
dampak
dari
rencana
pembangunan JSS dapat dilihat secara makro
melalui efek penggandaan (multiplier effect)
yang tercipta dari nilai investasi yang
ditanamkan. Nilai investasi JSS sebesar Rp. 150
triliun ini akan berdampak luas. Selain karena
besaran nominal, luasnya cakupan dampak
infrastruktur transportasi ini juga disebabkan
oleh transaksi antarwilayah (interregional)
sehingga memicu keterkaitan antarsektor yang
pada akhirnya menciptakan aglomerasi ekonomi
(Anderson & Lakshmanan, 2004).
Dalam struktur permintaan regional, nilai
investasi yang ditanamkan merupakan suatu
injeksi yang berasal dari luar wilayah (eksogen)
sehingga akan meningkatkan permintaan dan
produksi sektor internal. Hubungan antarsektor
dalam suatu wilayah beserta variabel eksogen
ini salah satunya dapat dilihat menggunakan
model ekonomi input output. Dalam struktur
tabel I O, investasi merupakan variabel
eksogen yang berperan sebagai stimulus
potensial yang mampu memberikan dampak
pada perekonomian secara keseluruhan melalui
efek pengganda. Efek pengganda (multiplier
effect) tercipta melalui beberapa putaran
sehingga akan berpengaruh terhadap total
kenaikan produksi (output) serta memacu
pertumbuhan wilayah hulu sebagai penyedia
bahan baku.
Hubungan antarwilayah ini menunjukkan adanya
sektor sektor yang dinamis sehingga mampu
menstimulasi kegiatan ekonomi baik ke dalam
maupun ke luar wilayahnya. Hubungan
antarregion ini dapat dikaji melalui model input
output interregion (IRIO). Model IRIO
merupakan pengembangan dari model input
output region tunggal yang mampu menjelaskan
keterkaitan antarregion. Keterkaitan antarregion
dapat ditangkap oleh model IRIO melalui
matriks transaksi perdagangan antardaerah.
Dengan demikian, hubungan perdagangan yang
terjadi antarwilayah dan antarsektor ini perlu
dikaji lebih dalam guna mengetahui seberapa
besar dampak pembangunan infrastruktur

Handini Pradhitasari

Jembatan Selat Sunda terhadap sektor sektor


wilayah limpahan dan region mana saja yang
akan menerima limpahan terbesar dari investasi
sektor jembatan yang diberikan kepada Provinsi
Lampung
dan
Banten
sebagai
wilayah
terintegrasi.
2. Tujuan Studi
Studi ini bertujuan untuk menganalisis dampak
sektor dan wilayah limpahan dari rencana
investasi pembangunan JSS, dengan sasaran
menganalisis struktur perekonomian, sektor
sektor basis ekonomi, efek penggandaan, sektor
sektor kunci perekonomian dan dampak
rencana investasi JSS terhadap output Provinsi
Lampung dan Banten.
3. Tinjauan Literatur
Perdagangan antardaerah berkembang karena
keterbatasan
daerah
untuk
memenuhi
kebutuhan input produksi dan output untuk
dikonsumsi. Teori perdagangan Heckscher dan
Ohlin (H-O) Teori H-O ini menyatakan bahwa
perbedaan pada pola spesialisasi antarnegara
ditentukan oleh keragaman kelimpahan faktor
(factor endowments) (Fitzgerald dan Hallak,
2004). Interaksi perdagangan daerah dapat
dijelaskan
melalui
teori
gravitasi
yang
menunjukkan daya tarik suatu lokasi dibanding
lokasi sekitarnya. Model ini juga mampu melihat
perputaran barang dari satu region ke region
lainnya
dan
merupakan
dasar
dari
pengembangan
model
input

output
antarregional.
Infrastruktur merupakan salah satu faktor yang
dapat memperlancar arus perdagangan dan
mobilisasi faktor faktor produksi, khususnya
infrastruktur yang mampu menghasilkan efek
tumpahan
(spill
over)
(Eberts,
1990).
Infrastruktur
transportasi
menjadi
faktor
pengikat antara sub wilayah (intraregion)
dengan wilayah luarnya. Investasi infrastruktur
di satu wilayah akan berpengaruh terhadap
wilayah lainnya melalui hubungan ekspor
impor antardaerah (Metzler, 1950 dalam
Simehate, 2009). Hubungan antarwilayah ini
dipicu oleh keterkaitan antarsektor ekonomi,
sehingga ketika akan menciptakan multiplier
effect ketika terjadi peningkatan permintaan dari
luar wilayah.
Keterkaitan antarregion dan antarsektor ini
semakin kuat bila didorong oleh ketersediaan
infrastruktur
yang
memadai,
karena

infrastruktur akan memudahkan mobilitas faktor


produksi dan mendorong pertumbuhan ke arah
yang lebih baik (Hasni, 2006). Investasi di
sektor transportasi akan menjadi modal utama
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
melalui peningkatan kesempatan kerja serta
produktivitas modal. Dalam jangka panjang,
peningkatan stok kapital (modal) akan
membangkitkan kemampuan masyarakat untuk
menghasilkan
output.
Dengan
demikian,
investasi dapat menjadi sarana yang efektif
untuk meningkatkan kapasitas produksi daerah.
Dalam model pertumbuhan interregional,
disebutkan bahwa investasi dan pengeluaran
pemerintah serta pertumbuhan daerah lain yang
berada dalam satu sistem turut mempengaruhi
pertumbuhan ekonomi (Setiawan, 2006). Hal ini
terjadi karena adanya interaksi antarsektor dan
antarwilayah memberikan efek perluasan
(interregional spillover effect) akibat permintaan
output di daerah lainnya dan efek umpan balik
(interregional feedback effect) dimana dampak
tersebut kembali ke daerah asal (Miller 1998).
Dalam
konsep
pengembangan
wilayah,
pengaruh dari perkembangan ekonomi suatu
daerah tidak hanya terbatas pada wilayah
tertentu, melainkan juga terasa di daerah
sekitarnya. Pengaruh investasi di suatu wilayah
terhadap wilayah lainnya dapat dilihat melalui
pendekatan interregional menggunakan metode
interregional input output (IRIO).
IRIO merupakan suatu model ekonomi yang
mampu
mengukur
dan
menggambarkan
interkoneksi ekonomi antarbeberapa region
(Miller, 1993). Seperti halnya IO, model IRIO
dapat digunakan untuk mengestimasi besaran
guncangan luar (external shock) terhadap
indikator makroekonomi, seperti output, valueadded, pendapatan, dan tenaga kerja.
Keunggulan tabel IRIO dibanding tabel region
tunggal,
adalah
kemampuannya
dalam
menangkap limpahan interregional dan umpan
baliksebagai akibat perubahan variabel eksogen
dari output permintaan di suatu wilayah (Sim, et
al. 2007).
4. Metodologi
4.1 Metode Pengumpulan Data
Data data yang dipergunakan dalam penelitian
diperoleh melalui pengumulan data sekunder di
beberapa
instansi,
seperti
Kementerian
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 3

Analisis Dampak Rencana Investasi Jembatan Selat Sunda terhadap Provinsi Lampung dan Banten

Pekerjaan Umum untuk mendapatkan tabel I-O


interregional
tahun
2005,
BPS
untuk
mendapatkan data PDRB, dan data tabel IRIO
antarprovinsi tahun terakhir disusun, yaitu IRIO
2005. Data tambahan lain yang diperlukan
adalah jumlah tenaga kerja sektoral di Provinsi
Lampung dan Banten.
4.2 Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan melalui dua tahap,
yaitu pengolahan data PDRB yang akan
menghasilkan indeks lokasi dan pengolahan
terhadap data tabel IRIO yang akan
menghasilkan angka pengganda.
1. Pengolahan Data PDRB
Data time series PDRB lima tahun terakhir, yakni
2008-2012 bagi Provinsi Lampung dan Banten
diolah guna mendapakan nilai LQ rata rata
yang dapat menunjukkan sektor basis di setiap
Provinsi.
Tahapan selanjutnya adalah mengolah data
PDRB intraregional (Sub wilayah), sehingga
akan menghasilkan indeks lokasi sektor masing
masing kabupaten/kota di Provinsi Lampung
dan Banten
2. Pengolahan Tabel IRIO
Tabel IRIO antarpulau dan antarprovinsi tahun
2005 diolah secara bertahap, yang meliputi:
- Penentuan struktur input (direct and
trade coefficient matrix)
- Membangun matriks identitas
- Membangun matriks I-A
- Membangun matriks inverse IRIO (total
requirement matrix)
Setelah matriks inverse didapatkan, tahapan
selanjutnya adalah mengagregasi matriks untuk
region Lampung Banten untuk mendapatkan
nilai dampak investasi dan mengaregasi matriks
22 sektor menjadi 9 sektor lapangan usaha
untuk mencari nilai penganda tenaga kerja
(employment multiplier)
4.3 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, digunakan analisis ekonomi
basis dan analisis tabel IRIO. Analisis tabel IRIO
terbagi lagi menjadi empat komponen: analisis
deskriptif struktur perekonomian, analisis
multiplier, analisis linkage serta analisis dampak
4 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1

yang dilakukan terhadap Provinsi Lampung dan


Banten.
1. Analisis Ekonomi Basis
Analisis LQ dilakukan menggunakan data PDRB
setiap provinsi atas dasar harga konstan. Indeks
LQ menjadi dasar dalam menentukan sektor
sektor unggulan yang dapat menjadi penggerak
ekonomi wilayah.

output total sektor i di region r


: total output semua sektor di region r
: output total sektor i pada level nasional
: output semua sektor di level nasional
2. Analisis Deskriptif Tabel IRIO
Analisis ini berguna untuk mengetahui
gambaran umum perekonomian wilayah, yang
mencakup peran sektor pada masing masing
region dilihat dari:
1. Struktur penawaran dan permintaan
(supply dan demand),
2. Asal input produksi (lokal, domestik
dan impor)
3. Struktur output dan besarannya dalam
skala regional
4. Struktur nilai tambah (input primer),
5. Struktur
permintaan
akhir
(final
demand)
6. Sektor sektor penghasil output
terbesar
3. Analisis Multiplier
Analisis
multiplier
digunakan
untuk
mengidentifikasi dampak yang terjadi sebagai
akibat adanya perubahan pada variabel-variabel
perekonomian. Analisis multiplier dibagi menjadi
tiga bagian, yaitu analisis output multiplier,
income multiplier serta employment multiplier.
a. Multiplier Output
Diperoleh melalui koefisien input intraregional
dan interregional (trade coefficient). Koefisien
Input Regional (intraregional) dapat dihitung
dengan cara:

dan

Handini Pradhitasari

Koefisien

perdagangan

antarregion

dapat

dihitung dengan rumus:

dan

Angka pengganda output juga dibagi menjadi


dua, angka pengganda region sendiri dan angka
pengganda antarregion:

= Koefisien tenaga kerja sektor j


4. Analisis Keterkaitan (Linkages)
Analisis
keterkaitan
berfungsi
untuk
mengklasifikasikan sektor sektor eksisting
menjadi sektor kunci dan bukan sektor kunci
melalui dua indeks, yaitu backward linkage dan
forward linkage index (Resosudarmo, 2008):
a. Backward Linkage Index (BLj)

menunjukkan angka pengganda region


sendiri
dan
menunjukkan
angka
pengganda
antarregion
yang
merupakan
penjumlahan seluruh elemen Leontief untuk
sektor ij di region R.

b. Forward Linkage Index (FLj)


b. Multiplier Income
Analisis ini bermanfaat untuk mengetahui akibat
dari permintaan akhir peningkatan akhir suatu
sektor terhadap pendapatan semua sektor.

=Multiplier pendapatan biasa sektor j


= Multiplier pendapatan tipe I sektor j
= Matriks kebalikan Leontief terbuka
= Koefisien pendapatan sektor j
c. Multiplier Employment
Analisis ini digunakan untuk mengetahui akibat
dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor
terhadap perubahan tenaga kerja pada semua
sektor.

5. Analisis Dampak Ekonomi


Analisis ini bertujuan untuk menemukan
manfaat dari rencana investasi Jembatan Selat
Sunda yang dilihat secara sektoral, yaitu dengan
menghitung dampak yang akan ditimbulkan dari
adanya pembangunan JSS terhadap sektorsektor perekonomian di Provinsi Lampung dan
Banten. Dalam hal ini, transaksi antara Provinsi
Banten dan Lampung diagregatkan sehingga
menjadi satu region
Seperti halnya analisis multiplier, analisis
dampak ekonomi juga dibagi menjadi tiga,
yaitu: dampak terhadap output, terhadap
pendapatan dan terhadap tenaga kerja yang
masing masing dirumuskan dengan (Blair and
Miller, 1985 dalam Hasni, 2006):
a.

Dampak pembentukan output:


[

dimana:
= Multiplier tenaga kerja tipe I sektor j
= Multiplier tenaga kerja biasa sektor j
= Matriks kebalikan Leontief terbuka

b.

Dampak pendapatan rumah tangga

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 5

Analisis Dampak Rencana Investasi Jembatan Selat Sunda terhadap Provinsi Lampung dan Banten

c.

Dampak terhadap penyerapan tenaga kerja

dimana:
X = dampak terhadap pembentukan output
I = dampak terhadap pendapatan rumah
tangga
L = dampak terhadap penyerapan kerja
Y = investasi sektoral
(I-A)-1 = matriks kebalikan Leontief terbuka
= koefisien pendapatan
= koefisien tenaga kerja.

a. Provinsi Lampung
Provinsi Lampung memiliki konsentrasi kegiatan
yang tinggi di sektor angkutan jalan rel,
tanaman perkebunan, dan tanaman bahan
makanan. Secara umum, hampir semua level
sub regional (kabupaten) memiliki keunggulan di
sektor pertanian (LQ rata rata lebih besar dari
1). Sementara itu, keunikan terjadi di Kabupaten
Lampung Utara melalui sektor pertambangan
dan penggalian (LQ=5,46).

Alur metodologi analisis data dapat diturunkan


dari mulai persoalan, teori dan hasil yang
dicapai ke dalam satu diagram sebagai berikut:

Gambar 3
Struktur LQ Kabupaten dan Kota Provinsi
Lampung
Sumber: data BPS berbagai sumber, diolah

Gambar 2
Alur Metodologi Analisis
Sumber: hasil analisis, 2014

Hasil dari analisis ini adalah jenis sektor yang


memiliki dampak yang paling besar terhadap
peningkatan investasi di sektor konstruksi di
Pulau Sumatra dan Jawa Bali. Adapun dengan
menggunakan matriks antarprovinsi, keluaran
analisis ini adalah sektor dan wilayah yang akan
menerima limpahan manfaat dari peningkatan
investasi di sektor jalan, jembatan dan
pelabuhan di wilayah Lampung dan Banten.

b. Provinsi Banten
Provinsi Banten memiliki kegiatan unggulan
pada sektor industri pengolahan, Listrik, Gas
dan Air bersih serta perdagangan, hotel dan
restoran. Pada beberapa kabupaten/kota
terdapat konsentrasi relatif yang jauh melebihi
konsentrasi wilayah provinsi, diantaranya: Kab.
Lebak dengan sektor pertambangan dan
penggalian, Kota Serang (Konstruksi), Kab.
Tangerang (Utilitas) serta Kota Tangerang
Selatan (Jasa jasa).

5. Pembahasan
5.1 Ekonomi Basis
Identifikasi terhadap sektor sektor unggulan
masing masing wilayah. Menandakan
konsentrasi relatif sektor di suatu wilayah
(provinsi) terhadap wilayah yang lebih luas
(nasional).
6 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1

Gambar 4
Struktur LQ Kabupaten dan Kota Provinsi
Banten
Sumber: data BPS berbagai sumber, diolah

Handini Pradhitasari

5.3 Nilai Multiplier (Penggandaan)


5.2 Struktur Perekonomian
Deskripsi mengenai komponen pembentuk input
dan permintaan masing masing wilayah
berdasarkan informasi yang diperoleh dari tabel
IRIO antarprovinsi tahun 2005.
a. Provinsi Lampung
Komposisi produksi Provinsi Lampung berasal
dari wilayah sendiri sebesar 64% dan wilayah
domestik (luar Lampung) sebesar 28%. Sektor
penghasil output terbesar di Lampung adalah
industri makanan, minuman dan tembakau
(share:19%), diikuti sektor bangunan lainnya
(12,4%) serta hotel dan restoran sebesar 8,9%.

Gambar 5
Proporsi Input Antara Provinsi Lampung
Tabel IRIO 2005, diolah
b. Provinsi Banten
Strukur input produksi Provinsi Banten sebagian
besar (68%) adalah berasal dari wilayahnya
sendiri komposisi lokal dan 15% komposisi
domestik untuk kegiatan produksi. Sektor
penghasil output terbesar di Provinsi Banten
adalah industri lainnya (Share: 58%), diikuti
oleh sektor hotel dan restoran (8,7%) dan
sektor bangunan lainnya dengan share sebesar
8,4%.

Menunjukkan dampak yang terjadi terhadap


sektor ekonomi bila salah satu sektor mengalami
perubahan permintaan akhir. Angka multiplier
yang dihasilkan oleh tabel IRIO adalah multiplier
output, sedangkan matriks region tunggal dalam
tabel IRIO dapat dimodifikasi sehingga
menghasilkan multiplier income dan multiplier

employment

a. Provinsi Lampung
Peningkatan permintaan akhir beberapa sektor
di Provinsi Lampung yang akan berdampak
cukup besar bagi peningkatan output di wilayah
sendiri dan wilayah lainnya (interregional)
adalah peternakan dan hasil-hasilnya, industri
makanan, minuman dan tembakau (IMMT) serta
Listrik, gas dan air bersih (LGA). Sektor sektor
yang mampu membangkitkan pendapatan
rumah tangga (multiplier income) di provinsi ini
adalah prasarana pertanian, jalan, jembatan dan
pelabuhan serta pengangkutan dan komunikasi.
Sektor sektor yang mampu membangkitkan
kesempatan kerja (multiplier employment) di
provinsi ini adalah industri pengolahan, Listrik,
gas dan air bersih dan konstruksi.
b. Provinsi Banten
Peningkatan permintaan akhir beberapa sektor
di Provinsi Banten yang akan berdampak cukup
besar bagi peningkatan output secara intra dan
interregional adalah industri lainnya, hotel dan
restoran serta bangunan lainnya. Sektor
sektor
yang
mampu
membangkitkan
pendapatan rumah tangga di Provinsi ini adalah
IMMT, LGA dan perdagangan. Adapun sektor
sektor
yang
mampu
membangkitkan
kesempatan kerja (multiplier employment) di
provinsi ini adalah industri pengolahan,
perdagangan, hotel dan restoran dan Jasa
jasa.
5.4 Sektor sektor kunci perekonomian
Merupakan sektor sektor yang memiliki indeks
daya penyebaran (backward linkage index) dan
indeks derajat kepekaan (forward linkage index)
di atas rata rata sektor lainnya, sehingga
memiliki daya tarik (kebutuhan input) ataupun
daya dorong (pemakaian output).

Gambar 6
Proporsi Input Antara Provinsi Banten
Tabel IRIO 2005, diolah

a. Provinsi Lampung
Sektor sektor kunci Provinsi Lampung ada
lima, yaitu: Peternakan dan hasil-hasilnya,
IMMT, Industri Lainnya, Bangunan lainnya serta
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 7

Analisis Dampak Rencana Investasi Jembatan Selat Sunda terhadap Provinsi Lampung dan Banten

Hotel dan Restoran. Indeks daya penyebaran


(backward linkage index) tertinggi dihasilkan
oleh sektor industri makanan, minuman dan
tembakau sebesar 1,420. Hal ini menunjukkan
bahwa setiap kenaikan permintaan akhir sektor
ini sebesar satu unit, akan menyebabkan
peningkatan output seluruh sektor sebesar
1,420 unit. Adapun forward linkage index
tertinggi dihasilkan oleh sektor pertambangan
dan penggalian sebesar 1,699. Indeks tersebut
menyatakan bahwa jika terjadi kenaikan satu
unit permintaan akhir di masing masing
sektor, maka output sektor pertambangan dan
penggalian akan meningkat sebesar 1,699 unit.
Keterkaitan ke belakang Provinsi Lampung
cukup besar terhadap wilayah lainnya, karena
terdapat sepuluh sektor yang memiliki nilai daya
penyebaran di atas satu. Indeks daya
penyebaran yang tinggi
mengindikasikan
ketergantungan sektor yang cukup besar
sehingga menyebabkan wilayah lain untuk
meningkatkan kapasitas produksinya.
b. Provinsi Banten
Sektor sektor kunci Provinsi Banten hanya dua
yang teridentifikasi, yaitu: industri lainnya dan
sektor perdagangan. Kedua sektor tersebut
memiliki indeks daya penyebaran dan derajat
kepekaan lebih besar dari satu. Sektor industri
lainnya memiliki indeks daya penyebaran
(backward linkage index) sebesar 1,351, yang
berarti setiap kenaikan satu unit permintaan
akhir sektor industri lainnya akan meningkatkan
output seluruh sektor perekonomian sebesar
nilai tersebut. Nilai derajat kepekaan (forward
linkage) terbesar Provinsi Banten juga berasal
dari industri lainnya dengan indeks 3,314.
Indeks tersebut mengindikasikan bahwa jika
permintaan akhir masing masing sektor
meningkat satu unit, maka output sektor ini
akan meningkat sebesar 3,314 unit.
Hubungan ketergantungan antarsektor di
Provinsi Banten lebih besar dibandingkan
kemampuan sektor dalam mendorong produksi.
Hal ini dikarenakan proporsi input antara yang
lebih besar dibanding input primer (nilai
tambah)
sehingga
menyebabkan
ketergantungan
antarindustri
lebih
besar
dibanding
kemampuannya
mendorong
penggunaan output untuk industri atau sektor
lainnya.

8 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1

5.5 Dampak Investasi JSS


Menjelaskan dampak dari shock investasi JSS
terhadap perekonomian wilayah. Pemberian
shock terhadap Provinsi Lampung dan Banten
akan meningkatan output sektor dan berdampak
secara luas pada beberapa wilayah yang
memiliki keterkaitan kuat dengan region
tersebut.
a. Dampak Antarprovinsi
Nilai investasi JSS senilai Rp. 150 triliun menjadi
shock terhadap sektor jalan, jembatan dan
pelabuhan yang akan meningkatkan output
sebesar Rp. 269,8 triliun. Dampak output JSS
akan dirasakan 96% di region Sumatra dan
Jawa, lalu Kalimantan (2,7%) dan Indonesia
Timur (1,2%) Dampak sektor terbesar terjadi
terhadap provinsi:

Lampung dan Banten (86%)

Jawa Barat: (4%)

DKI Jakarta (3,3%)

Jawa Timur (1,2%)

Riau (1%)
Adapun sektor sektor yang akan terdampak
akibat investasi JSS di Provinsi Banten dan
Lampung adalah sektor jalan, jembatan dan
pelabuhan, industri lainnya, dan jasa jasa.
b. Dampak terhadap Provinsi Lampung
Provinsi Lampung akan mengalami peningkatan
output signifikan pada sektor jalan, jembatan
dan pelabuhan, hotel dan restoran serta industri
lainnya, dengan dampak output total sebesar
Rp. 187,17 triliun atau meningkat sebesar Rp.
37,17 triliun dari nilai investasi JSS. Selain
perubahan output, peningkatan juga terjadi
pada unsur pendapatan rumah tangga, dengan
total dampak sebesar Rp. 44,04 triliun. Investasi
JSS juga akan mempengaruhi kebutuhan tenaga
kerja. Melalui efek penggandaan tenaga kerja,
diketahui
bahwa
investasi
JSS
akan
meningkatkan penyerapan tenaga kerja sebesar
5,1 juta orang dengan peningkatan tenaga kerja
terbesar pada sektor perdagangan, hotel dan
restoran.
Bila dikorelasikan dengan sektor basis Provinsi
Lampung, maka dampak output JSS akan
dirasakan oleh wilayah yang memiliki basis
sektor konstruksi (jalan, jembatan dan
pelabuhan), industri pengolahan dan jasa
jasa, yaitu: Kab. Lampung Tengah, Pesawaran,
Lampung Barat, Lampung Timur, Lampung
Utara dan Tulang Bawang.

Handini Pradhitasari

c. Dampak terhadap Provinsi Banten


Provinsi Banten akan mengalami peningkatan
output signifikan pada sektor industri lainnya,
jalan, jembatan dan bangunan, hotel dan
restoran serta industri lainnya serta jasa jasa.
Peningkatan output dari seluruh sektor
perekonomian Provinsi Banten adalah sekitar
240,67 triliun. Nilai investasi ini akan berdampak
paling besar terhadap sektor industri lainnya
sebesar Rp 94,82 triliun atau sekitar 39,4% dari
total peningkatan output seluruh sektor
perekonomian, diikuti sektor jalan, jembatan
dan bangunan sebesar 33,69% serta sektor jasa
jasa sebesar 8,78%.
Total peningkatan pendapatan rumah tangga
akibat investasi JSS adalah sebesar Rp. 35,78
triliun dan berpengaruh terhadap sektor jalan,
jembatan dan pelabuhan (45,82%), sektor
industri lainnya (29,70%) dan sektor jasa jasa
sebesar 11,69%. Adapun perubahan tenaga
kerja secara total adalah meningkatnya
kebutuhan tenaga kerja menjadi sebesar 5,57
orang, dengan jumlah peningkatan terbesar
terjadi masing masing pada sektor jasa jasa,
pengangkutan dan komunikasi serta industri
pengolahan.
Bila dibandingkan dengan analisis LQ Provinsi
Banten, maka dampak JSS akan dirasakan oleh
wilayah
dengan
basis
sektor
industri
pengolahan, konstruksi, hotel dan restoran
serta jasa jasa, yaitu Kota Cilegon, Kab.
Tangerang, Kab Serang, Kota Serang dan Kota
Tangerang Selatan.
6. Penutup
Rencana investasi JSS dapat meningkatkan
output perekonomian Provinsi Banten dan
Lampung
dengan
signifikan.
Dampak
pembangunan JSS pada skala provinsi akan
dirasakan oleh provinsi sekitar Banten dan
Lampung seperti Jawa Barat, DKI Jakarta, Riau
dan Sumatra Selatan. Selain Lampung dan
Banten, provinsi provinsi tersebut akan
mendapatkan manfaat atau limpahan terbesar
dibandingkan provinsi lainnya (Rest of
Indonesia).
Investasi JSS mampu mendorong peningkatan
output sektor yang merupakan bahan baku
(input) sektor konstruksi dan pendukungnya,
yaitu sektor industri lainnya (industri selain
makanan dan minuman) serta sektor jasa

jasa. Sektor yang akan menerima limpahan


output umumnya adalah sektor sekunder dan
tersier (industri dan jasa). Sementara itu, sektor
unggulan Provinsi Lampung berupa pertanian
dan perkebunan belum mendapatkan limpahan
manfaat dari investasi ini, sehingga perlu
adanya investasi khusus atau kebijakan yang
mendorong peningkatan nilai tambah di sektor
pertanian dan perkebunan. Adapun bagi Provinsi
Banten, sektor industri lainnya yang memang
merupakan sektor penggerak utama ekonomi
wilayah akan mendapatkan limpahan manfaat
terbesar. Hal ini menyiratkan bahwa ada
hubungan atau kaitan yang kuat antara sektor
konstruksi dengan industri lainnya, sehingga
pembangunan JSS diperkirakan lebih mampu
meningkatkan
output
sektor
industri
dibandingkan sektor lainya.
Bila
meninjau
arahan
MP3EI
dalam
pengembangan kegiatan wilayah di koridor Jawa
dan Sumatra, maka akan ditemukan kesesuaian
antara dampak investasi JSS dengan rencana
tersebut. Dalam penelitian ini, dampak sektoral
JSS di wilayah Lampung dan Banten dapat
dikaitkan dengan lokasi konsentrasi aktivitas
ekonomi, sehingga diketahui bahwa lokasi yang
akan terdampak JSS adalah wilayah yang
memiliki keunggulan dengan sektor sektor
industri, sektor jalan, jembatan dan pelabuhan
serta sektor jasa jasa.
Pembangunan JSS akan mendorong sektor
industri dan jasa jasa, baik di Provinsi
Lampung dan Provinsi Banten. Dengan
demikian, Provinsi Lampung merupakan lokasi
tujuan potensial untuk pengembangan kegiatan
industri, ditambah dengan kekayaan alam
(bahan baku) serta ketersediaan lahan yang
memadai. Selain itu, pembangunan JSS akan
meningkatkan modal tetap di sektor jembatan,
yang turut meningkatkan output pada sektor
pelabuhan, sehingga pengembangan JSS dan
pelabuhan penyeberangan dalam hal ini dapat
saling
melengkapi
guna
menguatkan
konektivitas dan meningkatkan efisiensi logistik
antarpulau.
Daftar Pustaka
Anderson.

W.P,

Lakshmanan,

T.R.

2004.

Infrastructure and Productivity: What are the


Underlying
Mechanism.
Center
for
Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1 | 9

Analisis Dampak Rencana Investasi Jembatan Selat Sunda terhadap Provinsi Lampung dan Banten

Transportation
University.

Studies,

Boston

Eberts, R.W. 1990. Public Infrastructure and

Regional Economic Development.

Fitzgerald, D. and Hallak, J.C.: Specialization,


factor accumulation and development. Journal
of International Economics, 64, 277-302 (2004)
Hasni, 2006. Analisis Peningkatan Investasi

Pemerintah di Sektor Konstruksi terhadap


Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output
Sisi Permintaan Skripsi Departemen Ilmu
Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Ronald E. 1998 "Regional and


Interregional
Input-Output
Analysis."
In
Methods of
Interregional and Regional
Analysis. Aldershot, England: Ashgate, 1998, pp.
Miller,

41-124.

Peraturan Presiden No. 32 tahun 2011 tentang


masterplan
Percepatan
dan
Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).
Resosudarmo, B, Hartono, D & Nurdianto, D
2008. Inter-Island economic linkages and
connections in Indonesia. Economics and
Finance in Indonesia (Ekonomi dan Keuangan
Indonesia), vol. 56, no. 3, pp. 297-327.
I.D.M. 2006. Peranan Sektor
Unggulan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Daerah:
Pendekatan
Input

Output
Multiregional
Jawa
Timur,
Bali
dan
Nusa Tenggara Barat. Disertasi Fakultas
Setiawan,

Ekonomi Institut Pertanian Bogor

Sim, B. Secretario, F and Suan, E. 2007.

Developing an Interregional Input-Output


Table for Cross-Border Economies: An
Application to Lao Peoples Democratic Republic
and Thailand. ADB Economics And Research
Department (ERD Occasional Statistical Paper
Series)

S.
2009.
Analisis Intensitas
Perdagangan Intradaerah dan Antardaerah
Berdasarkan Data IRIO 2000 dan 2005. Skripsi
Simehate,

pada Program Studi Ekonomi Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia.

10 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK No.1

Anda mungkin juga menyukai