Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum Farmakologi

Histamin dan Antihistamin

Kelompok F11
Angela

102010349

Lidya Lestari

102010351

Kokila Shungaran

102010364

Nur Atikah Binti Aminudin

102010372

Mohamad Yazid Bin Zulkepli 102010381


Norhidayu binti Mesman

102010393

Malvin Wiraldo Livinus

102010399

Novi Ayu Putri

102011422

Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jakarta
2012
1

Tujuan
1. Untuk meperlihatkan efek triple response akibat pemberian histamine intradermal
pada manusia.
2. Memperlihatkan dan membandingkan efek berbagai jenis antihistamin oral dalam
melawan efek histamine.
3. Memperlihatkan dan membandingkan efek proteksi berbagai jenis antihistamin
terhadap timbulnya bronkokonstriksi akibat semprotan histamine.
4. Memperlihatkan efek adrenalin dalam menanggulangi keadaan darurat akibat reaksi
alergi hebat misalnya brokospasme.
5. Membiasakan diri dengan golden rule, tersamar ganda.
Alat dan Bahan
1.
2.
3.
4.
5.

Tensimeter, stetoskop, termometer kulit, penggaris.


Sungkup hewan coba dan nebulizer.
Semprit 2,5 cc, tuberculin dan jarum suntik no. 23G dan 26G.
Kertas karton yang dilubangi dan kapas.
Obat-obat: Larutan histamine 1:80
Larutan garam faal (NaCl 0,9%)
Laruan alcohol 70%
Larutan antihistamin: difenhidramin dan klorfeniramin
Antihistamin oral: Chlorpheniramine maleate (CTM)
Cetrizin
Siproheptadin
Loratadin
Homoclomin
Plasebo
Antihistamin dan placebo diatas dikemas dalam kapsul yang sama bentuk, besar, dan
warna.

Cara kerja
A. Praktikum dengan orang percobaan
Untuk melihat timbulnya reaksi triple respone akibat pemberian histamine
intradermal pada manusia.
1. Lakukan pengukuran tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, frekuensi nafas, dan
suhu kulit, pada orang percobaan yang berbaring diatas meja laboratorium. Tiap
kelompok terdiri dari 2 orang mahasiswa sebagai orang percobaan dan lainny
bertindak sebagai pengamat.
2. Lakukan 2 kali dengan interval 5 menit dan cari nilai rata-ratanya.
3. Orang percobaan dalam posisi duduk dengan lengan bawah diletakkan diatas meja
laboratorium dengan bagian voler menghadap keatas.

4. Bersihkan lengan bagian voler kiri dengan kapas yang telah dibasahi alcohol
untuk tindak asepsis yaitu dengan mengusap secara sentrifugal.
5. Letakan kertas karton yang telah dilubangi sebagai alat bantu diatas bagian voler
lengan yang telah dibersihkan tadi dan lakukan goresan X di dalam lubang tadi.
Goresan tidak terlalu dalam sehingga tidak keluar darah.
6. Mintalah larutan histamine pada instruktur dan teteskan 1 tetes tepat diatas
goresan tadi. Catat waktunya dan biarkan larutan terhisap habis.
7. Lakukan observasi kapan timbulnya triple respone, catat sebagai mulai kerja dan
ukur diameter terpanjang dan terpendek dari udem dan area kemerahan dan catat
saat triple respone mencapai ukuran maksimal sebagai lama kerja.
8. Catat semua nilai tadi sebagai parameter.
9. Mintalah obat antihistamin pada instruktur dan catat kodenya, kemudian orang
percobaan minum obat tadi dengan segelas air.
10. Setelah menunggu 1 jam, maka dilakukan lagi pengukuran tanda vital, serta
percobaan goresan histamine persis sebelumnya.
11. Bandingkan triple respone yang terjadi sebelum dan sesudah minum obat.
12. Catatlah juga semua gejala yang terjadi pada orang percobaan.
B. Demonstrasi efek semprotan histamine pada marmot
1. Ambilah 4 ekor marmot, berilah tanda pada masing-masing marmot sehingga
jelas marmot yang diberi proteksi antihistamin dan yang tidak.
2. 2 ekor marmot disuntik antihistamin, masing-masing dengan larutan klorfeniramin
maleat secara intraperitoneal, 30 menit sebelum dilakukan semprotan histamine.
3. Siapkan semprit dan ampul adrenalin yang sudah siap untuk disuntikkan.
4. Setelah 30 menit 2 ekor marmot yang telah disuntik antihistamin dan 2 lagi yang
belum diproteksi antihistamin dimasukkan ke dalam sungkup kaca.
5. Lakukanlah semprotan larutan histamine 1:80 dengan menggunakan nebulizer
kira-kira sebanyak 1 ml.
6. Perhatikan perubahan yang timbul pada keempat ekor marmot. Marmot yang tidak
diproteksi antihistamin akan mengalami gejala-gejala bronkospasme. Segera
keluarkan marmot yang mengalami bronkospasme dari sungkup kaca dan suntikan
larutan adrenalin intraperitoneal. Lakukan pemijitan ringan untuk membantu
pernafasan.

Dasar Teori
Plasebo merupakan obat yang tidak memiliki efek farmakologis pada penyakit maupun
keluhan pasien. Akan tetapi, plasebo dapat memberikan efek samping pada penggunanya
berupa mulut kering, rasa mual, fatigue, kesukaran konsentrasi, dan kelelahan. Plasebo
diberikan untuk menyenangkan dan menenangkan pasien yang berdasarkan diagnosis tidak
3

menderita penyakit apapun. Zat inaktif dalam plasebo terdiri dari laktosa dengan sedikit kinin
untuk rasa pahit dan sering kali zat warna.
Tramadol (ULTRAM) adalah suatu analog kodein sintetik yang merupakan suatu agonis
reseptor opioid yang lemah. Sebagian efek analgesicnya dihasilkan oleh penghambatan
ambilan norepinefrin dan serotonin. Tramadol tampaknya sama efektifnya dengan opioid
lemah lainnya. Dalam penanganan nyeri ringan sampai sedang, tramadol sama efektifnya
dengan morfin atau meperidin. Akan tetapi untuk penanganan nyeri parah atau kronis,
tramadol kurang efektif. Tramadol sama efektifnya dengn mepiridin dalam penanganan nyeri
persalinan dan dapat menyebabkan depresi pernafasan neonatal yang lebih kecil.
Ketersediaan hayati tramadol 68% setelah dosis oral tunggal dan 100% bila diberikan secara
intramuscular. Afinitasnya terhadap reseptor opioid hanya 1 per 6000 afinitas morfin. Akan
tetapi metabolic utama dari tramadol yang mengalami O-demetilasi 2 sampai 4 kali lebih kuat
daripada obat induknya dan dapat menjadi penyebab sebagian efek analgesic. Tramadol
diberikan sebagai campuran rasemat yang lebih efektif daripada masing-masing
enantiomernya. Enantiomer positif berkaitan dengan reseptor dan menghambat
pengambilan serotonin. Enantiomer negative menghambat ambilan norepinefrin dan
merangsang reseptor 2-adrenergik. Senyawa ini mengalami metabolism hepatic dan ekskresi
ginjal, dengan waktu paruh eliminasi selama 6 jam untuk tramadol dan 7,5 jam untuk
metabolic aktifnya. Analgesia bermula dalam 1 jam setelah pemberian dosis oral, efeknya
memuncak dalam 2 sampai 3 jam. Durasi analgesia sekitar 6 jam. Dosis harian maksimum
yang dianjurkan adalah 400 mg.
Efek samping tramadol yang umum meliput nausea, muntah, pusing, mulut kering, sedasi,
dan sakit kepala. Depresi pernapasan tampak lebih kecil daripada morfin dalam dosis
analgesic yang sama, dan tingkat konstipasinya lebih kecil daripada yang teramati setelah
pemberian kodein dalam dosis yang setara. Tramadol dapat menyebabkan seizure dan
mungkin memperparah seizure pada penderita yang memiliki faktor rentan. Analgesia yang
diinduksi tramadol tidak sepenuhnya dapat dengan nalokson, sedangkan depresi pernapasan
yang diinduksi oleh tramadol dapat dipulihkan dengan nalokson. Namun penggunaan
nalokson dapat meningkatkan resiko seizure. Ketergantungan fisik dan penyalahgunaan
tramadol pernah dilaporkan. Walaupun potensi penyalahgunaannya tidak jelas, tramadol
mungkin harus dihindari pada pasien yang memiliki riwayat adiksi. Karena efek

penghambatannya pada pengambilan serotonin, tramadol tidak dapat digunakan pada pasien
yang menggunakan inhibitor monoamin oksidase (MAO).
Paracetamol merupakan derivat dari para amino fenol. Paracetamol tidak memiliki efek antiinflamasi. Paracetamol memiliki efek analgesik yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri
ringan hingga sedang. Paracetamol diabsorbsi dengan cepat dan sempurna melalui saluran
cerna. Efek samping yang sering terjadi pada penggunaan paracetamol adalah eritema atau
urtikaria dan gejala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa.
Ibu profen memiliki efek analgesik yang sama dengan aspirin, dimana absorbsinya cepat m
elalui lambung dan kadar maksimal dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam.. Efek samping
terhadap saluran cerna terjadi lebih ringan dan jarang terjadi eritem kulit, sakit kepala,
trombositopenia, dan amblipia toksik.
Kodein adalah sejenis obat golongan opiat yang digunakan untuk mengobati nyeri sedang
hingga berat, batuk (antitusif), diare, dan irritable bowel syndrome. Kodein merupakan
prodrug, karena di saluran pencernaan kodein diubah menjadi bentuk aktifnya, yakni morfin
dan kodeina-6-glukoronida. Sekitar 5-10% kodein akan diubah menjadi morfin, sedangkan
sisanya akan menjadi bentuk yang bebas, atau terkonjugasi dan membentuk kodeina-6glukoronida (70%), norkodeina (10%), hidromorfona (1%). Seperti halnya obat golongan
opiat lainnya, kodein dapat menyebabkan ketergantungan fisik, namun efek ini relatif sedang
bila dibandingkan dengan senyawa golongan opiat lainnya. Pengubahan kodein menjadi
morfin berlangsung di hati, dan dikatalisis oleh enzim sitokrom P450 dan CYP2D6,
sedangkan enzim CYP3A4 akan mengubah kodein menjadi norkodeina.
Efek samping yang umumnya terjadi akibat menggunakan kodein meliputi eforia (perasaan
senang/bahagia), gatal-gatal, mual, muntah, mengantuk, mulut kering, miosis, hipotensi
ortostatik, penahanan urin, depresi, dan sembelit.
Efek samping yang mengancam jiwa, seperti halnya senyawa opiat lainnya adalah depresi
saluran pernafasan. Depresi saluran pernafasan ini tergantung pada jumlah dosis yang
diberikan, dan berbahaya bila overdosis. Oleh karena kodein dimetabolisme menjadi morfin,
hal ini menyebabkan morfin dapat disalurkan melalui air susu ibu kepada bayinya dalam
jumlah yang mematikan, karena mengakibatkan depresi saluran pernafasan bayi yang
disusui.1-5

Hasil Penagamatan
Percobaan 1
Pengukuran tanda vital Pengukuran tanda vital setelah
sebelum

dilakukan 60 menit minum obat

Tekanan darah
Denyut nadi
Frekuensi napas
Suhu kulit
Diameter Odem

percobaan
120/80 mmHg
63/menit
21/menit
36,1C
0,8 x 0,1 cm

115/70 mmHg
55/menit
11/menit
36,4C
Tidak ada

Diameter Kemerahan

5,0 x 4,0 cm

Tidak ada

Gejala subyektif 24 jam

Tidak ada

Mengantuk

Tebak obat

Siproheptadin

Obat sebenarnya

Placebo

Percobaan 2
Pengukuran tanda vital Pengukuran tanda vital setelah
sebelum
Tekanan darah
Denyut nadi
Frekuensi napas
Suhu kulit
Diameter pupil mata
Time reaction tangan

dilakukan 60 menit minum obat

percobaan
110/70 mmHg
74/menit
24/menit
35,6C
0,35 cm
Rata-rata = 1 menit 42

110/60 mmHg
58/menit
22/menit
35,4C
0,35 cm
Rata-rata =1 menit 37detik

detik

Gejala subyektif 24 jam

Tidak ada

Tebak obat

Paracetamol

Tidak ada

Tramadol
Obat sebenarnya

Pembahasan
Plasebo merupakan obat yang tidak ada efek farmakologis pada berbagai macam penyakit
maupun keluhan pasien. Plasebo digunakan sebagai pembanding untuk melihat kerja dari
analgesik. Pada orang percobaan didapat gejala subjektif mengantuk dan pusing. Setelah
orang percobaan meminum obat, gores pada goresan di voler kiri tidak ditemukan adanya
efek dari histamine yang diteteskan. Hal ini bisa disebabkan karena goresan yang kurang
tebal membuat histamine yang diteteskan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menimbulkan efek atau reaksi pada tubuh.
Pada orang percobaan yang kedua, setelah meminum obat dan digores pada voler kiri
didapatkan gejala yang sama dengan voler kanan sebelum meminum obat. Hal ini
menunjukkan bahwa obat yang diminum merupakan placebo. Jika orang percobaan
meminum antihistamin, pada voler kiri orang percobaan tidak ada atau menunjukkan gejala
yang lebih ringan dari voler kanan.
Kesimpulan
Daftar Pustaka
1. Goodman & Gilman. Dasar farmakologi terapi. Edisi 10. Jakarta: EGC. 2007.h.573-4.
2. Gunawan SG. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: FK UI. 2007.h.228-40.
3. Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Kumpulan kuliah farmakologi. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2009: 63.
4. Tjay Tan Hoan, Rahardja Kirana. Obat-obat penting khasiat, penggunaan, dan efek-efek
sampingnya. Jakarta: Elex Media Computindo. 2007: 39.
5. Diunduh dari: http://www.apoteker.info/Topik%20Khusus/kodein.htm. Tanggal 14 Maret 2012.
7

Email : 1. didie.dido@yahoo.com
6. noviayuputri@yahoo.com
7. luvs_ayu91@yahoo.com
8. sakajuweya_coke@yahoo.com
9. atikah_amin@yahoo.com
10. mohamadyazid.91@gmail.com
11. malvinwiraldo@ymail.com

Anda mungkin juga menyukai