Anda di halaman 1dari 27

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS
I.

II.

Identitas Pasien
Nama

: Tn. T

Umur

: 52 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Buruh Bangunan

Agama

: Islam

Alamat

: Mojosongo, Jebres, Surakarta

Tanggal Masuk

: 29 September 2011

Tanggal Periksa

: 6 Oktober 2011

No RM

: 01.08.82.88

Keluhan Utama
Sesak nafas

III.

Riwayat Penyakit Sekarang


Penderita datang dengan keluhan sesak nafas yang telah diderita
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas dirasa memberat
terutama setelah beraktivitas, akan sedikit berkurang bila pasien
beristirahat. dan pasien sering terbangun pada malam hari karena sesak.
Pasien tidur lebih nyaman dengan 3 bantal. Sesak nafas diikuti dengan
keluhan batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan, dan jika keluar dahak
berwarna kuning, demam sumer-sumer, nggreges, penurunan berat badan
drastis, nafsu makan menurun, keringat malam (+), nyeri dada (+) saat
batuk. BAK dan BAB tidak ada kelainan.
Dalam 1 bulan ini, sesak dirasakan oleh pasien sudah 3x kumat.
Namun, sekarang sesak nafas penderita mulai berkurang, penderita sudah
bisa bicara perkalimat, tidak seperti pada awal masuk, yang terengahengah ketika berbicara. Batuk juga sudah berkurang. Sebelumnya, pasien
rajin kontrol di BPKPM. Satu bulan ini pasien diberi obat kapsul dan
diuap bila sesak.
1

IV.

V.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat DM

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat sakit jantung

: disangkal

Riwayat minum OAT

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa

: disangkal

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat DM

: disangkal

Riwayat Jantung

: disangkal

VI. Keadaan Sosial Ekonomi


Penderita adalah suami dari 1 istri dan ayah dari 3 anak, bekerja sebagai
buruh bangunan dan menjadi tulang punggung keluarga. Pasien berobat
dengan menggunakan Jamkesmas.
VII.

Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Pasien makan 3 kali sehari, sebanyak porsi, dengan nasi, lauk
pauk (tahu, tempe, telur,ikan) dan sayur. Pasien jarang makan buah dan
minum susu. Pasien minum air putih sebanyak 5-7 gelas belimbing pehari.
Riwayat olah raga

: disangkal

Riwayat minum alkohol

: disangkal

Riwayat merokok

: disangkal

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum

: sakit sedang, compos mentis, gizi cukup

B. Tanda Vital
Tekanan darah

: 120/80 mmHg

Nadi

: 96 x/menit

Pernapasan

: 30 x/menit
2

Suhu

: 36,7 C

C. Kepala

: mesochepal, simetris.

D. Mata

: Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)


Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+).

E. Hidung

: Nafas cuping hidung (-), darah (-), secret (-).

F. Telinga

: darah (-), secret (-).

G. Mulut

: mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-).

H. Leher

: JVP meningkat (4 cm), limfonodi tidak membesar.

I. Thorax

: retraksi (-).

Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan dalam batas normal

Auskultasi

: Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Paru
Inspeksi

: Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi

: Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: Sonor/sonor

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler (+/+)


Suara tambahan RBK (+/+)
Wheezing (+/+)
Ekspirasi memanjang (+)

J. Abdomen
Inspeksi

: Dinding perut sejajar dengan dinding dada

Auskultasi

: Peristaltik (+) normal

Perkusi

: Tympani

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba

K. Trunk
Inspeksi

: Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)

Palpasi

: Nyeri tekan (-), massa (-)

Perkusi

: Nyeri ketok (-)

L. Ekstremitas
Oedem

Akral dingin

M. Status Psikiatri
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan : Pria, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Perilaku dan Aktivitas Motorik

: Normoaktif

d. Pembicaraan : Normal
e. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup
2. Afek dan Mood
Afek

: Appropiate

Mood

: Eutimik

3. Gangguan Persepsi
Halusinasi

: (-)

Ilusi

: (-)

4. Proses Pikir
Bentuk

: realistik

Isi

: waham (-)

Arus

: koheren

5. Sensorium dan Kognitif


Daya konsentrasi : baik
Orientasi

Daya Ingat

: Orang

: baik

Waktu

: baik

Tempat

: baik

: Jangka panjang
4

: baik

Jangka pendek

: baik

Daya Nilai

: Daya nilai realitas dan sosial baik

Insight

:6

N. Status Neurologis
Kesadaran

: GCS E4V5M6

Fungsi Luhur

: dalam batas normal

Fungsi Vegetatif

: dalam batas normal

Nervus Cranialis

: dalam batas normal

Fungsi Sensorik
1. Rasa Eksteroseptik

: suhu, nyeri, dan raba dalam batas normal

2. Rasa Propioseptik

: getar, posisi, dan tekan dalam batas normal

3. Rasa Kortikal

: stereognosis, barognosis dalam batas


normal

Fungsi Motorik dan Reflek


Kekuatan

Tonus

R.Fisiologis

R.patologis

+2

+2

+2

+2

O. Range Of Motion (ROM)


NECK

ROM Pasif
0 - 70
0 - 40
0 - 60
0 - 60
0 - 90
0 - 90

Fleksi
Ekstensi
Lateral bending kanan
Lateral bending kiri
Rotasi kanan
Rotasi kiri

ROM Aktif
0 - 70
0 - 40
0 - 60
0 - 60
0 - 90
0 - 90

ROM Pasif

Ektremitas Superior

Shoulder

Elbow

Wrist
Finger

Trunk

Fleksi
Ektensi
Abduksi
Adduksi
Eksternal Rotasi
Internal Rotasi
Fleksi
Ekstensi
Pronasi
Supinasi
Fleksi
Ekstensi
Ulnar Deviasi
Radius deviasi
MCP I Fleksi
MCP II-IV fleksi
DIP II-V fleksi
PIP II-V fleksi
MCP I Ekstensi
Fleksi
Ekstensi
Right Lateral Bending
Left Lateral Bending

Hip

Knee
Ankle

Sinistra

Dekstra

Sinistra

0-90
0-50
0-180
0-75
0-90
0-90
0-150
0
0-90
0-90
0-90
0-70
0-30
0-20
0-50
0-90
0-90
0-100
0-30
0-90
0-30
0-35
0-35

0-90
0-50
0-180
0-75
0-90
0-90
0-150
0
0-90
0-90
0-90
0-70
0-30
0-20
0-50
0-90
0-90
0-100
0-30
0-90
0-30
0-35
0-35

0-90
0-50
0-180
0-75
0-90
0-90
0-150
0
0-90
0-90
0-90
0-70
0-30
0-20
0-50
0-90
0-90
0-100
0-30
0-90
0-30
0-35
0-35

0-90
0-50
0-180
0-75
0-90
0-90
0-150
0
0-90
0-90
0-90
0-70
0-30
0-20
0-50
0-90
0-90
0-100
0-30
0-90
0-30
0-35
0-35

ROM Pasif

Ektremitas Inferior
Fleksi
Ektensi
Abduksi
Adduksi
Eksorotasi
Endorotasi
Fleksi
Ekstensi
Dorsofleksi
Plantarfleksi
Eversi
Inversi

ROM Aktif

Dekstra

ROM Aktif

Dekstra

Sinistra

Dekstra

Sinistra

0-120
0-30
0-45
0-45
0-30
0-30
0-120
0
0-30
0-30
0-50
0-40

0-120
0-30
0-45
0-45
0-30
0-30
0-120
0
0-30
0-30
0-50
0-40

0-120
0-30
0-45
0-45
0-30
0-30
0-120
0
0-30
0-30
0-50
0-40

0-120
0-30
0-45
0-45
0-30
0-30
0-120
0
0-30
0-30
0-50
0-40

P. Manual Muscle Testing (MMT)


NECK
Fleksor M. Sternocleidomastoideum
Ekstensor M. Sternocleidomastoideum

Fleksor
Ektensor
Rotator
Pelvic Elevation

TRUNK
M. Rectus Abdominis
Thoracic group
Lumbal group
M. Obliquus Eksternus Abdominis
M. Quadratus Lumbaris

Ektremitas Superior
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Shoulder
Adduktor
Internal Rotasi
Eksternal
Rotasi
Fleksor
Elbow

Wrist
Finger

Eksternsor
Supinator
Pronator
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Fleksor
Ekstensor

5
5

M. Deltoideus anterior
M. Bisepss anterior
M. Deltoideu
M. Teres Mayor
M. Deltoideus
M. Biseps
M. Latissimus dorsi
M. Pectoralis mayor
M. Latissimus dorsi
M. Pectoralis mayor
M. Teres mayor
M. Infra supinatus
M. Biseps
M. Brachilais
M. Triseps
M. Supinatus
M. Pronator teres
M. Fleksor carpi radialis
M. Ekstensor digitorum
M. Ekstensor carpi radialis
M. Ekstensor carpi ulnaris
M. Fleksor digitorum
M. Ekstensor digitorum

5
5
5
5
5
Dekstra

Sinistra

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5

Ektremitas Inferior
Hip
Fleksor
Ekstensor
Abduktor
Adduktor
Knee
Fleksor
Ekstensor
Ankle
Fleksor
Ekstensor

M. Psoas mayor
M. Gluteus maksimus
M. Gluteus medius
M. Adduktor longus
Hamstring muscle
Quadriceps femoris
M. Tibialis
M. Soleus

Q. Indeks ADL Barthel


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

Aktivitas
Makan
Mandi
Berhias diri
Berpakaian
Kontrol BAB
Kontrol BAK
Pergi ke WC
Transfer
Berjalan
Naik turun tangga
Total

Status Ambulansi

Skor
10
5
5
5
10
10
10
5
5
5
70

: Moderate dependent

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium darah (5 Oktober 2011)
Hb

: 13 g/dL

Hct

: 37 %

RBC

: 3,92. 106 / ul

WBC

: 13. 103 /ul

PLT

: 330. 103 /ul

GDS

: 155 mg/Dl

Protein Total : 5,60 g/dl


Albumin

: 3,1 g/dl

Kreatinin

: 0,7 mg/dl
8

Dekstra

Sinistra

5
5
5
5
5
5
5
5

5
5
5
5
5
5
5
5

Ureum

: 49 mg/dl

Natrium

: 136 mmol/L

Kalium

: 3,5 mmol/L

Calsium ion : 0,96 mmol/L


B. Analisis Gas Darah (5 Oktober 2011)
pH

: 7,47

pCO2

: 36 mmHg

pO2

: 75 mmHg

Hct

: 29,8 %

cHCO3

: 25,8 mmol/L

BE

: 1,9 mmol/L

Kesimpulan : gagal napas tipe II


C. Foto Rontgen Thorax PA (3 Oktober 2011)
Kesan:
1. Fibro-infiltrat kedua lapang paru
2. TB lesi luas dengan pleural reaction bilateral
D. Laboratorium Mikrobiologi (1 Oktober 2011)
Bahan

: sputum

Hasil Pemeriksaan

: Tidak ditemukan Gram (+) coccus dan Gram (-)


batang, dan tidak ditemukan BTA

IV. ASSESSMENT
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) eksaserbasi akut
V. DAFTAR MASALAH
A. Problem Medis

: Sesak nafas

B. Problem rehabilitasi Medik


A. Speech Terapi : (-)

B. Okupasi Terapi

: keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari


karena sesak nafas dan batuk

C. Sosiomedik

: terkadang membutuhkan bantuan untuk melakukan


kegiatan sehari-hari

D. Ortesa-protesa : (-)
E. Psikologi

: beban pikiran karena keterbatasan melakukan


aktivitas sehari-hari

F. Fisioterapi

: sesak napas, retensi sputum

VI. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Paru
1. O2 2L/mnt
2. Nebu B:A = 0,8:0,2/8 jam
3. Inj. RL 1 amp aminophilin 16 tpm
4. inj Ceftriaxon 2gr/24 jam
5. inj dexametason 1 ampul/8jam
6. OBH syr 3 X C1
-

Terapi Rehabilitasi Medik


1. Fisioterapi
Chest physical therapy:
a. breathing control
b. deep breathing
c. latihan batuk
d. chest expansion exercise
e. postural drainage
2. Speech Terapi

: (-)

3. Okupasi Terapi

: latihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

4. Sosiomedik

: memberi edukasi kepada pasien dan keluarga


mengenai penyakit pasien

5. Ortesa-protesa

: (-)
10

6. Psikologi

Psikoterapi

suportif

mengurangi

kecemasan
pasien
VII. Impairment, Disabilitas, dan Handicap
A. Impairment

: PPOK eksaserbasi akut

B. Disabilitas

: Sesak nafas dan batuk

C. Handicap

: Keterbatasan aktivitas sehari- hari karena mudah sesak

VIII. Planning
A. Planning Diagnostik

: spirometri (bila stabil)

B. Planning Terapi

: tidak ada

C. Planning Edukasi

Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi


Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan

Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi

D. Planning Monitoring

Evaluasi hasil terapi.

IX. Goal
A. Perbaikan keadaan umum, sehingga mempersingkat lama perawatan
B. Minimalisasi impairment, disabilitas, dan handicap pada pasien
C. Mencegah komplikasi yang lebih buruk yang dapat memperburuk keadaan
penderita (seperti gagal nafas, infeksi berulang, CPC)
D. Mengatasi masalah psikologis yang timbul akibat penyakit yang diderita
pasien

X. PROGNOSIS
Ad vitam

: baik

Ad sanam

: dubia et malam

11

Ad fungsionam

: dubia et bonam

TINJAUAN PUSTAKA
I.

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)


12

A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru
kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang
bersifat progresif yang bersifat non reversibel atau reversibel parsial
(Alsaggaf dkk, 2004).
B. Epidemiologi
Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada
wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita
(Aditama, 2005).
C. Faktor Risiko
Meliputi faktor-faktor host dan paparan lingkungan dan penyakit
biasanya muncul dari interaksi antara kedua faktor tersebut.
Faktor host:
1. Genetik : defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang
jarang ditemukan.
2. Hiperaktivitas bronkus : Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran
napas merupakan faktor resiko yang memberi andil timbulnya PPOK.
Faktor lingkungan:
1. Asap tembakau
2. occupational dust anf chemical
3. Polusi udara
4. Infeksi (Alsaggaf dkk, 2004).

D. Patofisiologi
Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran
napas, parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai
13

bagian paru dijumpai peningkatan akrofag, limfosit T (terutama CD8) dan


neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai
mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang mapu merusak struktur paru
dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada
2 proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti
proteinase di paru dan stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004).
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran
napas besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway),
parenkim paru dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai
infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang
mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan
ini menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi
inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair
dinding saluran napas. Proses repair ini akan menghasilkan structural
remodeling dari dinding saluran napas dengan peningkatan kandungan
kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan
lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi
destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih
sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi
diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.
Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh
darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan
struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti
peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel
radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan
kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal
(Alsaggaf dkk, 2004).
Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan
saluran napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan
menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang
berdiameter kecil (< 2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok.
14

Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar
juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada
emfisema paru, penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya
elastisitas paru-paru (Sat Sharma, 2006).
E. Gejala klinis PPOK
Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas
dan batuk. Adapun gejala yang terlihat seperti :
1. Sesak Napas
Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula
ringan lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas
bertambah berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.
2. Batuk Kronis
Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu
pagi hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila
eksaserbasi.
3. Sesak napas (wheezing)
Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini
menunjukan komponen reversibel penyakitnya.Bronkospasme bukan
satun-satunya penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat
pengerahan tenaga (exertion) mungkin karena udara lewat saluran
napas yang sempit oleh radang atau sikatrik.
4. Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari
saluran napas yang radang dan khasnya blood streaked purulen
sputum.
5. Anoreksia dan berat badan menurun
Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk,
2004) .

15

F. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan :
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
gejala

: riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-

diatas.

b. Faktor-faktor resiko
1) Pemeriksaan Fisik :

pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest

fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada

perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah

suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara


tambahan (ronkhi atau wheezing)

2) Pemeriksaan penunjang :
a) Pemeriksaan radiologi

Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan


tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang
paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan
paru yang bertambah.

Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya


hiperinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah
dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan
penambahan cortakan ke distal.

Normal

Hyperinflation

b) Pemeriksaan fungsi paru (spirometri)


c) Pemeriksaan gas darah
16

d) Pemeriksaan EKG
e) Pemeriksaan Laboratorium darah (gambaran leukositosis)
PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan
batuk dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor
resiko. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya
hambatan aliran udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk, 2004).
G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi
gejala, mencegah eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal
paru, dan meningkatkan kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang
digunakan terdiri dari unsur edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasi
mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.
1. Pencegahan: mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut dengan:
a. antibiotik
b. terapi oksigen
c. chest fisioterapi
d. bronkodilator
3. Terapi jangka panjang dengan:
a. antibiotik
b. bronkodilator
c. latihan fisik untuk meningkatkan toleransi fisik
d. mukolitik dan ekspektoran
e. terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal
napas tipe II dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg) (Alsaggaf dkk,
2004)
f. Rehabilitasi:
1) chest fisioterapi
a) Pernapasan Diafragma, tenik ini melibatkan pelatihan
pasien tersebut untuk menggunakan diafragmanya saat
17

merelaksasi otot abdominalnya selama inspirasi. Pasien


tersebut dapat merasakan naiknya abdomen, sementara
dinding toraksnya masih diam.
b) Pursed

Lip

Breathing

(pernapasan

bibir

yang

disokong), bibir pasien disokong saat ekspirasi untuk


mencegah terjebaknya udara akibat kolapsnya jalan udara
yang kecil.
c) Drainase Postural, Penggunaan posisi yang terbantu oleh
gravitasi dapat memperbaiki mobilitas sekret.
d) Perkusi Manual, perkusi atau vibrasi dinding toraks dapat
membantu mobilisasi sekret.
e) Batuk Terkendali, Pasien duduk bersandar kedepan dan
mulai batuk yang disengaja pada waktu yang tepat dengan
kekuatan yang cukup untuk mobilisasi mukus tanpa
memyebabkan kolapsnya jalan napas.
f) Batuk yang dibantu, tekanan diberikan pada abdomen
selama ekshalasi.
2) Psikoterapi
Memberikan motivasi untuk mengatasi beban pikiran
karena keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari.
3) Rehabilitasi pekerjaan (Okupasi Terapi)
a) Nilai dan berikan program latihan untuk jangkauan gerak
dan penguatan ekstremitas superior.
b) Anjurkan

perlengkapan

adaptif

untuk

meningkatkan

kemandirian dan meminimalkan penggunaan energi.


c) Evaluasi lingkungan rumah dan kerja.
d) Berikan saran-saran untuk meningkatkan kemandirian dan
peningkatan energi (Garisson, 2001).
II. CHEST PHYSIOTHERAPY

18

Mukus merupakan suatu lapisan protektif yang melapisi bagian dalam


paru dan jalan napas yang menangkap debu dan kotoran yang terdapat pada
udara yang kita hirup dan mencegah iritasi pada paru. Ketika terdapat infeksi
dan iritasi, maka tubuh akan memproduksi mukus yang kental untuk
membantu paru-paru melepaskan diri dari infeksi. Bila mukus yang kental ini
menyumbat jalan napas, maka akan terjadi kesulitan bernapas. Sehingga untuk
membantu membuang ekstra mukus ini dilakukanlah Chest Physiotherapy.
Chest Physiotherapy terdiri dari Postural Drainage, perkusi dada, dan
vibrasi dada. Biasanya ketiga metode ini digunakan pada posisi drainase paru
yang berbeda diikuti dengan latihan napas dalam dan batuk.
A. Postural Drainage
Penumpukan

sekresi

saluran

napas

bila

dibiarkan

akan

menimbulkan akibat yang serius. Dapat timbul serangan batuk spasmodik


akibat iritasi lokal, obstruksi bronkus, atelektasis, infeksi paru, dan
gangguan ventilasi perfusi.
Postural Drainage merupakan pemberian posisi terapeutik pada
pasien yang memungkinkan sekresi paru mengalir berdasarkan gravitasi ke
dalam bronkus mayor dan trakea dimana selanjutnya dapat dibatukkan.
Indikasi:
Kondisi yang berkaitan dengan paru-paru: bronkitis, fibrosis kistik,
pneumonia, asma, abses paru, penyakit paru-paru obstruktif.
Profilaksis post-operatif torakotomi, stasis pneumonia
Profilaksis pada penggunaan ventilasi buatan jangka lama, kelumpuhan,
dan pada pasien dalam kondisi tak sadar
Kontra indikasi:

Peningkatan TIK
Segera setelah makan
Refleks batuk (-)
Penyakit jantung akut
Gangguan sistem pembekuan

19

Postural Drainage juga merupakan suatu rangkaian latihan non


invasif yang digunakan bersamaan dengan humidifikasi dan pengobatan.
Manipulasi ini dibentuk oleh kombinasi mekanis (perkusi dan
vibrasi), gravitasi dan mekanisme batuk. Pasien diletakkan dalam berbagai
posisi sesuai dengan segmen paru yang terlibat. Segmen paru yang akan
didrainase ditempatkan setinggi mungkin dan bronkus utama severtikal
mungkin. Selanjutnya perhatikan gambar-gambar berikut ini untuk
membantu pengaturan posisi drainase paru.
Pasien harus dimonitor dengan cermat pada saat posisi kepala lebih
rendah terhadap adanya aspirasi, dispnea, atau aritmia. Pada pasien abses
paru, hindari posisi pasien dengan lokasi abses di sebelah atas karena akan
menyebabkan pengaliran abses ke sisi paru lainnya.
Waktu yang diperlukan untuk tindakan ini bervariasi tergantung
pada kondisi pasien (sekitar 20-30 menit). Selama pemberian posisi,
pasien dianjurkan napas dalam 5 7 kali diselingi napas biasa selama 1-2
menit.
Tindakan ini dapat dilakukan 4 sampai 6 kali sehari atau setiap 2
jam pada kasus sputum banyak dan kental dan dilakukan sebelum
pemberian makanan.
Untuk memfasilitasi drainase agar konsistensi sekresi paru yang
kental menjadi lebih encer perlu dipertahankan pemberian cairan yang
adekuat (oral atau intravena) dan pemberian medikasi mukolitik.
Berikut macam-macam posisi postural drainage:

Lobus atas kanan - segmen anterior

20

Lobus atas kiri - segmen anterior

Lobus atas kanan segmen posterior (dipandang dari depan)

Lobus atas kanan segmen posterior (dipandang dari belakang)

Lobus atas kiri segmen posterior

21

lobus atas kiri - segmen posterior (posisi lain)

Lingula (dipandang dari belakang)

Kedua lobus bawah segmen anterior

22

Lobus bawah kanan segmen lateral

Lobus bawah kiri segmen lateral dan


Lobus bawah kanan segmen kardiak (medial)

Kedua lobus bawah segmen posterior


Perhatikan: bantal di bawah perut dan lutut, kepala tanpa bantal

Lobus bawah kanan segmen posterior


(Posisi dimodifikasi untuk penekanan khusus)

23

Kedua lobus bawah segmen posterior


B. Perkusi
Perkusi dada meliputi pengetokan dada dengan tangan saat pasien
berada pada posisi drainase. Tujuannya adalah untuk membantu
melepaskan sekret yang melengket pada dinding alveoli sehingga dapat
mengalir ke percabangan bronkus dan trakea.
Gallon (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan bahwa
perkusi yang dimasukkan ke dalam program pengobatan secara bermakna
akan meningkatkan kecepatan produksi sekret.
Untuk melakukan perkusi dada, tangan dibentuk seperti mangkuk
dengan mem-fleksikan jari dan meletakkan ibu jari bersentuhan dengan
telunjuk, atau posisi telapak tangan seperti saat menampung air atau
tepung kemudian dibalikkan.
Posisi pasien tergantung pada segmen paru yang akan diperkusi.
Selanjutnya pada area yang akan diperkusi dialas dengan handuk atau
biarkan baju pasien tetap terpasang agar tangan tidak menyentuh kulit
secara langsung.
Perkusi dilakukan selama 3 sampai 5 menit untuk setiap posisi.
Jangan melakukan perkusi pada area spinal, sternum, atau di bawah
rongga toraks. Bila perkusi dilakukan dengan benar maka perkusi tidak
akan menimbulkan rasa sakit pada pasien atau membuat kulit menjadi
merah. Bunyi tepukan menimbulkan suara yang khas menunjukkan posisi
tangan yang benar
Kontra indikasi perkusi dada:
-

Fraktur iga
24

C.

- Cedera dada traumatik


- Perdarahan atau emboli paru Mastektomi
- Pneumotoraks
- Lesi metastatik pada iga
- Osteoporosis
- Trauma medulla servikal
- Trauma abdomen
Vibrasi
Vibrasi meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara ekshalasi
untuk mendorong sekret dan merupakan tindakan mekanik kedua setelah
perkusi atau dapat digunakan sebagai ganti perkusi bila dinding dada nyeri
sekali.
Tujuan vibrasi adalah untuk membantu mengeluarkan sekret dan
merangsang terjadinya batuk. Getaran pada kulit akan sampai pada paru
akan membantu menghilangkan mukus.
Stiller et al (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan
bahwa pasien-pasien yang diterapi pemberian posisi, vibrasi, hiperventilasi,
dan penghisapan menunjukkan resolusi dari atelektasis yang lebih berarti
dari pada yang diterapi dengan penghisapan dan hiperventilasi saja.
Teknik vibrasi ini dilakukan dengan cara meletakkan tangan secara
berdampingan dengan jari-jari ekstensi di atas area dada segmen yang akan
didrainase. Selanjutnya pasien diminta untuk melakukan inhalasi dalam dan
ekshalasi secara perlahan. Selama pasien ekshalasi, dada divibrasi dengan
cara kontraksi dan relaksasi cepat pada otot lengan dan bahu. Dapat juga
digunakan electric vibrator jika tersedia. Kontra indikasi vibrasi dada sama
dengan kontraindikasi perkusi dada.

25

DAFTAR PUSTAKA
Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan. Jakarta.
Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit
Paru FK Unair. Surabaya.
Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement
of Physical Medicine and Rehabilitation. Texas
Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary Medicine,
Department of Internal Medicine, University of Manitoba.
www.emedicine.com
26

27

Anda mungkin juga menyukai