Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM

KONSERVASI LAHAN TAMBANG

OLEH :

KELOMPOK VII

SAMAT NASUTION 16032031

VINA IRENE SINURAT 17032176

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2020
KONSERVASI LAHAN TAMBANG

A. Pengertian Pertambangan

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan


(penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian( mineral, batubara, panas
bumi, migas). Indonesia merupakan salah satu daerah penghasil tambang batu bara terbesar
di dunia.

Pertambangan Mineral dan Pertambangan Batubara diatur dengan Undang-Undang


Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kekayaan alam berupa
mineral dan batubaran adalah kekayaan yang tak terbarukan, memiliki nilai yang luar biasa
tinggi, dan diperlukan oleh orang banyak. UU 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara mendefinisikan Pertambangan Mineral sebagai pertambangan kumpulan
mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air
tanah. Sedangkan Pertambangan Batubara adalah pertambangan endapan karbon yang
terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal.

Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan


Batubara, sebagai sumber daya alam yang tak terbarukan merupakan kekayaan nasional yang
dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat. Tujuan pengelolaan Mineral
dan Batubara oleh negara adalah:

a. menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan secara


berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;
b. menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan hidup;
c. menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber
energi untuk kebutuhan dalam negeri;
d. mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu
bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;
e. meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan
lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat; dan
f. menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan
mineral dan batubara.

B. Manfaat Penambangan dan Masalah setelah Penambangan

Indonesia kaya akan wilayah tambang yang meliputi: tambang pasir di Kepulauan Bangka
Belitung, tambang minyak dan gas alam, tambang batu bara di Pulau Kalimantan, tambang
emas di Papua, tambang batu, tambang aspal, dan tambang mineral lainnya yang menjadikan
tambang salah satu sumber daya alam yang utama di Indonesia. Manfaat pertambangan, yaitu
:
1. Menyediakan lapangan pekerjaan.

Proses awal sampai akhir pertambangan menyerap begitu banyak tenaga kerja dengan


berbagai kualifikasi kemampuan, dari yang tertinggi hingga yang terendah dalam setiap
prosesnya. Suatu kegiatan pertambangan membutuhkan begitu banyak tenaga terlibat di
lapangan dan melibatkan berbagai keahlian yang terkait. Untuk setiap kegiatan yang
dibutuhkan, dibutuhkan ahli-ahli di setiap bidangnya. 
2. Menambah pendapatan daerah dan negara.

Industri pertambangan Indonesia meliputi 17 materi yang mencangkup batubara, emas,


bijih besi, aspal, timah, hingga nikel. Hampir setiap tataran di kehidupan bangsa ini
dipengaruhi sektor pertambangan dan industri turunannya, tidak sedikit daerah yang
perekonomiannya tumbuh dan ditunjang sektor pertambangan. Provinsi Kalimantan Selatan
(Kalsel), misalnya yang merupakan penyumbang batu bara terbesar di Indonesia,
pertumbuhan ekonominya didorong hasil penjualan ekspor batu bara dan bijih besi. 
3. Memajukan bidang transportasi dan komunikasi di Indonesia.

Dengan adanya aktivitas pertambangan, jalur transportasi di berbagai daerah akan


semakin terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat dengan lebih mudah. Berbagai menara
pemancar komunikasi akan dibangun yang tidak hanya memberi manfaat kepada perusahaan
pertambangan tapi juga masyarakat sekitar. 
4. Memotong biaya impor untuk hasil tambang dari luar negeri.
Aktivitas pertambangan di Indonesia memungkinkan rakyatnya untuk menikmati bahan
dan barang sehari-hari yang di produksi di negara sendiri. Pertambangan menyeimbangkan
persentase ekspor dan impor barang di Indonesia. 
Adapun keadaan setelah penambangan yaitu :
1. Pencemaran Tanah
Tanah juga mengalami pencemaran akibat pertambangan, yaitu terdapatnya lubang-
lubang besar yang tidak mungkin ditutup kembali yang menyebabkan terjadinya kubangan
air dengan kandungan asam yang sangat tinggi. Air kubangan tersebut mengadung zat kimia
seperti Fe, Mn, SO4, Hg dan Pb. Fe dan Mn dalam jumlah banyak bersifat racun bagi
tanaman yang mengakibatkan tanaman tidak dapat berkembang dengan baik.
2. Meningkatnya Ancaman Tanah Longsor
Dari hasil observasi di lokasi penambangan emas secara tradisional di lapangan
ditemukan bahwa aktivitas penambangan berpotensi meningkatkan ancaman tanah longsor.
Dilihat dari teknik penambangan, dimana penambang menggali bukit tidak secara berjenjang
(trap-trap), namun asal menggali saja dan nampak bukaan penggalian yang tidak teratur dan
membentuk dinding yang lurus dan menggantung (hanging wall) yang sangat rentan runtuh
(longsor) dan dapat mengancam keselamatan jiwa para penambang.
3. Hilangnya Vegetasi Penutup Tanah
Penambang (pendulang) yang menggali tanah atau material tidak melakukan upaya
reklamasi atau reboisasi di areal penggalian, tapi membiarkan begitu saja areal penggalian
dan pindah ke areal yang baru. Tampak di lapangan bahwa penambang membiarkan lokasi
penggalian begitu saja dan terlihat gersang. Bahkan penggalian yang terlalu dalam membetuk
kolam-kolam pada permukaan tanah yang kedalamannya mencapai 3-5 meter.
4. Erosi tanah
Areal bekas penggalian yang dibiarkan begitu saja berpotensi mengalami erosi dipercepat
karena tidak adanya vegetasi penutup tanah. Kali kecil yang berada di dekat lokasi
penambangan juga terlihat mengalami erosi pada tebing sisi kanan dan kirinya. Selain itu
telah terjadi pelebaran pada dinding tebing sungai, akibat diperlebar dan diperdalam guna
melakukan aktivitas pendulangan dengan memanfaatkan aliran kali untuk mencuci tanah.
5. Pencemaran Air
Penambangan secara langsung menyebabkan pencemaran air, yaitu dari limbah tersebut
dalam hal memisahkan batubara dengan sulfur. Limbah pencucian tersebut mencemari air
sungai sehingga warna air sungai menjadi keruh, asam, dan menyebabkan pendangkalan
sungai akibat endapan pencucian batubara tersebut. Limbah pencucian batubara setelah
diteliti mengandung zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya
dikonsumsi. Limbah tersebut mengandung belerang (b), merkuri (Hg), asam slarida (HCn),
mangan (Mn), asam sulfat (H2SO4), dan timbal (Pb). Hg dan Pb merupakan logam berat
yang dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
6. Lahan Hutan
Penambangan dapat menghancurkan sumber-sumber kehidupan rakyat karena lahan
pertanian yaitu hutan dan lahan-lahan sudah dibebaskan oleh perusahaan. Hal ini disebabkan
adanya perluasan tambang sehingga mempersempit lahan usaha masyarakat, akibat perluasan
ini juga bisa menyebabkan terjadinya banjir karena hutan di wilayah hulu yang semestinya
menjadi daerah resapan aitr telah dibabat habis. Hal ini diperparah oleh buruknya tata
drainase dan rusaknya kawan hilir seperti hutan rawa.
7. Pencemaran air laut
Dapat terjadi akibat penambangan terjadi pada saat aktivitas bongkar muat dan tongkang
angkut batubara. Selain itu, pencemaran juga dapat mengganggu kehidupan hutan mangrove
dan biota yang ada di sekitar laut tersebut.

Dampak terhadap kesehatan manusia yaitu :


1. Limbah pencucian zat-zat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia jika airnya
dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit.
2. Karena Limbah tersebut mengandung belerang (b), Merkuri (Hg), Asam Slarida (Hcn),
Mangan (Mn), Asam sulfat (H2sO4), di samping itu debu menyebabkan polusi udara di
sepanjang jalan yang dijadikan aktivitas pengangkutan. Hal ini menimbulkan merebaknya
penyakit infeksi saluran pernafasan, yang dapat memberi efek jangka panjang berupa
kanker paru-paru, darah atau lambung.
C. Rekomendasi Upaya Pengelolaan Lingkungan Alternatif
Solusi Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
a. Remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada
dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site).
Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan
lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa
ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat
pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat
pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar
dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air
limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal danrumit.
b. Bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbon dioksida dan air).
c. Penggunaan alat, contohnya (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan
agar dapat mengurangi pencemaran Hg.
d. Perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam
menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum
dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya
terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan
baik dan terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan
administrasi.
e. Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu
dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan
masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan (Dinas Lingkungan
Hidup Kota Banten, 2020).
D. Reklamasi Lahan Bekas Tambang
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan
yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan
berdaya guna sesuai peruntukannya. Pembangunan berwawasan lingkungan menjadi suatu
kebutuhan penting bagi setiap bangsa dan negara yang menginginkan kelestarian sumberdaya
alam. Oleh sebab itu, sumberdaya alam perlu dijaga dan dipertahankan untuk kelangsungan
hidup manusia kini, maupun untuk generasi yang akan datang (Arif, 2007)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan
Reklamasi Hutan mengharuskan setiap perusahaan tambang untuk melakukan revegetasi
pada lahan-lahan kritis bekas tambang. Tindakan revegetasi tersebut dilakukan dengan
menanam vegetasi reklamasi pada lokasi-lokasi yang sudah selesai ditambang meskipun
aktivitas pertambangan secara keseluruhan masih berjalan. Tujuan dari reklamasi tersebut
adalah untuk meningkatkan produktivitas lahan bekas tambang antara lain dengan dialih
fungsikan untuk produksi tanaman pertanian. Apabila izin usaha penambangan diberikan
kepada perusahaan Badan Usaha Milik Negara, maka perusahaan diwajibkan untuk
mencadangkan sebagian lahan bekas tambang yang telah direklamasi tersebut untuk
mendukung ketahanan pangan( Subowo, 2010)
 Mekanisasi peralatan pertambangan telah menyebabkan sekala pertambangan semakin
membesar. Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah
menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan semakin dalam mencapai lapisan bumi
jauh di bawah permukaan. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak
lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting. Pengaruh kegiatan pertambangan
mempunyai dampak yang sangat signifikan terutama berupa pencemaran air permukaan dan
air tanah. Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak dan bahan
tambang lainnya apabila diekstraksi harus dalam perencanaan yang matang untuk
mewujudkan proses pembangunan nasional berkelanjutan (Arif, 2007).
Lahan bekas tambang memiliki karakteristik topografi dan hidrologi yang berbeda-beda
tergantung kepada jenis bahan tambang dan cara penambangannya. Kondisi lahan bekas
tambang batubara berbeda dibandingkan dengan lahan bekas tambang mineral, seperti emas
dan tembaga serta bauksit, timah dan nikel. Demikian pula dengan cara penambangan, yaitu
tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Perbedaan tersebut membawa konsekuensi
kepada berbagai permasalahan yang dihadapi dalam melakukan reklamasi lahan-lahan bekas
tambang. Masalah yang muncul yang menyangkut teknis reklamasi dapat berupa kesuburan
tanah yang sangat rendah, erosi dan sedimentasi yang tinggi, tanah pucuk kurang atau tidak
tersedia, munculnya air asam tambang, lereng-lereng yang curam, air untuk menyiram
kurang atau tidak tersedia, iklim mikro belum sesuai, pemilihan jenis tanaman, dan lain-lain.
Semua permasalahan tersebut perlu diatasi agar diperoleh tingkat keberhasilan reklamasi
yang tinggi.
Secara teknis usaha reklamasi lahan bekas tambang dimulai dengan kegiatan
recontouring, regrading atau resloping dari lubang-lubang bekas tambang.
Kegiatan penyiapan lahan meliputi:

a.    Rekontruksi tanah

Untuk mencapai tujuan restorasi perlu dilakukan upaya seperti rekonstruksi lahan dan
pengelolaan tanah pucuk. Pada kegiatan ini, lahan yang masih belum rata harus terlebih
dahulu ditata dengan penimbunan kembali (back filling) dengan memperhatikan jenis dan asal
bahan urugan, ketebalan, dan ada tidaknya sistem aliran air (drainase) yang kemungkinan
terganggu. Pengembalian bahan galian ke asalnya diupayakan mendekati keadaan aslinya.
Ketebalan penutupan tanah (sub-soil) berkisar 70-120 cm yang dilanjutkan dengan re-
distribusi tanah pucuk

b.    Perataan dan perapihan lahan

Perataan dan perapihan lahan perlu dilakukan agar tanah atas (topsoil) tetap berada di
posisinya untuk menghindari erosi lebih lanjut.

c.    Pengapuran

Pemberian kapur pertanian dan  penambahan pupuk fosfor harus dilakukan pada lahan
bekas tambang yang akan dimanfaatkan untuk lahan pertanian tanaman pangan.  Dosis  dan
jenis bahan kapur dan pupuk yang digunakan dapat disesuaikan dengan  ketersediaan yang
ada serta dengan jenis komoditas yang diusahakan.  Meskipun kandungan nitrogen dan
kalium  berada pada harkat yang lebih tinggi dibandingkan fosfor, penambahan kedua unsur
tersebut juga dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan hara di dalam tanah setelah sebagian
terangkut oleh tanaman pada saat panen. Pengembalian sisa-sisa tanaman ke dalam tanah
dapat mengembalikan unsur hara dan mengurangi jumlah pupuk yang diberikan.  

d.   Penggemburan Lahan

Penggemburan lahan diperlukan agar tanah menjadi lebih subur. Hal-hal yang perlu
dilakukan pada kegiatan ini adalah: penambahan pupuk, penambahan mikroorganisme.

2.    Menanam tanaman cover crop atau tanaman pioner

Jenis tumbuhan dapat digunakan sebagai tumbuhan penutup tanah, adalah signal
grass (Brachiaria decumbens). Tanaman ini digunakan karena memiliki sifat yang cepat
tumbuh menutupi lahan, dapat berkembang pada daerah yang miskin hara dan dapat
mengontrol erosi (Sheoran, 2010). Dimulai tahun 2005, kombinasi dari beberapa tanaman
yaitu Wynn cassia, Burgundi, jenis Leguminaceae , Crotalaria sp.  mulai dipergunakan
sebagai tumbuhan penutup tanah. Leguminaceae dipilih karena dapat menambah N tanah,
tidak berkompetisi dengan tanaman pokok, juga beberapa jenisnya sangat toleran terhadap
tanah miskin (Hadjowigeno, 1995).

Penutupan lahan oleh  signal grass (Brcahiaria decumbens), telah menghasilkan reduksi


erosi yang cukup baik. Pada areal Ponsesa tahun tanam 1999 ditemukan situs erosi alur yang
tidak aktif karena telah tertutupi oleh tumbuhan penutup tanah. Dalam artian bahwa
kemungkinan erosi itu terjadi pada saat lahan belum tertutupi dengan baik oleh tumbuhan
penutup tanah dan intensitasnya lambat laun berkurang seiring perkembangan tumbuhan
penutup tanah.  Water log dapat ditemukan pada areal muda dengan tahun tanam 2006 dan
2007 yang terdapat di luar tegakan

Penutupan tanah oleh tumbuhan penutup tanah berkaitan erat dengan kondisi serasah
juga penutupan tajuk. Semakin rapat penutupan tajuk, maka akan semakin rendah persentase
penutupan tanah dan dapat menyebabkan serasah langsung jatuh ke tanah yang memudahkan
untuk terjadinya dekomposisi.

E. Faktor-Faktor Pembatas Keberhasilan Revegetasi Lahan Bekas Tambang Dalam


Lampiran V Pedoman Penilaian Kriteria Keberhasilan Reklamasi, Peraturan Menteri
Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008, reklamasi yang mengarah kepada
revegetasi lahan bekas tambang dinilai dari berbagai aspek, yaitu penataan lahan yang
berkaitan dengan pekerjaan sipil, persiapan lahan untuk dapat ditanami sesuai perencanaan,
dan teknik penanaman. Keberhasilan revegetasi pada lahan bekas tambang sangat ditentukan
oleh banyak hal, diantaranya adalah: (1) Aspek penataan lansekap, (2) Kesuburan media
tanam, dan (3) Penanaman dan perawatan tanaman. Penataan lansekap sangat berkaitan
dengan aspek konservasi tanah dan air serta rencana penggunaan lahan bekas tambang.
Sementara itu dalam kesuburan media sangat ditentukan oleh sifat-sifat fisik, kimia dan
biologi tanah. Tidak kalah penting adalah aspek penanaman dan perawatan tanaman.
a. Aspek Penataan Lansekap
Reklamasi lahan bekas tambang dimulai dengan penataan lahan yang menyangkut
recounturing/regrading/resloping lubang bekas tambang dan pembuatan saluran-saluran
drainase untuk memperoleh bentuk wilayah dengan kemiringan stabil. Untuk memperoleh
lereng yang stabil ini digunakan alat-alat berat secara intensif. Burger dan Zipper (2002)
menyatakan bahwa seringkali target yang ingin dicapai pada tahun pertama dari proses ini
adalah lahan dengan kemiringan landai yang permukaannya rata serta ditumbuhi dengan
vegetasi yang lebat. Sayangnya akibat grading yang berlebihan reklamasi lahan cara ini
sering menghasilkan tanah-tanah dengan tingkat kepadatan tinggi. Dampak dari pemadatan
tanah ini adalah pertumbuhan akar terganggu, sirkulasi udara dan air terganggu, laju aliran
permukaan meningkat dan laju infiltrasi berkurang. Oleh sebab itu pada lahan-lahan
reklamasi, tanaman berumur sama pada daerah-daerah sisi lereng umumnya memiliki
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan tanaman pada daerah datar. Salah satu penyebab
utamanya adalah tanah di daerah datar lebih padat dibandingkan tanah di daerah sisi lereng.
Untuk menghindari pemadatan yang berlebihan tersebut maka jika memungkinkan gunakan
bulldozer kecil dalam kegiatan grading dan batasi lalulintas hanya pada daerah tertentu.
Tanah yang telanjur padat akibat lalulintas alat-alat berat harus digemburkan kembali
dengan menggunakan excavator, minimal pada jalur tanam atau lubang tanam.
b. Aspek Kesuburan Media Tanam
Aspek kesuburan media tanam dapat dikelompokkan menjadi kesuburan fisik, kimia, dan
biologi. Ketiga aspek kesuburan tersebut secara bersama-sama berperan dalam
mempengaruhi kualitas media tanam. Seperti diketahui bahwa lokasi-lokasi tambang di
Indonesia umumnya berada pada tanah-tanah yang tidak subur. Oleh karena itu, perbaikan
kualitas media tanam khususnya pada tanah lapisan atas perlu dilakukan untuk
meningkatkan keberhasilan revegetasi. Pemberian bahan organik merupakan kunci pokok
perbaikan lapisan atas. Kesuburan Fisik. Perkembangan akar tanaman akan terjamin apabila
tanah memiliki sirkulasi air dan udara yang baik. Sirkulasi yang baik akan terjadi apabila
tanah memiliki konsistensi yang gembur dan struktur tanah yang telah berkembang.
Konsistensi gembur umumnya dimiliki oleh tanah-tanah yang memiliki kandungan bahan
organik tinggi. Diakui bahwa pemberian bahan organik atau kompos ke dalam tanah atau
lubang tanam dengan dosis tinggi untuk meningkatkan kegemburan tanah seringkali sulit
dipenuhi karena ketiadaan bahan. Oleh sebab itu penggunaan senyawa pengganti bahan
organik, seperti senyawa humat dapat dilakukan. Selain itu perlu juga diantisipasi
munculnya sifat hidrofobi dari tanah ataupun penggunaan bahan organik pada kondisi
kering. Hal ini akan menyebabkan akar tanaman kekurangan air meskipun tanaman disiram.
Sebagai solusinya sebaiknya media tanam adalah campuran antara kompos dengan tanah
yang kandungan kleinya tinggi.
c. Kesuburan Kimia.
Kesuburan kimia terkait dengan ketersediaan unsur-unsur hara dan tingkat kemasaman
tanah yang optimum untuk pertumbuhan tanaman. Untuk meningkatkan keberhasilan
revegetasi, seringkali ditaburkan tanah pucuk setebal 50 – 100 cm ke atas lahan bekas
tambang yang sudah ditata dengan asumsi bahwa tanah pucuk tersebut merupakan tanah
yang subur secara kimia dan fisik. Pada kenyataannya, tanah pucuk untuk reklamasi adalah
tanah yang sangat tidak subur, seperti dicerminkan oleh kandungan bahan organik yang
umumnya sangat rendah dengan struktur tanah yang sudah rusak sehingga mudah sekali
padat. Perbaikan kesuburan kimia terhadap tanah pucuk dapat dilakukan dengan kombinasi
penggunaan kompos dan pupuk dasar yang biasa digunakan. Ardiyanto (2009)
memperlihatkan bahwa penggunaan senyawa humat sebagai pengganti kompos terlihat
nyata memperbaiki performance tanaman penutup tanah.
d. Kesuburan Biologi.
Kesuburan biologi menyangkut aktivitas mikrobiologi dalam tanah yang dilakukan oleh
berbagai mikro/mesofauna/-flora. Berbagai parameter sifat fisik dan kimia tanah seringkali
tidak dapat menggambarkan adanya perubahan kualitas tanah setelah reklamasi.
F. Artikel mengenai Bioremediasi Lahan Bekas Tambang
REKLAMASI LAHAN KRITIS BEKAS PENAMBANGAN EMAS MENGGUNAKAN
METODE BIOREMEDIASI DAN FITOREMEDIASI

Liswara Neneng, Dewi Saraswati, 2019.

Jurnal EnviroScienteae

Metode :
1. Bahan penelitian: Mikroorganisme untuk bioremediasi: Klebsiella sp. dan
Pseudomonas sp. Tumbuhan fitoremediator merkuri: berupa Cyperus sp., dan
Melastoma sp.
2. Lokasi Penelitian: Aplikasi konsorsium mikroorganisme dan tumbuhan
fitoremediator merkuri dilakukan di daerah Hampalit, Kabupaten Katingan,
Kalimantan Tengah, yang didominasi oleh areal lahan kritis berpasir Bekas
penambangan emas seluas 200 km2.
3. Tahapan Penelitian
Penelitian ini terdiri dari 2 kegiatan, yakni:
1) implementasi konsorsium mikroorganisme yang berasosiasi dengan tumbuhan
fitoremediator pada skala pilot di lapangan
2) menguji efektivitas beberapa metode reklamasi lahan berpasir bekas
penambangan emas, yakni menggunakan metode:
a. pengayaan mikroorganisme tanpa seresah
b. Pengayaan mikroorganisme + penambahan seresah (sumber karbon).
Parameter yang diamati berupa: 1) Konsentrasi merkuri pada lokasi perlakuan, 2)
Konsentrasi unsur hara makro dan mikro tanah pada lokasi perlakuan. Analisis data
dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengukuran kadar merkuri
menggunakan Merk Shimadzu AA6200. Pengukuran unsur hara tanah dilakukan
menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).

Hasil :

1. Kadar Merkuri dalam bentuk ion Hg+


dalam tanah terbukti menurun, terkhusus
pada perlakuan tanah yang diberikan
mikroorganisme (Klebsiella sp. dan
Pseudomonas sp) dan ditanami
Melastoma sp.
2. Kandungan unsur Hara Nitrogen setelah
Perlakuan Bioremediasi daan
Fitoremediasi menurun, dan control
hanya 2%
3. Kandungan unsur hara Phosfor setelah Perlakuan Bioremediasi daan Fitoremediasi
meningkat, N paling tinggi pada perlakuan pemberian mikroorganisme dan serasah
yaitu sebesar 40,26%.
4. Kandungan Kandungan Unsur Hara Kalium setelah perlakuan bioremediasi dan
fitoremediasi meningkat.
5. Kandungan unsur hara Mg rata-rata meningkat sebesar 21% setelah perlakuan
fitoremediasi dan bioremediasi, unsur hara Na rata-rata sebesar 19,5%, unsur hara Fe
rata-rata sebesar 71%,sedangkan unsur hara Ca tidak mengalami peningkatan setelah
diberikan perlakuan

Pembahasan :

Kedua isolat bakteri (Klebsiella sp. dan Pseudomonas sp) mampu mengeliminasi merkuri
pada media cair menggunakan mekanisme berbeda. Kombinasi mekanisme kerja yang terjadi
antara bakteri Pseudomonas sp. dan bakteri Klebsiella sp., sebagai berikut: Pseudomonas sp.
menggunakan reaksi reduksi enzimatis menggunakan enzim merkuri reduktase, yang akan
mengubah Hg2+ terlarut menjadi Hg0 yang volatile, sedangkan Klebsiella sp. mampu
menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) pada kondisi aerobik, sehingga dapat mengendapkan Hg2+
terlarut menjadi HgS yang tidak larut dalam air. Hal ini menyebabkannya dapat dengan mudah
dipisahkan dari larutan.

6 mekanisme utama yang dilakukan oleh tumbuhan untuk proses fitoremediasi, yakni: 1)
Stimulasi bioaktivitas mikroorganisme di areal rhizosfer tanaman; 2) Jaringan tumbuhan dapat
mengeluarkan enzim yang dapat mengendapkan dan mengikat polutanpolutan aromatik; 3)
Enzim-enzim dari tumbuhan dapat mendegradasi senyawasenyawa organik; 4). Akar tanaman
dapat menyerap dan memecahkan senyawasenyawa organik (phytostabilization; in situ
stabilization); 5) Adanya hiperakumulasi dari logam berat atau radioaktif yang terjadi di dalam
jaringan tumbuhan, yang kemudian digunakan untuk proses remediasi tanah ataupun air
(phytoextraction, rhizofiltration). Akar tanaman dapat menyerap kontaminan bersamaan dengan
penyerapan nutrient dan air. Massa kontaminan tidak dirombak, tetapi diendapkan di bagian
trubus dan daun tanaman.

Kesimpulan :

Hasil implementasi perpaduan bioremediasi dan fitoremediasi melalui penelitian ini, tidak saja
mampu untuk mengurangi konsentrasi merkuri di dalam tanah, tetapi sekaligus juga mampu
meningkatkan unsur hara tanah. Hal ini dapat terjadi karena aplikasi mikroorganisme yang
digunakan, memiliki kemampuan untuk proses dekomposisi bahan organik maupun anorganik
yang terdapat di dalam tanah.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ardiyanto, A. E. 2009. Pengaruh Pemberian Bahan Amelioran Senyawa Humat, Bahan Organik
dan Kapur Terhadap Pertumbuhan Koro Benguk (Mucuna prurirens) pada Lahan Bekas
Tambang Batubara Tambang Batulicin Kalimantan Selatan. Skripsi Dept. Ilmu Tanah dan
Sumberdaya Lahan. Bandung : IPB Press

Arif, I., 2007. Perencanaan Tambang Total Sebagai Upaya Penyelesaian Persoalan Lingkungan
Dunia Pertambangan. Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Burger, A and C.E. Zipper. 2002. How to restore forests on surfce-mined land. Reclamation
Guidelines for Surface Mined Land in Southwest Virginia. Virginia Cooperative
Extention. Publication 460-123.

Dinas Lingkungan Hidup Kota Banten, 2020. Kerusakan Lingkungan Akibat Pertambangan.
Diakses pada 19 April 2020. https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article/Kerusakan
%20Lingkungan%20Akibat%20Pertambangan.pdf

Hardjowigeno S. 1995. Ilmu Tanah (Edisi Revisi). Jakarta: Akademika Pressindo.

Neneng, Liswara., Dewi Saraswati. 2019. Reklamasi lahan kritis bekas penambangan emas
menggunakan metode bioremediasi dan fitoremediasi. Jurnal EnviroScienteae. Vol 15(2)
ISSN hlm 216-225.

Sheoran, V., A.S. Sheoran, and P. Poonia. 2010.  Soilreclamation of abandoned mine land by
revegetation: A review. International Journal of Soil, Sediment and Water. Vol. 3 Iss. 2,
Art. 13 ISSN hlm 1940-3259.

Subowo G. 2010. Penambangan Sistem Terbuka Ramah Lingkungan dan Upaya Reklamasi
Pasca Tambang Untuk Meperbaiki Kualitas Sumberdaya Lahan dan Hayati Tanah.Jurnal
Sumberdaya Lahan  Vol. 5 No. 2, Desember 2011. ISSN hlm 1907-0799.

Anda mungkin juga menyukai