Anda di halaman 1dari 5

XXIII

KEYNOTE SPEECH

PENGGUNAAN GREEN CONCRETE SEBAGAI UPAYA PERLINDUNGAN


LINGKUNGAN
Oleh:

Dr. Ir. Nurlita Pertiwi, MT


Jurusan Pendidikan Teknik Sipil dan Perencanaan, Fakultas Teknik
Universitas Negeri Makassar

Abstrak

This article describes about the impact of the construction industry on the risk of
environmental especially on the using raw material and portland cement. The paper also
represent the damage as well as the solution of green concrete enforcement. The first part of
the article describes about the use of natural resources in the concrete industry. The natural
resources are crushed stone and sand as material and water as the main material in the
cement hydration process. The second part describes the impact of the cement industry on the
environment. In fact, the cement industry generates carbon emissions that contribute to climate
change. In addition, the cement industry has an impact on the socio-economic conditions of
the surrounding community due to the marginalization of the community around the factory. In
addition, dust as a by-product of the fabrication process causes health problems to the public.
The third section of this article describes the green concrete solutions in the construction
industry as an environmental protection effort. Green concrete is meaningful in optimal
utilization of natural materials, reduction of cement use and use of waste materials.

Keynote : cement portland, emission, natural resources

Pendahuluan

Konstruksi beton di Indonesia berkembang pesat sejalan dengan kebutuhan perumahan,


sarana transportasi dan infrastruktur lainnya. Perkembangan indsutri beton pracetak ditandai
dengan bertambahnya jumlah pabrik beton pracetak. Hal ini sebagai jawaban atas tantangan
penyelesaian konstruksi yang cepat dan mudah. Beton pracetak digunakan di Indonesia sejak
tahun 1979. Aplikasi penggunaannya pada bangunan rumah susun sebanyak 12.996 unit atau
berkisar 40% dari jumlah rumah susun yang dibangun di Indonesia. Manfaat yang diperoleh
dengan pemilihan beton pracetak yaitu efisiensi biaya hingga 20% dibandingkan dengan beton
konvensional serta kecepatan pelaksanaan pekerjaan (Abduh, 2007).
Selain itu, teknologi beton juga semakin maju dengan penggunaan beton ready mixed
atau beton siap pakai. Jenis beton yang dicampur dengan rancangan formulasi bahan yang
cermat pada suatu area kerja yang berbeda dengan lokasi pengecoran, Pembuatan campuran
beton ini dilakukan oleh para ahli khusus dengan kualitas bahan penyusun yang ketat dan
menghasilkan mutu beton yang berkualitas tinggi.
Batching plant sebagai tempat pencampuran bahan pembentuk beton dirancang
sedemikian rupa sehingga kualitas bahan dapat terkontrol dengan ketat serta produksi beton
readymix tetap dalam kualitas yang baik sesuai standar sifat beton segar dan kekuatannya.
Namun demikian, penggunaan beton konvensional dalam pekerjaan konstruksi tetap diminati.
XXIV

Pelaksanaan pekerjaan beton harus mengacu pada standar SNI T-15-1991-03 tentang
Peraturan Standar Beton. Kualitas beton segar mengacu pada uji slump sebagai indikator
kemudahan pelaksanaan pekerjaan di lapangan. Namun demikian, kualitas beton memiliki
tingkat keragaman yang tinggi tergantung pada profesionalisme pekerjaan dan alat bantu
pengecoran yang baik.

Pemanfaatan sumber daya alam pada industri beton

Beton tersusun dari material dan bahan perekat. Pada umumnya di Indonesia material
beton bersumber dari alam yaitu pasir dan batu pecah, Material ini diperoleh dengan
mekanisme penambangan pada sungai dan gunung. Olehnya, dalam proses produksi beton
terjadi aktivitas penambangan yang dapat menyebabkan perubahan bentang alam. Selain itu,
penggunaan ai sebagai bahan pencampur beton juga merupakan syarat utama dalam
pencapaian kualitas betin. Volume air yang besar dalam proses produksi beton menyebabkan
adanya tindakan eksploitasi air tanah yang besar.
Berdasarkan data pada Kementerian Perindustrian Produksi semen sejak tahun 1990 terus
meningkat (gambar 1). Penggunaan semen sebagian besar untuk kebutuhan perumahan (70%)
dan untuk kebutuhan infrastruktur sebesar 30%. Pada tahun 2014, pemakaian semen terbesar
ada di Pualu Jawa yaitu sebesar 56% selanjutnya Pulau Sumatera sebesar 21%. Jika dilihat data
kebutuhan semen per kapita, maka Indonesia hanya mencapai 243 kg per kapita per tahun.
Nilai ini lebih rendah dibandingkan Thailand dan Vietnam (Husin, 2015). Selanjutnya pada tahun
2017 diperoleh informasi bahwa produksi semen di Indonesia sebesar 102 juta ton.

Gambar 1. Peningkatan produksi semen di Indonesia

Jika dilihat pada kebutuhan semen untuk 1 m3 beton dengan kekuatan rencana 225
kg/cm2 (tabel 1), yaitu 384 kg/m3. Maka dapat diprediksi bahwa volume beton yang dihasilkan
sebesar 265 juta m3 beton.

Tabel 1. Kebutuhan bahan penyusun untuk 1m3 beton

Material Berat (kg)


Pasir 692
Batu pecah 1092
Semen 384
XXV

Pada proses pembuatannya beton sebanyak 265 m3 beton diperlukan 276 m3 batu pecah
dan 183 juta m3 pasir. Kebutuhan material untuk pembuatan beton menyebabkan terjadi
penambangan sungai dan gunung. Kerusakan sungai yang sering terjadi akibat aktivitas
penambangan adalah perubahan laju aliran air sangat besar dan penyebab kelongsoran.

Dampak industri semen pada lingkungan

Selain penggunaan bahan alami untuk material, maka fabrikasi semen juga berdampak
pada kualitas lingkungan. Bahan dasar pembuatan semen adalah batu kapur dan tanah liat.
Bahan dasar tersebut bersumber dari sumber daya alam sehingga menyebabkan eksploitasi
lingkungan.
Selain itu proses fabrikasi semen menyebabkan emisi carbon sebagaimana persamaan
berikut :
5𝐶𝑎𝐶𝑂3 + 2𝑆𝑖𝑂2 = (3𝐶𝑎𝑜, 𝑆𝑖𝑂2 )(2𝐶𝑎𝑂, 𝑆𝑖𝑂2 ) + 5𝐶𝑂2

Pada proses pembuatan 1 ton semen portland menghaislkan emisi CO2 sebesar 0.55 ton
serta penggunaan bahan bakarnya juga menghasilkan emisi CO2 sebesar 0.4 ton. Olehnya
untuk menghasilkan 1 ton semen, maka akan dihasilkan emisi CO2 sebesar 0.95 ton (Davidovits,
1994). Jika dikaitkan dengan produksi semen di Indonesia sebesar 102 juta ton maka Indonesia
berkontribusi menghasilkan 96.9 ton emisi co2 . Emisi CO2 sebagai salah satu green house gas
harus direduksi sehingga produksi semen harus dapat dikendalikan.
Berbagai referensi menuliskan bahwa industri semen berdampak pada kerusakan
lingkungan sekitarnya. Industri semen di Desa Temandang Kabupaten Tuban jawa Timur.
Interaksi asosiatif menunjukkan adanya kerjasama antara pihak pabrik semen dengan elit Desa
untuk bekerja sama dalam kegiatan pembebasan lahan dan berkontribusi pada aktivitas sosial
masyarakat melalui coorporate social resposibility. Namun disisi lain, terjadi konflik lahan pada
masyarakat dengan kehadiran pabrik semen. Selain itu eksploitasi sumber daya alam
menyebabkan masalah lingkungan. Kawasan karst seluas 1400 ha yang dimiliki masyarakat Desa
Temandang dieksploitasi oleh perusahaan semen. (Afifah & Harianto, 2014)

Teknologi Green Concrete

Sebagai upaya mengurangi resiko kerusakan lingkungan, maka diperkenalkan teknologi


beton ramah lingkungan. Teknologi ini mencakup lima bagian yaitu pertama, rekayasa bahan
penyusun beton tanpa mengurangi workabilitas, durabilitas dan kekuatannya. Kedua reduksi
volume semen dengan menggunakan bahan dengan kehalusan dan kand silika atau biasa
disebut dengan pozzolan. Ketiga, menggunakan bahan tambah kimia untuk mengoptimalkan
volume semen. Keempat adalah upaya reduksi emisi karbon pada pabrik semen dan kelima
adalah penggunaan limbah sebagai bahan penyusun beton.
Rekayasa bahan penyusun beton atau penggunaan material dengan kualitas baik. Secara
umum gradasi agregat dapat mempengaruhi kebutuhan semen. Gradasi agregat halus dengan
berbagai tingkatan sangat mempengaruhi sifat beton segar (slump, faktor kepadatan, bleeding
dan Nilai slump). Dengan perbedaan sifat workabilitas, maka dapat mempengaruhi kualitas
beton tanpa menambah volume semen. (Pertiwi, 2014)
Penggunaan pozzolan sebagai bahan pereduksi semen adalah salah satu jenis green
concrete. Pozzolan dapat berbentuk alami dan adapula yang berbentuk sintetis. Pozzolan alami
XXVI

adalah Pozzolan alami adalah bahan alam yang merupakan sedimentasi dari abu atau lava
gunung berapi yang mengandung silica aktif, yang bila dicampur dengan kapur padam akan
mengadakan proses sementasi. Sedang pozzolan sintetis adalah Sisa pembakaran dari tungku.
Hasil pemanfaatan limbah yang diolah menjadi abu yang mengandung silica reaktif dengan
melalui proses pembakaran, seperti abu terbang (fly ash), abu sekam (rice husk ash), silica fume
dan lain-lain.
Berbagai sumber pozzolan alami di Indonesia adalah : Gunung Muria (Jawa Tengah,
Sulawesi Utara, Priangan (Jawa Barat) dan Sumatera Barat. Hasil penelitian yang terkait dengan
penggunaan bahan pozzolan alami adalah:
- Endapan Tras atau bahan galian yang mengandung silika amorf dapat digunakan
sebagai pengganti semen. Sifat tras adalah mudah sekali kontak dengan air dan
mengeras dengan cepat. Unsur kimia yang terkandung dalam endapan tras Nagreg
yaitu SiO2 49,15%, Al2O3 29,56, Fe2O3 4.52%, TiO2 0.45%, CaO 1.12%, MgO 0.94%, Na2O
0.12% dan K2O 0.20%. Spesific Gravity 2,6. Sifat tersebut menggambarkan sifat yang
mirip dengan semen.(Widayati, Usman, Sriyanti, Pulungan, & Guntoro, 2017).
- Trass sebagai pozzolan alami berkontribusi terhadap waktu ikat dan kekuatan beton.
Penggunaan trass sebagai bahan tambah beton sebagai upaya peningkatan kualitas
beton dengan resiko kerusakan lingkungan yang rendah.(Suryoatmono & Susilorini,
2007)
- Material trass juga dimanfaatkan dalam pembuatan jalan. Hasil uji eksperimental
menunjukkan bahwa trass berperan dalam kualitas perkerasan jalan. (Abdjan, Paransa,
Lintong, & Monintja, 2013)

Berbagai kajian tentang penggunaan limbah sebagai bahan penyusun beton menunjukkan
bahwa bahan limbah dapat menghasilkan beton yang berkualitas. Kajian pertama adalah
penggunaan material batu apung sebagai alternatif pengganti kapur. Material pengisi dengan
bahan rami dan bunga matahari menunjukkan kinerja mekanik beton yang baik. Bahan
pengikat berbahan dasar batu apung kapur memberikan sifat beton yang diinginkan baik
dalam hal workabilitas dan kekuatannya. (Nozahic, Amziane, Torrent, Saïdi, & De Baynast, 2012).
Abu sekam padi sebagai limbah pertanian juga banyak digunakan sebagai pengganti semen.
Bahan ini juga berkontribusi terhadap ketahanan material semen. Perbaikan kualitas beton
pada segi permeabilitas, penetrasi ion klorida, serangan asam, ketahanan terhadap sulfat dan
ekspansi silika alkali. (Swaminathen & Ravi, 2016).
Berbagai uraian di atas menunjukkan bahwa green concrete adalah solusi teknologi dalam
upaya perlindungan lingkungan. Upaya ini harus didukung dengan tindakan sosialisasi pada
pelaku konstruksi sehingga dapat berperan dalam pemanfaatan material ramah lingkungan.

Kesimpulan

Permasalahan lingkungan akibat peningkatan volume beton bersumber dari eksploitasi


bahan pembentuk beton dari alam. Eksploitasi tersebut menyebakan terjadinya perubahan
fungsi ekosistem dan keseimbangan alami. Masalah berikutnya dari emisi sebagai hasil industri
semen. Emisi Carbon sebagai bahan samping industri semen sangat besar volumenya. Selain
itu, emisi karbon akibat penggunaan bahan bakar pada industi semen juga cukup besar. Secara
akumulasi, emisi karbon yang dihasilkan oleh industri semen hampir setara dengan volume
semen yang dihasilkan.
XXVII

Daftar Pustaka

Abdjan, A. M., Paransa, M. J., Lintong, E., & Monintja, S. (2013). Pemanfaatan Tras pada
Perkerasan Jalan. Jurnal Sipil Statik, 1(7).

Abduh, M. (2007). Inovasi Teknologi dan Sistem Beton Pracetak di Indonesia: Sebuah Analisa
Rantai Nilai. In Seminar dan Pameran HAKI.

Afifah, W. N., & Harianto, S. (2014). Dampak Negatif Industri Pt. Semen Indonesia Terhadap
Masyarakat Desa Temandang. Paradigma, 2(1).

Davidovits, J. (1994). Global warming impact on the cement and aggregates industries. World
Resource Review, 6(2), 263–278.

Husin, S. (2015). Perkembangan Industri Semen. 2 Oktober 2015.

Nozahic, V., Amziane, S., Torrent, G., Saïdi, K., & De Baynast, H. (2012). Design of green concrete
made of plant-derived aggregates and a pumice–lime binder. Cement and Concrete
Composites, 34(2), 231–241.

Pertiwi, N. (2014). Pengaruh Gradasi Agregat Terhadap Karakteristik Beton Segar. In Jurnal
Forum Bangunan (Vol. 12).

Suryoatmono, B., & Susilorini, R. (2007). Trass, Masa Depan bagi Pozzolan Alam sebagai
Agregat Alternatif untuk Campuran Beton. In Prosiding Seminar Nasional “Sustainability
dalam Bidang Material, Rekayasa dan Konstruksi Beton”, KK Rekayasa Struktur FTSL ITB,
Bandung (pp. 96–106).

Swaminathen, A. N., & Ravi, S. R. (2016). Use of rice husk ash and metakaolin as pozzolonas for
concrete: a review. Int. J. Appl. Eng. Res, 11(1), 656–664.

Widayati, S., Usman, D. N., Sriyanti, S., Pulungan, L., & Guntoro, D. (2017). TRAS SEBAGA
MODAL DASAR PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL MASYARAKAT. Prosiding SNaPP:
Sains, Teknologi, 7(1).

Anda mungkin juga menyukai