Anda di halaman 1dari 25

Cadohe ciliK

Senin, 27 Mei 2013


Linimentum

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bentuk sediaan obat (BSO) diperlukan agar penggunaan senyawa obat/zat berkhasiat
dalam farmakoterapi dapat secara aman, efisien dan atau memberikan efek yang optimal.
Umumnya bentuk sedian obat mengandung satu atau lebih senyawa obat/zat yang berkhasiat
dan bahan dasar/vehikulum yang diperlukan untuk formulasi tertentu. Dalam memilih bentuk
sediaan obat perlu memperhatikan sifat bahan obat, sifat sediaan, kondisi penderita dan

penyakitnya, harga, dll. Disamping itu perlu diperhatikan pula penulisan resepnya agar jelas
dan lengkap ,sehingga tidak memberikan permasalahan dalam pelayanannya
Linimentum merupakan sediaan cair yang digunakan untuk pemakaian topikal pada
kulit. Bentuk sediaan linimentum dapat berupa emulsi, suspensi atau solutio dalam minyak
atau alkohol tergantung dari zat aktifnya.
Sifat-sifatnya :
1.

Dipakai pada kulit yang utuh (tidak boleh adanya luka berakibat terjadinya iritasi) dan

2.

dengan caradigosokkan pada permukaan kulit.


Apabila pelarutnya minyak, iritasinya berkurang apabila dibandingkan dengan pelarut

alkohol.
3. Linimentum dengan pelarut alkohol atau hidroalkohol baik digunakan untuk tujuan counter
irritan sedang pelarut minyak cocok untuk tujuan memijat atau mengurut.Contoh :
Linimentum salonpas ( untuk counteriritant)
Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah praktikan dapat membuat sediaan linimentum
dengan takaran yang sesuai, mengetahui tata cara pembuatan linimentum dan penulisan resep
linimentum.
TINJAUAN PUSTAKA
Linimentum atau liniment adalah sediaan cair atau kental yang mengandung analgesik
dan zat yang memiliki sifat rubefacient untuk menghangatkan, dan digunakan sebagai
aplikasi topikal.
Sulfur praecipitatum atau belerang endap memiliki ciri-ciri warna kuning pucat,
sangat halus tidak berbau, dan tidak berasa. Fungsi utama dari Sulfur praecipitatum adalah
sebagai keratolitik agent yaitu suatu zat yang dapat menghilangkan sisik-sisik kulit yang
kasar atau melunakkan/menipiskan lapisan keratin, di samping itu juga memiliki aktivitas
antifungi dan antibakteri lemah. Sulfur sering dikombinasikan dengan asam salisilat
menghasilkan efek keratolitik yang sinergis. Sulfur dipakai sebesar 10% adalah dosis yang
optimal sebagai keratolotik agent dan merupakan dosis maksimum untuk terapi scabies/kudis
sehingga akan mendapatkan hasil yang efektif. Sulfur praecipitatum praktis tidak larut dalam
air, sangat mudah larut dalam karbon disulfide, sukar larut dalam minyak zaitun, praktis tidak
larut dalam etanol.
Oleum cocos merupakan minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan endosperm
kering Cocos nucifera L; berbentuk cairan jernih, lembut, memiliki rasa hambar, dan bau

yang aneh berfungsi sebagai zat tambahan. Oleum cocos ini mampu membentuk busa putih,
tidak diendapkan oleh garam, dan karena itu dapat digunakan dengan air laut. Busa akan
terbentuk jika oleum cocos dicampur dengan air yang banyak, namun bila dicampur dengan
air yang sedikit oleum cocos ini akan menggumpal. Jika terpapar sinar matahari, oleum
cocos ini akan menjadi tengik. Titik leleh berkisar dari 20 sampai 28 C (68 sampai 82,4
F.).
Oleum ricini atau minyak jarak merupakan minyak yang diperoleh dari biji Ricinus
communis Linne yamg berfungsi sebagai lucbricant. Oleum ricini (minyak jarak) ini
merupakan trigliserida yang berkhasiat sebagai laksansia. Di dalam usus halus, minyak ini
mengalami hidrolisis dan menghasilkan asam risinoleat yang merangsang mukosa usus,
sehingga mempercepat gerak peristaltiknya dan mengakibatkan pengeluaran isi usus dengan
cepat. Dosis oleum ricini adalah 2 sampai 3 sendok makan (15 sampai 30 ml), diberikan
sewaktu perut kosong. Efeknya timbul 1 sampai 6 jam setelah pemberian, berupa pengeluaran
buang air besar berbentuk encer (Anwar, 2000).
Pemakaian kata gliserol dan gliserin sering membuat orang bingung. Gliserol dan
gliserin adalah sama, tetapi pemakaian kata gliserol biasa dipakai jika kemurnian rendah
(masih terkandung dalam air manis) sedangkan pemakaian kata gliserin dipakai untuk
kemurnian yang tinggi. Tetapi secara umum, gliserin merupakan nama dagang dari gliserol.
Gliserol dapat dihasilkan dari berbagai hasil proses, seperti :
1. Fat splitting, yaitu reaksi hidrolisa antara air dan minyak menghasilkan gliserol dan asam
lemak.
2. Safonifikasi lemak dengan NaOH, menghasilkan gliserol dan sabun
3. Transesterifikasi lemak dengan metanol menggunakan katalis NaOCH3 (sodium
methoxide), menghasilkan gliserol dan metil ester
Gliserol yang dihasilkan dari hidrolisa lemak atau minyak pada unit fat splitting ini masih
terkandung dalam air manis (sweet water). Kandungan gliserol dalam air manis biasanya
diuapkan untuk mendapatkan gliserol murni (gliserin). Biasanya untuk pemurnian gliserol ini
memerlukan beberapa tahap proses, seperti:
1. Pemurnian dengan sentrifuse
2. Evaporasi
3. Filtrasi
Dalam Industri farmasi, gliserin digunakan untuk antibiotik, capsule dan lain-lain.
Sedangkan dalam bidang kosmetik digunakan sebagai body agent, emollient, humectant,

lubricant, solven. Biasanya dipakai untuk skin cream and lotion, shampoo and hair
conditioners, sabun dan deterjen.
Gum arab dihasilkan dari getah bermacam-macam pohon Acasia sp. di Sudan dan
Senegal. Gum arab pada dasarnya merupakan serangkaian satuan-satuan D-galaktosa, Larabinosa, asam D-galakturonat dan L-ramnosa. Berat molekulnya antara 250.000-1.000.000.
Gum arab jauh lebih mudah larut dalam air dibanding hidrokoloidlainnya. Pada olahan
pangan yang banyak mengandung gula, gum arab digunakan untuk mendorong pembentukan
emulsi lemak yang mantap dan mencegah kristalisasi gula (Tranggono dkk,1991). Gum
dimurnikan melalui proses pengendapan dengan menggunakan etanol dan diikuti proses
elektrodialisis (Stephen and Churms, 1995). Menurut Imeson (1999), gum arab stabil dalam
larutan asam. pH alami gum dari Acasia Senegal ini berkisar 3,9-4,9 yang berasal dari residu
asam glukoronik. Emulsifikasi dari gum arab berhubungan dengan kandungan nitrogennya
(protein).
Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis
pengental ini juga tahan panas pada proses yang menggunakan panas namun lebih baik jika
panasnya dikontrol untuk mempersingkat waktu pemanasan, mengingat gum arab dapat
terdegradasi secara perlahan-lahan dan kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas.
Menurut Alinkolis (1989), gum arab dapat digunakan untuk pengikatan flavor, bahan
pengental, pembentuk lapisan tipis dan pemantap emulsi. Gum arab akan membentuk larutan
yang tidak begitu kental dan tidak membentuk gel pada kepekatan yang biasa digunakan
(paling tinggi 50%). Viskositas akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi
(Tranggono dkk, 1991). Gum arab mempunyai gugus arabinogalactan protein(AGP) dan
glikoprotein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental (Gaonkar,1995).
Hui (1992) menambahkan bahwa gum arab merupakan bahan pengental emulsi yang
efektif karena kemampuannya melindungi koloid dan sering digunakan pada pembuatan roti.
Gum arab memiliki keunikan karena kelarutannya yang tinggi dan viskositasnya rendah.
Karakteristik kimia gum arab berdasar basis kering dapat dilihat pada Tabel
Komponen Nilai (%)
Galaktosa

36,2

Arabinosa

30,5

Rhamnosa

13,0

Asam glukoronik

19,5

Protein

2,24

Sumber : Glicksman (1992)

MATERIAL DAN METODELOGI


Bahan Praktikum
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sulfur praecipitatum,
oleum ricini, oleum cocos, glicerinum, gom untuk minyak, gom untuk sulfur, aqua.
Alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan pada paraktikum kali ini adalah timbangan, kertas
perkamen, sendok tanduk, mortar, stamper, cawan porselin, gelas arloji, etiket warna biru,
botol, selotip
Metode Praktikum
Botol dilakukan peneraan sampai 50 ml, kemudian diberi tanda. Selanjutnya
timbangan dilakukan peneraan juga dengan dialasi kertas perkamen. Semua bahan ditimbang,
dengan menggunakan sendok tanduk sulfur praecipitatum diambil sebanyak 3,0 gram,
selanjutnya oleum ricini dituang langsung pada cawan porselin sebanyak 2,0 gram kemudian
ditimbang dan dialasi kertas perkamen. Sebanyak 3,0 gram oleum cocos dituang langsung
pada gelas arloji lalu ditimbang dengan dialasi kertas perkamen. Begitu juga dengan,
Gliscerinum, sebanyak 1,0 gram glicerinum dituang langsung pada gelas arloji lalu ditimbang
dengan dialasi kertas perkamen. Selanjutnya dengan menggunakan sendok tanduk, diambil
gom untuk minyak dan gom untuk sulfur masing-masing sebanyak 2,5 gram dan 0,5 gram,
kemudian ditimbang dengan dialasi kertas perkamen. Terakhir adalah aqua sebanyak 1

gom ad 50 ml
Mortar kering dan bersih, disiapkan kemudian dimasukkan ol.ricini dan ol.cocos,
diaduk homogen kemudian ditambahkan gom 2,5 g, dicampur sampai homogen. Aqua
sebanyak 3,75 ml ditambahkan sekaligus diaduk cepat dan searah sampai terbentuk corpus
emulsi (CE). Gliserin ditambahkan sedikit-sedikit pada corpus emulsi, diaduk perlahan. Air
ditambahkan sedikit-sedikit, diaduk cepat searah sampai ada perubahan fase dari emulsi A/M
menjadi M/A (lebih encer). Kemudian diencerkan dengan air 10 ml lalu diaduk, dimasukkan
ke dalam botol. Mortar dibilas dengan 5 ml air lalu dimasukkan ke dalam botol.
Mucilago dibuat lagi dalam mortar dengan cara, 0,5 g gom ditambah 0,75 ml air
diaduk cepat dan searah sampai terbentuk mucilage, kemudian disisihkan. Sulfur dimasukkan
dalam mortar, digerus lalu dicampur dengan mucilage, 5 ml aqua ditambahkan, diaduk

sampai homogeny lalu dimasukkan ke dalam botol. Mortar dibilas lagi dengan 5 ml air,
dimasukkan ke dalam botol. Terakhir, botol ditutup.
HASIL

Gambar 1. Hasil pembuatan linimentum.


Sediaan obat yang dibuat pada praktikum ini adalah linimentum. Dimasukkan ke dalam botol,
diberi etiket warna biru tanda bahwa sediaan ini adalah obat luar (topikal) dan pada kemasan
diberi label kocok dahulu.
PEMBAHASAN
Linimentum atau liniment adalah sediaan cair atau kental yang mengandung analgetik
dan zat yang memiliki sifat rubefacient untuk menghangatkan, dan digunakan sebagai
aplikasi topikal.
Pada pembuatan sediaan linimentum ini, pertama yang dicampurkan adalah oleum
ricini dan oleum cocos. Oleum cocos merupakan minyak lemak yang diperoleh dengan
pemerasan endosperm kering Cocos nucifera L; berbentuk cairan jernih dan berfungsi
sebagai zat tambahan. Sedangkan oleum ricini atau minyak jarak merupakan minyak yang
diperoleh dari biji Ricinus communis Linne yamg berfungsi sebagai lucbricant. Kedua zat ini
berbasis minyak, sehingga tidak dapat larut dengan zat aktif (sulfur praecipitatum) sehingga
diperlukan zat pembawa yaitu gom. Pada penggunaan ini, gom arab digunakan untuk
memperbaiki kekentalan atau viskositas (pengental), penstabil, dan pengemulsi.
Tahap selanjutnya yaitu penambahan air kemudian diaduk dengan cepat. Pengadukan
yang cepat ini dilakukan agar dapat terbentuk corpus emulsi. Jika pengadukan kurang cepat
maka sulit terbentuk CE dan larutan tidak menyatu. Setelah terbentuk CE, ditambahkan
gliserin sedikit demi sedikit; aduk perlahan lalu tambahkan air sedikit demi sedikit dan aduk
cepat searah sampai terjadi perubahan fase dari air dalam minyak menjadi minyak dalam air
(lebih encer).
Langkah selanjutnya yaitu pencampuran air dengan gom hingga terbentuk mucilago.
Mucilago merupakan masa yang kental seperti getah; termasuk serat yang larut air. Kemudian
ditambahkan sulfur praecipitatum, 5 ml aqua; aduk hingga homogen. Larutan tersebut
dimasukkan dalam botol dan ditambahkan air sampai 50 ml. Setelah itu botol ditutup.

Fungsi keseluruhan dari obat ini yaitu sebagai linimentum anti scabies, yang
digunakan 3 x sehari dan digosokkan perlahan pada bagian yang sakit. Etiket yang digunakan
yang berwarna biru dan pada kemasan diberi label kocok dahulu. Belerang endap (sulfur
praecipitatum) dalam minyak merupakan sediaan yang aman dan efektif. Kekurangannya
adalah pemakaian tidak boleh kurang dari 3 hari karena tidak efektif terhadap stadium telur,
berbau dan dapat menimbulkan iritasi.
Mekanisme belerang endap sebagai anti scabies yaitu saat linimentum yang
mengandung belerang diaplikasikan, sulfur bereaksi dengan substansi pada kulit agar
menghasilkan hydrogen sulfide, antibacterial yang berfungsi juga sebagai anti-inflamasi dan
menyebabkan kulit melepaskan sel mati. Mekanisme ini membantu kecepatan penyembuhan
akibat infeksi scabies.
Scabies merupakan penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit Sarcoptes scabiei.
Scabies merupakan penyakit kulit yang sering ditemukan di Indonesia. Hal ini dikarenakan
iklim tropis Indonesia sangat mendukung perkembangan agen penyebab scabies. Selain itu,
kepekaan individu juga berpengaruh terhadap infestasi oleh agen.
Sarcoptes scabiei menyukai bagian tubuh yang jarang rambutnya, misalnya daerah
abdomen. Hewan terlihat tidak tenang akibat rasa gatal dengan menggaruk atau
menggosokkan pada benda keras. Rasa gatal tersebut timbul dari adanya allergen yang
merupakan hasil metabolisme Sarcoptes scabiei. Selain itu, adanya aktifitas Sarcoptes scabiei
misalnya berpindah tempat, juga dapat menyebabkan gatal. Rambut rontok dan patah-patah
akibat sering menggaruk pada bagian yang gatal. Adanya lesi dengan tepi yang tidak merata
disertai keropeng, kulit bersisik dan diikuti terjadinya reruntuhan jaringan kulit. Nafsu makan
hewan turun, dan pada akhirnya akan diikuti penurunan berat badan sehingga hewan akan
tampak kurus.
KESIMPULAN
Fungsi keseluruhan dari obat ini yaitu sebagai linimentum anti scabies. Zat aktif
sulfur praecipitatum (belerang endap) bereaksi dengan substansi pada kulit agar
menghasilkan hydrogen sulfide, antibacterial yang berfungsi juga sebagai anti-inflamasi dan
menyebabkan kulit melepaskan sel mati. Mekanisme ini membantu kecepatan penyembuhan
akibat infeksi scabies. Penggunaan linimentum ini digosokkan pelan-pelan pada bagian yang
sakit.
DAFTAR PUSTAKA

[Anonim].The Role Of Dietary Fiber From Health Maintenance, Prevention And Therapy Aspects.
Dalam Peran Serat Makanan (Dietary Fiber) hal. 45
Alinkolis, J. J. 1989. Candy Technology. The AVI Publishing Co. Westport-Connecticut
Gaonkar, A. G. 1995. Inggredient Interactions Effects on Food Quality. Marcell Dekker, Inc., New York
Hui, Y. H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. Volume II. John Willey and Sons
Inc, Canada
Imeson, A. 1999. Thickening and Gelling Agent for Food. Aspen Publisher Inc, New York
Stephen, A. M. and S. C. Churms. 1995. Food Polysaccarides and Their Applications. Marcell
Dekker, Inc, New York
Syamsuni H. 2006. Farmasetika dasar dan hitungan farmasi. Jakarta: EGC
Tranggono, S., Haryadi, Suparmo, A. Murdiati, S. Sudarmadji, K. Rahayu, S. Naruki, dan M. Astuti.
1991. BahanTambahan Makanan (Food Additive). PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta
Diposkan oleh Monika Andriani di 11.32
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: Farmakologi
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Bahan Kuliahku..

Bedah (1)

Diagnostik (6)

Farmakologi (3)

Kedokteran Hewan (7)

Kesmavet (6)

Klinik (1)

Part of me (11)

PascaSarjana (3)

Patologi (4)

Penyakit Dalam (3)

People around me (2)

Unggas (3)

Who r u?
Daily Calendar
Pengikut
Arsip Blog

2015 (2)

2014 (5)

2013 (31)
o Desember (1)
o November (2)
o Juli (2)
o Juni (8)
o Mei (18)

Pemburuan parasit :D

Another tugas patologi :D

Last day in Virologi & Bakteriologi ^^

Linimentum

Happy Sunday (Minggu terakhir dibulan MEI)

Slowly but sure -___-

SENYAWA KIMIA YANG BEKERJA LOKAL ( SETEMPAT )

AMPUTASI OS HUMERUS SINISTRA PADA KUCING

LAPORAN KASUS HIPOKALSEMIA KAMBING

PEMERIKSAAN HEMATOLOGI KUCING

Rumah Sehat?

Cinta bersemi di Kampus Ungu

Another day in DIAGNOSTIK

Pasukan berani mati : Diagnostik \^,^/

New day...New Lab..Here we are DIAGNOSTIK!!!!! ^^

Finish on pathology :) :D

Last day in Pathology ^^

Today in Pathology :)

2011 (2)

Mengenai Saya

Monika Andriani
Calon Dokter Hewan dengan cita-cita ingin keliling duniaaa :D
Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

(dr. Ahimsa Yoga


Anindita)
Medical Doctor | Mandarin Teacher | British English Speaker | Bahasa Indonesia Lover |
Chinese Foods Eater | You can get many compositions from me simply right here. Enjoy
them! | My contact : ahimsanindita@gmail.com

Wednesday, December 7, 2011


INTERNA - GASTROENTEROHEPATOLOGI - LAKSATIF
A. PENDAHULUAN
Konstipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang susah atau jarang
mengeluarkan feses.1 Tetapi menurut kriteria Rome III seseorang dikatakan mengalami
konstipasi bila mengalami minimal 2 keluhan berikut ini yaitu defekasi kurang dari 3 kali
per minggu, mengejan saat defekasi, feses yang keras, perasaan tidak lampias setelah
defekasi, perasaan adanya hambatan atau obstruksi saat defekasi, dan adanya evakuasi
manual untuk mengeluarkan feses misalnya dengan jari.2
Meskipun bukan merupakan penyakit, konstipasi bukan merupakan sesuatu yang
sepele karena jika tidak ditangani dengan baik konstipasi dapat berkomplikasi menjadi
hemoroid, fisura ani, prolaps rektal, ulkus sterkoral, melanosis koli dan beberapa
gangguan lainnya yang jelas dapat mengganggu aktivitas.3 Sekitar 80 % manusia pernah
mengalami konstipasi dalam hidupnya. Menurut National Interview Survey pada tahun
1991, sekitar 4,5 juta penduduk amerika mengeluh menderita konstipasi terutama pada
anak-anak, perempuan,dan orang yang berusia diatas 65 tahun. Hal ini mengakibatkan
kunjunag ke dokter sebanyak 2,5 juta kali/tahun dan menghabiskan dana sekitar 725 juta
dolar untuk obat-obat laksatif.3
Secara umum penanganan konstipasi itu harus disesuaikan dengan kondisi
masing-masing pasien dengan memperhitungkan lama dan intensitas konstipasi, faktorfaktor kontribusi yang potensial, usia pasien, dan harapan hidup. Terapi inisial yang

digunakan biasanya berupa diet dengan penekanan pada peningkatan asupan serat
makanan (dietary fiber), fluid intake yang cukup dan regular exercise. Jika terapi ini tidak
berhasil baru diberikan terapi farmakologis berupa laksatif, behavioral, dan operasi. 3,4,5
Laksatif atau yang dikenal sebagai pencahar merupakan terapi farmakologis yang
sangat umum digunakan masyarakat. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar 2007
menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia masih kurang konsumsi serat dari sayur
dan buah, kurang olah raga dan bertambah makan makanan yang mengandung pengawet,
jadi laksatif masih menjadi pilihan utama untuk mengatasi konstipasi. Karena tidak semua
laksatif dapat digunakan dalam waktu jangka panjang, maka pemilihan laksatif yang tepat
harus sangat diperhatikan. 3
B. .LAKSATIF
1. Definisi
Laksatif atau urus-urus atau pencahar ringan adalah obat yang berkhasiat untuk
memperlancar pengeluaran isi usus. Disebut juga sebagai aperients dan aperitive. 1
2. Mekanisme Kerja Laksatif
Mekanisme pencahar yang sepenuhnya masih belum jelas, namun secara umum dapat
dijelaskan sebagai berikut : 6
a. Sifat hidrofilik atau osmotiknya sehingga terjadi penarikan air dengan akibat massa,
konsistensi, dan transit feses bertambah.
b. Laksatif bekerja secara langsung ataupun tidak langsung pada mukosa kolon dalam
menurunkan absorbs NaCl dan air
c. Laksatif juga dapat meningkatkan motilitas usus dengan akibat menurunnya absorbs
garam dan air yang selanjutnya mengubah waktu transit feses.
Gambar 1. Gambar Mekanisme Kerja Laksatif
3. Klasifikasi laksatif
a. Bulk Laxatives atau Laksatif Pembentuk Massa
Bulk laxative digunakan bila diet tinggi serat tidak berhasil menangani
konstipasi. Obat golongan merupakan obat yang berasal dari alam atau dibuat secara
semisintetik. Bulk laxative seperti metilselulosa, natrium karboksilmetilselulosa,
kalsium polikarbofil dan psyllium adalah polisakarida atau derivat selulosa yang

menyerap air ke dalam lumen kolon dan meningkatkan massa feses dengan menarik
air dan membentuk suatu hidrogel sehingga terjadi peregangan dinding saluran
cerna dan merangsang gerak peristaltik. Hal tersebut akan menstimulasi motilitas
dan mengurangi waktu transit feses di kolon. Rasa kembung dan frekuensi flatus
mungkin meningkat. Namun, laksatif ini cukup aman digunakan dalam jangka
panjang. Pada penggunaan laksatif ini, asupan cairan yang adekuat sangat
diperlukan, jika tidak akan dapat menimbulkan dehidrasi. 4,5,6,7,8,9
Pada pasien yang tidak bereaksi terhadap terapi tunggal bulk laxatives,
pilihan selanjutnya adalah dengan menambahkan laksatif jenis lain. Setiap jenis
laksatif memiliki mekanisme tersendiri. Berikut akan dijelaskan mengenai macammacam laksatif pembentuk massa: 6,7,8
1) Metilselulosa
Obat ini diberikan secara oral, tidak diabsorbsi melalui slauran cerna
sehingga diekskresi melalui tinja. Dalam cairan usus, metilselulosa akan
mengembang membentuk gel emolien atau larutan kental, yang dapat
melunakkan tinja. Mungkin residu yang tidak dicerna merangsang peristaltik
usus secara refleks. Efek pencahar diperoleh setelah 12-24 jam, dan efek
maksimal setelah beberapa hari pengobatan. Obat ini tidak menimbulkan efek
sistemik.7,8 Tetapi pada beberapa pasien bisa terjadi obstruksi usus atau esofagus,
oleh karena itu metilselulosa tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan
mengunyah.6
Metilselulosa digunakan untuk melembekkan feses pada pasien yang tidak
boleh mengejan, misalnya pasien dengan hemoroid. Sediaan adalam bentuk
bubuk atau granula 500 mg, tablet atau kapsul 500 mg. Dosis anak 3-4 kali 500
mg / hari, sedangkan dosis dewasa 2-4 kali 1,5 g / hari.6
2) Natrium karboksimetilselulosa
Obat ini memiliki sifat-sifat yang sama dengan metilselulosa, hanya saja
tidak larut dalam cairan lambung dan bisa digunakan sebagai antasid. 8 Sediaan
dalam bentuk tablet 0,5 g dan 1 g, atau kapsul 650 mg. Dosis dewasa adalah 3-6
g.6
3) Psilium (Plantago)
Psilium sekarang telah digantikan dengan preparat yang lebih murni dan
ditambahkan musiloid, yaitu merupakan substansi hidrofilik yang membentuk
gelatin bila bercampur dengan air; dosis yang dianjurkan 1-3 kali 3-3,6 g sehari
dalam 250 ml air atau sari buah. Pada penggunaan kronik, psilium dikatakan

dapat menurunkan kadar kolesterol darah karena mengganggu absorbsi asam


empedu.6,7
4) Agar-agar
Merupakan koloid hidrofil, kaya akan hemiselulosa yang tidak dicerna dan
tidak diabsorbsi. Dosis yang dianjurkan ialah 4-16 g. Agar-agar yang biasa
dibuat merupakan pencahar massa yang muda didapat. Dosis dewasa 4-16 g.6
5) Polikarbofil dan kalsium polikarbofil
Merupakan poliakrilik resin hidrofilik yang tidak diabsorbsi, lebih banyak
mengikat air dari pencahar pembentuk massa lainnya.8 Polikarbofil dapat
mengikat air 60-100 kali dari beratnya sehingga memperbanyak massa tinja.
Preparat ini mengandung natrium dalam jumlah kecil. Dalam saluran cerna
kalsium polikarbofil dilepaskan ion Ca2+, sehingga tidak boleh diberikan pada
pasien dengan pembatasan asupan kalium. Dosis dewasa 1-2 kali 1000 mg /
hari, maksimum 6 g / hari, disertai air minum 250 ml.6
b. Laksatif Emolien
Laksatif ini sering digunakan sebagai adjuvan dari bulk atau stimulant
laxatives. Laksatif ini dapat ditolerensi tubuh dengan baik.4
Obat yang termasuk golongan ini memudahkan defekasi dengan jalan
melunakkan feses tanpa merangsang peristaltik usus, baik secara langsung maupun
tidak langsung.8 Berikut adalah macam-macam laksatif emolien: 6,7,8
1) Zat Penurun Tegangan Permukaan (Surface Active Agent)
Obat yang termasuk golongan ini adalah dioktilnatrium sulfosuksinat dan
parafin.
a) Dioktilnatrium Sulfosuksinat
Cara kerja dioktilnatrium sulfosuksinat adalah dengan menurunkan
tegangan sehingga memepermudah peneterasi air dan lemak ke dalam masa
tinja. Tinja menjadi lunak setelah 24-48 jam.6,7
Sediaan dalam tablet 50-300 mg, suspensi 4 mg / ml. Dosis untuk anak
10-40 mg / hari, sedangkan dosis untuk dewasa adalah 50-500 mg / hari.
Penggunaan bisa mengakibatkan efek samping berupa kolik usus, bahkan
muntah dan diare. Dioktilnatrium sulfosuksinat juga bersifat hepatotoksik.6
b) Parafin Cair (Mineral Oil)
Adalah campuran hidrokarbon yang diperoleh dari minyak bumi.
Setelah minum obat ini, maka tinja akan menjadi lunak disebabkan
berkurangnya reabsorbsi air dari tinja. Parafin cair tidak dicerna di dalam
usus dan hanya sedikit yang diabsorbsi. Yang diabsorbsi ditemukan pada
limfonosi mesenterik, hati, dan limpa.6,7,8
Dosis yang dianjurkan untuk dewasa adalah 15-30 ml / hari. Kebiasaan
menggunakan parafin cair akan mengganggu absorbsi zat larut lemak,

misalnya absorbsi karoten menurun 50%, juga absorbsi vitamin A dan D


akan menurun. Absorbsi vitamin K menurun akibat hipoprotrombinemia;
dan juga dilaporkan terjadinya pneumonia lipid. Obat ini juga memiliki efek
samping berupa pruritus ani, menyulitkan penyembuhan pascabedah
anorektal, dan bisa menyebabkan perdarahan. Jadi untuk penggunaan kronik,
obat ini tidak aman.6
c) Minyak Zaitun
Minyak zaitun yang dicerna akan menurunkan sekresi dan motilitas
lambung dan juga bisa merupakan sumber energi. Dosis yang dianjurkan
sebanyak 30 mg.6
c. Laksatif Stimulan (Perangsang)
Laksatif golongan ini mengalami hidrolisis di usus oleh enzim enterosit
atau flora di kolon. Efek primer laksatif ini berpengaruh pada perubahan transport
elektrolit pada mukosa intestinal dan secara umum bekerja selama beberapa jam.
Dalam klasifikasinya, Schiller memasukan laksatif jenis ini ke dalam kelas
secretagogues dan agen yang berefek langsung pada epitel, syaraf, atau sel otot
polos.4,5,6,7,8
Laksatif perangsang bekerja merangsang mukosa, saraf intramural atau otot
polos sehingga meningkatkan peristaltis dan sekresi lendir usus. Banyak di antara
laksatif perangsang bekerja untuk mensistesis prostaglandin dan siklik AMP, di
mana hal ini akan meningkatkan sekresi elektrolit. Penghambatan sintesis
prostaglandin dengan indometasin menurunkan efek berbagai obat ini terhadap
sekresi air. Difenilmetan dan antrakinon kerjanya terbatas hanya pada usus besar
sehingga terdapat masa laten 6 jam sebelum timbul efek pencahar. Minyak jarak,
hanya bekerja pada usus halus memiliki masa laten 3 jam. Berikut akan dijelaskan
beberapa jenis laksatif perangsang: 4,5,6,7
1) Minyak Jarak (Castrol Oil-Oleum Ricini)
Berasal dari biji Ricinus communis, merupakan suatu trigliserida asam
risinoleat dan asam lemak tidak jenuh. Di dalam usus halus minyak jarak
dihidrolisis menjadi gliserol dan asam risinoleat oleh enzim lipase. Asam
risinoleat merupakan bahan aktif. Minyak jarak juga bersifat emolien. Sebagai
pencahar, obat ini tidak banyak lagi digunakan karena banyak obat lain yang lebih
aman.6,7
Dosis untuk dewasa adalah 15-60 mL, sedangkan untuk anak-anak adalah
5-15 mL. Efek samping dari minyak jarak antara lain kolik, dehidrasi dengan

gangguan elektrolit, confussion, denyut nadi tidak teratur, kram otot, rash kulit,
dan kelelahan. Minyak jarak dianjurkan diberikan pagi hari waktu perut kosong.
Jika dosisnya ditambah, tidak akan menambah efek pencahar, dan efek pencahar
akan terlihat setelah 3 jam.6
2) Difenilmetan
Derivat difenilmetan yang sering digunakan adalah bisakodil. Beberapa
derivat difenilmetan:
a) Fenolftalein
Diberikan per oral dan mengalami absorbsi kira-kira 15% di usus halus.
Efek

fenolftalein

dapat

bertahan

lama

karena

mengalami

sirkulasi

enterohepatik. Sebagian besar fenolftalein diekskresi melalui tinja, sebagian


lagi diekskresikan di ginjal dalam bentuk metabolitnya. Jika diberikan dalam
dosis besar, akan ditemukan dalam bentuk utuh dalam urin, dan pada suasana
alkali akan menyebabkan urin dan tinja berwarna merah. Ekskresi melalui ASI
sangat kecil sehingga tidak akan mempengaruhi bayi yang sedang disusui.4,5,6
Sediaan dalam bentuk tablet 125 mg, dosis 60-100 mg. Fenolftalein
relatif tidak toksik untuk pengobatan jangka pendek, tetapi dosis yang
berlebihan akan meningkatkan kehilangan elektrolit. Bisa menyebabkan reaksi
alergi. Efek pencahar akan terlihat setelah 6-8 jam.6
Namun penggunaan fenilptalein sudah dilarang karena bersifat
karsinogen.7
b) Bisakodil
Pada penelitian pada tikus, bisakodil mampu dihidrolisis menjadi
difenol di usus bagian atas. Difenol yang diabsorbsi mengalami konjugasi di
hati dan dinding usus. Metabolit akan diekskresi melalui empedu, dan
selanjutnya mengalami rehidrolisis menjadi difenol yang akan merangsang
motilitas usus besar.6,7
Sediaan berupa tablet bersalut enteral 5 mg dan 10 mg. Sediaan
supositoria 10 mg. Dosis dewasa 10-15 mg, dosis anak 5-10 mg. Efek samping
berupa kolik usus dan perasaan terbakar pada penggunaan rektal. Efek
pencahar akan terlihat setelah 6-12 jam, sedangkan pada pemberian rektal efek
pencahar terlihat setelah setengah sampai satu jam. Pada pemberian oral,
bisakodil diabsorbsi kira-kira 5% dan diekskresi bersama urin dalam bentuk
glukuronid, tetapi ekskresi utama adalah di dalam tinja.6
c) Oksifenisatin asetat

Bagaimana respon tubuh terhadap oksifenisatin asetat mirip dengan


bisakodil. Efek pencaharnya tidak melebihi bisakodil. Obat ini jarang
digunakan karena dapat menimbulkan hepatitis dan ikterus.4,5,7
Sediaan berupa tablet 5 mg atau sirup 5 mg / 5 ml, supositoria 10 mg.
Dosis dewasa oral 4-5 mg, per rektal 10 mg. Sedangkan untuk anak per oral 12 mg. Efek samping bisa berupa hepatitis, ikterus, dan reaksi alergi. Efek
pencahar setelah 6-12 jam kemudian.6
3) Antrakinon
Efek pencahar golongan ini bergantung pada antrakinon yang dilepaskan
dari ikatan glikosidanya. Efek pencahar antrakinon timbul setelah 6 jam. Setelah
pemberian oral sebagian akan diabsorbsi dalam bentuk glikosidanya. Sebagian
glikosida dihidrolisis oleh enzim flora usus menjadi antrakinon dan bekerja
sebagai pencahar di kolon. Efek antrakinon yang tidak diinginkan adalah efek
pencahar yang berlebihan. Zat aktif bisa ditemukan pada ASI sehingga bisa
mempengaruhi bayi yang disusui. Melanosis kolon bisa terjadi, namun bisa
menghilang dengan penghentian pemakaian obat selama 4-12 bulan.4,6,7
a) Kaskara Sagrada
Berasal dari kulit pohon Rhamnus purshiana. Sediaan dalam bentuk
sirup, eliksir, tablet 125 mg. Dosis 2-5 mL, dosis 100-300 mg. Efek samping
adalah pigmentasi mukosa kolon. Zat aktif bisa ditemukan pada ASI. Efek
pencahar bisa telihat setelah 8-12 jam.6
b) Sena
Berasal dari daun atau buah Cassia acutifolia atau Cassia angustifolia,
terdapat zat aktif senosida A dan B. Sebagian antrakinon yang diabsorbsi akan
diekskresi melalui ginjal dengan warna kuning sampai merah bila suasana urin
alkali.4,7
Sediaan berupa sirup dan eliksir, dosis 2-4 ml. Sediaan juga da dalam
bentuk tablet 280 mg, dosis 0,5-2 g. Efek samping pada penggunaan lama akan
menyebabkan kerusakan neuron mesenterik. Efek pencahar akan terliaht
setelah 6 jam.6
c) Dantron (Dihidroksiantrakinon)
Dantron leboh banyak mengandung antrakinon bebas daripada bentuk
glikosidanya. Sediaan dalam tablet 75 mg, dosis 75-150 mg. Efek pencahar
akan terlihat seteah 6-8 jam.6
d. Laksatif Osmotik
Laksatif yang termasuk golongan ini adalah garam-garam anorganik (yang
tersusun oleh magnesium) dan alkohol organik atau gula seperti laktulosa dan
polyethylene glycol (PEG). . Laksatif jenis ini bekerja dengan cara mempertahankan

air tetap berada dalam saluran cerna sehingga terjadi peregangan pada dinding usus,
yang kemudian merangsang pergerakan usus (peristaltik). Laksatif jenis ini adalah
preparat yang sangat lambat diserap bahkan tidak diserap, sehingga terjadi sekresi
air ke dalam intestinum untuk mempertahankan isotonisitas yang sama dengan
plasma. Beberapa pilihan laksatif salin adalah garam-garam seperti magnesium
hidroksida, magnesium sulfat, magnesium sitrat, sodium fosfat, dan sodium sulfat.
Beberapa jenis Laksatif Osmotik: 5,6,7
1) Garam Magnesium (MgSO4 atau Garam Inggris)
Diabsorbsi melalui usus kira-kira 20% dan dieksresikan melalui ginjal. Bila
fungsi ginjal terganggu, garam magnesium berefek sistemik menyebabkan
dehidrasi, kegagalan fungsi ginjal, hipotensi, dan paralisis pernapasan. Jika terjadi
hal-hal tersebut, maka harus diberian kalsium secara intravena dan melakukan
napas buatan. Garam magnesium tidak boleh diberikan pada pasien gagal ginjal.5,6
Sediaan yang ada misalnya adalah magnesium sulfat dalam bubuk, dosis
dewasa 15-30 g; efek pencahar terlihat setelah 3-6 jam. Magnesium oksida dosis
dewasa 2-4 g; efek pencahar terliaht seteah 6 jam.6
Walaupun garam magnesium bekerja secara lokal di traktus gastrointestinal,
efek farmakologisnya pun mungkin disebabkan oleh pelepasan hormon seperti
kolesistokinin suatu hormon yang merangsang pergerakan usus besar dan sekresi
cairan.atau pengaktifan sintesa nitrit oksida. Senyawa ini dapat diminum ataupun
diberikan secara rektal.6,7
2) Laktulosa
Merupakan suatu disakarida semisintetik yang tidak dipecah oleh enzim
usus dan tidak diabsorbsi di usus halus. Laktulosa tersedia dalam bentuk sirup.
Obat ini diminum bersama sari buah atau air dalam jumlah cukup banyak. Dosis
pemeliharaan harian untuk mengatasi konstipasi sangatlah bervariasi, biasanya 710 g dosis tunggal maupun terbagi.6,7
Kadang-kadang dibutuhkan dosis awal yang lebih besar, misalnya 40 g dan
efek maksimum laktulosa mungkin terlihat setelah beberapa hari. Untuk keadaan
hipertensi portal kronis dan ensefalopati hepar, dosis pemeliharaan biasanya 3-4
kali 20-30 g (30-45 ml) laktulosa sehari; dosis ini disesuaikan dengan defekasi 23 kali sehari dan tinja lunak, serta pH 5,5. Laktulosa juga dapat diberikan per
rektal.6
Laktulosa adalah jenis gula yang tidak banyak diserap, seperti galaktosafruktosa disakarida. Tubuh manusia kekurangan enzim fruktosidase, karbohidrat
yang tidak terserap merupakan substrat bagi proses fermentasi bakteri kolon yang

akan diubah menjadi hidrogen, metana, karbon dioksida, air, asam dan asam
lemak rantai pendek. Selain sebagai agen osmotic, produk-produk ini juga
menstimulasi motilitas dan sekresi intestinum. Rasa kembung, tidak nyaman di
perut, dan flatus yang sering merupakan efek samping yang sering dikeluhkan
oleh pasien saat menggunaan laksatif jenis ini.6
C. PEMILIHAN LAKSATIF YANG TEPAT
Penatalaksanaan konstipasi sangat bersifat individual, bersifat simtomatik, dan
diagnosis harus ditegakan terlebih dahulu sebelum memilih pengobatan. Jika konstipasi
terjadi karena suatu keadaan medis maka kelainan primer harus diobati terlebih dahulu.
Obat-obatan yang dapat menyebabkan kostipasi harus dihentikan.9
Penatalaksanaan dilakukan secara bertahap, dimulai dari perubahan gaya hidup
dan diet.9 Jika langkah di atas tidak berhasil mengatasi konstipasi, dapat digunakan bulklaxatives, laksatif osmotik, dan fisioterapi pelvic floor jika memungkinkan.10 Jika langkah
tersebut gagal, digunakan laksatif osmotik, enema dan prokinetik. Operasi hanya
dilakukan ketika seluruh terapi konservatif gagal dilakukan atau ketika terdapat risiko
terjadi perforasi caecum. 7,9,10,11
Gambar 2. Gambar Algoritma Penatalaksanaan Konstipasi
Laksatif juga harus diperhatikan dalam berbagai kondisi khusus, misalnya
pada lansia, anak-anak, wanita hamil, dan penderita DM. Penggunaan Laksatif Secara
Khusus adalah sebagai berikut:
1. Lansia
Masalah yang harus diperhatikan pada lansia adalah mobilitas dan
polifarmasi. Pada dasarnya terapi konstipasi pada orang tua, sama seperti terapi
pada orang dewasa muda, yaitu mengubah gaya hidup dan perubahan diet. Jika
lansia mengalami imobilitas, lebih baik menngunakan laksatif perangsang
(stimulant laxative) daripada laksatif pelunak feses. Kombinasi senna-fiber lebih
efektif daripada laktulosa. Menghentikan konsumsi obat yang potensial
menimbulkan konstipasi juga sangat penting.8,9,10,11
2. Bayi dan anak-anak

Penanganan pertama kontipasi pada anak adalah diet tinggi serat dan
meningkatkan asupan cairan. Mencegah konsumsi susu secara berlebihan. Laksatif
dapat mulai diberikan jika cara-cara tersebut di atas tidak berhasil. Penelitian
mengenai laksatif yang paling baik digunakan pada anak-anak sangat jarang. 11
Penatalaksanaan konstipasi bergantung pada berat ringannya keadaan. Pada
konstipasi ringan yang tidak berhasil dengan cara nonfarmakologis dapat diberikan
pencahar osmotic yang ringan seperti suspense magnesium oksida, mulai dengan
dosis 1 sendok teh 2 kali sehari. Dalam hal ini bayi harus cukup mendapat cairan.
Pada bayi dengan usia 9 sampai 12 bulan (usia mulai belajar berjalan) dengan
defekasi disertai keluhan rasa sakit dan berdarah saat defekasi, dapat diberikan
laksatif

pelunak

dikombinasikan

feses
dengan

seperti
laksatif

dioctylnatrium
stimulant

sulfosuksinat,

ringan

seperti

yang

dapat

senna

untuk

mengembalikan frekuensi defekasi yang normal. Untuk anak-anak yang lebih besar
diet sehari-hari dapat ditambahkan bahan-bahan pembentuk massa, atau
menggunakan laksatif pembentuk massa seperti metilselulosa, atau laktulosa. Pada
konstipasi berat, contohnya konstipasi kronis, menurut Baucke-Loening dkk, dapat
diberikan magnesium oxide 1-2 ml/kgBB/hari disertai diet tinggi serat, latihan
defekasi 4-5 kali perhari. Selain itu, penanganan dini konstipasi pada anak sangat
penting, karena konstipasi kronik pada anak dapat menyebabkan terjadinya
megarectum dan impaksi feses.9,11, 12
3. Wanita Hamil
Diet tinggi serat, meningkatkan asupan cairan dan olahraga ringan
merupakan pilihan utama terapi konstipasi pada wanita hamil. Laksatif dapat
digunakan jika cara-cara tersebut diatas tidak berhasil untuk mengatasi konstipasi.
Penggunaan obat-obatan hanya diperbolehkan untuk jangka pendek. Keamanan
obat merupakan hal yang harus diperhatikan pada wanita hamil. Agen pelunak
feses (bulking agent) lebih aman dibandingkan laksatif stimulant. Senna juga aman
digunakan dalam dosis normal, namun, tetap harus berhati-hati jika usia pada usia
kehamilan tua dan kehamilan yang rentan. Bulking agent dan laktulosa tidak
diekskresi ke dalam ASI. Sementara itu, senna dalam dosis besar dapat diekskresi
ke dalam ASI serta dapat menimbulkan diare dan kolik pada bayi.9,11

4. Penderita Diabetes
Bulking agent aman digunakan dan sangat berguna bagi pasien-pasien yang
tidak mau dan tidak dapat meningkatkan asupan serat pada makanan sehariharinya. Penderita diabetes tidak boleh menggunakan laksatif stimulant, seperti
laktulosa dan sorbitol. Hal ini dikarenakan metabolisme zat-zat tersebut dapat
mempengaruhi kadar glukosa darah, terutama pada pasien dengan DM tipe I.9,11
D. PRODUK LAKSATIF YANG BEREDAR DI INDONESIA
1. Pencahar Pembentuk Massa
a. Vegeta (kandungan: 5,52 gram Psyllium Husk dan 2,88 gram Inulin Chicory).
Sediaan: 1 sachet 8,4 gram.
b. Yoghurt (kandungan metilselulosa, bakteri asam laktat Lactobacillus bulgarius dan
Streptococcus thermophillus).
c. Agar-agar swallow (kandungan: agar-agar). Sediaan: kemasan tepung agar-agar 7
gram.
d. Nutrijell (kandungan: agar-agar). Sediaan: kemasan tepung agar-agar 10 gram, 15
gram.
2. Pencahar Emolien
a. Kompolax emulsi (kandungan: liquidum parafin 1,5 gram, phenolphthalein 75 mg,
giserin 1 gram). Sediaan: emulsi 60 mL, 115 mL.
3. Pencahar Stimulan
a. Melaxan tablet (kandungan: bisakodil). Sediaan: tablet 5 mg x 4 x 10 butir.
b. Stolax suppositoria (kandungan: bisakodil). Sediaan: suppositoria 10 mg x 6.
c. Kompolax emulsi (kandungan: liquidum parafin 1,5 gram, phenolphthalein 75 mg,
giserin 1 gram). Sediaan: emulsi 60 mL, 115 mL.
d. Laxana (kandungan: bisakodil). Sediaan: tablet salut enterik 5 mg x 10.
e. Dulcolax (kandungan: bisakodil). Sediaan: tablet salut enterik 5 mg.
f. Laxamex (kandungan: bisakodil). Sediaan: tablet 5 mg x 4.
g. Laxing tea (kandungan: daun sena 1600 mg, lidah buaya 100 mg, daun the 300
mg). Sediaan: 1 dus berisi 15 teh celup @ 2 gram.
4. Pencahar Laksatif Osmotik
a. Duphalac (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 3, 35 gram / 5 mL x 120 mL.

b. Microlax (kandungan: Natrium lauril sulfoasetat 45 mg, Natrium sitrat 450 mg,
Asam sorbat 5 mg, PEG 400 625 mg, Sorbitol 4465 mg). Sediaan: enema 5 mL 3
buah.
c. Lactulax (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 60 mL rasa vanila, sirup 120 mL,
dan sirup 200 mL.
d. Fosen (kandungan: Natrium fosfat monobase 19 gram, Natrium fosfat dibase 7
gram). Sediaan: enema 118 mL.
e. Pralax syrup (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 3, 35 gram / 5 mL x 100 mL.
f. Constipen (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 66,7% / 5 mL x 120 mL).
g. Fleet enema (kandungan: Monobasic Na fosfat 19 gram, dibasic Na fosfat 7 gram).
Sediaan: botol 133 mL.
h. Lantulos (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 3, 43 gram / 5 mL x 60 mL.
i. Opilax (kandungan: laktulosa). Sediaan: sirup 3, 335 gram / 5 mL x 60 mL, 120
mL.
j. Solac (laktulosa). Sediaan: sirup 3, 335 gram / 5 mL x 120 mL.
E. SIMPULAN
1. Penanganan awal konstipasi mencakup diet tinggi serat, cukup asupan cairan, dan
olahraga teratur.
2. Jika langkah di atas tidak berhasil mengatasi konstipasi, dapat mulai digunakan
laksatif.
3. Jika tidak ada indikasi tertentu, pilihan laksatif pertama adalah laksatif pembentuk
massa dan laksatif osmotic, jika tidak berhasil, ganti dengan jenis laksatif yang lain.
4. Penggunaan laksatif secara khusus yaitu :
Lansia
Langkah awal penatalaksanaan adalah mengubah gaya hidup dan diet tinggi serat.
Laksatif pilihan utama adalah laksatif stimulant.
Anak-anak
Langkah awal penatalaksanaan dengan diet tinggi serat dan meningkatkan asupan
cairan. Pada anak dapat digunakan pencahar osmotic yang ringan seperti suspense
magnesium oksida, laksatif pelunak feses seperti dioctylnatrium sulfosuksinat,
dan laksatif pembentuk massa seperti metilselulosa, atau laktulosa, dan juga
magnesium oxide sesuai dengan berat ringat konstipasi dan usia.
Wanita hamil

Langkah awal penatalaksanaan dengan diet tinggi serat, meningkatkan asupan


cairan dan olahraga ringan. Laksatif pilihan utama: Laksatif pembentuk massa
(bulking agents), laktulosa.
Pasien dengan DM
Langkah awal penatalaksanaan dengan diet tinggi serat dan olahraga. Laksatif pilihan utama:
bulking agents.
Posted by dr. Ahimsa Yoga Anindita at 11:44 PM
1 comment:
Hannibal said...
Beberapa pilihan laksatif salin adalah garam-garam seperti magnesium hidroksida,
magnesium sulfat, magnesium sitrat, sodium fosfat, dan ...
magnesiumsulfat.blogspot.de
March 20, 2015 at 5:43 PM
Post a Comment
Newer Post Older Post Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

The Owner

dr. Ahimsa

About Me
dr. Ahimsa Yoga Anindita
Solo, Surakarta, Central Java, Indonesia

I'm a medical doctor, and here I want to share what I've written. I speak British
English, Mandarin Chinese (), and Bahasa Indonesia.
View my complete profile

Blog Archive

2013 (2)

2012 (3)

2011 (14)
o December (13)

INTERNA - HEMATOLOGI ONKOLOGI MEDIK - VON


WILLEBRA...

INTERNA - GINJAL HIPERTENSI - HIPERTENSI

INTERNA - GINJAL HIPERTENSI - HIPERTENSI

INTERNA - GASTROENTEROHEPATOLOGI - SIROSIS


HEPATIS...

INTERNA - GASTROENTEROHEPATOLOGI - LAKSATIF

BEDAH PLASTIK - ULKUS DEKUBITUS

BEDAH PLASTIK - BEDAH ANAK - HIPOSPADIA

BEDAH ONKOLOGI - BENJOLAN DI LEHER

BEDAH ONKOLOGI - BENJOLAN DI LEHER

BEDAH UROLOGI - GAGAL GINJAL AKUT DAN KRONIK

REHABILITASI MEDIK - TUMOR KANKER ESOFAGUS,


DISFAG...

NEUROLOGI - STROKE ISKEMIK

OFTALMOLOGI - KATARAK SENILIS

o June (1)

2009 (13)

2008 (22)

Anda mungkin juga menyukai