Anda di halaman 1dari 14

PENGELOLAAN K-3 PADA INDUSTRI PERTAMBANGAN

Oleh : Akhmad Rifandy

ABSTRAK

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) terutama di industri


pertambangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting
demi kelancaran kegiatan operasional sehingga timbulnya rasa
aman dan nyaman bagi pekerja untuk dapat bekerja secara
optimal dan produktif. Pada prinsipnya kecelakaan kerja dapat
terjadi dikarenakan oleh kondisi yang tidak aman serta
kegiatan/aktifitas
yang
tidak
aman.
Dalam
industri
pertambangan seorang Kepala Teknik Tambang (KTT)
ditunjuk sebagai penanggung jawab penuh terhadap K-3 dan
dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Pengawas
Operasional dan Pengawas Teknis. Seiring dengan pernyataan
prinsip ekonomi maka munculnya dilema yang terjadi saat ini
adalah dimana organisasi K-3 tersebut juga mendapatkan tugas
dari pemilik perusahaan untuk menekan biaya operasional,
sehingga berusaha melakukan penghematan terhadap biaya
operasi, yang kenyataannya keputusan yang diambil tidak
memperhatikan aspek keselamatan. Karena keputusan tersebut
masih mengandung risiko tinggi tanpa melakukan pengamanan
yang baik, maka mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.
Sebenarnya SDM K-3 harus Memahami manajemen perubahan,

memiliki pengetahuan proses produksi serta mampu


mengendalikan
manajemen.
Sehingga
dapat
menjaga
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) dengan tetap
memperhatikan prinsip ekonomi. Manajemen keselamatan
pertambangan meliputi; 1. Menimbang dan memperhitungkan
bahaya yang potensial dimana akan membahayakan para pekerja
dan peralatan, 2. Melaksanakan dan memelihara/menjaga kendali
yang memadai termasuk kontrol pola penambangan, pendidikan
dan latihan, pemeliharaan peralatan tambang serta struktur
menejemen yang ada harus memadai untuk mengidentifikasi
resiko dan penerapan kontrol.
Dalam melakukan pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada industri pertambangan minerba-pabum (mineral,
batubara dan panas bumi) kita harus memahami perubahan
lingkungan, memiliki Sistem Managemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK-3) yang terintegrasi, memiliki kebijakan
dan strategi K3 yang menciptakan SDM berbudaya K3 khususnya
di departemen operasi dan perlu adanya rotasi jabatan di antara
SDM Operasi, K3 dan Perawatan untuk mendapatkan SDM yang
kompeten.
A. PENDAHULUAN
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) terutama di industri
pertambangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting
demi kelancaran kegiatan operasional sehingga timbulnya rasa
aman dan nyaman bagi pekerja untuk dapat bekerja secara
optimal dan produktif.
Pada prinsifnya kecelakaan kerja dapat terjadi dikarenakan oleh
1. Kondisi yang tidak aman serta, 2. Kegiatan/aktifitas yang tidak

aman. Oleh karena itu penting sekali untuk menanamkan budaya


dan disiplin K-3 bagi pekerja karena rendahnya budaya dan
disiplin K3 menyebabkan rendahnya kendali manajemen,
contohnya: mengambil jalan pintas pada prosedur kerja,
khususnya terjadi pada tingkat operasi..
Oleh karena itu agar K-3 pertambangan dapat terlaksana dengan
baik dan benar maka diperlukan Sumber Daya Manusia yang
dapat mengelola manajemen K-3 tersebut.

A.1.Dasar Hukum K-3 Pertambangan


a. UU Nomor 11 TH 1967
(Pasal 29)Tata Usaha, Pengawasan pekerjaan usaha
pertambangan dan pengawasan hasil pertambangan dipusatkan
kepada Menteri dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah.
Pengawasan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini terutama
meliputi keselamatan kerja, pengawasan produksi dan kegiatan
lainnya dalam pertambangan yang menyangkut kepentingan
umum.
b. UU Nomor 1 TH 1970
(Menimbang, Ps.3 ayat 1a-z)bahwa setiap tenaga kerja berhak
mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
serta produktivitas Nasional;Bahwa setiap orang lainnya yang
berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya;
Bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan

secara aman dan effisien; Bahwa pembinaan norma-norma itu


perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat
ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang
sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik
dan teknologi.
c. UU Nomor 13 TH 2003 (Pasal 86 & 87)
d. PP Nomor 32 TH 1969 (Pasal 64 & 65)
e. PP Nomor 19 TH 1973 (Pasal 1, 2, & 3)
f. MPR Nomor 341 LN 1930
g. KEPMEN Nomor 2555.K/201/M.PE/1993
h. KEPMEN Nomor 555.K/26/M.PE/1995

A.2. Tugas Dan Tanggung Jawab Pengelolaan K-3


Dalam melakukan pengelolaan K-3 seperti yang termaktub dalam
Kepmen Nomor 555.K/26/M.PE/1995, seorang Kepala Teknik
Tambang (KTT) yang ditunjuk sebagai penanggung jawab penuh
terhadap K-3 , dimana dalam melaksanakan tugasnya dibantu
oleh Pengawas Operasional dan Pengawas Teknis dengan
memperhatikan beberapa hal sebagai pedomannya, yaitu :
1. Perkembangan keselamatan sebagai faktor utama
2. K3 merupakan sistem yang terpadu
3. Sistem K3 mampu mengantisipasi peraturan perudangan dan
kesadaran masyarakat di bidang K3
4. Sistem K3 terintegrasi dalam pengendalian manajemen

5. Sistem K3 terintegrasi dalam sistem proses desain dan


modifikasi peralatan
6. Sistem K3 mampu mengantisipasi teknologi keselamatan bagi
SDM operasi

A.3. Kendala Penghambat Pelaksanaan K-3


Dalam pelaksanaan K-3 pada industri pertambangan seringkali
dihadapkan dengan segala macam kendala yang menghambat
kelancaran dalam pelaksanaan program pelaksanaan K-3,
kendala ini antara lain :
1. Untuk menerapkan kebijakan dan strategi K3 diperlukan dana
yang tidak sedikit. Fakta yang sering terjadi adalah keterbatasan
terhadap dana.
2. Rendahnya budaya dan disiplin K3 menyebabkan rendahnya
kendali manajemen
3. Pengetahuan K-3 rendah :
- Menyebabkan
timbulnya
kesulitan-kesulitan
mengintegrasikan aspek-aspek K3.

dalam

- Disebabkan program pelatihan yang tidak sesuai atau kurang


memadai.
- Pelatihan yang telah diberikan tidak memasukkan aspek-aspek
K3.
4. Aspek K3 tidak dipandang sebagai salah satu faktor utama,
akibatnya keputusan yang dibuat masih berisiko tinggi.
B. KONDISI SAAT INI

B.1. Potret K-3


Sesuai dengan prinsip ekonomi profit oriented, dimana pihak
perusahaan akan mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya dengan mengeluarkan modal/biaya seminimal
mungkin.Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) khususnya
pada industri Mineral Batubara dan Panas Bumi (Minerbapabum)
yang dilakukan oleh pihak perusahaan milik pemerintah maupun
swasta dalam negeri atau asing pada saat ini memang telah
mempunyai organisasi K-3.Sesuai dengan pernyataan prinsip
ekonomi diawal maka munculnya dilema yang terjadi saat ini
adalah dimana organisasi K-3 tersebut juga mendapatkan tugas
dari pemilik perusahaan untuk menekan biaya operasional,
sehingga berusaha melakukan penghematan terhadap biaya
operasi, yang kenyataannya keputusan yang diambil tidak
memperhatikan aspek keselamatan. Karena keputusan tersebut
masih mengandung risiko tinggi tanpa melakukan pengamanan
yang baik, maka mengakibatkan terjadinya kecelakaan
kerja.Sebenarnya SDM K-3 harus Memahami manajemen
perubahan, memiliki pengetahuan proses produksi serta mampu
mengendalikan
manajemen.
Sehingga
dapat
menjaga
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) dengan tetap
memperhatikan prinsip ekonomi.

B.2. Sumber Daya Manusia (SDM)


Untuk membentuk ataupun meningkatan mutu Sumber Daya
Manusia (SDM) memang tidaklah begitu mudah, dibutuhkan
komitmen yang kuat, tenaga pelatih yang berkompeten serta
ditunjang oleh fasilitas dan dana yang memadai. Kondisi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K-3) pada saat ini dapat


dilihat pada skema berikut ini.
Skema

Seharusnya dimana SDM sebagai target perubahan dalam


pelaksanaan K-3 di industri pertambangan, diharapkan semua
karyawan harus memiliki pengetahuan dan kepahaman yang
sama tentang aspek-aspek K3 dan operasi dalam industri
pertambangan.

C. MANAGEMEN K-3

C.1. Pengelolaan K3 Pertambangan Umum Secara Bersistem


Dengan
memperhatikan
karakter-karakter
lingkungan
pertambangan maka pengelolaan program K3 pertambangan
umum tidak mungkin dilakukan secara super ficial, bahkan
untuk dapat mencakup seluruh karakter tersebut serta untuk
mendapatkan kinerja K3 yang tinggi maka pengelolaan K3 harus
dilakukan secara bersistem.
Sistem menejemen K3 di lingkungan pertambangan umum
berkembang seiring dengan perkembangan industri itu sendiri,
utamanya setelah masuknya swasta asing. Dalam peraturan
perundangan sub-sektor pertambangan umum tidak secara
eksplisit disebut adanya sistem menejemen K3, namun dalam

prakteknya seluruh perusahaan pertambangan umum telah


menerapkan dengan berbagai variasinya.
Khusus untuk beberapa perusahaan swasta asing ada yang
langsung mengadopsi sistem menejemen K3 yang ada di negara
asalnya atau dari negara lain, seperti nasional occupational safety
agency ( NOSA) dari afrika selatan, international safety rating
(ISR), international Loss control institute (ILCI) dari amareika, dan
beberapa sistem yang dikembangakan di austrlia. Dengan
demikian perusahaan pertambangan umum tidak di wajibkan
untuk hanya menerapkan satu model sistem menejemen K3 yang
seragam.Sistem K3 negara lain yang diterapkan di indonesia,
umumnya hanya menekankan pengaturan dan pengawasan
internal di dalam unit organisasi perusahaan dan tidak
menjelaskan bagaimana korelasi sistem manejemen K3 tersebut
dengan pengawasan dan pembinaan dari sisi pemerintah
( inspektur tambang ).

C.2. Sistem Manejemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja


Manajemen keselamatan pertambangan meliputi :
1. menimbang dan memperhitungkan bahaya yang potensial
dimana akan membahayakan para pekerja dan peralatan
2. melaksanakan dan memelihara / menjaga kendali yang
memadai termasuk kontrol terhadap : - pola penambanganpendidikan dan latihan- pemeliharaan peralatan tambanng
3. struktur menejemen yang ada harus memadai untuk
mengidentifikasi resiko dan penerapan kontrol.

Elemenelemen
yang
terkandung
keselamatan pertambangan adalah :

dalam

menejemen

1. Harus ada KTT yang merupakan orang dari jajaran top


menejemen yang bertanggung jawab terhadap terlaksananya
serta ditaatinya peraturan perundangan K3.
2. Harus ada struktur organisasi yang menjalankan program K3.
3. Harus ada orang yang kompeten dan menguasai K3, baik teori
maupun praktek, yang duduk dalam struktur.
4. Ada lembaga perwakilan karyawan yang independen di dalam
perusahaan yang mampu sebagai tempat menejemen
berkonsultasi dan memberi masukan.
5. Ada sistem dokumentasi dan administrasi K3.
6. Ada program identifikasi dan pengendalian bahaya dan sistem
evakuasi.
7. Ada tersedia peraturan, pedoman dan standar K3 yang
relevan.
8. Ada program sertifikasi alat, operator, dan tenaga teknik
khusus.
9. Ada program pelatihan K3, baik tingkat pelaksana maupun
pengawas.
10. Ada program perawatan dan pemeliharaan peralatan /
permesinan serta pengadaan alat proteksi diri.
11. Ada program pengawasan, pemeriksaan, dan perawatan
kesehatan.

12. Ada program pengawasan ( internal planed inspection ) dan


kompliance.
13. Ada program audit secara berkala.
14. Ada mekanisme evaluasi perbaikan, dan peningkatan
program K3.
15. Ada program pengawasan secara berkala dari pemerintah.
16. Ada program bench marking dari kinerja antar perusahaan
pertambangan umu dalam aspek K3.
17. Ada komunikasi dalam bentuk pelaporan dari perusahaan ke
pemerintahan.

Dengan adanya Pengendalian manajemen oleh sistem K3, berarti


peningkatan:
1. Kesadaran manajemen thd risiko tinggi.
2. Antisipasi thd peraturan perundangan.
3. Integrasi dengan teknologi proses sejak fase desain hingga
modifikasi.
4. Integrasi dengan prosedur kerja.
5. Antisipasi thd perkembagan teknologi.
C.3. Pola Pengelolaan Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
Pada awalnya, pola pengelolaan K3 pada industri subsektor
pertambangan umum adalah merupakan warisan dari era Hindia
Belanda. Pola tersebut cukup lama dipakai Indonesia.dalam pola
tersebut, posisi Inspektur Tambang sangat sentral dan

menentukan. Bahkan, fungsi Inspektur Tambang saat itu lebih


cenderung kepada aktif watch dog daripada berperan kearah
upaya pemandirian dalam bentuk Sistem Mannagemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK-3). Peraturan
peraturannya pada waktu itu sangat rinci dan kaku serta kurang
mempertimbangkan pemberian ruang terhadap pengelolaan
aspek efisiensi dan produktivitas. Hal inidapat dimengerti karena
kepemilikan dan pemanfaatan seluruh bahan galian tersebut
langsung dikelola pemerintah Hindia Belanda, artinya tidak
berorientasi pasar.Setelah pemerintah Indonesia mengambil alih
perusahaan perusahaan pertambangan tersebut dan penjualan
produknya berorientasi pasar dan karena dituntut harus
menghasilkan devisa maka aspek efisiensi, produktivitas,
dancost effective menjadi mengemuka agar tetap kompetitif dan
menghasilkan
keuntungan.
Sejak
itu
sifat
peraturan
perundangannya berubah dari rinci dan kaku ke arah umum dan
fleksibel. Dalam hal ini lebih banyakdirencanakan dalam bentuk
pedoman pedoman, baikyang bersifat operasional maupun
teknisSMK-3 di subsektor pertambangan umum tercermin secara
tidak langsung di dalam pasal pasal Kepmen Pertambangan
dan Energi Nomor 555.K/ 26/ M.PE / 1995 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. Dalam kaitannya
dengan elemen elemen SMK3 sebagaimana dijelaskan
sebelumnya (ada 17 elemen) maka dalam Keputusan Menteri
tersebut diatur bahwa :
1). Komitmen dan Kepemimpinan K3
Penanggung jawab pelaksanaan K3 dalam perusahaan adalah
seorang dari pimpinan tertinggi atau Chief Executive Officer
(CEO) di lapangan yang bidang tanggung jawabnya adalah

bersifat teknis operasional atau produksi. Orang tersebut harus


memiliki
sertifikat
KTT.
Kemudian,
penunjukannya
harusmendapat pengesahan dari Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang/ Kepala Inspektur Tambang (KAPIT/ KIT).
2). Struktur Organisasi K3
Berdasarkan jumlah pekerja, sifat, dan luasnya pekerjaan maka
Kepala Inspektur Tambang dapat mewajibkan perusahaan
membentuk unit organisasi yang mengelola K3. Pada
kenyataannya hanya perusahaan perusahaan yang skalanya
sangat kecil yang dibebaskan dari kewajiban membentuk unit
organisasi K3. Artinya, semua perusahaan di lingkungan
pertambangan umum memiliki unit organisasi K3 yang dipimpin
oleh orang setingkat Manager atau sekurang kurangnya
Superintenden.
3). Pengawas K3
Untuk dapat melakukan pola pengelolaan terhadap K-3 maka
perlu adanya implementasi strategi K3, yaitu
1. Menetapkan aspek K3 diantara SDM pada departemen
operasi.
2. K3 harus prediktif dan proaktif pada fase disain dan modifikasi
3. Mempercepat SMK-3 (ISO 14000)
4. Membentuk spesialis K3
5. Menetapkan indikator kinerja:
Zero accident

Zero on fire
Zero on occupational disease
C.4. Tindakan Mengatasi Hambatan
- Perbaikan program K3 yang berkelanjutan berdasarkan
prioritas.
- Memasukkan K3 secara formal dalam proyek perusahaan sejak
fase desain dan modifikasi
- Mempercepat SMK-3 ISO 14000 di industri minerba-pabum
- Pelatihan tidak hanya fokus pada lingkup pekerjaan, tapi juga
aspek-aspek lainnya.
- Memasukkan aspek K3 sebagai syarat kompetensi dasar bagi
SDM bidang operasi
- Rotasi pekerjaan antara SDM departemen:
a. SDM Operasi
b. SDM Perawatan
c. SDM K3

D. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka


dapat ditarik dua kesimpulan utama secara garis besar, yaitu :
1. Faktor penghambat pelaksanaan K-3 yaitu ; keterbatasan
dana, rendahnya budaya dan disiplin K3 menyebabkan

rendahnya kendali manajemen, pengetahuan K-3 rendah, dan


aspek K3 tidak dipandang sebagai salah satu faktor utama,
akibatnya keputusan yang dibuat masih berisiko tinggi.
2. Dalam melakukan pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada industri pertambangan minerba-pabum (mineral,
batubara dan panas bumi) kita harus:
- Memahami perubahan lingkungan
- Memiliki Sistem Managemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK-3) yang terintegrasi
- Memiliki kebijakan dan strategi K3 yang menciptakan SDM
berbudaya K3 khususnya di departemen operasi.
- Perlu adanya rotasi jabatan di antara SDM Operasi, K3 dan
Perawatan untuk mendapatkan SDM yang kompeten.

Tugas KTT Secara umum:


Intinya cuma 2 :
1. Mengontrol dan Menjaga Keselamatan (Safety) dari semua
pekerjaan dilakukan di areal pertambangan
2. Mengontrol dan Menjaga Kegiatan Tambang Sesuai dengan
Regulasi dari semua peraturan pemerintah pusat/lokal (Terutama
u/ Lingkungan)

Anda mungkin juga menyukai