Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Realisasi dari kebijakan-kebijakan tentang penggunaan air untuk irigasi
selama ini sering mengalami kesalahpahaman antara pemerintah dengan
masyarakat petani. Akibatnya penanganan dalam suatu jaringan irigasi terkesan
lambat dab bisa jadi tidak ada penyelesaiannya, walaupun masalah tersebut bisa
ditangani oleh pengelola di tingkat kabupaten bersama masyarakat. Perkumpulan
Petani Pengelola Air(P3A) diharapkan dapat memainkan peran yang lebih besar
dalam pengelolaan irigasi, belum berkembang sesuai dengan yang diharapkan
bahkan ada kecendrungan menunjukkan ketidakberdayaan para petani dalam tiga
dimensi yaitu:kekurangan inisiatif, sosial ekonomi, dan penerapan teknologi.
Sebagai akibatnya belum banyak organisasi P3A yang mampu menyediakan
fasilitas

kepada

anggotanya

dalam meningkatkan

kesejahteraan

mereka

(Bapeda,1993).
Dalam kaitan dengan pendanaan operasi dan pemeliharan, keikutsertaan
petani melalui pengumpulan IPAIR belum berjalan dengan efektif. Mekanisme
dan pengorganisasian IPAIR yang dirasakan cukup rumit, iuran P3A dan IPAIR
yang
diorganisasikan oleh lembaga yang berbeda sehingga petani merasa membayar
iuran dua kali, transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan yang masih
rendah dan manfaat IPAIR yang belum dirasakan secara langsung oleh petani
merupakan beberapa faktor penyebab rendahnya keberhasilan pengumpulan
IPAIR. (Anonymous,1994). Untuk mencapai sasaran seperti yang disampaikan di
atas, maka perlu dikaji mengenai harga atau nilai air untuk irigasi yang optimal
sehingga dapat mensejahterakan mereka.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan dan kinerja irigasi?
2. Bagaimana prinsip umum pengelolaan harga air?
3. Bagaimana penentuan harga air irigasi?

4. Bagaimana cara pengelolaan air irigasi untuk mencapai nilai guna air yang
berkelanjutan?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui peranan dan kinerja irigasi.
2. Mengetahui prinsip umum penentuan harga air.
3. Mengetahui penentuan harga air irigasi.
4. Mengetahui cara pengelolaan air irigasi untuk mencapai nilai air yang
berkelanjutan.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan yang gunakan adalah tinjauan pustaka.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peranan dan Kinerja Irigasi
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah,
irigasi pompa dan irigasi rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di dalam
tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat terjadi
apabila ada air, baik bertindak sebagai pelaku (subjek) atau air sebagai media
(objek). Proses-proses utama yang menciptakan kesuburan tanah atau sebaliknya

yang mendorong degradasi tanah hanya dapat berlangsung apabila terdapat


kehadiran air. Oleh karena itu, tepat kalau dikatakan air merupakan sumber
kehidupan.
Irigasi berarti mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia
kepada sebidang lahan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Dengan demikian
tujuan irigasi adalah mengalirkan air secara teratur sesuai kebutuhan tanaman
pada saat persediaan tanah tidak mencukupi untuk mendukung pertumbuhan
tanaman, sehingga tanaman bisa tumbuh secara normal. Pemberian air irigasi
yang efisien selain dipengaruhi oleh tata cara aplikasi, juga ditentukan oleh
kebutuhan air guna mencapai kondisi air tersedia yang dibutuhkan tanaman.
Fungsi Irigasi
1. Memasok kebutuhan air tanaman
2. Menjamin ketersediaan air
3. Menurunkan suhu tanah
4. Mengurangi kerusakan akibat frost
5. Melunakkan lapis keras pada saat pengolahan tanah
2.2 Prinsip Umum Penentuan Harga Air
Abernethy (1997) berpendapat bahwa penentuan harga air seharusnya
mencerminkan biaya aktual pengembangan sumber daya air, dan juga struktur
tarif air tersebut seharusnya lebih kompleks ketimbang penentuan tarif air yang
sederhana. Sebuah prinsip biaya umum air yang diperkenalkan oleh Rogers et al.
(1998). Biaya air diklasifikasikan ke dalam tiga tingkat, yaitu:
1. Biaya suplai penuh (The Full Supply Cost) mencakup biaya-biaya yang
berkaitan dengan biaya suplai air kepada konsumen yang mengabaikan
aspek pengaruh luar dan/atau alternatif lain dari penggunaan air. Biaya
penuh air ini terdiri dari biaya operasi dan pemeliharaan (operation and
maintenance costs), dan biaya modal (capital charge)
2. Biaya ekonomi penuh (The Full Economic Cost) adalah perjumlahan biaya
suplai penuh dan biaya oportunitas serta biaya eksternalitas ekonomi
sebagai akibat dari kegiatan konsumsi air oleh pihak yang tertentu.

3. Biaya penuh (The Full Cost), Rogers et al. (1998) menjelaskan bahwa
biaya penuh meliputi biaya ekonomi penuh ditambah dengan biaya
pengaruh lingkungan luar.
Ditinjau dari biaya produksi, nilai air dapat dihitung dengan membandingkan
biaya total produksi dengan biaya total produksi tanaman. Pendekatan yang
dipergunakan yakni dengan mengurangi nilai total produksi dengan biaya
produksi dan kebutuhan minimal petani yang berlaku di daerah tersebut
(Soewarno, 1995).
Secara matematis dapat digambarkan sebagai berikut:
NA = NP BP KPM
Keterangan:
NA = Nilai Air
NP = Nilai Total Produksi
BP = Biaya Produksi
KPM = Kebutuhan Petani Minimal
Nilai air, Nilai yang dimaksud adalah biaya pengadaan atau harga air dimana
air dianggap sebagai komponen penunjang produksi. Dalam artian tanpa air,
proses

dianggap

tidak

berjalan.

Skala

kebutuhan

air

untuk

produksi

diperhitungkan dalam 1 tahun atau 3 tahun musim tanam per satu hektar sawah.
Nilai total produksi dimaksud adalah harga jual produksi tanaman dalam 1
tahun dengan asumsi harga persatuan produksi disesuaikan dengan harga setempat
yang berlaku. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
NP = (PG x HS) + (PP x HP)
Keterangan:
NP = Nilai Produksi (Rp)
PG = Produksi Gabah (Kg)
HS = Harga Gabah (Rp/Kg)
PP = Produksi Palawija (Kg)
HP = Harga Palawija (Rp/Kg)
Semua dihitung tiap 1 ha sawah.

Biaya produksi merupakan biaya keseluruhan yang dibutuhkan untuk


keperluan proses produksi. Biaya produksi dibagi menjadi tiga bagian utama
yaitu:
1) Biaya sarana produksi, biaya sarana produksi yaitu biaya yang dikeluarkan
untuk pengadaan benih, pupuk, pestisida. Semuanya dihitung tiap satu hektar
sawah.
2) Biaya tenaga kerja, tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menunjang proses
produksi diperinci sesuai dengan pekerjaan, yaitu diantaranya pengolahan lahan
(tenaga, manusia dan mesin),persemaian, menanam, memelihara (pemupukan,
penyemprotan, penyiangan) dan memanen. Seluruhnya dihitung berdasarkan
HOK (hari orang kerja), yaitu berapa orang yang terlibatserta jumlah hari yang
dibutuhkan.
3) Biaya lainnya, biaya lain yang dimaksud meliputi: biaya sewa peralatan, biaya
pemeliharaan sarana usaha, biaya transportasi pasca panen, sewa tanah. Biaya
tersebut diperhitungkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Kebutuhan rerata petani /Kebutuhan petani minimal yang dimaksud adalah
kebutuhan biaya hidup satu keluarga diluar kebutuhan pangan.
2.3 Penentuan Harga Air Irigasi
Dalam analisis penentuan harga air irigasi ini diperlukan data primer dan data
sekunder terdiri dari atas praktek usaha tani,kebutuhan air, aset irigasi,kuantitas
suplai, aktivitas operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Cara menghitungnya
dengan menggunakan, yaitu:
1. Biaya suplai air, komponen pertamanya adalah biaya suplai penuh yang
terdiri atas biaya operasi dan pemeliharaan dan biaya modal.
2. Biaya oportunitas air, dihitung dari alternatif lain penggunaan air dalam
perekonomian.
3. Premi deplesi merupakan instrumen penilaian air yang sesuai dalam
analisis ekonomi untuk meningkatkan biaya air dalam kasus penggunaan
air yang mengakibatkan cadangan aquifer terkuras.
2.4 Pengelolaan Air Irigasi untuk Mencapai Nilai Guna Air yang
Berkelanjutan

Pada peraturan pemerintah No 77 Tahun 2001 Pasal I butir 21, dijelaskan


bahwa pengelolaan suatu jaringan irigasi meliputi beberapa kegitan antara lain:
1. Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi (O&P).
2. Rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi.
3. Pengamanan jaringan irigasi.
Pengelolaan irigasi diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan
masyarakat petani dan dengan menepatkan HIPPA/gabungan HIPPA sebagai
pengambil keputusan dan pelaku utama dalam pengelolaan irigasi yang menjadi
tanggung jawabnya. Untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan irigasi efisien
dan efektif serta dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat
petani, pengelolaan irigasi dilaksanakan dengan mengoptimalkan pemanfaatan air
permukaan dan bawah tanah secara terpadu. Pengelolaan irigasi ini menggunakan
prinsip satu sistem irigasi dengan memperhatikan kepentingan pengguna bagian
hulu, tengah dan hilir.
Pada pelaksanaan operasi dan pemelirahaan (O dan P), pola penentuan
harga air (water pricing scheme) sangat perlu mendapat perhatian. Tujuan yang
diharapkan dari penentuan harga air ini adalah untuk mencapai efficiency, equity
dan cost recovery (Widhianthini, 2000). Penetapan harga air merupakan subsidi
silang untuk menutupi biaya operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi. Tujuan
efesien yang menyangkut bagaimana mengalokasikan air di antara pengguna air
yang bersaing atau persaingan antara wilayah sehingga total manfaat ekonomi
menjadi maksimum. Efisiensi dapat diketahui dengan membandingkan antara
pricing competitive dan monopoly (natural). Dari pengetahuan ini dapat dilihat
apakah adil bagi petani untuk menanggung biaya-biaya pengukuran, sedangkan
manfaat irigasi lebih luas yaitu terkadang dimanfaatkan oleh konsumer selain
untuk keperluan irigasi.
Keseimbangan air (water balance) di suatu daerah jaringan irigasi yang
menjadi pokok permasalahannya adalah kurang tersediaanya air baik secara
kuantitas maupun kualitas untuk menutupi kebutuhan pada awal masa penanaman
hingga panen. Masalah ini tidak disebabkan oleh karena airnya tidak ada atau
bahkan kelebihan air, tetapi sarana untuk mendekatkan air ke lahan pertanian yang
kurang mendapatkan perhatian. Sistem pengelolaan ketersediaan dan kebutuhan
air di jaringan irigasi merupakan masalah yang kompleksitas dan dinamis. Kurang

seimbangnya antara ketersediaan dan kebutuhan sebagai sumber permasalahan


sangat spesifik sesuai kondisi fisik, ekonomi dan sosial setempat. Sehingga
persoalan tersebut dapat ditangani oleh pemerintah dan masyarakat petani
setempat pula, dengan merujuk pengalaman di daerah lain dalam satuan wilayah
sungai.
Sudjarwadi (1999) mengemukaan bahwa biasanya persoalan yang timbul
dari ketersediaan dan kebutuhan air berbentuk : (1) air terlalu banyak, (2) air
terlalu sedikit, (3) mutu air tidak memenuhi standar yang diinginkan dan (4)
energi air yang tersedia terbuang tanpa pemanfaatan. Ketersediaan air yang terlalu
banyak tidak selamanya memberikan pemenuhan kebutuhan untuk pertanian,
tetapi merupakan masalah adanya kelebihan air. Masalah ini biasa disebut dengan
banjir, dimana debit yang ada melebihi debit yang dibutuhkan. Apabila dari
masalah tersebut tidak ada pencegahan dan pengelolaannya, maka resiko akibat
banjir akan mengakibatkan kerugian yang cukup tinggi.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penentuan harga air irigasi diharapkan memberikan kontribusi pada petani
agar dapat menjadi petani yang mandiri dan menjadikan salah satu pertimbangan
petani untuk berpartisipasi dalam pembiayaan operasi dan pemeliharaan jaringan

irigasi. Penentuan harga air irigasi dapat difungsikan sebagai pencegah konflik di
masyarakat dalam mendapatkan air dengan pengelolaan pola tata tanam yang
telah ditetapkan dan masyarakat secara mandiri, terutama di daerah irigasi tersier.
Perbedaan harga air irigasi tidak selalu mencerminkan adanya diskriminasi
harga, karena pada dasarnya harga air irigasi itu selalu sama untuk semua macam
penggunaan maupun semua macam pemakai, yaitu bila pendistribusiannya
dikaitkan dengan prinsip equimarginal value in use. Perbedaan harga air irigasi
hanya akan terjadi karena adanya perbedaan dari segi biaya yang harus
dibebankan atau ditanggung oleh petani.
3.2 SARAN
Pengelolaan air irigasi semakin hari semakin dihadapkan ke berbagai
permasalahan. Permasalahan umum dalam pengelolaan air irigasi pada dasarnya
terdiri atas 3 aspek yaitu terlalu banyak air, kekurangan air dan pencemaran air.
Perlu dukung pihak terkait agar pengelolaan air irigasi ini berjalan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai