Anda di halaman 1dari 10

3 Ernawati,

Jurnal Teknik
dkk, Analisa
Pengairan,
Tingkat
Volume
Efisiensi
9 Nomor
Alokasi
1 Mei
Air2018, hlm 37 - 3

ANALISA TINGKAT EFISIENSI ALOKASI AIR IRIGASI


D.I. KEDUNGKANDANG MALANG

1 2 2
Dian Dwi Ernawati , Widandi Soetopo. , Moch. Sholichin.
1
Staf Dinas PU SDA Provinsi Jawa Timur
2
Dosen Magister Teknik Pengairan Jurusan Manajemen Sumber Daya Air Universitas
Brawijaya email : dian.dwie@yahoo.co.id

ABSTRAK : Kebutuhan pengalokasian air di lahan pada setiap wilayah sangatlah berbeda. Salah satu
faktor yang dapat menyebabkan perbedaan ini adalah kebiasaan petani di masing-masing daerah
dalam mengairi sawahnya. Studi ini difokuskan pada efisiensi pengalokasian air irigasi antara
kebutuhan penggenangan dan ketersediaan air pada Daerah Irigasi (DI) Kedungkandang Malang
dengan membandingkan antara kebutuhan air yang dihitung berdasarkan metode Faktor Palawija
Relatif (FPR) yang biasa diterapkan di Jawa Timur, kebiasaan masyarakat di masing-masing lokasi
dalam mengenangi sawahnya di setiap fase pertumbuhan tanaman,dengan pengalokasian debit air
pada sawah yang tercatat pada Dinas Sumberdaya Air Provinsi Jawa Timur yang bertanggung jawab
atas Tugas Pembantuan Operasi dan Pemeliharaan (TPOP) DI Kedungkandang Malang.Nilai
efisiensi rata-rata tiap musim tanam sebesar MT I = 1,20 (kriteria berlebihan), MT II = 1,19 (kriteria
berlebihan), MT III
= 1,28 (Kriteria berlebihan). Setelah direncanakan operasi pengendalian pintu maka efisiensi
berubah
menjadi MT I = 1,051 ≈ 1 (kriteria cukup), MT II = 1,075 ≈ 1 (kriteria cukup), MT III = 1,090

(kriteria cukup).

Kata kunci : Efisiensi, alokasi air, Irigasi, neraca air, faktor palawija
relatif.

Abstract. The need for water allocation in the land in each region is very different. One of the factors
that can cause this difference is the farmers' habit in each region in irrigating their fields. This study
focuses on balancing the allocation of irrigation water between the inundation requirements and the
availability of water in Kedungkandang irrigation area Malang by comparing the water requirements
calculated based on the community's customs in each location in winning the rice fields in each phase
of plant growth, with the allocation of water discharge on rice fields recorded at the Water Resources
Office of East Java Province responsible for the Task of Maintenance of Operation and Maintenance
(TPOP) in Kedungkandang irrigation area. The value of the allocation of irrigations each planting
seasons (MT) are MT I = 1,20 (over measure), MT II = 1,19 (overmeasure), MT III=1,28 (over
measure). After planed control of the gate, the efficiency change into MT I =1,051≈1 (adequate),
MT II = 1,075 ≈ 1 (adequate), MT III = 1,090 ≈ ( Adequate)

Keywords: efficiency, water allocation,irrigations, water balance, palawija relative


factor.

Dalam bidang irigasi, faktor utama dalam menerapkan teknologi baru dan pemanfaatan
keberhasilan swasembada pangan di sektor lahan potensial untuk meningkatkan produksi.
pertanian adalah terpenuhinya kebutuhan air Dalam mencapai tujuan tersebut, pemerintah
melalui sistem irigasi yang mendukung. Usaha telah melakukan investasi untuk pengembangan
pemerintah untuk mencapai tujuan dalam dan rehabilitasi jaringan irigasi, pembinaan
produksi beras dilakukan dengan intensifikasi pengelolaan irigasi, penyediaansarana produksi
produksi padi dan tanaman pangan lain dengan modern (Hamdani,1993).
3 Ernawati,
Jurnal Teknik
dkk, Analisa
Pengairan,
Tingkat
Volume
Efisiensi
9 Nomor
Alokasi
1 Mei
Air2018, hlm 37 - 3
Dalam bukunya, Suparmoko, 1980 Disamping pola tanam yang berbeda pada blok
menuliskan bahwa irigasi bermanfaat dalam sekunder, pola gilir juga terjadi pada DI tersebut.
memperluas areal tanaman, menambah jumlah Sistem gilir ini terjadi di hilir saluran induk
tanam per tahun dan meningkatkan produktivitas mulai BIK 18 hingga BIK 23. Kondisi gilir yang
lahan per hektar. Dari sini dapat kita lihat arti tercatat tara-rata terjadi pada Musim Tanam III
penting dari sebuah system irigasi dalam yang dimulai pada bulan Juli hingga Oktober.
hubungannya dengan peningkatan swasembada
pangan. Tabel 1 Pola Tata Tanam
Pada dasarnya air perlu diatur agar Musim Ta na m
pemberiannya pada lahan tepat jumlah dan Sekunder
I II III
waktu (Mustaniroh. 2001). Pada daerah irigasi
BIK 1 – BIK 4 Padi-Tebu Padi-Tebu Padi-Tebu
masalah distribusi air irigasi sering terjadi yaitu
apabila besaran debit yang tersedia lebih kecil Polowijo-
BIK 5 – BIK 8 Padi -Tebu Padi-Tebu
Tebu
dari kebutuhan air dilapangan (terutama pada Polowijo- Polowijo-
saat musim kemarau), sehingga penggunaan air BIK 10 – BIK 23 Padi-Tebu
Tebu Tebu
irigasi secara efisien sangat diperlukan.Hasil Sumber: Dinas PU SDA prov. Jatim
produksi irigasi (panen) dipengaruhi bukan saja
oleh banyaknya tingkat pemenuhan kebutuhan Dari hasil survei pendahuluan yang telah
air, tetapi juga diantaranya oleh cara pemberian dilaksanakan pada 7 April 2017 diketahui bahwa
air seperti yang dikemukakan oleh Ahmad et al. petugas pintu air (PPA) pada DI Kedungkandang
(2004), Erdem et al. (2006) dan Khan et al. belum memiliki Standart Operating System
(2005). (SOP) mengenai prosedur pengaturan pintu air.
Secara umum wilayah Malang Raya Pola pengaturan yang ada hanya sebatas
(Batu, Kota Malang, dan Kabupaten Malang) berdasarkan kebiasaan dan permintaan petani,
merupakan wilayah yang sangat subur. Pada dimana belum ada perhitungan khusus mengenai
daerah pegunungannya banyak terdapat sungai pengaturannya yang tepat. Dari hasil survey juga
dan anak-anak sungai yang merupakan sumber didapatkan beberapa pintu air yang sudah rusak
daya air permukaan yang sangat besar dimana namun tetap beroperasi sehingga debit air yang
banyak dimanfaatkan untuk pertanian. Kondisi masuk tidak terukur dengan baik.
yang subur ini ternyata sangat berbalik pada Dari data tersebut diatas dapat
daerah Kabupaten Malang arah selatan. Daerah disimpulkan bahwa terjadi ketidak seimbangan
Malang Selatan memiliki tekstur tanah yang neraca air antara kondisi di hulu saluran
subur, datar, dan luas namun kurang memiliki berkecukupan air namun kekurangan air di
sumberdaya air permukaan yang dapat hilirnya, sehingga evaluasi mengenai
diandalkan untuk pertanian. pengalokasian air guna perbaikan sistem
Untuk mengatasi masalah ketersediaan air pemberian air perlu dilakukan.
permukaan irigasi tersebut, maka dibangun Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka
sebuah bendung di Sungai Amprong, Kota dapat dirumuskan permasalahan dalam studi ini
Malang yang kemudian dikenal sebagai yaitu :
Bendung Kedungkandang, dimana debitnya 1. Berapakah debit kebutuhan irigasi pada tiap
disuplesi oleh Kali Bango melalui saluran suplisi petak sekunder dengan Metode FPR?
Kalisari di Kecamatan Kedungkandang, dan Kali 2. Berapakah debit kebutuhan irigasi real
Meri di Kecamatan Tangkilsari, Kab. Malang. lapangan pada tiap petak sekunder
Adapun debit rata-rata yang tercatat pada DI 3. Bagaimana tingkat efisiensi pengalokasian
Kedungkandang adalah sebesar 3,237 m3/detik air eksisting terhadap kebutuhan air
pada Musim Tanam (MT) I, 3,104 m3/detik pada tanaman?
MT II, dan 2,840 m3/detik pada MT III. 4. Bagaimanakah solusi dari permasalahan
Keterbatasan debit yang tersedia pada DI pengoperasian alokasi air yang ada?
Kedungkandang menyebabkan pola tanam yang Untuk mendekati sasaran yang diharapkan
berbeda pada beberapa blok tanam daerah irigasi maka perlu diadakan pembatasan permasalahan
tersebut seperti yang tertera pada Tabel 1. yaitu:
3 Ernawati,
Jurnal Teknik
dkk, Analisa
Pengairan,
Tingkat
Volume
Efisiensi
9 Nomor
Alokasi
1 Mei
Air2018, hlm 37 - 3
1. Daerah studi yang akan dijadikan studi kasus BAHAN DAN METODE
dalam studi ini adalah Daerah Irigasi Daerah Irigasi (DI) Kedungkandang Malang
Kedungkandang yang berada lintas di merupakan daerah irigasi kewenangan pusat
Kabupaten dan Kota Malang. yang memiliki luas 5.155 Ha dimana lokasinya
2. Analisa Kebutuhan air tanaman tersebar lintas Kota dan Kabupaten Malang
menggunakan Metode Faktor Palawija Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Pada gambar 1
Relatif, dan kebutuhan air nyata hasil survei ditunjukkan posisi Di Kedungkandang terhadap
lapangan. wilayah malang Raya.
3. Data tanam yang digunakan adalah data
tanam 5 (lima) tahun terakhir yakni mulai
2011-2016
4. Analisa kebutuhan irigasi hanya sampai
petak sekunder.
5. Tidak membahas kehilangan air irigasi di
saluran
6. Tidak membahan analisa ekonomi
Tujuan dari kajian ini adalah untuk
menganalisa tingkat efisiensi pengalokasian
debit irigasi pada Daerah Irigasi
Kedungkandang. Nilai efisiensi ini didapat
dengan membandingkan hasil analisa kebutuhan
air teoritis berdasarkan:
Gambar.1 Peta Lokasi DI Kedungkandang
1. Perhitungan kebutuhan metode Malang
Palawija Relatif dimana
Faktor
(FPR)
perhitungannya dengan metode
membandingka Secara umum Jaringan Irigasi
kebutuhan air jenis tanaman tertentu dengan
kebutuhan air tanaman palawija yang Kedungkandang terbagi atas 23 sekunder, yakni
banyak digunakan untuk menghitung Bangunan Induk Kedungkandang (BIK) 1-23
kebutuhan air di daerah Jawa Timur, dimana untuk BIK 9 yang berada di Kecamatan
2. Perhitungan kebutuhan air eksisting Krebet Kabupaten Malang dikhususkan untuk
berdasarkan pola pemberian air petani memenuhi kebutuhan giling Pabrik Gula (PG)
setempat, Krebet Malang. Secara topografi wilayah DI
3. Pola pengoperasian alokasi air eksisting Kedungkandang cenderung datar sehingga
yang tercatat di lapangan. mudah diolah dan cocok untuk budidaya
Hasil perbandingan antara alokasi air dan tanaman padi dan palawija.
kebutuhan air yang dihitung melalui metode FPR Dalam menganalisa suatu permasalahan,
dan perhitungan kebutuhan nyata ini kemudian diperlukan adanya berbagai data baik itu data
ditampilkan dalam sebuah peta efisiensi alokasi primer maupun sekunder. Data primer
irigasi DI Kedungkandang. Pemetaan ini merupakan data yang diperoleh dari hasil
bertujuan untuk memudahkan pembaca dalam pengamatan dan pengukuran langsung di
melakukan proses analisa selanjutnya, guna lapangan, sedangkan data sekunder merupakan
perbaikan jaringan irigasi. data yang diperoleh dari mengutip di berbagai
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari sumber yang dapat dipertanggung jawabkan
evaluasi ini adalah sebagai sumbangan kebenarannya.
pemikiran bagi instansi dan kelompok petani 1. Data Primer
terkait mengenai pengalokasian air irigasi Data dimensi intake saluran sekunder
sebagai pertimbangan dan perbaikan pola yang diperoleh dari survei lapangan.
operasi baik pada Daerah Irigasi 2. Data Sekunder
Kedungkandang sendiri, maupun bagi daerah Data hasil identifikasi petak primer dan
irigasi lainnya. sekunder yang diperoleh dari digitasi
lokasi. Digitasi ini bertujuan untuk
4 Ernawati,
Jurnal Teknik
dkk, Analisa
Pengairan,
Tingkat
Volume
Efisiensi
9 Nomor
Alokasi
1 Mei
Air2018, hlm 37 - 4
memetakan batas wilayah petak Q
sekunder. FPR
LPR …………………… (1)
Data realisasi metode pemberian air di
lapangan yang didapat dari hasil survey dengan :
dan wawancara di lapangan. Dari data FPR= Faktor Palawija Relatif
ini diharapkan dapat diketahui sistem (l/det/ha.pol)
pemberian air yang biasa dilakukan oleh Q= Debit yang mengalir di sungai
petani, sehingga nantinya dapat dihitung (l/det)
berapa kebutuhan air yang harus LPR= Luas Palawija Relatif (ha.pol)
disediakan..
data tanaman Form (04-O) dan skema Tabel 2. Koefisien Pembanding LPR
jaringan irigasi. Data tanam ini
merupakan data pencatatan mengenai
jumlah dan jenis tanam realisasi di
lapangan.
data pencatatan debit Form (06-O).
Peta Skema Operasi
Data data ini didapat dari Dinas PU SDA
Kabupaten Malang dan Dinas PU SDA
Provinsi Jawa Timur.
Untuk menyelesaikan penelitian ini dibuat
tahapan-tahapan sebagai berikut: Sumber : DPU Tingkat I Jawa Timur, 1997 dalam
1. Pengumpulan data primer Huda (2012)
Identifikasi petak sekunder dengan
melakukan digitasi lapangan Luas palawija relatif didapatkan dengan
Survei dan wawancara lapangan dengan mengalikan luas tanam berdasarkan data
petani setempat mengenai pola tanam masing-masing sekunder dengan
pemberian air yang biasa dilakukan, faktor palawija relatif(Huda, 2012). Data
dengan membagikan kuisioner kepada yang dihitung adalah data tanam selama
responden di setiap satuan sekunder. 5 tahun, hasil perhitungan tiap tahunnya
Karena kondisi pola pengoperasian kemudian dirata-rata untuk memperloleh
petak sekunder yang rata-rata homogen, debit kebutuhan metode FPR rerata
maka untk tiap sekunder dipilih 5 (lima) 4. Menghitung kebutuhan realisasi lapangan
orang responden yang dinilai paham dimana data ketinggian genangan tiap fase
mengenai pola pengoperasian serta tanam diperoleh dari survei lapangan.
pemberian air di lapangan. Adapun analisa kebutuhan air di tiap petak
2. Pengolahan Data Debit sekunder dihitung dengan menggunakan
Data debit pada intake DI Kedungkandang rumus (Departemen Pertanian, 1977):
H xA
merupakan data yang diambil selama masa Q1 x10.000
pengambilan 5 (lima) tahun. Data ini T ………………...(2)
kemudian diolah untuk memperoleh data Q1 1000
debit rata-rata pada DI Kedungkandang Q2 x
86400 (1 L) ……………..(3)
3. Perhitungan kebutuhan air di lahan
Kebutuhan air pada tiap petak sekunder dengan ;
didapat berdasarkan 2 (dua) metode Q1 = Kebutuhan harian air di petak
perhitungan, yakni: sawah (m3/hr)
Menghitung Kebutuhan air tanaman H = Tinggi genangan (m)
dengan menggunakan metode Faktor A = Luas area sawah (ha)
Palawija Relatif (FPR) dihitung T = Interval pemberian air (hari)
berdasarkan rumus berikut: Q2 = Kebutuhan harian air pada pintu
pemasukan (l/det)
4 Ernawati,
Jurnal Teknik
dkk, Analisa
Pengairan,
Tingkat
Volume
Efisiensi
9 Nomor
Alokasi
1 Mei
Air2018, hlm 37 - 4
L = Kehilangan air di lapangan/petak kemudian diperoleh nilai kebutuhan air FPR
sawah dan saluran rata-rata tiap musim tanam yaitu:QMTI sebesar
5. Plotting hasil perhitungan kebutuhan air 2695,011 l/dt, QMTII sebesar 2714,837 l/dt, dan
tiap petak sekunder dengan data QMTIII sebesar 2531,394 l/dt.
pengoperasian alokasi air pada peta hasil
digitasi identifikasi lokasi. Kebutuhan Air Nyata di Lahan
6. Evaluasi alokasi air irigasi dengan Sebelum melakukan survei lapangan
membandingkan antara pengalokasian air terlebih dahulu dilakukan digitasi untuk
eksisting dengan kebutuhan air riil di menentukan batas wilayah tiap sekunder. Hasil
lapangan dari gititasi tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
……………………...…...(4)
……………………..…....(5)
dengan :
QAlokasi = Debit alokasi pada intake (l/det)
QFPR = Debit kebutuhan air metode FPR
(l/dtk)
QNyata = Debit kebutuhan air nyata
lapangan (l/dtk)
Hasil perhitungan tiap tahunnya kemudian
dirata-rata untuk memperloleh nilai efisiensi
alokasi air rata-rata, yang kemudian
diklasifikasikan dengan kriteria berikut:
Gambar 2. Peta Irigasi DI
Tabel 3. Kriteria Efisiensi Alokasi Air Kedungkandang
Efisiensi Alokasi Kriteria
<0,9 Kurang Dari hasil wawancara pada kuesioner dapat
1,1 < 1> 0,9 Cukup diketahui bahwa dari rata-rata petani yang
> 1,1 Berlebihan diwawancarai memiliki pengalaman usaha tani
sedang yakni 10-20 tahun dengan rata-rata status
HASIL DAN PEMBAHASAN penguasaan lahan sebagai penggarap dan
penyewa. Dari 110 responden tersebut,
Kebutuhan Air Metode FPR sebanyak 95,45% dari para responden tidak
Kebutuhan air metode FPR sangat mengetahui tentang Rencana Tata Tanam Global
tergantung dari pola tanam dan ketersediaan (RTTG), sehingga merekapun tidak menanami
debit di lapangan.Dalam studi ini data debit yang sawahnya sesuai dengan pola RTTG yang telah
diambil pada intake bangunan sekunder selama 5 ditetapkan. Pola tanam yang selama ini
(lima) tahun terakir. Data ini kemuadian dirata- diterapkan lebih didasarkan pada kultur dan
rata untuk mendapatkan nilai rerata alokasi air kebiasaan yang ada pada masyaraakat setempat.
pada setiap sekunder dalam liter per detik, yang Adapun pola tata tanam yang dilakukan
kemudian ditotal untuk setiap sekundernya guna oleh masyarakat setempat berdasarkan kuesioner
memperoleh debit rerata seluruh daerah yang telah disebarkan dapat dilihat pada Tabel 4
irigasitiap musim tanam yaitu; QMTI sebesar Realisasi Pola tanam Pada DI Kedungkandang.
3237,599 l/dt, QMTII sebesar 3104,486l/dt, dan Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa didalam
QMTIII sebesar 2840,267 l/dt. DI Kedungkandang terdapat 4 (empat) blok
Debit rerata tiap musim tanam ini kemudian sekunder yang memiliki pola tanam berbeda.
digunakan untuk mencari nilai FPR masing- Pada hulu DI Kedungkandang yakni BIK 1
masing sekunder dengan menggunakan hingga BIK 8 petani setempat cenderung
persamaan (1) untuk setiap masa tanam dalam menerapkan pola tanam Padi – Padi – Padi
kurun waktu 5 (lima) tahun. Hasil tersebut disamping tanaman tebu yang ditanam selama
satu tahun. Pola tanam tersebut dimungkinkan
4 Ernawati,
Jurnal Teknik
dkk, Analisa
Pengairan,
Tingkat
Volume
Efisiensi
9 Nomor
Alokasi
1 Mei
Air2018, hlm 37 - 4
pada daerah tersebut karena ketersediaan debit tanam pada DI kedungkandang adalah
yang cukup tinggi di wilayah sekunder tersebut QMTIsebesar 4254,361 l/dt, QMTII sebesar
Semakin ke hilir maka dapat dilihat bahwa 3894,411 l/dt l/dt, dan QMTIII sebesar 3107,084
pola tanam berubah mengikuti ketersediaan air l/dt.
di wilayah tersebut. Pada MT III petani
cenderung tidak menanam padi namun menanam Tabel 5 Tinggi Genangan Tiap Fase Tanam
tebu dan palawija karena ketersediaan debit yang Tinggi
Persentase
ada berkurang dan tidak mencukupi apabila Fase Tanam Genangan
(cm) (%)
ditanam padi.
1 Fase Penanaman Bibit 2 86.36
2 10 hari mulai hari ke 4 10 72.73
Tabel 4 Realisasi Pola Tanam D.I. Kedung hingga hari ke 14
kandang 3 Fase 14 hari penanaman 7 54.55
Realisasi Pola Tanam Persentase Lokasi padi mulai hari ke-15
(%) hingga hari ke-30
BIK 1, BIK 2, BIK 3,
a Padi – Padi – Padi 36.17 BIK 4, BIK 5, BIK 6,
BIK 7, BIK 8 4 Fase 5 hari setelah 2 4.91
BIK 10, BIK 11 pemupukan ke-2 dan
Padi – Padi – 8.51 menyiangi ke-1:
b Palawija
5 Fase 14 hari setelah hari 5 68.18
BIK 12 ke-35 hinnga hari ke-
Padi-Palawija-
c Palawija
2.13 50:
6 Fase 5 hari setelah 2 50
BIK 13, BIK 14, BIK
pemupukan ke-3 dan
15, BIK 16, BIK 17,
Pola tanam yang BIK 18, BIK 19, BIK menyiangi ke-2
d
lain 3.19 20, BIK 21, BIK 22, 7 Fase setelah hari ke-55 10 54.55
Palawija-Tebu BIK 23 hingga berbunga dan
terisi penuh
8 Fase 7 hari hingga 10 0 100
sebanyak hari sebelum panen
Dari 61% respondendiketahui
hasil kuesioner menyatakan
pula pernah
bahwa
mengalami kekurangan air sehingga harus Apabila kita bandingkan maka grafik
mengalami gilir terutama pada bulan Juli hingga rata-rata debit alokasi air, debit kebutuhan air
Oktober. Adapun pola penggenangan lahan pada metode FPR dan kebutuhan air nyata tanaman
masing-masing wilayah sekunder sedikit dalam satu tahun dapat kita lihat pada gambar 3
berbeda, bergantung pada ketersediaan air serta Grafik Perbandingan Alokasi Air Kebutuhan Air
kultur dan budaya masyarakat setempat dalam Metode FPR dan Kebutuhan Air Nyata
bertani. Adapun pola pemberian air rata-rata Lapangan dimana jelas terlihar kebutuhan nyata
berdasarkan hasil kuesioner pada DI nilainya jauh diatas kebutuhan metode FPR.
kedungkandang dapat kita lihat pada Tabel 5.
Tinggi Genangan Tiap Fase Tanam. Nilai Efisiensi Alokasi Air
Dari data tinggi genangan tiap fase Nilai efisiensi alokasi dihitung dengan
tanam ini kemudian dihitung kebutuhan air nyata membandingkan alokasi air dengan kebutuhan
lapangan pada DI Kedungkandang dengan air metode FPR dan kebutuhan nyata lapangan.
menggunakan persamaan (2) dan (3), sehingga Hasil perhitungan nilai efisiensi pada Tabel 6
didapatkan nilai kebutuhan air nyata lapangan. berikut.
Rerata kebutuhan nyata lapangan tiap musim
4 Ernawati,
Jurnal Teknik
dkk, Analisa
Pengairan,
Tingkat
Volume
Efisiensi
9 Nomor
Alokasi
1 Mei
Air2018, hlm 37 - 4

Gambar 3. Perbandingan Alokasi Air Kebutuhan Air Metode FPR dan Kebutuhan Air Nyata Lapangan

Tabel 6. Rekapitulasi Kriteria Alokasi Irigasi

Efisiensi Alokasi terhadap Efisiensi Alokasi terhadap


Sekunder KebutuhanAir Metode FPR Kebutuhan Air Nyata
Nilai Kriteria Nilai Kriteria
BIK 1 1.218 berlebihan 1.113 berlebihan
BIK 2 2.651 berlebihan 1.168 berlebihan
BIK 3 1.320 berlebihan 1.162 berlebihan
BIK 4 0.978 cukup 0.799 kurang
BIK 5 1.065 berlebihan 0.894 kurang
BIK 6 1.016 cukup 0.786 kurang
BIK 7 1.479 berlebihan 0.959 cukup
BIK 8 1.233 berlebihan 1.060 berlebihan
BIK 10 1.213 berlebihan 0.861 kurang
BIK 11 1.268 berlebihan 1.147 berlebihan
BIK 12 1.218 berlebihan 1.065 berlebihan
BIK 13 1.490 berlebihan 0.853 kurang
BIK 14 1.558 berlebihan 1.163 berlebihan
BIK 15 1.880 berlebihan 1.688 berlebihan
BIK 16 1.525 berlebihan 1.087 berlebihan
BIK 17 1.135 berlebihan 1.072 berlebihan
BIK 18 1.204 berlebihan 1.012 cukup
BIK 19 1.277 berlebihan 0.947 kurang
BIK 20 1.796 berlebihan 1.063 berlebihan
BIK 21 2.235 berlebihan 1.800 berlebihan
BIK 22 1.798 berlebihan 1.571 berlebihan
BIK 23 1.667 berlebihan 0.908 kurang
4 Ernawati,
Jurnal Teknik
dkk, Analisa
Pengairan,
Tingkat
Volume
Efisiensi
9 Nomor
Alokasi
1 Mei
Air2018, hlm 37 - 4

Hasil analisa ini kemudian diploting pada tanaman pembanding palawija yang dijadikan
peta hasil digitasi untuk mempermudah analisa. acuan
Dari gambar 4 dan 5dapat diamati bahwa pada Hal lain yang dapat kita amati dalam
beberapa sekunder nilai efisiensi antara alokasi analisa ini adalah pola tanam yang cenderung
air dibandingkan dengan kebutuhan air FPR dan berubah pada musim tanam III di daerah irigasi
alokasi air dibandingkan dengan kebutuhan ini. Seperti yang kita ketahui MT III yakni bulan
nyata sangat berbeda. Perbedaan ini dapat Juli-Oktober merupakan musim kemarau dengan
disebabkan antara lain karena perhitungan nilai debit air yang rata-rata turun. Kekurangan debit
kebutuhan nyata sangat tergantung dari pola ini disikapi oleh petani setempat, terutama petani
pengelolaan air oleh petani setempat, sedangkan di bagian hilir, untuk tidak menanam padi namun
nilai kebutuhan FPR merupakan nilai berganti menanam palawija, sehingga intensitas
perbandingan kebutuhan air antara jenis tanaman tanam padi berkurang. Kondisi ini tentu juga
satu dengan jenis tanaman lainnya dengan menyebabkan kebutuhan air pada MT III
berkurang.

Gambar 4. Peta Efisiensi Alokasi Air Terhadap Kebutuhan Air metode FPR
4 Ernawati,
Jurnal Teknik
dkk, Analisa
Pengairan,
Tingkat
Volume
Efisiensi
9 Nomor
Alokasi
1 Mei
Air2018, hlm 37 - 4

Gambar 5 Peta Efisiensi Alokasi Air Terhadap Kebutuhan Air Nyata


Berdasarkan hal tersebut diatas dapat MT I = 2695,011 l/dt
disimpulkan apabila nilai efisiensi pada sekunder MT II = 2714,837 l/dt
bagian hilir cukup ataupun berlebih, bukan MT III = 2531,394 l/dt
karena ketersediaan air di hulu induk Besarnya nilai kebutuhan air dengan metode
kedungkandang cukup, namun lebih dikarenakan FPR sangat tergantung dari ketersediaan air
intensitas tanam padi yang menurun. Dengan serta pola tanam yang dilakukan oleh petani
pengelolaan operasi pintu yang efisien kita juga setempat. Kebutuhan air dengan metode FPR
berharap kelebihan air di hulu dapat tersebut masih dapat dipenuhi oleh alokasi
dimanfaatkan di hilir untuk lebih meningkatkan debit yang ada, dimana alokasi debit rata-rata
intensitas tanam padi pada DI Kedungkandang pada periode tertersebut adalah:
tersebut. MT I = 3237,599 l/dt
Meskipun kondisi kurang efisien alokasi air MT II = 3104,486 l/dt
ini hanya terjadi di beberapa sekunder namun MT III = 2840,267 l/dt
untuk mengatasi masalah tersebut 2. Debit rata-rata kebutuhan irigasi nyata
penanganannya haruslah terintegrasi mulai dari lapangan Daerah Irigasi Kedungkandang
sekunder di hulu hingga sekunder di hilir. periode 2012-2016 tiap musim tanam adalah:
Apabila pengalokasian air di hulu sudah MT I = 4254,361 l/dt
berlebihan maka sudah dipastikan bagian hilir MT II = 3894,411 l/dt
pasti kekurangan air, oleh karena itu operasi MT III = 3107,084 l/dt
pintu yang tepat merupakan salah satu solusi Besarnya nilai kebutuhan nyata ini sangat
untuk mengatasi permasalahan ini. tergantung dari kultur dan kebiasaan
masyarakat setempat dalam menggenangi
KESIMPULAN sawahnya. Kebutuhan air nyata lapangan
1. Debit rata-rata kebutuhan air pada Daerah tersebut nilainya berada diatas alokasi air
Irigasi Kedungkandang dengan metode FPR
periode 2012-2016 tiap musim tanam adalah:
4 Ernawati,
Jurnal Teknik
dkk, Analisa
Pengairan,
Tingkat
Volume
Efisiensi
9 Nomor
Alokasi
1 Mei
Air2018, hlm 37 - 4
yang ada, dimana artinya terjadi kekurangan memperoleh data ketinggian genangan tiap fase
air pada daerah irigasi tersebut. tanam yang lebih kuat.
3. Tingkat efisiensi alokasi air irigasi rata-rata Kesimpulan lain yang dapat diambil dari
tiap musim tanam pada DI kedungkandang studi ini adalah apabila nilai efisiensi pada
adalah: sekunder bagian hilir cukup ataupun berlebih,
- Efisiensi alokasi air terhadap kebutuhan bukan karena ketersediaan air di hulu induk
air metode FPR (EffFPR) kedungkandang cukup, namun lebih dikarenakan
MT I = 1,20 >> Kriteria berlebihan intensitas tanam padi yang menurun. Untuk
MT II = 1,19 >> Kriteria berlebihan meningkatkan intensitas tanam, salah satu cara
MT III = 1,28 >> Kriteria berlebihan yang dapat dipertimbangkan adalah dengan
Nilai efisiensi alokasi ini menunjukkan pengaturan pola operasi pintu di masing-masing
bahwa debit alokasi air lebih besar dari sekunder. Dengan pengaturan pola operasi pintu
pada kebutuhan air tanaman yang dihitung diharapkan debit air dapat terdistribusi secara
berdasarkan metode FPR, yang artinya tepat dan efisien sehingga intensitas tanam
terdapat kemungkinan bahwa sebagaian maningkat.
dari debit alokasi terbuang.
- Efisiensi alokasi terhadap kebutuhan air DAFTAR PUSTAKA
nyata lapangan (EffNyata) Departemen Pertanian. 1977. Pedoman Bercocok
MT I = 0,76 >> Kriteria kurang Tanam Padi Palawija Sayur-sayuran.
MT II = 0,80 >> Kriteria kurang Jakarta.
MT III = 0,91 >> Kriteria cukup Erdem, T., Erdem, Y., Orta, H., & Okursoy, H.,
Nilai efisiensi alokasi ini menunjukkan 2006, Water-Yield Relationships of Potato
bahwa debit alokasi air lebih kecil dari pada under Different Irrigation Methods and
kebutuhan air nyata tanaman, yang artinya Regimens, Journal of Science and
terdapat kemungkinan bahwa ada kondisi Agriculture, 63 (3), 226-231.
gilir pemberian air pada daerah irigasi Hamdani.1993. Prospek Pemanfaatan Irigasi
tersebut. Riam Kanan untuk Pengembangan
Pertanian Pangan di Kal-Sel. Tesis S2. PPS-
SARAN UGM. Yogyakarta
Dalam studi ini data ketinggian genangan Huda, Nurul. 2012. Kajian Sisitem Pemberian
dilapangan hanya didapatkan melalui survei pola Air Irigasi Sebagai Dasar Penyusunan
ketinggian genangan oleh petani dengan Jadwal Rotasi Pada Daerah Irigasi
membagikan kuesioner. Dari data ini kemudian Tumpang Kabupaten Malang. Skripsi tidak
diolah untuk memperoleh debit kebutuhan dipublikasikan. Malang: Universitas
lapangan. Brawijaya
Hasil dari survei menunjukkan masing- Khan, M.H., & Saleem, N., 2005, Influence of
masing daerah memiliki pola penggenangan Different Irrigation Intervals on Growth and
yang berbeda pada setiap fase tanam. Dengan Yield of Bell Pepper, Research Journal of
adanya perbedaan pola pemberian air ini maka Agriculture and Biological Science, 1(2),
perlu adanya kalibrasi lapangan guna 125-128.
menguatkan hasil survey yang telah dilakukan. Siti Asmaul Mustaniroh. 2001. Evaluasi Aspek
Kalibrasi lapangan yang disarankan tidak Kelembagaan Pengelolaan Jaringan Irigasi
perlu dengan mengukur ketinggian genangan Di Tingkat Petani Pada Usahatani Padi
disetiap petak sawah. Kalibrasi dapat dilakukan Sawah Di Kabupaten Banjarbaru,
dengan mengukur langsung ketinggian genangan Kalimantan Selatan. Jurnal Teknologi
pada beberapa petak sawah yang dipilih dan Pertanian Universitas Brawijaya, Vol. 2,
dianggap mampu mewakili daerahnya. Hasil No. 2, AgustuS 2001 : 14-21
pengukuran langsung ini kemudian Suparmoko.1980. Pengembangan Pengairan
dibandingkan dengan hasil survey untuk dalam Strategi Pangan. Prisma No.10 hal
37-47. LP3ES. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai