Anda di halaman 1dari 7

KEARIFAN LOKAL DAN POTENSI HUTAN ALAM

DESA BILOTO DAN DESA NAEKBAUN NUSA TENGGARA TIMUR


Oleh :
Hery Kurniawan1 dan Siswadi1
1

Balai Penelitian Kehutanan Kupang/Forestry Research Institute of Kupang


Jln. Untung Suropati No. 7 (Belakang) P.O BOX 69 Kupang 85115 NTT
Tlp. (0380) 823357, Fax. (0380) 831068, Email : herykurniawan2012@gmail.com

a. Pendahuluan
Nusa Tenggara Timur memiliki tipe alam semi arid yang khas yang berbeda
dengan daerah lain di Indonesia. Diantara banyak kekhasan dan keunikan yang ada,
terdapat dua desa di Pulau Timor, yang tetap terjaga kelestariannya oleh masyarakat
setempat. Desa Naekbaun berjarak sekitar 27 km dari Kota Kupang, atau sekitar 1
jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan bermotor. Aksesibilitas menuju
desa harus ditempuh dengan melalui jalan aspal 24 km dan jalan tanah dan batu
sepanjang 3 km. Sedangkan Desa Biloto berjarak sekitar 100 km ke arah Timur dari
kota Kupang, namun hanya berjarak sekitar 5 km dari Kota Soe di Kabupaten TTS.
Hutan beserta kawasannya yang berada di Desa Biloto, Kecamatan Mollo
Selatan, Kabupaten TTS dan di Desa Naekbaun, Kecamatan Amarasi Barat,
Kabupaten Kupang, memiliki keunikan baik dari vegetasi penyusunnya maupun
kaitannya dengan kearifan lokal masyarakat setempat dalam perannya mendukung
tetap lestarinya hutan yang ada. Informasi yang terkait dengan potensi hutan alam
belum menjadi issue yang strategis bagi pemerintah daerah, akan tetapi sangat
penting bagi semua pihak guna mengetahui sejauh mana arah kebijakan yang akan
di dibangun ke depan. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengetahui
potensi dan kelimpahan tumbuhan yang ada di hutan alam di Desa Biloto dan Desa
Nekbaun adalah analisis vegetasi.
Analisis vegetasi dalam ekosistem tumbuhan adalah cara untuk mempelajari
struktur vegetasi dan komposisi jenis tumbuhan (Soerianegara dan Indrawan, 1988).
Analisis vegetasi dilakukan menggunakan sistem single transek, pembuatan jalur
transek yang dilakukan adalah dengan mengambil diagonal antara ujung batas
kawasan yang ada. Hasil analisis vegetasi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
seluruh pihak, khususnya para pemerhati lingkungan, pemerintah daerah, maupun
peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian lebih jauh. Di sisi lain, kearifan
lokal masyarakat sekitar hutan menjadi sebuah nilai positif bagi terciptanya
kelestarian hutan yang perlu digali informasinya dan didiskusikan secara serius
melalui berbagai media, yang salah satunya adalah melalui tulisan ini.
b. Metodologi
Analisis mengenai vegetasi/tumbuhan, tidak terlepas dari komponen
penyusun vegetasi itu sendiri dan komponen tersebutlah yang menjadi fokus dalam
pengukuran vegetasi. Adapun vegetasi yang ada dikelompokkan ke dalam 4 (empat)
tingkatan besar, yakni :
Pohon (Tree) adalah tumbuhan yang memiliki kayu besar, tinggi dan memiliki
satu batang atau tangkai utama dengan ukuran diameter lebih dari 20 cm.
Tiang (Poles) : Pohon muda berdiameter 10 cm sampai kurang dari 20 cm.
Pancang (Sapling) : Permudaan dengan tinggi 1,5 m sampai anakan berdiameter
kurang dari 10 cm.
Semai (Seedling) : Permudaan mulai dari kecambah sampai anakan kurang dari
1,5 m.

Pengambilan data lapangan dilakukan dengan membuat Petak Ukur (PU)


dimana pada tingkat pohon digunakan PU 20 x 20m, tingkat tiang 10 x 10m, tingkat
pancang 5 x 5m dan tingkat semai 2 x 2m. Banyaknya petak ukur yang digunakan
berjumlah 20 PU untuk pengukuran yang di lakukan di Hutan Usublele, Desa Biloto,
Kabupaten TTS dan 15 PU untuk hutan larangan di Desa Naekbaun, Kecamatan
Amarasi Barat, Kabupaten Kupang. Adapun cara peletakan PU menggunakan cara
sistematik (systematic sampling), dengan jarak masing-masing PU adalah 100 meter
yang dibuat zig-zag sebelah kanan dan kiri jalur yang dilintasi. Parameter vegetasi
yang diukur dilapangan secara langsung adalah :
-

Nama jenis (lokal atau botanis)


Jumlah individu setiap jenis untuk menghitung kerapatan
Penutupan tajuk untuk mengetahui persentase penutupan vegetasi terhadap
lahan
Diameter batang untuk mengetahui luas bidang dasar dan berguna untuk
menghitung volume pohon.
Tinggi pohon, tinggi total (TT).

Hasil pengukuran lapangan kemudian dianalisis datanya untuk mengetahui


kondisi kawasan yang diukur secara kuantitatif. Indeks Nilai Penting (INP) digunakan
untuk menetapkan dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya atau dengan kata lain
nilai penting menggambarkan kedudukan ekologis suatu jenis dalam komunitas.
Indeks Nilai Penting dihitung berdasarkan penjumlahan nilai Kerapatan Relatif (KR),
Frekuensi Relatif (FR) dan Dominansi Relatif (DR), (Mueller-Dombois dan Ellenberg,
1974; Soerianegara dan Indrawan, 2005). Untuk alasan kepraktisan, maka hanya
sebagian data yang ditampilkan dalam tulisan ini.
Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR
Wawancara terhadap tokoh kunci seperti Kepala Desa, mantan Kepala Desa,
Ketua RT dan Kepala Dusun dan juga terhadap masyarakat setempat, merupakan
metode yang digunakan untuk menggali informasi terkait adat dan budaya
masyarakat yang menjadi kearifan lokal, khususnya dalam perannya menjaga
kelestarian hutan.
c. Hasil dan Pembahasan

Nusa Tenggara Timur yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari daerah
semi arid memiliki karakteristik yang berbeda dengan daerah lain di indonesia. Untuk
mendapatkan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi dan kelimpahan suatu
jenis di alam dilakukanlah analisis vegetasi. Adapun dari 4 desa yang telah disurvey
pada tahap sebelumnya, didapatkan informasi bahwa hanya ada dua desa yang
miliki hutan yang masih terpelihara dengan baik yakni kawasan hutan Sublele Desa
Biloto di Kabupaten TTS dan Hutan Larangan di Desa Naekbaun Kec. Amarasi Barat
Kab. Kupang. Sistem pengambilan data adalah menggunakan Petak Ukur (PU),
dimana denga jarak antar PU 100m diaturlah peletakkan PU-nya yang
menghubungkan atara batas kawasan yang satu dengan batas ujung/akhir kawasan.
Adapun hasil analisis vegetasi yang dilakukan di Hutan Usublele Desa Biloto
Kecamatan Mollo Selatan Kabupaten Timor Tengah Selatan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Analisis Vegetasi Tumbuhan Tingkat Pohon (Trees) di Desa Biloto
Frekuensi
Indeks
Kerapatan Kerapatan Frekuensi
Dominasi Dominasi
Relatif (%)
Nilai
2
(Batang/ha) Relatif (%)
(%)
(m /ha)
Relatif(%)
No
Nama Ilmiah
(Relative
Penting
(Density
(Relative (Frequency
(Dominate (Relative
Frequency
(Importance
(bole/ha)) Density (%))
(%))
(m2/ha)) dominate(%))
(%))
Value Index)
1
Manafu
Zizypus coltidifolia DC.
30
22,222
0,65
19,697
629,223
21,880
63,799
2
Kayu merah
Pterocarpus indicus
21,25
15,741
0,45
13,636
567,127
19,721
49,098
3
Tanduk
16,25
12,037
0,4
12,121
150,131
5,221
29,379
4
Asam
Tamarindus indica
11,25
8,333
0,1
3,030
268,275
9,329
20,692
5
Kabesak
Acacia leucophloea
6,25
4,630
0,15
4,545
181,583
6,314
15,489
6
Bonak
Tetrameles nudiflora R.Br.
3,75
2,778
0,15
4,545
121,546
4,227
11,55
7
Neko
Homalium tomentosum Bl.
3,75
2,778
0,15
4,545
102,935
3,579
10,902
8
Kesambi
Schleicera oleosa
3,75
2,778
0,15
4,545
84,798
2,949
10,272
9
Kobatus
Aglaia heptandra K.&V.
7,5
5,556
0,1
3,030
43,979
1,529
10,115
10 Jambu air
2,5
1,852
0,1
3,030
93,689
3,258
8,14
11 Hausisi
Pometia tomentosa
3,75
2,778
0,1
3,030
57,342
1,994
7,802
12 Kupubai/nunak Cordia subpubescens DCne
2,5
1,852
0,1
3,030
49,328
1,715
6,597
13 Haukoto
Litsea sp.
2,5
1,852
0,05
1,515
91,849
3,194
6,561
14 Suinjani
Ficus pubinervis Bl.
1,25
0,926
0,05
1,515
101,925
3,544
5,985
15 Hafe
Hymenodictyon
2,5
1,852
0,05
1,515
47,659
1,657
5,024
excelsum Wall.
16 Muni
Tristiropsis canarioides
1,25
0,926
0,05
1,515
53,326
1,854
4,295
Boerl.
17 Buni
Cassia javanica
2,5
1,852
0,05
1,515
18,510
0,644
4,011
18 Kunfatu
Celtis wightiiplanch
2,5
1,852
0,05
1,515
18,232
0,634
4,001
19 Suren
Toona sureni
1,25
0,926
0,05
1,515
44,409
1,544
3,985
20 Saloh
1,25
0,926
0,05
1,515
42,307
1,471
3,912
21 Taupi
Nauclea orientalis
1,25
0,926
0,05
1,515
42,307
1,471
3,912
22 Kelapa
Cocos nucifera
1,25
0,926
0,05
1,515
22,172
0,771
3,212
23 Manuklolo
Phyllanthus indicus (Dalz.)
1,25
0,926
0,05
1,515
13,186
0,459
2,9
24 Hapisu
1,25
0,926
0,05
1,515
12,898
0,449
2,89
25 Hainikit
Garcinia dulcis
1,25
0,926
0,05
1,515
9,441
0,328
2,769
26 Kayu ular
Litsea tumentosa
1,25
0,926
0,05
1,515
7,581
0,264
2,705
Jumlah
2875,75
135
100
3,3
100
100
300
8
Jenis
Pohon
(Species)

Sumber : Laporan PSLP BPK Kupang-CSIRO, 2012.

Tabel 2. Hasil Analisis Vegetasi Tumbuhan Tingkat Tiang (Poles) di Desa Biloto
Kerapatan
Frekuensi Domina
Indeks
Kerapatan Frekuensi
Dominasi
(Batang/ha
Relatif (%)
si
Nilai
Relatif (%)
(%)
Relatif(%)
No
)
(Relative
(m2/ha)
Penting
(Relative (Frequency
(Relative
(Density
Frequency (Dominat
(Importance
Density (%))
(%))
dominate(%))
2
(bole/ha))
(%))
e (m /ha)
Value Index)
1 Kayu Tanduk
75
36,585
0,3
21,429
41,303
29,362
87,376
2 Kobatus
Aglaia heptandra K.&V.
15
7,317
0,15
10,714
10,874
7,731
25,762
3 Kayu ular
Litsea tumentosa
15
7,317
0,15
10,714
7,269
5,168
23,199
4 Papi
Exocarpus latifolia R.Br.
15
7,317
0,1
7,143
11,398
8,103
22,563
5 Asam
Tamarindus indica
15
7,317
0,05
3,571
13,303
9,457
20,345
6 Manafu
Zizypus coltidifolia DC.
10
4,878
0,1
7,143
7,721
5,489
17,51
7 Hausisi
Pometia tomentosa
10
4,878
0,05
3,571
8,256
5,870
14,319
8 Hausunaf
Zizypus timorensis DC.
5
2,439
0,05
3,571
3,518
2,501
8,511
9 Kleobkatu
Vitex pubescens Vahl.
5
2,439
0,05
3,571
5,357
3,808
9,818
10 hainikit
Garcinia dulcis
5
2,439
0,05
3,571
5,543
3,941
9,951
11 Kayu Merah
Pterocarpus indicus
5
2,439
0,05
3,571
4,643
3,301
9,311
12 Tufe
Derris elliptica, BENTH.
5
2,439
0,05
3,571
4,306
3,061
9,071
13 Jarak Hutan
5
2,439
0,05
3,571
3,981
2,830
8,84
14 Taikolak
5
2,439
0,05
3,571
3,369
2,395
8,405
15 Kesambi
Schleicera oleosa
5
2,439
0,05
3,571
3,518
2,501
8,511
16 Litsusu
Wrightia pubescens R.Br.
5
2,439
0,05
3,571
3,225
2,292
8,302
17 Nunak
Cordia subpubescens
5
2,439
0,05
3,571
3,083
2,192
8,202
DCne
Jumlah
205
100
1,4
100
140,667
100
300
Jenis
Pohon
(Species)

Nama Ilmiah
(Scientific Name)

Sumber : Laporan PSLP BPK Kupang-CSIRO, 2012.

Berdasarkan hasil analisis vegetasi di


atas (Tabel 1 dan 2), dari masing-masing tingkat
vegetasi memiliki perbedaan yang cukup
signifikan jika ditinjau dari jumlah. Seperti pada
tingkat pohon di hutan Usublele yang ada di Desa
Biloto Kabupaten TTS ditemukan sebanyak 26
pohon dengan indeks nilai penting 63,799 dan di
Kabupaten Kupang ditemukan 17 pohon dengan
Indeks Nilai Penting sebesar 102,768. Di hutan
Usublele jenis yang paling dominan adalah
Manafu, jenis ini adalah pohon yang memiliki
pertumbuhan sangat lambat akan tetapi
diperkirakan memiliki kelas kuat yang tinggi. Dari
penampilan fisiknya terdapat kulit luar yang cukup
tebal yang berbentuk kotak-kotak dengan warna
putih yang mengelupas. Jika dibuka bagian
kulitnya, permukaan lapisan kambium kayu
Gambar 1. Salah satu bentuk asosiasi terlihat sangat hitam yang menggambarkan
antara tumbuhan berkayu, merambat dan manafu adalah jenis yang memiliki tingkat
kekerasan kayu yang cukup tinggi. Dari informasi
monokotil di hutan Desa Biloto
masyarakat, untuk mengolah kayu ini dari batang
gelondongan menjadi balok sangatlah berat dan memerlukan waktu yang cukup
lama. Informasi yang diperoleh untuk dapat mengolah kayu ini dalam 1m 3 diperlukan
gergaji rantai (chain saw) sebanyak 2-3 set.
Tabel 3. Hasil Analisis Vegetasi Tumbuhan Tingkat Pohon (Trees) di Desa Naekbaun
No

Jenis Pohon
(Species)

Nama Ilmiah
(Scientific Name)

1
2
3

Kayu merah
Asam
Haubofok

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Koknaba
Mimba
Bidara
Fore
Gewang
Randu Hutan
Kabesak
Kesambi
Sawo Hutan
Paloa hutan
Biuk
Kayu laru

16

Fore daun
panjang
Lamtoro

Pterocarpus indicus
Tamarindus indica
Excoecaria
agallocha L.
Psidium guajava
Azadirachta indica
Zizypus sp
Alstonia villosa Bl.
Corypha utan
Gossampinus sp
Acacia leucophloea
Schleicera oleosa
Paraserianthes
falcataria
Alstonia sp.

17

Jumlah

Leucaena
leucocephala

Kerapatan Kerapatan
Frekuensi
Indeks
Frekuensi
Dominasi Dominasi
(Batang/ha Relatif (%)
Relatif (%)
Nilai
2
(%)
(m /ha)
Relatif(%)
)
(Relative
(Relative
Penting
(Frequency
(Dominate (Relative
(Density
Density
Frequency
(Importance
(%))
(m2/ha) dominate(%))
(bole/ha))
(%))
(%))
Value Index)
46,667
39,438
0,667
24,997
619,521
38,334
102,768
23,333
19,719
0,533
19,998
558,887
34,582
74,298
10

8,451

0,067

2,500

92,209

5,706

16,656

6,667
5
5
5
1,667
1,667
1,667
1,667
1,667
1,667
1,667

5,634
4,225
4,225
4,225
1,408
1,408
1,408
1,408
1,408
1,408
1,408

0,133
0,2
0,2
0,2
0,067
0,067
0,067
0,067
0,067
0,067
0,067

4,999
7,499
7,499
7,499
2,500
2,500
2,500
2,500
2,500
2,500
2,500

88,873
38,823
26,435
62,795
32,562
15,293
13,772
12,331
10,707
10,191
9,197

5,499
2,402
1,636
3,885
2,015
0,946
0,852
0,763
0,663
0,631
0,569

16,132
14,127
13,360
15,610
5,923
4,854
4,760
4,671
4,571
4,539
4,477

1,667

1,408

0,067

2,500

8,255

0,511

4,419

1,667

1,408

0,067

2,500

8,255

0,511

4,419

1,6667

1,408

0,067

2,500

8,027

0,497

4,405

118,333

100

2,667

24,997

1616,132

100

300

Sumber : Laporan PSLP BPK Kupang-CSIRO, 2012.

Tabel 4. Hasil Analisis Vegetasi Tumbuhan Tingkat Tiang (Poles) di Desa Naekbaun
No

Jenis
Pohon
(Species)

Nama Ilmiah
(Scientific
Name)

Haubofok

Jati

Fore

Kayu
Merah

Excoecaria
agallocha L.
Tectona
grandis
Alstonia
villosa Bl.
Pterocarpus
indicus
Schleicera
oleosa

5
Kesambi
6
Pokpoko
7
Bidara
8
Anonak
Jumlah

Zizypus sp.
Annona sp.

Frekuensi
Indeks
Kerapatan
Kerapatan Frekuensi
Dominasi
Dominasi
Relatif (%)
Nilai
2
(Batang/ha) Relatif (%)
(%)
(m /ha)
Relatif(%)
(Relative
Penting
(Density
(Relative (Frequency
(Dominate
(Relative
Frequency
(Importance
(bole/ha)) Density (%))
(%))
(m2/ha)
dominate(%))
(%))
Value Index)
66,667

50,000

0,133

18,190

53,358

54,12892

122,319

20

15,00004

0,133

18,190

15,481

15,70448

48,895

13,333

10,00003

0,133

18,190

9,556

9,693743

37,884

6,667

5,000

0,067

9,095

7,581

7,690703

21,786

6,667

5,000

0,067

9,095

5,543

5,623049

19,718

6,667
6,667
6,667
133,333

5,000
5,000
5,000
100

0,067
0,067
0,067
0,733

9,095
9,095
9,095
100

4,306
3,669
1,951
100

4,367919
3,721777
1,978809
100

18,463
17,817
16,074
300

Sumber : Laporan PSLP BPK Kupang-CSIRO, 2012.

Kayu merah adalah jenis pohon yang mendominasi di hutan larangan


Naekbaun, dimana ditemukan sebanyak 46,667 batang/ha. Kayu merah adalah jenis
tanaman yang dapat dikembangkan dengan cara generatif, dengan musim bunga
dan berbuah akan berakhir ketika akhir musim kemarau. Dari pengamatan yang
dilakukan diketahui bahwa untuk tingkat pohon, kayu merah sangat banyak
ditemukan di Naekbaun, sedangkan di Usublele bisa dikatakan kurang/jarang. akan
tetapi terdapat perbedaan dalam permudaan alami kayu merah yang ada di kedua
daerah ini. Meskipun di Usublele kayu merah jarang ditemukan akan tetapi di
beberapa PU yang dibuat terdapat banyak permudaaan alami dalam tingkat semai,
sedangkan di Nekbaun tidak ditemukan permudaan alaminya dalam tingkat semai.
Setelah dilakukan pengamatan ada beberapa faktor yang mempengaruhi
permudaan alami di kedua hutan, antara lain iklim dan tapak. Hutan Usublele
memiliki jenis tanah yang relatif lebih subur dan jarang ditemukan batu karang serta
lebih banyak terdiri dari tanah mineral. Sedangkan di Naekbaun tapak yang dijumpai
sepanjang kawasan terdiri dari batu karang yang sangat dominan, hal ini
menyebabkan biji kayu merah hanya berada di atas batu karang dan tidak mampu
tumbuh karena kekurangan air dan kurangnya faktor pemicu pemecahan dormansi.
Jika ditinjau dari kerapatan dan frekuensi yang berbeda di kedua kabupaten
hal ini juga mengambarkan perbedaan karakteristik dari kedua daerah tersebut.
Akan tetapi jika ditinjau dari keinginan dan kesadaran masyarakat dalam memelihara
kelestarian hutan memiliki kesamaan. Kesamaan tersebut dapat dilihat dari peran
lembaga adat yang sangat dihormati, keputusan adat dalam pembatasan dan
memanfaatkan sumber daya hutan yang ada. Ada beberapa hal yang menjadikan
hutan di dua desa ini tetap lestari diantaranya adalah:
1. Adanya dukungan yang kuat dari masyarakat dan lembaga adat setempat.
Peran lembaga adat di NTT secara umum sampai sekarang masih sangat
terpelihara dengan baik dan dijunjung tinggi. Adat istiadat dan ikatan rasa
kekeluargaan yang tinggi membuat peran adat terpelihara dengan baik, dimana jika
dahulu terbentuk pimpinan adat yang mengangkat seseorang menjadi raja saat ini
keterwakilan itu sudah di terapkan dalam bentuk yang modern yakni adanya kepala

desa. Sebagaimana yang telah diterapkan untuk mengukuhkan dan mengakui hutan
ada di sekitar desa mereka menjadi hutan adat maka kapala desa/adat menyusun
dan mengukuhkan peraturan adat yang mengatur tentang bagaimana menjaga
hutan dan pemanfaatan yang disepakati bersama. Adanya kepercayaan masyarakat
bahwa jika mereka melanggar kesepakatan adat misalnya melakukan pencurian
kayu atau membunuh binatang yang ada di hutan larangan, maka orang yang
bersangkutan akan mengalami musibah, menjadikan hutan yang ada tetap terjaga.
2. Penetapan kawasan dan batas-batas kawasan yang jelas.
Adanya sengketa lahan yang sering kali terjadi di Indonesia diantaranya
adalah adanya kepemilikan ganda pada areal yang sama dan klaim atas lahan dan
hutan negara oleh pihak tertentu membuat
Dinas Kehutanan di daerah bekerjasama
dengan BPKH untuk mengukuhkan kawasan
hutan yang ada. Ada kebijakan adat yang
menarik di Desa Naekbaun adalah warga
desa yang berjumlah 450 Kepala Keluarga
untuk masing-masing Kepala keluarga
diberikan beban untuk menyusun batu
karang sepanjang 8-20 meter yang berfungsi
sebagai pagar yang membatasi antara batas
kawasan
dengan
lahan
masyarakat.
Gambar 2. Batas Hutan sekaligus batas Desa Kegiatan ini ternyata secara tidak langsung
Naekbaun dengan desa tetangganya
memberikan pendidikan kepada masyarakat
bahwa semua keluarga dan anggotanya
mengetahui batas kawasan dan lahan di luar kawasan.
3. Adanya kesadaran masyarakat tentang perlunya melestarikan hutan.
Kesadaran akan perlunya menjaga kelestarian hutan yang telah terbentuk di
masyarakat kedua desa terbangun oleh adanya korelasi antara kelestarian hutan
dengan ketersediaan air baik pada sumber-sumber mata air ataupun sungai. Bentuk
kesadaran yang telah dilakukan antara lain adalah adanya peran serta masyarakat
dalam mengikuti program reboisasi yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan.
Kesadaran yang telah terbentuk mengenai gambaran tentang akibat jika terjadi
kerusakan hutan maka yang merasakan akibatnya adalah semua warga yang ada di
sekitar desa tersebut, menjadikan masyarakat juga ikut berperan aktif dalam
menjaga hutan dari pencurian dan pengrusakan. Ada kearifan lokal yang telah
dilaksanakan di Desa Naekbaun yakni setiap pemuda dan pemudi yang akan
melaksanakan pernikahan diharuskan melakukan penanaman bibit tanaman di desa
tersebut, hal ini menandakan kepedulian masyarakat yang sudah mulai membudaya
dan melembaga. Peran Kepala Desa sangat memiliki peran penting dalam
menggerakkan masyarakat melalui pendidikan dan penyadaran akan arti penting
lingkungan termasuk kelestarian hutan, pada kedua desa di atas.
d. Penutup
Pohon jenis Manafu merupakan jenis yang paling dominan di hutan desa
Biloto Kabupaten TTS, dengan jumlah pohon per hektar mencapai 30 batang per
hektar. Sedangkan jenis kayu merah merupakan jenis paling dominan di hutan Desa
Nekbaun Kabupaten Kupang, dengan jumlah pohon per hektar adalah 64 batang per

hektar. Potensi hutan alam pada Desa Biloto dan Desa Nekbaun memiliki
karakteristik dan komposisi serta struktur yang berbeda dalam hal tegakan atau
vegetasi penyusunnya. Namun pada kedua desa memiliki kearifan lokal yang hampir
sama pada hakekatnya, yakni kearifan lokal yang mampu mengatur masyarakat
dalam memanfaatkan hutan yang ada secara lestari. Kearifan ini sudah membudaya
dan melembaga secara adat yang didukung oleh lembaga formal pemerintahan
desa. Kearifan lokal yang ada mampu menjaga kelestarian hutan desa secara turun
temurun dari beberapa generasi, hingga saat ini. Kearifan lokal ini diharapkan tetap
dapat membudaya dan melembaga dengan fasilitasi dari pemerintah desa
khususnya maupun pemerintah di tingkat kabupaten dan provinsi.
Daftar Pustaka
Anonim. 2011. Laporan Public Sector Linkage Program, Interventions to Promote
Sustainable Natural Forest Resource Management in West Timor, Indonesia. Balai
Penelitian Kehutanan Kupang, NTT.
Dombois-Mueller, D. and Ellenberg, H. 1974. Aims and methods of vegetation ecology. New
York : John Wiley&Sons.
Fachrul, M.F. 2012. Metode Sampling Bioekologi. Ed. 1, Cet. 3. Bumi Aksara. Jakarta.
Soerianegara, I. dan A. Indrawan. 1988. Ekologi Hutan Indonesia. Departemen Manajemen
Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Anda mungkin juga menyukai