Ulkus Kornea
Ulkus Kornea
PENDAHULUAN
Ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea sampai
lapisan stroma akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus pada kornea
mungkin banyak ditemukan oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel
baru dan sel radang. Dikenal dua bentuk ulkus pada kornea yaitu ulkus kornea sentral
dan ulkus kornea marginal atau perifer. 1,2
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah penyebab utama kebutaan
dan gangguan penglihatan di seluruh dunia dan merupakan penyebab kebutaan nomor
dua di Indonesia. Kebanyakan gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya
bila diagnosis penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.
Penyebab ulkus kornea adalah bakteri, jamur, akantamuba dan herpes simpleks. 1,2
Ulkus kornea biasanya terjadi sesudah terdapatnya trauma yang merusak
epitel kornea. riwayat trauma bisa saja hanya berupa trauma kecil seperti abrasi oleh
karena benda asing, atau akibat insufisiensi air mata, malnutrisi, ataupun oleh karena
penggunaan lensa kontak. Peningkatan penggunaan lensa kontak beberapa tahun
terakhir menunjukkan peningkatan yang dramatis terhadap angka kejadian ulkus
kornea, terutama oleh Pseudomonas Aeroginosa. Sebagai tambahan, penggunaan obat
kortikosteroid topikal yang mula diperkenalkan dalam pengobatan penyakit mata
penyebabkan kasus ulkus kornea lebih sering ditemukan. .Perjalanan penyakit ulkus
kornea dapat progresif, regresi atau membentuk jaringan parut. 1,2
Ulkus kornea akan memberikan gejala mata merah, sakit mata ringan hingga
berat, fotofobia, penglihatan menurun dan kadang kotor. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp. Pemeriksaan laboratorium
seperti mikroskopik dan kultur sangat berguna untuk membantu membuat diagnosis
kausa. Pemeriksaan jamur dilakukan dengan sediaan hapus yang memakai larutan
KOH. 1,
1
EPIDEMIOLOGI
Insidensi ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena
trauma, pemakaian lensa kontak terutama yang dipakai hingga keesokan harinya, dan
kadang-kadang tidak diketahui penyebabnya. 4
Penelitian di United Kingdom melaporkan beberapa faktor yang berkaitan
dengan meningkatnya resiko terjadinya invasi pada kornea; penggunaan lensa kontak
yang lama, laki-laki, merokok dan akhir musim sejuk (Maret-Juli). Dari penelitian
juga didapatkan insidens terjadinya ulkus kornea meningkat sehingga 8 kali ganda
pada mereka yang tidur sambil memakai lensa kontak berbanding dengan mereka
yang memakai lensa kontak ketika jaga. 4,5,6,7
Ulkus kornea dapat mengenai semua umur. Kelompok dengan prevalensi
penyakit yang lebih tinggi adalah mereka dengan faktor resiko. Kelompok pertama
yang berusia di bawah 30 tahun adalah mereka yang memakai lensa ontak dan/atau
dengan trauma okuler, manakala kelompok kedua yang berusia di atas 50 tahun
adalah mereka yang mungkin menjalani operasi mata. 4,5
ANATOMI DAN FISIOLOGI 1,5,6,7
Tunika fibrosa
Tunika fibrosa terdiri dari sklera dan kornea. Sklera berwarna putih
merupakan lapisan luar yang sangat kuat dengan ketebalan 0,3-0,6 mm. Sklera juga
merupakan tempat insersi otot-otot akstraocular. Sementara itu, kornea adalah lapisan
yang berwarna bening dan berfungsi untuk menerima cahaya masuk dan sebagai
media refrakta. Pada bagian tengah, ketebalan kornea 0,52 mm dan pada bagian
perifer 0,65 mm. Diameter horizontal kornea berukuran 11,75 mm dan diameter
vertikalnya 10,6 mm. Dari anterior ke posterior tersusun atas lapisan epitel,
membrana Bowmans, stroma, membrana Descements, dan endothel. Untuk
melindungi kornea ini, maka disekresikan air mata sehingga keadaannya selalu basah
dan dapat membersihkan dari debu.4
Tunika Vaskulosa
Tunika vaskulosa merupakan bagian tengah bola mata, urutan dari tengah
kebelakang terdiri dari iris, corpus siliaris, dan koroid. Koroid merupakan lapisan
tengah yang kaya akan pembuluh darah, lapisan ini juga kaya akan pigmen warna.
Daerah ini disebut iris. Bagian depan dari iris ini disebut pupil yang terletak di
belakang kornea tengah. Pengaruh kerja dari otot iris adalah untuk melebarkan atau
menyempitkan bagian pupil. Ini diibaratkan diafragma yang dapat mengatur jumlah
cahaya yang masuk pada sebuah kamera. Disebelah dalam pupil terdapat lensa yang
berbentuk cakram dan terdapat otot siliaris. Otot ini sangat kuat dalam mendukung
fungsi lensa mata, yang selalu berkerja untuk memfokuskan penglihatan. Seseorang
yang melihat benda dengan jarak yang jauh tidak mengakibatkan otot lensa mata
berkerja, tetapi apabila seseorang melihat benda dengan jarak yang dekat maka akan
memaksa otot lensa bekerja lebih berat karena otot lensa harus menegang untuk
membuat lensa mata lebih tebal sehingga dapat memfokuskan penglihatan pada
benda-benda tersebut. Pada bagian belakang dan depan lensa ini terdapat rongga yang
terisi cairan bening yang masing-masing disebut Aqueous Humor dan Vitreous
Humor. Adanya cairan ini dapat memperkokoh kedudukan bola mata.4
Tunika Nervosa
Tunika nervosa (retina) merupakan bagian dari mata yang terletak pada bagian
depan koroid. Bagian ini merupakan bagian terdalam dari mata. Lapisan ini lunak
namun tipis. Merupakan suatu struktur sangat kompleks yang terbagi menjadi 10
lapisan terpisah, tediri dari fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan neuron,
diantaranya adalah sel ganglion yang bersatu membentuk serabut saraf optik. Retina
tersusun dari 103 juta sel-sel yang berfungsi untuk menerima cahaya, dan mengubah
cahaya menjadi sinyal listrik. Sel kerucut bertanggung jawab untuk penglihatan siang
hari. Sel kerucut responsive terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan
panjang (biru, hijau, merah). Sel-sel ini terkonsentrasi di fovea yang bertanggung
jawab untuk penglihatan detail seperti membaca huruf kecil. Sedangkan sel batang
berfungsi untuk penglihatan malam. Sel-sel ini sensitif terhadap cahaya redup dan
tidak memberikan sinyal informasi panjang gelombang (warna). Sel batang
menyusun sebagian besar fotoreseptor di retina daerah perifer.4
Kornea (latin cornum=seperti tanduk) adalah sela put bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya, merupakan lapisan jaringan yang menutup bola
mata sebelah depan. Kornea ini disisipkan ke sklera dilimbus, lekuk melingkar pada
persambungan ini disebut sulkus skleralis. Kornea memiliki diameter horizontal 1112 mm dan berkurang menjadi 9-11 mm secara vertikal oleh adanya limbus. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 mm di tepi.
Kornea memiliki tiga fungsi utama: 1,6
Sebagai media refraksi cahaya terutama antara udara dengan lapisan air mata
prekornea.
1. Epitel
-
Tebalnya 50 um, terdiri atas lima lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel
basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda mi terdorong ke depan menjadi
lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal
berkaitan erat dengan sel basal di sampingnya dan sel polygonal di depannya
melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran
air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
2. Membrana Bowman
-
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
3. Stroma
-
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan
lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di bagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak di antara
serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membrana Descemet
-
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, tebal 40 um.
5. Endotel
-
Berasal dari mesotehum, berlapis satu, bentuk heksagonal, tebal 20-40 um.
Endotel melekat pada membran descemet melalui hemidesmosom dan zonula
okluden.
disebabkan
oleh
strukturnya
yang
seragam,
avaskularitasnya
dan
menyebabkan
ulkus
kornea.
Infeksi
oleh
Protozoa,
infeksi
dengan
merupakan infeksi viral yang serius. Ia bisa menyebabkan serangan berulang yang
dipicu oleh stress, paparan kepada sinar matahari, atau keadaan yang menurunkan
sistem imun.
4,7.
langsung atau akibat dari permasalahan yang ada yang diperburuk dengan pemakaian
lensa kontak. Lensa kontak secara langsung bersentuhan dengan mata dan memicu
komplikasi melalui: trauma,
penurunan oksigenasi kornea, stimulasi respon alergi dan inflamasi, dan infeksi.12
Hipoksia Dan Hiperkapnia
Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk metabolisme aerobik kornea
bergantung pada pertukaran gas pada air mata. Mata tiap individu memiliki kondisi
oksigenasi yang bervariasi untuk menghindari komplikasi hipoksia. Baik dengan
menutup mata maupun memakai lensa kontak keduanya dapat mengurangi proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada permukaan kornea. Transmisibilitas
oksigen (dK / L), yaitu permeabilitas bahan lensa (dK) dibagi dengan ketebalan lensa
(L), merupakan variabel yang paling penting dalam menentukan pengantaran relatif
oksigen terhadap permukaan kornea pada penggunaan lensa kontak. Pertukaran air
mata di bawah lensa kontak juga mempengaruhi tekanan oksigen kornea. Pada lensa
kontak kaku dengan diameter yang lebih kecil dengan transmissibilitas oksigen yang
sama atau lebih rendah dapat mengakibatkan edema kornea lebih sedikit jika
dibandingkan dengan lensa kontak lunak yang diameternya lebih besar karena
pertukaran air mata yang lebih baik. Hipoksia dan hiperkapnia sedikit pengaruhnya
pada lapisan stroma bagian dalam dan endotelium, dimana mereka memperoleh
oksigen dan menghasilkan karbon dioksida ke dalam humor aquous.12
Akibat oksigenasi yang tidak memadai, proses mitosis epitel kornea yang
menurun, menyebabkan ketebalannya berkurang, mikrosis, dan peningkatan
fragilitas. Akibat pada sel-sel epitel ini dapat menyebabkan keratopati pungtat epitel,
abrasi epitel, dan meningkatkan resiko keratitis mikroba. Akumulasi asam laktat pada
stroma akibat metabolisme anaerob menyebabkan meningkatnya ketebalan stroma
dan mengganggu pola teratur dari lamellae kolagen, menyebabkan striae, lipatan pada
8
konjungtivitis,
infiltrat
epitel
kornea,
dan
superior
limbus
keratokonjunktivitis. Reaksi terhadap deposit protein pada lensa kontak ini dapat
mengakibatkan konjungtivitis giant papiler. Toksisitas yang dicetus oleh lensa kontak
yang tidak bergerak berhubungan dengan akumulasi yang cepat dari metabolik pada
lapisan kornea anterior, yang dapat mengakibatkan hiperemis pada limbus, infiltrat
kornea perifer, dan keratik presipitat. Komplikasi yang lebih berat akibat toksisitas
larutan mengakibatkan keratopati pungtat epitel.12
Kekuatan Mekanik
Kekuatan mekanik memicu komplikasi pada pengguna lensa kontak termasuk
abrasi akibat pemakaian atau pelepasan lensa yang tidak tepat, atau akibat fitting dan
pemakaian lensa kontak. Lensa kontak kaku yang tajam dapat menyebabkan distorsi
kornea atau abrasi. Pada kasus yang berat, permukaan kornea menjadi bengkok.
Keratokonus dapat timbul akibat kekuatan mekanik kronis dari pemakaian lensa
kontak. Permukaan yang terlipat dapat diakibatkan oleh lensa kontak lunak yang
terlalu ketat. Kerusakan epitel dapat terjadi secara sekunder akibat debris yang
9
timbul
akibat
konjungtivitis
bakteri
akut
atau
menahun,
khususnya
11
dan ulkus marginal mulai berupa infiltrat linear atau lonjong, terpisah dari limbus
oleh interval bening, dan hanya pada akhirnya menjadi ulkus dan mengalami
vaskularisasi.
Biasanya
bersifat
rekuren,
dengan
kemungkinan
terdapatnya
Ulkus kornea akibat jamur, yang pernah banyak dijumpai pada para pekerja
petanian, kini makin banyak dijumpai di antara penduduk perkotaan, dengan
dipakainya obat kortikosteroid dalam pengobatan mata. Kebanyakan ulkus jamur
disebabkan organisme oportunis seperti Candida, Fusarium, Aspergillus,
Penicillium, Cephalosporium dan lain-lain. Tidak ada ciri khas yang membedakan
macam-macam ulkus jamur ini. Ulkus fungi ini indolen, dengan infiltrate kelabu,
sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superficial dan
lesi-lesi satelit (umumnya infiltrate di tempat-tempat yang lebih jauh dari daerah
utama ulserasi). Lesi utama, dan sering juga lesi satelit, merupakan plak endotel
dengan tepian tidak teratur di bawah lesi komea utama, disertai reaksi kamera
anterior yang hebat dan abses kornea. Terdapat juga kongesti siliaris dan
konjungtiva yang nyata, tetapi gejala nyeri, mata berair dan fotofobia biasanya
12
lebih ringan dibandingkan dengan ulkus kornea akibat bakteri. Kerokan dari ulkus
kornea jamur, kecuali yang disebabkan Candida, mengandung unsur-unsur hifa;
kerokan dari ulkus Candida umumnya mengandung pseudohifa atau bentuk ragi,
yang menampakkan kuncup-kuncup khas. 2,6,7
13
Oleh virus, ulkus lebih sering disebabkan oleh virus Herpes simpleks, Herpes
Zoster, Adenovirus. Herpes virus menyebabkan ulkus dendritik, yang bersifat
rekuren pada tiap individu, akibat reaktivasi virus laten di ganglion Gasserian,
serta unilateral. Pada virus Hepes simpleks, biasanya gejala dini dimulai dengan
injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel
kornea, kemudian keadaan ini disusul dengan bentuk dendritik serta terjadi
penurunan sensitivitas dari kornea. Biasanya juga disertai dengan pembesaran
kelenjar preaurikuler.1'2'9'10
14
Gambar 10. Infiltrat berbentuk ring pada ulkus kornea oleh infeksi
Achanthamoeba 9,10
Kornea perifer memilki karakteristik morfologi dan imunologi yang berbeda
yang memungkinkan terjadinya suatu reaksi inflamasi. Tidak seperti bagian sentral
kornea yang avaskuler, kornea perifer sangat dekat dengan konjungtiva limbal
sebagai sumber nutrisi melalui kapilernya, sumber sel imunokompeten seperti
15
makrofag, sel Langerhans, limfosit dan sel plasma. Beberapa stimulus inflamasi pada
kornea perifer yang disebabkan oleh invasi organisme mikroba (bakteri, virus, jamur,
parasit), deposit imun kompleks (penyakit imun sistemik), trauma, keganasan, atau
kondisi dermatologi yang menghasilkan respon imun lokal maupun sistemik,
mengakibatkan pengerahan neutropil dan aktivasi komplemen (baik klasik maupun
jalur alternatif) pada jaringan maupun pembuluh darah. Aktivasi komponen
komplemen dapat meningkatkan permeabilitas vaskuler dan menggerakan faktor
kemotaktik untuk neutrofil (C3a, C5a). Neutrofil, menginfiltrasi kornea perifer dan
melepaskan enzim proteolitik dan kolagenolitik, metabolit oksigen reaktif, dan
substansi
proinflamasi
(platelet-activating-faktor,
leukotrin,
prostaglandin),
pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga. Meskipun
berairmata dan fotopobia umunnya menyertai penyakit kornea, umumnya tidak ada
tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen. 2
Tanda penting ulkus kornea yaitu penipisan kornea dengan defek pada epitel
yang nampak pada pewarnaan fluoresen. Biasanya juga terdapat tanda-tanda uveitis
anterior seperti miosis, aqueus flare (protein pada humor aqueus) dan kemerahan
pada mata. Refleks axon berperan terhadap pembentukan uveitis, stimulasi reseptor
nyeri pada kornea menyebabkan pelepasan mediator inflamasi seperti prostaglandin,
histamine dan asetilkolin. Pemeriksaan terhadap bola mata biasanya eritema, dan
tanda-tanda inflamasi pada kelopak mata dan konjungtiva, injeksi siliaris biasanya
juga ada. Eksudat purulen dapat terlihat pada sakus konjungtiva dan pada permukaan
ulkus, dan infiltrasi stroma dapat menunjukkan opasitas kornea berwarna krem. Ulkus
biasanya berbentuk bulat atau oval, dengan batas yang tegas. Pemeriksaan dengan slit
lamp dapat ditemukan tanda-tanda iritis dan hipopion. 1,2,6,10
DIAGNOSIS 7,11
Diagnosis ulkus kornea ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis,
dan pemeriksaan penunjang. Keberhasilan penanganan ulkus kornea tergantung pada
ketepatan diagnosis, penyebab infeksi, dan besarnya kerusakan yang terjadi. Adapun
jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis
adalah:
Anamnesis
Dari riwayat anamnesis, didapatkan adanya gejala subjektif yang dikeluhkan oleh
pasien, dapat berupa mata nyeri, kemerahan, penglihatan kabur, silau jika melihat
cahaya, kelopak terasa berat. Yang juga harus digali ialah adanya riwayat trauma,
17
kemasukan benda asing, pemakaian lensa kontak, adanya penyakit vaskulitis atau
autoimun, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
Pemeriksaan fisis
-
Visus
Slit lamp
Seringkali iris, pupil, dan lensa sulit dinilai oleh karena adanya kekeruhan
pada kornea.
Pemeriksaan penunjang
-
Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan kornea. Untuk
melihat adanya daerah yang defek pada kornea. (warna hijau menunjukkan
daerah yang defek pada kornea, sedangkan warna biru menunjukkan daerah
yang intak).
Kultur
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif pada beberapa
kasus.
DIAGNOSIS BANDING 1
Sakit
Konjungtitivitis
Keratitis/ulkus
Kesat
kornea
Sedang
Iritis akut
Glaukoma
Sedang
akut
Hebat
dan
18
Kotoran
Sering purulen
Fotofobia
Kornea
Ringan
Jernih
Iris
Normal
Penglihatan
Sekret
Tekanan
Injeksi
Uji
N
(+)
N
Konjungtival
Bakteri
Hanya reflex
sampai
menyebar
hebat
Ringan
tidak ada
epifora
Hebat
Flouresein (+ Presipitat
++)
<N
(-)
N
Siliar
Sensibilitas
Muddy
<N
(-)
<N
Siliar
Infeksi
Sedang
Edema
Abu-abu
kehijauan
<N
(-)
<N+++
Episkelara
Tonometri
local
PENATALAKSANAAN 7,11
Pengobatan pada ulkus kornea bertujuan menghalangi hidupnya bakteri
dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi radang dengan steroid. Sampai saat ini
pengobatan dengan steroid masih kontroversi.6 Secara umum ulkus diobati sebagai
berikut :
Bila terdapat ulkus yang disertai dengan pembentukan secret yang banyak, jangan
dibalut karena dapat menghalangi pengaliran secret infeksi dan memberikan
media yang baik untuk perkembangbiakan kuman penyebabnya.
Diberi antibiotika yang sesuai dengan kausa. Biasanya cukup diberi lokal kecuali
pada kasus yang berat.
Terapi kortikosteroid pada peradangan kornea masih kontroversi. Telah
diketahui bahwa pada keratitis telah terjadi kerusakan jaringan baik oleh karena efek
langsung enzim litik dan toksin yang dihasilkan oleh organisme pathogen serta
kerusakan yang disebabkan oleh reaksi inflamasi oleh karena mikroorganisme.
Reaksi inflamasi supuratif terutama banyak sel polimorfonuklear leukosit. Neutrofil
19
Kortikosteroid tidak boleh diberikan pada fase awal pengobatan hingga organisme
penyebab diketahui dan organisme tersebut secara in vitro sensitif terhadap
antibiotik yang telah digunakan.
Pasien harus sanggup datang kembali untuk kontrol untuk melihat respon
pengobatan.
Tidak ada kesulitan untuk eradikasi kuman dan tidak berkaitan dengan virulensi
lain.
Di samping itu, adanya respon yang memuaskan terhadap pemberian
antibiotik
sangat
dianjurkan
sebelum
memulai
pemberian
kortikosteroid.
Kortikosteroid tetes dapat dimulai dengan dosis sedang (prednisolon asetat atau fosfat
1% setiap 4-6 jam), dan pasien harus dimonitor selama 24-48 jam setelah terapi awal.
Jika pasien tidak menunjukkan efek samping, frekuensi pemberian dapat ditingkatkan
dengan periode waktu yang pendek kemudian dapat di tapering sesuai dengan gejala
klinik. 3,8
Pengobatan dihentikan bila sudah terjadi epitelisasi dan mata terlihat tenang,
kecuali bila penyebabnya pseudomonas yang memerlukan pengobatan tambahan 1-2
minggu. Pada tukak kornea dilakukan pembedahan atau keratoplasti apabila dengan
pengobatan tidak sembuh atau terjadinya jaringan parut yang mengganggu
penglihatan. l
KOMPLIKASI
Ulkus kornea dapat berkomplikasi dengan terjadinya perforasi kornea
walaupun jarang. Hal ini dikarenakan lapisan kornea semakin tipis dibanding dengan
normal sehingga dapat mencetuskan terjadinya peningkatan tekanan intraokuler.
20
2.
3.
4.
Ilyas S. Anatomi dan Fisiologi Mata. Dalam : Ilyas S. Ilmu Penyakit mata Edisi
ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI ; 2008. H.l-13.
5.
Riordan P. Anatomy & Embriology of the Eye. In: Vaughan DG, Asbury T,
Riordan-Eve P. General Ophtalmology. 17th ed. USA: Appleton & Lange; 2008.
P.8-10
6.
7.
Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section
8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.38-9
21
8.
Basic and Clinical Science Course. External Disease and Cornea, part 1, Section
8, American Academy of Ophthalmology, USA 2008-2009 P.179-92
9.
Basic and
Clinical
Science
Course. Fundamental
and principles
of
22