Anda di halaman 1dari 10

BAB 4

PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang
terjadi antara tinjauan kasus dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan
Diagnosa CVA ( CerebroVascular Accident ) Infark di ruang Syaraf A Rumkital
Dr. Ramelan Surabaya yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
4.1 Pengkajian
Identitas
Nama Ny. M, umur 61 tahun, jenis kelamin perempuan, suku bangsa
Indonesia, agama Kristen Protestan, sudah menikah, pasien seorang Ibu rumah
tangga, pendidikan terakhir SMA, bertempat tinggal di Dukuh Kupang III di
Surabaya MRS pada tanggal 17 may 2014 pukul 07.00 wib dengan Diagnosa
medis CVA Infark, No. RM 414xxxx, dengan biaya ditanggung sendiri (PC).
Tanggal pengkajian 19 May 2014 pukul 10.00 wib, pada tinjauan pustaka tidak
didapatkan kesenjangan karena penyakit stroke lebih banyak di dapati pada usia >
50 tahun, penyakit vaskuler dalam keluarga, penderita diabetes,(Lionel
Ginsberg.2007:89)
Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Pasien mengatakan separuh badan bagian kiri lemah. Pada tinjauan
pustaka tidak di dapatkan kesenjangan karena keluhan utama pada pasien stroke di
dapatkan adanya kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir,

daya ingat, dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi
otak.(Muttaqin, 2008:234)
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Dirumah pada tanggal 16 mei 2014 pukul 23.00 wib pasien masih tidak
merasakan apa-apa, sekitar pukul 24.00 wib, pasien merasakan tubuhnya lemas
bagian kiri saja tapi masih bisa berjalan dengan di topang oleh anaknya, pasien
juga sempat meminta untuk diantar ke kamar mandi untuk BAK, pada pukul
00.00 wib dini hari pada tanggal 17 mei 2014 pasien tiba di IGD RSAL dengan
keluhan panas naik turun 1 minggu yang lalu dan mual di IGD RSAL di beri
tindakan EKG, laborat, DL, GDA, KK , Rongen Thorak serta injeksi Cordaron
1x1 amp injeksi Ranitidin 1x1 amp. Pada tinjauan kasus tidak di dapatkan
kesenjangan dengan tinjauan pustaka karena dalam tinjauan pustaka tanda dan
gejala stroke akut dapat berupa : kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak,gangguan sensibilitas pada satu atau lebih
anggota badan (gangguan hemisensorik), afasia (bicara tidak lancar, kurangnya
ucapan, atau kesulitan memahami ucapan), disartria (bicara pelo atau
cadel),gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia, ataksia
(trunkal atau anggota badan), vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala. (Arif
Mansjoer.2002:18)
3. Riwayat penyakit dahulu
Hypertiroid 15 tahun yang lalu ( pembesaran ke dalam), hipertensi
(tidak mempunyai riwayat hipertensi), diabet melitus (tidak mempunyai riwayat
DM), asma (tidak mempunyai riwayat asma), jantung ( iya ). Pada tinjauan kasus
tidak di dapatkan kesenjangan pada tinjauan pustaka menurut (Dr. Wismaji
Sadewo Sp.BS dkk,2011:45). Stroke adalah salah satu gangguan pada jaringan

otak akibat kelainan kardiaovaskular. Kelainan ini dapat disebabkan kondisi


iskemik ataupun perdarahan. Stroke iskemik terjadi sekunder akibat oklusi arteri
pada 80% kasus, sebagian besar oklusi arteri akibat tromboembolisme.
4. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan keluarga tidak mempunyai riwayat penyakit stroke,
hipertensi, diabetes melitus, tapi pasien mengatakan ayahnya mempunyai riwayat
penyakit jantung dan adiknya yang sudah meninggal mempunyai riwayat penyakit
TBC. Pada tinjauan kasus tidak di dapatkan kesenjangan pada tinjauan pustaka
didapatkan adanya kesamaan penyebab tersering stroke adalah penyakit
degeneratif arterial, baik arterosklerosis pada pembuluh darah besar (dengan
tromboemboli) maupun penyakit pembuluh darah kecil (lipohialinosis). (Lionel
Ginsberg.2007:89)
Riwayat alergi : Pasien tidak mempunyai riwayat alergi obat-obatan atau
penggunaan obat obatan di masa yang lalu yang masih relevan dengan
kondisinya saat ini padahal pasien mempunyai riwayat penyakit jantung yang
dimana penyakit jantung merupakan salah satu faktor penyebab stroke pada
tinjauan kasus di dapatkan kesenjangan pada tinjauan pustaka dalam penggunaaan
obat obatan pencegahan stroke Asetol (asam asetil salsilat ) digunakan sebagai
obat pilihan pertama,dengan dosis berkisar antara 80-320mg/hari Antikoagualan
oral (warfarin/dikumarol) diberikan pada pasien dengan faktor resiko jantung
(fibrilasi atrium infark miokard akut, kelainan katub), kondisi koagulopati yang
laindengan syarat-syarat tertent. Dosis awal warfarin 10 mg/ hari dan disesuaikan
setiap hari berdasarkan hasil masa protrombin/ trombotes ( masa protrombin 1,31,5 kali kontrol atau INR = 2-3 atau trombotes 10-25 %), biasanya baru tercapai
setelah 3-5 hari pengobatan. Bila masa protrombin/ trombotes sudah stabilmaka
frekuensi pemeriksaannya dikurangi menjadi setiap minggukemudian bulan.

Pasien yang tidak tahan asetol, dapat diberikan tiklopidin 250-500 mg/hari dosis
rendah asetosal 80mg + cilostazol 50-100 mg/hari, atau asetosal 80 mg +
dipiridamol 75-150 mg/hari (Arif Mansjoer.2009:25)
I.

PENGKAJIAN PERSISTEM (Review of system)


1. Tanda- tanda vital, Suhu : 37 celcius, Nadi :80x/menit,Tekanan

darah:

140/80 mmHg, Frekuensi nafas : 20x/menit, Tinggi badan:166 cm, Berat


badan SMRS : 65 kg MRS : 65 kg, Kesadaran : composmentis
2. Sistem pernafasan (Breath)
Inspeksi : bentuk dada normo chest, tidak ada pernafasan cuping hidung,
tidak menggunakan otot bantu nafas.
Palpasi : pergerakan dada simetris
Perkusi : suara nafas sonor
Auskultasi : tidak ada suara tambahan ronchi dan whezing
3. Sistem kardiovaskular (blood)
Inspeksi
: Ictus cordis 4,5 midclavicula sinistra
Palapsi
: frekuensi nadi 80x/menit
Auskultasi
: bunyi jantung normal S1-S2 tunggal, tidak ada sura murmur dan gallop
4. Sistem persyarafan (Brain)
GCS
: Eye : 4
Verbal : 5
Motorik : 6 Total : 15
Reflek fisiologis
: bisep (-/+ ), trisep (-/+), patella (+/+)
Reflek patologis
: babinski (-/-), kernig (-/-), chaddok (-/-),
brudunsky (-), kaku kuduk (-)
Nervus 1(Olfaktorius)
: tidak ada gangguan terhadap persepsi bau
Nervus 2 (Optikus)
: tidak ada gangguan terhadap lapang
pandang
Nervus 3(Okulomotorius)

tidak

ada

gangguan

terhadap

menggerakkan bola mata mengangkat kelopak mata dan reflek pupil


Nervus 4 (Trochklearis)
:
tidak
ada
gangguan
terhadap
menggerakkan bola mata ke atas dan ke bawah
Nervus 5 (Trigeminus)
:
tidak
ada

gangguan

fungsi

pengecapan( rahang atas dan bawah tidak da gangguan)


Nervus 6 (Abdusen)
: tidak ada gangguan terhadap pergerakan
bola mata ke arah lateral

Nervus 7 (Fasialis)

: tidak ada gangguan pergerakan ekspresi

wajah
Nervus 8 (Akustikus)

: tidak ada gangguan terhadap pergerakan

keseimbangan dan pendengaran


Nervus 9 (Glosofaringeus) : ada gangguan menelan
Nervus 10 (Vagus)
: tidak ada gangguan terhadap prgerakan
lidah
Nervus 11 ( Asesoris)

: tidak ada gangguan terhadap pergerakan

leher dan kepala


Nervus 12 ( Hipoglosus)

: klien mampu menjulurkan lidah.

5. Sistem perkemihan (Bladder)


Tidak ada gangguan pada sistem perkemihan,tidak ada distensi dan retensi
urin, tidak terpasang folley cateter, pasien memakai popok, 2x/hari ganti
popok
6. Sistem pencernaan (Bowel)
Inspeksi
: bentuk perut normal (datar/flat) simetris, gerakan perut
sesuai aktivitas pernafasan
Auskultasi
: peristaltik usus normal 20x/menit
Palpasi
: nyeri tekan tidak ada,tidak ada pembesarn hepar ataupun
lien
Perkusi: suara perkusi timpani
7. Sistem muskuloskeletal (Bone)
Pergerakan senditerbatas pada kaki dan tangan sebelah kiri, kekuatan otot
5555
2222
5555
1111
Tidak ada krepitasi, terpasang infus RL 500cc/24jam ditangan sebelah
kanan.
8. Sistem integumen
Akral hangat, turgor kulit elastis,tidak terdapat lesi di kepala,tidak ada
bekas operasi, tidak terdapat luka dikubitus.
9. Sistem penginderaan
Mata
: bentuk mata normal, konjungtiva tidak anemis, sklera
berwarna putih,gerakan mata normal, reflek cahaya +/+.
Hidung
: septum hidung berada di tengah, tidak ada penumpukan
sekret dihidung

Telinga

: bentuk telinga normal,tidak adapenumpukan serumen

pada telinga, tidak ada gangguan pendengaran.


10. Sistem reproduksi dan genetalia
Tidak ada hemoroid,pasien berjenis kelamin perempuan.
Analisa data pada tinjauan pustaka hanya menguraikan teori saja
sedangkan pada kasus nyata disesuaikan dengan keluhan yang dialami pasien
karena penulis menghadapi pasien secara langsung
4.2
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma), edema cerebral, penurunan TD
sitematik/ hipoksia (hipovolemia,disritmia).
2. Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan, penurunan
kesadaran, hemiparase
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot /
ketahanan.
Tidak semua diagnosa keperawatan pada tinjauan pustaka muncul pada
tinjauan kasus pada kasus nyata, karena diagnosa keperawatan pada pasien dengan
diagnosa CVA ( cerebro Vascular Accident ) secara umum, sedangkan pada kasus
nyata diagnosa keperawatan di sesuaikan dengan kondisi pasien secara langsung.

4.3 Perencanaan
Pada perumusan tujuan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus. Pada
tinjauan pustaka perencanaan menggunakan kriteria hasil yang mengacu pada
pencapaian tujuan. Sedangkan pada tinjauan kasus perencanaan menggunakan
sasaran, dalam intervensinya dengan alasan penulis ingin berupaya memandirikan
pasien dan keluarga dalam pelaksanaan pemberian asuhan keperawatan melalui
peningkatan pengetahuan (kognitif), ketrampilan mengenai masalah (Afektif), dan
perubahan tingkah laku pasien (Psikomotor).

Dalam tujuan pada tinjauan kasus di cantumkan kriteria waktu karena pada
kasus nyata keadaan pasien secara langsung. Intervensi diagnosa keperawatan
yang ditampilkan antara tinjauan pustaka dan tinjauan kasus terdapat kesamaan
namun masing-masing intervensi tetap mengacu pada sasaran, data dan kriteria
hasil yang telah ditetapkan.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi,hematoma), edema serebral, penurunan TD sistemik atau
hipoksia (hipovelemia, disritmia jantung.), emboli Tujuan : setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran
biasa/ perbaikan , kognisi dan fungsi motorik / sensorik. kriteria hasil : Tanda
tanda vital stabil dan tidak ada tanda tanda peningkatan TIK, - Mempertahankan
tingkat kesadaran dengan terapi furosemid 1x1 tab,tekanan darah stabil MAP
tidak boleh >110mmHg.
Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan, penurunan
kesadaran, hemiparase, setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien
tidak terjadi aspirasi dengan kriteria hasil: pasien tidak menunjukkkan adanya
bukti pnemonia aspirasi, pasien dan keluarga dapat mendemonstrasikan tehnik
makan dan minum yang benar untuk memaksimalkan menelan, memantau dan
catat tanda-tanda vital setiap 4 jam tinggikan kepala tempat tidur pasien 90
selama makan dan 30 menit setelah makan, diharapakan tidak ada gangguan pola
nafas respiratory rate normal 20x/menit.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot /
ketahanan, setelah dilakukan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien
mampu meningkatkan kekuatan otot dan tidak terjadi kontraktur dengan kriteria
hasil tidak terjadi kontraktur Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan otot.

4.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah perwujudan atau realisasi dari perencanaan yang telah
disusun. Pelaksanaan pada tinjauan pustaka belum dapat direalisasikan karena
hanya membaha teori asuhan keperawatan. Sedangkan pada kasus nyata
pelaksanaan

telah

disusun

dan

direalisasikan

pada

pasien

dan

ada

pendokumentasian dan intervensi keperawatan.


Pelakasanaan rencana keperawatan dilakukan secara terkoordinasi dan
terintegrasi untuk pelaksanaan diagnosa pada kasus tidak semua sama pada
tinjauan pustaka, hal itu karena disesuaikan dengan keadaan pasien yang
sebenarnya.
Dalam melaksanakan pelaksanaan ini pada faktor penunjang maupun
faktor penghambat yang penulis alami. Hal hal yang menunjang dalam asuhan
keperawatan yaitu antara lain : adanya kerjasama yang baik dari perawat perawat
maupun dokter ruangan dan tim kesehatan lainnya, tersedianya sarana dan
prasarana diruangan yang menunjang dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dan
penerimaan adanya penulis.
Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi,hematoma), edema serebral, penurunan TD sistemik atau
hipoksia (hipovelemia, disritmia jantung.),emboli dilakukan tindakan observassi
tanda tanda vital setiap 4 jam untuk memantau adanya penurunan perfusi
jaringan serebral, menaikkan tempat tidur head up 15-30 derajat untuk
mengurangi resiko TIK, agar peredaran darah ke otak lancar, di berikan terapi
furosemid 1x1 tab untuk menyerap kelebihan cairan yang ada di otak karena dari
hail CT Scan terdapat Fluid collection, mengurangi resiko penurunan kesadaran.
Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan, penurunan
kesadaran, hemiparase, dilakukan tindakan screening disfagia mengecek

kesadaran pasien,mengecek wajah simetris apa tidak, mengecek uvula di tengah


apa tidak, memberikan air satu sendok teh untuk mengetahui pasien tersedak apa
tidak, memantau dan catat tanda-tanda vital setiap 4 jam tinggikan kepala tempat
tidur pasien 90 selama makan dan 30 menit setelah makan, diharapkan tidak ada
gangguan pola nafas respiratory rate normal 20x/menit.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot /
ketahanan, di lakukan tindakan penilaian kekuatan otot atau ketahanan otot,
mengkaji tingkat kemampuan fungsional, klasifikasi melalui skala 0-4 tingkat
kemampuan pasien (skala 0-4) 0:Pasien tidak tergantung dengan orang lain,
1:pasien butuh sedikit bantuan, 2:pasien butuh bantuan atau pengawasan
sederhana 3:pasien butuh bantuan atau peralatan yang banyak, 4:pasien sangat
tergantung pada pemberian pelayanan dan memberikan latihan gerak ROM
(Range Of Motion) untuk memeberikan massa pada otot dan memepertahankan
tingkat ketahanan dan kekuatan otot serta mencegah terjadinya kontraktur.
4.5 Evaluasi
Pada tinjauan pustaka evaluasi belum dapat di laksanakan karena
merupakan kasus semu sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi perubahan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah (hemoragi,
hematoma), edema serebral, penurunan TD sistemik atau hipoksia (hipovelemia,
disritmia jantung) emboli.
Perubahan perfusi jaringan cerebral teratasi selama 4x24 jam karena
tindakan yang tepat dan berhasil di laksanakan, pasien mampu mempertahankan
tingkat kesadaran composmentis tidak ada tanda tanda peningkatan TIK, tanda
tanda vital stabil, adanya peningkatan perfusi jaringan serebral teratasi pada
tanggal 22 mei 2014.

Diagnosa ke dua Resiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan,


penurunan kesadaran, hemiparase, teratasi selama 4x24 karena tindakan yang
tepat dan berhasil dilaksanakan tidak ada pnemonia aspirasi, pasien tidak batuk
batuk, pasien dan keluarga mampu mendemonstrasikan cara makan dan minum
yang benar dengan cara meninggikan tempat tidur 90 derajat saat makan dan 30
menit setelah makan, pasien sudah jarang tersedak saat makan ataupun minum
masalah teratasi pada tanggal 22 mei 2014.
Diagnosa ke tiga Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
penurunan kekuatan otot / ketahanan, tindakan teratasi selama 4x24 jam karena
tindakan yang tepat dan berhasil dilaksanakan dengan hasil kekuatan otot dan
ketahan otot meningkat dan pasien melakukan ROM ( Range Of Motion ) secara
mandiri dan masalah teratasi pada tanggal 22 mei 2014.
Pada akhir evaluasi semua tujuan dapat di capai : penurunan perfusi
jaringan serebral meningkat ditandai dengan tanda tanda vital stabil, tidak
adanya tanda tanda peningkatan TIK, resiko aspirasi berkurang ditandai dengan
pasien sudah jarang tersedak dan batuk, tidak ada pneumoni aspirasi, gangguan
mobilitas fisik meningkat di tandai dengan meningkatnya nilai kekuatan otot dan
pasien mampu melakukan kegiatan ROM secara mandiri dan kerjasama yang baik
antara pasien, keluarga dan tim kesehatan lain. Hasil evaluasi pada Ny. M sudah
sesuai dengan harapan masalah teratasi dan pasien KRS pada tanggal 22 mei 2014
pukul 13.45 WIB

Anda mungkin juga menyukai