Hansen & Mowen (2007) dalam bukunya Managerial Accounting menyebutkan bahwa
CVP analysis is a powerful tool for planning and decision making. Because CVP analysis
emphasizes the interrelationships of costs, quantity sold, and price, it brings together all of the
financial information of the firm. Selain itu, pengertian senada juga dinyatakan oleh Garrison
(2012) sebagaimana bukunya Managerial Accounting bahwa CVP analysis is a powerful tool
that helps managers understand the relationships among cost, volume, and profit. Keduanya
berasumsi bahwa CVP merupakan alat yang untuk mengerti hubungan antara biaya, jumlah
unit dan laba untuk digunakan dalam pengambilan keputusan. Selain itu, Horngren (2012)
juga menyebutkan bhwa CVP analysis examines the behavior of total revenues, total costs,
and operating income as changes occur in the units sold, the selling price, the variable cost
per unit, or the fixed costs of a product.
Oleh karena itu, dapat disederhanakan bahwa Cost Volume Profit Analysis merupakan
alat yang bisa menilai dengan kuat atas hubungan atau perilaku antara biaya, jumlah unit
yang diproduksi, dengan harga, yang secara bersama-sama memberikan informasi keuangan
bagi perusahaan untuk digunakan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan. CVP
Analysis mengkaji efek perubahan biaya dan jumlah unit terhadap laba perusahaan dengan
mengaitkan level produksi, harga jual produk, biaya variabel dan biaya tetap, serta bauran
produk. Dalam penerapan CVP analysis terdapat beberapa asumsi yang dibutuhkan yaitu:
1) Perilaku biaya dan pendapatan adalah linear selama masih relevan dari level aktivitas
produksi;
2) Semua biaya dapat diklasifikasikan ke dalam biaya variabel atau biaya tetap;
3) Perubahan pada suatu tingkat aktivitas merupakan faktor yang mempengaruhi biaya;
4) Semua unit yang diproduksi akan terjual habis; dan
5) Ketika salah satu produk yang terjual dari beberapa jenis produk yang diproduksi,
bauran produk lainnya relatif konstan.
Beberapa hal penting dalam Cost Volume Profit Analysis yaitu:
a. Unit Cost
Unit cost merupakan biaya rata-rata per unit pada level produksi tertentu. Unit cost
dihasilkan dari total biaya yang terdiri dari bahan baku, tenaga kerja, dan overhead, yang
dibagi dengan output atau jumlah unit yang diproduksi .
b. Break Even Point
Break even point (BEP) merupakan keadaan di mana jumlah biaya dengan jumlah
penghasilan yang dihasilkan dari penjualan adalah sama sehingga perusahaan tidak
mengalami untung dan tidak rugi. Pada kondisi ini disebut sebagai titik impas atau Break
event point. Untuk mengetahui besaran nilai BEP, perusahaan dapat menerapkan salah
satu pendekatan berikut:
1) Pendekatan metrik yaitu dengan perhitungan matematis yang mengaitkan hubungan
antara penjualan dengan biaya variabel dan biaya tetap atas suatu level produk
dengan keuntungan adalah nol. Perhitungan matematisnya adalah sebagai berikut:
( )
( )
Menghitung BEP
menghitung berapa jumlah sumber daya yang harus dipesan dengan kebutuhan
produksi.
3) Komitmen atas kebutuhan sumber daya terjadi jika sumber daya dieroleh untuk
digunakan di masa yang akan datang atas suatu perjanjian/komitmen sehingga jumlah
yang dipesan dengan jumlah yang dibutuhkan untuk produksi sering tidak sama.
d. Metode Pemisahan Biaya
Sebelum melakukan analisa dengan menggunakan CVP analysis diperlukan pemisahan
terhadap biaya yaitu dengan memisahkan biaya ke dalam kelompok biaya tetap dan biaya
variabel. Terdapat tiga metode yang dapat digunakan untuk memisahkan biaya tersebut
yaitu:
1. High-low Method (Metode Tinggi Rendah)
Dikutip dari buku Principles of Cost Accounting oleh Vanderbeck (2010) disebutkan
bahwa The high-low method compares a high production volume and its related cost
to a low production volume with its related cost. Metode ini merupakan metode paling
sederhana dan karena kesederhanaannya itu menjadikan metode ini sebagai metode
paling lemah karena hasilnya yang dianggap kurang akurat. Metode ini akan
menunjukkan sebaran biaya dengan cara menentukan persamaan biaya melalui suatu
garis lurus dengan terlebih dahulu memilih dua titik (tinggi dan rendah) yang akan
digunakan untuk menghitung parameter pemintas dan kemiringan.
2. Scattergraph Method
Oleh Vanderbeck (2010) disebutkan bahwa The scattergraph method estimates a
straight line along which the semivariable costs will fall. The cost being analyzed is
plotted on the y-axis of the graph, and the activity level is plotted on the x-axis. Metode
ini dapat menentukan persamaan suatu garis dengan memplot data dalam grafik
scatter dengan penilaian beberapa titik yang dapat ditarik menjadi suatu garus lurus
yang dapat mewakilli berbagai tingkat biaya dan kegiatan. Garis tersebut tidak hanya
menggambarkan hubungan antara deviasi dari adanya titik tertinggi dan terendah,
tetapi juga pertimbangan visual.
3. Least Squares Regression Method (Metode Regresi Kuadrat Terkecil)
Vanderbeck (2010) meyatakan Least Squares Regression Method uses all of the data
to separate a semivariable cost into its fixed and variable elements based on the
equation for a straight line: Y = a + bX. Metode ini memisahkan biaya semivariabel
menjadi komponen biaya tetap dan biaya variabel dengan menggunakan seluruh data.
Metode ini memerlukan perhitungan matematis sehingga menjadkan metode ini
adalah metode yang paling akurat. Terdapat estmasi hubungan linear berdasarkan
persamaam Least Squares Y = a + bX, dimana:
Y = variabel tidak bebas (total biaya semivariabel)
a = garis intercept vertikal (total biaya tetap)
b = slope garis (tarif biaya variabel)
x = variabel bebas (tingkat kejadian).
e. Perubahan Variabel CVP
1) Margin of Safety (MS)
Perubahan dari variabel CVP dapat dipengaruhi karena margin of safety yaitu
perbedaan nilai penjualan aktual atau yang diharapkan dengan penjualan nilai
penjualan yang menghasilkan BEP. Satuan dari MS yaitu bisa berupa satuan mata
uang yaitu dollar atau rupiah, atau dalam rasio berupa hasil persentase sebagaimana
rumus berikut:
(
( )
)
(
2) Operating Leverage
Hansen & Mowen (2007) menyebutkan bahwa Operating leverage is the use of fixed
costs to extract higher percentage changes in profits as sales activity changes.
Operating Leverage merupakan kemampuan perusahaan memanfaatkan aset dan
pengaruh biaya tetap untuk memperbesar volume penjualan terhadap Earning Before
Interest and Tax (EBIT) atau dengan kata lain memperoleh laba setinggi mungkin hanya
dengan menaikkan sedikit penjualan dan/atau menambah sedikit sumber daya (aktiva)
perusahaan. Biaya tetap dikeluarkan agar volume penjualan dapat menghasilkan
penerimaan yang lebih besar dari pada seluruh biaya operasi tetap dan variabel. Untuk
itu, diperlukan tingkatan perubahan laba operasi atau Degree of Operating Leverage
(DOL). DOL merupakan ukuran pengaruh perubahan penjualan terhadap laba. Adapun
menghitung DOL yaitu:
DOL sebelum adanya perubahan penjualan:
f.
Honorarium
PANITIA
1
Pembina
2
Penanggung Jawab Akademis
3
Penanggung Jawab Pelaksanaan
4
Penanggung Jawab Evaluasi
5
Anggota
Tarif
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
1,500,000
1,000,000
1,000,000
1,000,000
500,000
PENGAJAR/PENCERAMAH
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Honor Narasumber/Pengajar
Honor Persiapan Mengajar
Honor Asisten Pengajar / Pendamping
Penceramah
Narasumber Pembukaan dan Pengarahan
Program
UJIAN
Honorarium Pembuat Naskah Ujian
Honorarium Validator Soal
Pemeriksa Kertas Ujian
Pengamat Ujian
Pengawas Ujian
Rp
Rp
Rp
Rp
250,000
130,000
150,000
850,000
Rp
250,000
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
150,000
100,000
7,500
80,000
40,000
Bahan Praktik
Pembuatan Sertifikat
Pembuatan dan Pencetakan Panduan
Diklat
Penggandaan Naskah Soal Ujian
Penyusunan Laporan Diklat
ATK Peserta
Biaya Konsumsi perhari
Biaya Penginapan perhari
Rp
Rp
1,000,000
150,000
Rp
Rp
10,000
150,000
Rp
30,000
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
25,000
1,500,000
300,000
140,000
100.000
Dari tabel rencana anggaran biaya diatas pertama-tama kita akan melakukan
pengelompokan mana yang termasuk kelompok biaya variabel dan mana yang termasuk
kelompok biaya tetap. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya biaya variabel adalah biaya
yang akan meningkat seiring peningkatan jumlah unit yang dijual ataupun diproduksi.
Selebihnya akan dikelompokan kedalam biaya tetap.
Segala biaya yang terkait dengan honorarium dikelompokan kedalam biaya tetap karena
biaya ini tidak akan mengalami perubahan ataupun penurunan apabila peserta yang mengikuti
diklat bertambah atau berkurang. Sedangkan biaya di tabel Rencana Anggaran Biaya ATK ada
item biaya yang dikelompokan sebagai biaya tetap dan ada yang dikelompokan kedalam biaya
variabel. ATK Panitia dan Penyusunan laporan diklat akan dikelompokan kedalam biaya tetap
sedangkan selebihnya akan dikelompokan kedalam biaya variabel. Untuk lebih memudahkan
penghitungan, maka biaya akan dikelompokan ssebagai berikut:
Tabel III.3. Komponen Biaya Tetap
No.
1
2
3
Rp
Rp
Rp
Tarif
1,500,000
1,500,000
1,500,000
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
1,500,000
1,500,000
1,500,000
1,500,000
1,500,000
1,500,000
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
1,500,000
1,500,000
1,500,000
1,500,000
1,000,000
1,500,000
1,500,000
1,500,000
26,500,000
Tarif
Rp
Rp
Rp
Rp
150,000
10,000
150,000
30,000
Rp
Rp
Rp
Rp
Rp
25,000
300,000
700,000
500,000
1,865,000
Dari tabel III.3 dan tabel III.4 diketahui bahwa biaya variabel per unit adalah sebesar Rp
1.865.000,00 dan biaya tetap adalah sebesar Rp 26.500.000,00. Dari sini kita dapat mengetahui
berapa harga atau tarif per unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas. Dalam bagian
sebelumnyan telah disebutkan bahwa dalam pelaksanaan diklat idealnya satu kelas diklat terdiri
dari 30 peserta.
Tabel III.5. Total Biaya Diklat SIMDA
No
1
2
Komponen Biaya
Unit
Biaya Tetap
1
Biaya Variabel
30
Total Biaya Per Diklat
Tarif
IDR 26,500,000.00
IDR 1,865,000.00
Total
IDR 26,500,000.00
IDR 55,950,000.00
IDR 82,450,000.00
Dari tabel III.5 dapat diketahui bahwa biaya yang diperlukan untuk melaksanakan satu
program diklat dengan 30 orang peserta selama 5 hari adalah sebesar Rp 82.450.000,00.
Sehingga kita dapat menetapkan berapa tarif diklat per peserta agar tercapai titik impas yaitu
sebesar Rp 2.748.333,00. Dari perhitungan ini kita dapat melakukan pengembangan apabila
dikemudian hari terjadi perubahan jumlah peserta ataupun apabila kita ingin memasukan
komponen laba.
Kesimpulan
Dengan analisis cost volume profit suatu organisasi baik komersial ataupun non
komersial dapat mengetahui berapa jumlah unit dan tarif atau harga yang harus ditetapkan
untuk mencapai titik impas. Berdasarkan hasil perhitungan yang dijelaskan di atas, maka
diketahui bahwa idealnya agar titik impas tercapai sehingga seluruh biaya yang dikeluarkan
tertutupi dan tidak ada kerugian pada keuangan negara maka untuk pelaksanaan Pendidikan
dan Pelatihan Sistem Manajemen Keuangan Daerah tarif yang harusnya dikenakan pada
tiap peserta yang ingin mengikuti diklat adalah sebesar Rp 2.748.333,00.