Anda di halaman 1dari 10

INDOCEMENT AWARDS

STR WRITING COMPETITION

INOVASI MATERIAL BIOSEMEN DALAM KONSTRUKSI


BETON
WRT-14-111
oleh:
PURI AWANDA
UNIVERSITAS RIAU
KAMPUS BINAWIDYA KM. 12.5 SIMPANG BARU

PEKANBARU
2014

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI... ii
ABSTRAK.......................................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN... 1
1.1
Latar Belakang...... 1
1.2
Rumusan Masalah..... 1
1.3
Tujuan... 1
1.4
Manfaat. 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Biosemen.. 2
2.2
Potensi Biosemen di Indonesia. 2
2.3
Proses Pembuatan Biosemen 3
2.3.1 Persiapan Bahan Baku.. 3
2.3.2 Penggilingan Bahan Baku (Raw Mill Unit).. 3
2.3.3 Proses Pemanasan, Pembakaran & Pendinginan (Kiln)... 4
2.3.4 Proses Penggilingan Clinker (Unit Cement Mill). 4
2.4
Penggunaan Biosemen.. 4
BAB III
KESIMPULAN
3.1
Kesimpulan... 5
DAFTAR PUSTAKA. 6

ii

ABSTRAK
Industri semen dunia merupakan salah satu industry yang berkembang
dengan pesat dan melakukan produksi secara terus menerus terhadap produknya.
Hal ini dikarenakan kebutuhan akan semen sebagai bahan utama dalam
konstruksi bangunan meningkat seiring dengan perkembangan zaman. Di sisi
lain, emisi dari hasil proses produksi semen juga bukan merupakan hal yang bisa
diabaikan begitu saja. Proses pengolahan bahan baku pembuat semen
menghasilkan gas CO2 yang tidak sedikit, dimana apabila dikaitkan, industry
semen dunia turut ikut campur dalam peningkatan pemanasan global. Untuk itu,
demi keberlanjutan pembangunan dan terpeliharanya lingkungan, perlu
dilakukan revolusi terhadap dunia industry semen. Ada 3 hal yang bisa
dilakukan dalam menanggulangi masalah emisi industry semen, yaitu: Pertama,
dengan mengganti bahan bakar mesin pengolah ke bahan bakar yang dapat
diperbaharui; Kedua, dengan mengefesiensikan penggunaan bahan bakar fosil
dalam proses pengolahan bahan baku semen; Ketiga, yaitu mengganti sebagian
bahan baku dalam semen Portland dengan bahan baku yang berasal dari bahan
organik, dalam hal ini disebut sebagai Biosemen.
Biosemen merupakan wujud nyata dari pelaksanaan pembangunan yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Biosemen sendiri adalah semen yang
terbuat dari campuran bio-silika yang dihasilkan dari limbah organik dengan
semen Portland. Dalam proses produksinya, biosemen membutuhkan bahan
baku yang bisa diperoleh dari abu terbang batu bara (fly ash), abu hasil kalsinasi
sampah dan abu sisa pengolahan kayu (Susanti, 2009). Selain itu beberapa
tanaman seperti tanaman jagung dan padi, potensi bahan pengganti batu kapur
pada beberapa limbah biota laut juga ditemukan seperi pada kulit kerang laut
(Andara Grandis).
Apabila hasil dari inovasi dan penelitian mengenai biosemen ini
diterapkan secara terus menerus dan dalam skala besar, dapat diperkirakan
kedepannya pemanfaatan limbah kulit kerang akan menjadi optimum, proses
pembuatan semen juga akan lebih ramah lingkungan sehingga terwujudnya
pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

iii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Di Indonesia pembangunan dalam segala aspek infrastruktur terus
dilakukan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan
kebutuhan akan penggunaan infrastruktur itu sendiri. Namun dalam prosesnya,
pembangunan sendiri menuntut konsekuensi yang sebanding dengan manfaat
yang dapat diperoleh kedepannya. Konsekuensi tersebut salah satunya
berhubungan erat dengan isu kerusakan lingkungan, dari segi proses
pembangunan misalnya, dibutuhkan paling tidak pembebasan lahan, ditinjau
dari segi bahan baku yang digunakan, pembangunan berbagai jenis infrastruktur
tidak lepas dari penggunaan semen.
Terlepas dari proses penggunaan semen dalam pembangunan, dalam
pembuatannya, semen menyumbang angka emisi CO2 yang cukup besar. Emisi
gas CO2 sendiri merupakan salah satu penyebab utama terjadinya pemanasan
global (global warming). Dalam hal ini dengan singkat dapat disimpulkan
bahwa proses pembangunan dan pemeliharaan lingkungan bukan dua hal yang
dapat dilakukan sekaligus. Oleh karena itu, penelitian dan inovasi dalam bidang
keduanya terus dilakukan demi terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan
dan ramah lingkungan.
Biosemen merupakan inovasi yang paling menjanjikan dalam mengatasi
kedua masalah tersebut, karena biosemen merupakan material semen Portland
yang dicampur dengan biosilika organik. Dari proses pembuatannya, biosemen
sendiri jauh lebih ramah lingkungan, dan dari segi penggunaan, biosemen dinilai
tidak memiliki perbedaan terhadap sement Portland biasa, karena senyawa dan
komposisi bahan penyusun biosemen itu sendiri disamakan dengan semen
Portland.

1.2

Rumusan Masalah
Bagaimana membuat biosemen dengan menggunakan bahan baku dari
campuran limbah kulit kerang laut
o Potensi Sumber Daya (organik) yang dapat digunakan sebagai bahan
mentah utama pembuatan biosemen di Indonesia
o Proses pengolahan material organic menjadi Biosemen yang layak
digunakan.

1.3

Tujuan
o Memulai perubahan dalam pembangunan konstruksi yang berkonsep ramah
lingkungan dan berkelanjutan (sustainable)
o Mengurangi emisi yang dihasilkan dari proses pengolahan Semen Portland
biasa.
o Meningkatkan potensi ekonomi masyarakat Indonesia, karena material
utama Biosemen tidak sulit untuk didapatkan.

1.4

Manfaat
Manfaat dari karya tulis ini adalah dapat menjadi suatu langkah awal
untuk meningkatkan ketertarikan terhadap inovasi yang dapat dilakukan dari
potensi yang ada. Diharapkan kedepannya Biosemen mendapat perhatian khusus
sehingga tujuan yang tersebut diatas dapat tercapai.
1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Biosemen
Semen berasal dari bahasa latin caementum yang berarti bahan perekat.
Secara sederhana, Definisi semen adalah bahan perekat atau lem, yang bisa
merekatkan bahan bahan material lain seperti batu bata dan batu koral hingga
bisa membentuk sebuah bangunan. Sedangkan dalam pengertian secara umum
semen diartikan sebagai bahan perekat yang memiliki sifat mampu mengikat
bahan bahan padat menjadi satu kesatuan yang kompak dan kuat. (Bonardo
Pangaribuan, Holcim)
Diantara sekian banyak manfaatnya, keberadaan pabrik semen dapat
menjadi ancaman ekologis yang serius, mulai dari pengambilan bahan bakunya,
proses produksinya, sampai dengan dampak polusi debu yang ditimbulkannya.
Tingkat pencemaran yang terjadi akibat proses produksi semen telah mencapai
kategori bencana ekologis. Adapun ancaman yang dapat terjadi adalah:
Ancaman pertama dapat ditinjau dari bahan baku. Bahan baku semen
berasal dari batuan yang tidak dapat diperbaharui lagi. Eksploitasi yang
terus dilakukan akan mengganggu keseimbangan lingkungan, salah
satunya adalah berkurangnya sumber daya air.
Ancaman bahaya yang kedua, menyangkut teknologi. Menurut
International Energy Authority: World Energy Outlook, produksi semen
portland menyumbang tujuh persen dari keseluruhan karbon dioksida
yang dihasilkan berbagai sumber.
Ancaman bahaya yang ketiga, studi kesehatan lingkungan menyebutkan,
bahwa debu semen merupakan debu yang sangat berbahaya bagi
kesehatan, karena dapat mengakibatkan penyakit sementosis.(Neli
Susanti, 2009)
Biosemen sendiri merupakan semen dengan bahan baku dari limbah
berbagai jenis tanaman ataupun hewan sebagai pengganti dari batu kapur. Dari
definisinya, dapat diperkirakan penggunaan biosemen akan memberi manfaat
yang signifikan dari aspek lingkungan hidup maupun ekonomi. Karena pada
dasarnya, proses kalsinasi batu kapur pada industry semen dapat menghasilkan
emisi gas buang CO2 (Intercem, 2003).
Dalam proses pembuatannya, biosemen menggantikan bahan baku batu
kapur dengan limbah yang secara komposisi kimiawi memiliki potensi yang
sama dengan batu kapur sehingga membutuhkan lebih sedikit konsumsi klinker
dan penggunaan energi lain yang terkait dengan emisi CO2. Bahan baku utama
untuk produksi semenpun menjadi bahan baku sumber daya yang dapat
diperbaharui. Hasil akhir dari beton yang dibentuk dari biosemen juga memiliki
kinerja yang sama dengan semen Portland biasa bahkan lebih baik.

2.2

Potensi Biosemen di Indonesia


Indonesia merupakan negara yang cukup potensial dalam memproduksi
Biosemen, karena bahan baku berupa limbah yang mengandung kapur dapat
ditemui dengan mudah seperti; abu terbang batu bara (fly ash), abu hasil
kalsinasi sampah, abu sisa pengolahan kayu dan limbah kulit kerang laut
2

(Anadara Grandis). Mengingat negara Indonesia secara geografis berada di


iklim tropis dan memiliki pabrik semen, maka dampak dari produksi semen juga
sedikit banyak dialami. Karena Indonesia sendiri sudah memiliki suhu yang
cukup tinggi, emisi gas CO2 yang berasal dari produksi semen perlahan tapi pasti
tanpa disadari akan memperburuk suhu lingkungan.
Pada karya tulis ini akan dibahas mengenai pembuatan biosemen dengan
alternative bahan baku pengganti batu kapur berupa limbah kulit kerang laut
(Anadara Grandis) yang biasanya tidak dimanfaatkan lagi kecuali dalam skala
kecil dimanfaatkan sebagai pakan ternak, bahan baku pembuatan kosmetik, dan
kerajinan tradisional.
Limbah kulit kerang mengandung senyawa kimia
yang
bersifat pozzolan yaitu zat kapur (CaO) sebesar 66,70%, alumina, dan senyawa
silika (Siregar, 2009), sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif bahan baku
utama atau bahan subtitusi pembuatan semen. Dengan demikian optimalisasi
pemanfaatan limbah kulit kerang ini diharapkan dapat mengurangi limbah yang
mencemari lingkungan dan dapat memberi nilai tambah terhadap limbah kulit
kerang tersebut (Melati, 2013).
2.3

Proses Pengolahan Biosemen


Dalam pengolahannya, biosemen tidak jauh berbeda dari semen Portland
biasa, namun ada penggantian material bahan baku terhadap kulit kerang yang
banyak mengandung zat kapur. Berikut merupakan proses pengolahan Biosemen
menurut Melati (2013);

2.3.1 Persiapan Bahan Baku


Bahan mentah yang digunakan dalam pembuatan semen adalah, Kulit Kerang,
pasir silika, tanah liat dan pasir besi. Total kebutuhan bahan mentah yang
digunakan untuk memproduksi semen yaitu:
o Kulit kerang digunakan sebanyak 81 %.
o Pasir silika digunakan sebanyak 9 %
o Tanah liat digunakan sebanyak 9 %.
o Pasir besi digunakan sebanyak 1%.
o Gypsum digunakan sebanyak 3-5%
2.3.2 Penggilingan Bahan Baku (Raw Mill Unit)
Bahan baku (cangkang kerang andara grandis, siltstone, dan shale)
dimasukkan ke dalam hopper yang dilengkapi weight feeder. Kedua material
dikirim dengan belt conveyor ke raw mill, sedangkan pasir besi ditambahkan
melalui hopper setelah melewati weight feeder dan langsung jatuh ke belt
conveyor yang telah berisi kedua material diatas.
Material akan mengalami proses pengeringan pada drying chamber lalu
selanjutnya akan mengalami proses penggilingan hingga halus pada grinding
chamber I dan II. Kemudian material masuk kedalam grit separator untuk
dipisahkan antara yang halus dan kasar. Selanjutnya material yang halus (debu)
dengan bantuan air slide di salurkan ke dalam dua buah screw pump, dan dengan
bantuan air compressor dimasukkan ke dalam blending silo.
Di dalam blending silo material (raw meal) diaduk hingga homogen.
Pengadukan dilakukan dengan menggunakan udara yang berasal dari tiga buah
compressor di bawah blending silo. Proses pengadukan dilakukan selama tiga
3

jam, pada satu jam pertama dilakukan penghembusan udara dari ketiga
compressor secara bergantian masing-masing penghembusan selama 15 menit,
kemudian pada dua jam terakhir digunakan seluruh compressor secara
bersamaan.

2.3.3 Proses Pemanasan, Pembakaran dan Pendinginan (Kiln)


Pada unit Kiln, proses pembuatan semen dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Proses Pemanasan awal (Preheater)
2. Proses pembakaran (kiln)
3. Proses Pendinginan (Cooling)
Ketiga tahap proses tersebut merupakan unit terpenting dalam proses pembuatan
semen, karena pada unit akan terjadi reaksi senyawa-senyawa pembentuk
clinker.
2.3.4 Proses Penggilingan Clinker (Unit Cement Mill)
Proses akhir pembuatan semen adalah penggilingan clinker yang
dicampur dengan gypsum. Clinker, pozzolan dan gypsum yang diangkut ke unit
cement mill ditempatkan dalam masing-masing hopper untuk diumpankan
melalui weight feeder ke cement mill. Di dalam cement mill dibuat 2 jenis semen
yaitu OPC (Ordinary Portland Cement) dan PPC (Pozzolan Portland Cement)
Pada saat penggilingan material didalam cement mill ditambahkan
suatau bahan kimia yang disebut grinding acid yang berfungsi sebagai:
1. Meningkatkan efisiensi penggilingan, yaitu dengan meningkatkan produk
mill, meningkatkan kehalusan (blaine), menurunkan power comsumption,
dan biaya penggilingan.
2. Meningkatkan workability dari mortar dan concentrate
3. Meningkatkan kuat tekan semen
4. Mengurangi biaya produksi semen, karena penurunan biaya penggilingan
dan peluang penambahan bahan pengganti klinker.
Material yang halus yang telah menjadi semen dipisahkan dengan
menggunakan separator yang dibawa melalui bucket elevator, semen yang masih
yang kasar akan dikembalikan lagi ke dalam cement mill sedangkan yang halus
akan dilewatkan melaui bag filterdan dengan bantuan air slide dan bucket
elevator cement dibawa ke penyimpanan semen (cement silo).
2.4

Penggunaan Biosemen
Kebutuhan dunia global akan semen sudah sejak lama bukan lagi dalam
volume yang kecil, melainkan sangat besar. Sedangkan industri yang bergerak
dalam produksi semen sendiri selalu mencari cara dan siasat untuk mengurangi
emisi gas CO2 dari proses penguraian batu kapur dan pembakaran bahan bakar
fosil. Pada negara yang memiliki wilayah laut yang sangat luas mencapai 75%
dari total wilayah keseluruhan seperti Indonesia, potensi untuk memproduksi
Semen Cangkang sendiri sangat besar. Selain itu, Indonesia memiliki iklim
tropis dimana abu dari sisa pembakaran tanaman yang mengandung cukup biosilika reaktif untuk dicampur ke semen Portland dalam pembuatan biosemen
tanpa mengkhawatirkan kekuatan dan ketahanan dari beton nantinya.

Diharapkan dalam waktu yang singkat, penggunaan biosemen dalam


skala besar di bidang pembangunan dapat dilakukan, karena akan memberi
dampak positif dipandang dari sisi manapun. Namun secara teknis, kelayakan
dari proses hingga hasil akhir dari biosemen ini masih harus dievaluasi
seoptimal mungkin. Karena ketersediaan bahan yang layak digunakan dalam
pembuatan biosemen sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, survey lebih
dalam terhadap bahan baku juga menjadi salah satu langkah awal yang paling
penting terhadap riset biosemen selanjutnya.

BAB III
KESIMPULAN
3.1

Kesimpulan
Penggantian batu kapur dalam bahan baku pembuatan semen sampai
penelitian yang berkembang akhir-akhir ini terbukti dapat mengurangi emisi
gas CO2 dalam proses produksinya.
Bagaimanapun, penggunaan bahan-bahan yang memiliki potensi kapur
dalam campuran biosemen diduga tidak menyebabkan dampak negatif
terhadap kekuatan dan durabilitas beton yang menggunakan semen ini
nantinya, karena komposisi senyawa dan mineral didalamnya disamakan.
Dengan penelitian lebih lanjut terhadap biosemen nantinya dapat dihasilkan
produk ramah lingkungan yang sangat berguna bagi pembangunan yang
berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Bobi Andika Putra. 2013. Definisi Semen Secara Umum. Tersedia:


http://bobiandikaputra.wordpress.com/2013/01/08/definisi-semen-secara-umum/
(Diakses hari Selasa 12 Agustus 2014)
Henry Nurcahyo. 2007. Pabrik Semen dan Ancaman Ekologis. Tersedia:
http://henrinurcahyo.wordpress.com/2007/08/05/pabrik-semen-dan-ancaman-ekologis/
(Diakses hari Selasa 12 Agustus 2014)
Mahsa Madani Hosseini, dkk. 2011. Biocement Production From Silicon-Rich Plant
Residues:
Perspective
and
Future
Potential
in
Canada.
Tersedia:
http://elsevier.com/locate/issn/15375110 (Diakses hari Selasa 8 Juli 2014)
Melati Putri. 2013. Pembuatan Semen dari Bahan Baku Cangkang Kerang Darah
(Andara
Grandis).
Tersedia:
http://gintingchemicalengeneeringa2.blogspot.com/2013/04/pembuatan-semen-daribahan-baku.html (Diakses hari Kamis 14 Agustus 2014)
Susanti, Neli. 2009. Pembuatan Ekosemen dari Abu Sampah dan Uji Aplikasinya Untuk
Panel Beton. Program Studi Magister Fisika. Tesis tidak diterbitkan.. Medan:
Universitas Sumatra Utara.

Anda mungkin juga menyukai