Anda di halaman 1dari 6

Analisis Dampak Penggunaan Abu Sekam Padi pada Pembuatan Beton Hijau dalam

Mewujudkan Material Konstruksi Ramah Lingkungan

Di Indonesia, saat ini polusi udara telah menjadi ancaman serius terhadap lingkungan
dan juga kesehatan masyarakat. Sebagai akibat dari emisi gas karbon dioksida, kondisi udara
Indonesia saat ini mengalami penurunan yang signifikan. Sekitar 24,6% emisi karbon
Indonesia berasal dari sektor konstruksi. Semakin pesatnya pembangunan infrastruktur di
Indonesia berdampak pada penggunaan beton yang semakin banyak. Namun, penggunaan
beton dapat mengakibatkan dampak negatif karena menjadi sumber polusi bagi lingkungan.

Pada proses pembuatan beton konvensional, emisi yang dihasilkan per 1 kg lembaran
beton adalah kurang lebih 900gms CO2. Emisi tinggi ini disebabkan oleh proses pembuatan
semen yang memerlukan energi sangat besar untuk memproses batu kapur dan bahan lain
menjadi semen. Selain itu, produksi semen bertanggung jawab atas 4 hingga 5 persen
karbondioksida (CO2) yang dihasilkan di seluruh dunia. Karbondioksida dapat menyebabkan
terjadinya pemanasan global, sehingga menyebabkan terjadinya perubahan cuaca yang
ekstrem, kenaikan permukaan air laut, serta perubahan hasil pertanian dan kehidupan hewani.
Karena itu penggunaan beton hijau merupakan pilihan material konstruksi terbaik yang dapat
digunakan secara berkelanjutan, dan tentunya lebih ramah lingkungan.

Menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2018 nilai konstruksi di Indonesia mengalami
peningkatan. Dengan meningkatnya jumlah infrastruktur maka cadangan sumber daya alam
juga akan berkurang. Limbah beton adalah limbah yang masih sulit diolah dibandingkan
dengan limbah konstruksi lainnya. Limbah-limbah beton dibuang begitu saja, maka dari itu
diperlukan teknologi konstruksi yang dapat mengurangi eksploitasi sumber daya alam dan
lebih dapat memanfaatkan limbah-limbah beton tersebut. Alternatif yang dibutuhkan saat ini
yaitu bahan-bahan yang ramah lingkungan dan mudah untuk didapatkan. Terutama pada beton
ringan dapat menambahkan alternatif seperti bahan bangunan yang biayanya lebih rendah
dengan memanfaatkan limbah alam yang kandungannya dapat memperkuat kekuatan pada
beton.

Dunia konstruksi harus mengikuti perkembangan teknologi guna meminimalkan dan


menyelesaikan dampak yang ditimbulkan dari beton tersebut. Masalah yang ditimbulkan
seperti runtuhnya bangunan yang disebabkan oleh bencana alam dan limbah yang dihasilkan
berupa pecahan-pecahan beton, partisi dinding dan lain sebagainya. Selain itu, limbah
bangunan juga berasal dari pekerjaan konstruksi itu sendiri. Ada beberapa alternatif untuk
mengendalikan atau mengelola bangunan yang telah habis masa pakainya yaitu, Melakukan
pemeliharaan dengan memperkuat struktur bangunan sehingga bangunan dapat digunakan
dengan aman, Melakukan dekonstruksi atau membangun bangunan baru. Hal ini diharapkan
dapat mengurangi jumlah limbah konstruksi yang dihasilkan setiap tahunnya.

Pertumbuhan dan perkembangan percepatan ekonomi dunia yang semakin tinggi saat
ini menjadikan bangunan berbahan beton berkembang pesat di banyak tempat. Oleh karena itu
jumlah penggunaan beton mengalami peningkatan yang signifikan. Produksi beton ini
menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan; yang diawali dengan proses penambangan batu
kapur, pembakaran, hingga menimbulkan emisi dan sebagainya. Untuk mengantisipasi
dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dari produksi maupun penggunaan beton yang
berbahan dasar semen diperlukan alternatif yang lebih ramah lingkungan. Salah satu alternatif
yang ramah lingkungan adalah penggunaan beton hijau Green Concrete).

Menurut SK SNI T-15-1990-03, beton adalah campuran semen Portland, agregat kasar,
dan air yang membentuk massa padat, dengan atau tanpa bahan campuran tambahan (Susilorini
dan Suwarno, 2009). Material beton sering digunakan pada dunia konstruksi karena beton
merupakan bahan yang kedap air dan elemen struktur beton mudah dicetak dalam berbagai
ukuran dan tipe, serta beton merupakan material yang mudah disediakan dan relatif lebih
murah. Menurut SNI 03-2847-2002, beton normal adalah beton yang memiliki berat isi
berkisar antara 2200–2500 kg/m3 dan terbuat dari agregat alam, baik yang dipecah maupun
tanpa dipecah. Beton normal merupakan jenis beton yang biasa digunakan saat ini. Nilai kuat
tekan beton umum berkisar antara 20 dan 40 MPa. Beton terdiri dari agregat kasar (kerikil),
agregat halus (fly ash), semen, dan bahan tambahan. Agregat halus terbuat dari pasir alam, dan
semen yang digunakan yaitu semen portland karena memiliki mutu yang baik, butir yang
halus, serta memiliki sifat kohesif dan adhesif.

Beton hijau atau Green Concrete adalah beton yang ramah lingkungan dan tersusun
dari material yang tidak merusak lingkungan. Beton hijau terbuat dari limbah sisa industri yang
proses produksinya tidak membutuhkan terlalu banyak energi. Beton ramah lingkungan yang
menggunakan lebih sedikit energi dalam proses produksi dan menghasilkan CO2 yang lebih
sedikit dari pada beton normal yang berbahan dasar semen. Tujuan dikembangkannya beton
hijau ini adalah untuk pengembangan bangunan yang berkelanjutan tanpa merusak sumber
daya alam yang ada. Beton hijau pertama kali ditemukan di Denmark pada tahun 1998, beton
hijau lebih dari sekedar pewarnaan saja. Konsep ini adalah berpikir lingkungan ke dalam beton
yang perlu mempertimbngkan setiap aspek dari bahan baku hingga proses produksinya. Proses
produksi beton hijau ini sangat murah karena limbah atau sisa industri yang dijadikan sebagai
bahan pengganti sebagian semen.

Beton hijau sama seperti beton konvensional pada umumnya, tetapi proses produksi
dan pembuatan beton tersebut membutuhkan energi yang minim dan tidak memberikan
dampak negatif bagi lingkungan. Campuran beton untuk beton ramah lingkungan sama dengan
beton pada umumnya, namun kebutuhan material pendukung harus disesuaikan dan dicampur
sedemikian rupa sehingga menepati nilai minimum dan void minimum dalam beton. Beton
ramah lingkungan dapat memberikan dampak yang positif seperti, pengurangan emisi gas
rumah kaca, efisiensi energi dan material dasar, penggunaan material buangan atau limbah,
pengurangan efek yang mengganggu kesehatan dan keselamatan pada pengguna konstruksi,
baik yang ditimbulkan saat proses produksi maupun saat proses pembangunan. Ada beberapa
syarat yang harus dipenuhi dalam proses pembuatan beton hijau yaitu, mengurangi emisi
karbon, penggunaan bahan secara optimal, menghasilkan performa beton yang lebih baik,
menghasilkan daya tahan beton yang lebih baik, dapat mengurangi penyusutan beton, tidak
adanya peningkatan biaya, serta peningkatan proses produksi dan lebih efisien.
Bahan pembentuk beton pada umumnya adalah semen, namun semen memberikan
dampak negatif bagi lingkungan sehingga diperlukan bahan yang dapat mengganti semen
dalam produksi beton. Biasanya bahan yang dipakai adalah limbah sisa industri atau bahan
yang ramah lingkungan seperti abu sekam padi. Abu sekam padi (risk husk ash) merupakan
limbah yang dihasilkan dari pengolahan padi. Abu sekam padi bersifat pozzolan yang berarti
kandungan material terbesar nya adalah silika dan baik digunakan pada campuran pozzolan
kapur yang berfungsi sebagai pengikat kapur bebas yang ditimbulkan pada saat semen
mengalami hidrasi.

Sekam adalah kulit pembungkus padi yang kemudian menjadi limbah, selanjutnya hasil
penggilingan tersebut yang tidak digunakan lagi oleh masyarakat. Limbah ini memiliki unsur
kimia salah satunya adalah silika yang cukup banyak yaitu sebesar 93% silika yang hampir
setara dengan microsilica yang dibuat oleh pabrik (Swamy, 1986). Abu sekam padi memiliki
beberapa komposisi kimia seperti silika yang dapat bermanfaat, terutama untuk meningkatkan
mutu beton yang bila unsur ini dicampur dalam proses pembuatan beton, maka akan
menghasilkan kekuatan yang lebih (Ika Bali, Agus Prakoso. 2002 : hal 76). Beras merupakan
makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia yang dikonsumsi sehari-hari. Jumlah
ketersediaan abu sekam di Indonesia khususnya Jawa Timur cukup banyak. Proses
penggilingan padi menghasilkan sekam padi yang kemudian diproses kembali menjadi abu
sekam padi melalui pembakaran.

Abu sekam padi disebut sebagai pozzolan alami karena kandungan senyawa silika
(SiO2) yang tinggi (Djaka suhirkam, 2014). Melalui reaksi-reaksi antara silika (SiO2) pada abu
sekam padi dengan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dari hasil produk hidrasi semen akan
menghasilkan kalsium silikat hidrat (CSH) yang dapat meningkatkan kekuatan pada beton.
Secara fisik, abu sekam padi memiliki ukuran butiran yang sesuai dengan syarat-syarat dari
(ACI, 1986) yaitu lolos pada ayakan No. 325 atau setara dengan 45 milimikron. Menurut
(Handayani, Nurjanah, & Rengga, 2014) dalam sekam padi mampu menghasilkan silika
sebanyak 87% - 97% setelah mengalami pembakaran yang sempurna. Oleh karena itu, untuk
meningkatkan kuat tekan beton dengan cara menambahkan abu sekam padi ke dalam campuran
beton dan menambahkan serat sabut kelapa yang mempunya fungsi sebagai penangkal
mikroorganisme dan mampu meningkatkan sifat deformasi pada beton (Sahrudin & Nadia,
2016).

Material-material yang terdapat dalam abu sekam ini dapat digunakan sebagai
pengganti semen dalam batasan jumlah tertentu. Pembakaran yang tidak terkontrol pada
pembakaran abu sekam padi umumnya akan menghasilkan abu yang mengkristal dan juga akan
menghasilkan pozzolan yang tidak bagus. Pembakaran yang terkontrol dengan baik akan
diperoleh abu sekam padi yang sangat reaktif (Paya, 2001 & Majuar, 2004). Bentuk dari
kandungan silika pada abu sekam padi tergantung dari temperatur dan lamanya proses
pembakaran. Temperatur pembakaran pada batas 400 – 5000C menunjukkan kandungan
karbon monoksida yang tinggi, sedangkan jika temperatur sampai 7500C menghasilkan silika
yang amorf dan pada temperatur dibawah 7800C silika mulai mentransformasi dalam bentuk
kristal (Majuar, 2004).

Abu sekam padi sebagai suatu material yang diberikan pada campuran semen dalam
pembuatan beton ternyata banyak memperbaiki properti beton. Semula bahan- bahan yang
bersifat pozzolanic ini hanya dikembangkan sebagai bahan pengisi (filler) ruang mikro yang
terbentuk diantara butiran semen yang terhidrasi agar matriks beton menjadi lebih padat.
Kemudian terbukti bahwa daerah lekatan agregat-matriks semen yang bersifat pozzolan yang
mengandung silika dioksida (SiO2) bereaksi dengan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) yang
merupakan produk samping proses hidrasi semen yang terkumpul di daerah perbatasan agregat
dan matrik semen (Internal Transitional Zone) (Musbar, 2005). Adapun hasil reaksi tersebut
yaitu kalsium silikat hidrat (C-S-H) yang merupakan material padat yang tidak larut dengan
air. C-S-H ini akan mengisi daerah perbatasan agregat dan matrik semen sehingga mengurangi
pori-pori dan dapat meningkatkan kekuatan pada beton (Yu, 1999 & Memeo, 2002).

Penambahan abu sekam padi juga dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen
untuk konstruksi dengan tujuan menambah nilai tambah dalam proses pembuatan beton agar
beton tersebut memiliki sifat-sifat yang lebih bagus serta mengurangi penggunaan semen untuk
mengurangi biaya pada saat pengerjaan (Nugroho, 2017). Penambahan abu sekam padi pada
campuran beton akan menjadi masalah untuk menghasilkan beton mutu tinggi, hal ini
dikarenakan kebutuhan air yang tinggi. Padahal beton mutu tinggi dihasilkan dengan rasio air-
binder yang rendah, untuk mengatasinya maka digunakan bahan superplasticizer (Aitcin,
1997). Abu sekam padi dapat berfungsi sebagai pengisi pada semen dan meningkatkan tingkat
kohesivitas dari campuran beton. Pemanfaatan abu sekam padi sebagai produk sampingan ini
memberikan beberapa keuntungan seperti peningkatan sifat kekuatan dan daya tahan,
pengurangan biaya konstruksi karena penghematan semen dan agregat alami, juga manfaat
lingkungan seperti pengurangan emisi karbon dioksida dan kemudahan pembuangan limbah
yang tercemar.

Material yang digunakan pada pembuatan beton hijau dengan menggunakan abu sekam
padi adalah agregat halus alam, agregat kasar alam, agregat kasar limbah beton, semen, abu
sekam padi dan air. Untuk mencapai kuat tekan rencana beton hijau yaitu dengan penggantian
agregat dan bahan pengikat berupa abu sekam padi, yaitu dengan kuat tekan rencana beton
sebesar fc’ = 24,9 MPa, menggunakan agregat daur ulang sebanyak 60% dari total berat agregat
kasar dan bahan pengikat berupa abu sekam sebanyak 8% dan 10% dari total berat semen.
Bahan tambah abu sekam padi digunakan sebagai pengganti sebagian berat semen. Bahan ini
dibuat dari sekam padi murni yang dibakar tanpa campuran pupuk. Karena abu sekam padi
memiliki senyawa unsur penting yang sama dengan semen, yaitu silika yang berfungsi sebagai
perekat. semen yang digunakan yaitu semen Portland tipe I.

Jaya (2020) mendapatkan hasil pengujian beton dengan penggunaan abu sekam padi
mengalami pola kenaikan yang stabil dan mencapai kuat tekan rencana di umur 28 hari. Kuat
tekan rencana beton hijau yaitu fc’ 24,9 Mpa tercapai dengan didapatkan hasil rata-rata kuat
tekan beton terbesar yaitu 28,025 MPa pada sampel beton normal umur 28 hari. Penggunaan
abu sekam padi dapat meningkatkan kuat tekan beton. Sesuai hasil penelitian yang pernah
dilakukan oleh Tata dkk (2016) maupun Abdian dan Herbudiman (2010) peningkatan kuat
tekan beton sebesar 12,281%. Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh Trimurtiningrum
(2021), abu sekam padi berpengaruh pada peningkatan kuat tekan. Kuat tekan optimum
diperoleh campuran dengan persentase abu sekam padi sebesar 8% yaitu 25,03 MPa dan
mengalami peningkatan sebesar 55% terhadap kuat tekan beton normalnya. Peningkatan
tersebut terjadi karena abu sekam padi mempunyai sifat pozzolan, sehingga dapat bereaksi
dengan Ca(OH)2 dalam campuran dan menghasilkan sifat seperti semen.

Kualitas beton dengan pemanfaatan limbah beton dan abu sekam padi dapat mendekati
kualitas beton acuan yaitu fc’ 24,9 Mpa, jika dalam pengolahannya dilakukan secara benar dan
efisien. Agregat kasar daur ulang yang digunakan sebaiknya berukuran 1-2 cm dikarenakan
semakin kecilnya ukuran agregat kasar, maka beton semakin padat sehingga kuat tekan
semakin tinggi dibandingkan dengan hasil kuat dengan penggunaan agregat daur ulang
berukuran 2-3 cm.

Abu sekam padi mempunyai pengaruh terhadap nilai kuat tekan dan resapan beton.
Semakin tinggi persentase abu sekam padi pada campuran dapat mengakibatkan turunnya
tingkat workability pada beton. Hal tersebut dikarenakan material abu sekam padi yang
cenderung menyerap air sehingga beton yang mempunyai kadar abu sekam padi lebih tinggi
membutuhkan banyak air dalam campurannya. Penggunaan abu sekam padi optimum 8%
harus dilakukan penelitian lanjutan dengan penambahan jumlah sampel uji yang dibuat.
Penambahan abu sekam padi dalam proses pembuatan beton menghasilkan kuat tekan yang
kecil maka diperlukan juga penambahan bahan lainnya sehingga kuat tekan yang dihasilkan
dapat memenuhi persyaratan standar mutu kuat tekan.
DAFTAR PUSTAKA

Jaya, Samuel Bryant Agus & Ariyanto, Didik. (2020). Uji Kuat Tekan Green Concrete dari
Pemanfaatan Limbah Beton dan Abu Sekam Padi. Ejournal itn.
https://ejournal.itn.ac.id/index.php/sondir/article/download/3139/2433

Jaya, Samuel Bryant Agus., Didik, Ariyanto., Suwarno, Djoko., & Setyadi, Budi. (2021). Uji
Kuat Tekan Green Concrete Dari Pemanfaatan Limbah Beton Dan Abu Sekam Padi. G-SMART
Jurnal Teknik Sipil Unika Soegijapranata Semarang. 5 (1).
https://journal.unika.ac.id/index.php/gsmart/article/download/2477/1655

Trimurtiningrum, Retno. (2021). Pengaruh Pemanfaatan Abu Sekam Padi sebagai Bahan
Pengganti Semen terhadap Workabiliitas, Resapan dan Kuat Tekan Beton. Pawon: Jurnal
Arsitektur. 5(2). https://www.neliti.com/id/publications/518711/pengaruh-pemanfaatan-abu-
sekam-padi-sebagai-bahan-pengganti-semen-terhadap-worka

Anda mungkin juga menyukai