Anda di halaman 1dari 4

Dibalik kisah surah An-Nahl ayat 92 yang berkaitan dengan jodoh.

Ada seorang hamba Allah ini. Dia keliru dengan


cintanya. Dia amat sedih sekali. Insan yang dicintai sekian lama tidak juga kunjung tiba
untuk melamarnya.
Insan lain yang tidak pernah dikenalinya pula datang merisiknya. Dia tidak tahu siapa harus
dipilih. Lalu dia menangis dalam sujudnya memohon petunjuk daripada Allah dikala itu. Usai
doanya dia pun membuka tafsir quran. Berharap sangat sedikit motivasi dari kitabullah itu
untuk meredakan kesedihan yang melandanya detik
itu. Lalu dibukanya. Terlintas dimatanya satu ayat dari surah An-NahI ayat 92:
Dan janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal
dengan kuat menjadi bercerai-berai kembali
Alhamdulillah, Allah masih sudi mendengar rintihan hatikotor ini. Terasalah dia bahawa Allah
sedang membujuknya. Teramatlah harunya insan ini karenaAllah masih sudi mendengar
doanya kala itu. Mari kita hayati kisah disebalik ayat ini.
Oh.. ibu, usiaku sudah lanjut, namun belum datang seorang pemuda pun meminangku?
Apakah aku akan menjadi perawan seumur hidup? Kira-kira begitulah keluhan seorang
gadis Mekah yang berasal dari Bani Mazhum yang kaya raya. Mendengar rintihan si anak,
ibunya yang teramat kasih dan sayangnya pada anaknya
lantas kelam kabut ke sana ke mari untuk mencari jodoh buat si puteri.
Pelbagai ahli nujum dan dukun ditemuinya, ia tidak peduli berapa saja uang yang keluar
dari
yang penting anaknya yang cuma seorang itu dapat bertemu jodoh. Namun sayang usaha si
ibu tidak juga menampakkan buahnya. Buktinya, janji-janji sang dukun cuma bualan kosong
belaka. Sekian lama mereka menunggu jejaka datang melamar, sedangkan yang ditunggu
tidak pernah nampak batang hidungnya.
Melihat keadaan ini tentu saja gadis Bani Mazhum yang bernama Rithah AI-Hamqa menjadi
semakin bermuram durja, tidak ada kerja lain yang diperbuatnya setiap hari
kecuali mengadap di depan cermin untuk memandang diri sambil terus bertanya-tanya,
Mengapa sampai hari ini tidak kunjung datang juga seseorang yang akan mengawiniku?
Penantian jodoh yang ditunggu-tunggu
Rithah akhirnya berakhir tatkala ibu saudaranya yang berasal dari luar daerah berkunjung ke
rumah merekadengan membawa jejaka tampan. Akhirnya Rithah yangtelah lanjut usia pun
menikah dengan jejaka yang muda rupawan. Kenapa sipemuda itu bersedia menikahi gadis
Bani Mazhum yang telah tua itu..?
Oh ternyata ada udang di sebalik batu. Rupa-rupanya jejaka rupawan yang miskin itu
hanya menginginkan kekayaan Rithah yang melimpah ruah. Sebaik sahaja si jejaka telah
berhasil menggunakan sebahagian harta Rithah ia pun pergi tanpa alasan dan kesan.
Dan
tinggallah kini Rithah seorang diri, menangisi pemergian suami yang tidak tentu ke mana
perginya.
Kesedihan dan kemurungannya dilepaskan Rithah dengan membeli beratus-ratus buku
benang untuk di pintal (ditenun), setelah jadi hasil tenunannya, wanita itu mencerai-beraikan
lagi menjadi benang. Lalu ia tenun lagi dan ia cerai beraikan lagi. Begitulah seterusnya ia
jalani sisa-sisa hidupnya. Sesuailah kata-kata jahiliyyah

mengatakan, Asmara boleh membuat orang jadi gila (tentu bagi orang-orang yang tidak
memiliki
iman).
AI-Quranul Karim mengabadikan kisah gadis Bani Mazhum ini dalam surat An-NahI ayat
92),
Dan janganlah kamu seperti perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal
dengan kuat menjadi bercerai-berai kembali
Yang dimaksud AlQuran dengan wanita pengurai
benang yang telah dipintal tidak lain adalah Rithah Al Hamqa. Dalam ayat tersebut Allah
melarang kita berkelakuan seperti Rithah dalam menghadapi masalah jodoh. Namun
demikian banyak ibrah(pengajaran) yang dapat kita petik dari kehidupan gadis kaya
keturunan Bani
Mazhum tersebut. Kisah Rithah mengajar kita bahwa jodoh sebenarnya merupakan urusan
Allah. Jodoh tidak dapat dihindari manakala kita belum menginginkannya, dan sebaliknya ia
juga tidak dapat dikejar ketika kita sudah teramat sangat ingin mendapatkannya. Bukankah
Rasul pun telah bersabda:
Ketika ditiupkan ruh pada anak manusia tatkala ia masih di dalam perut ibunya sudah
ditetapkan ajalnya, rezekinya,jodohnya dan celaka atau bahagianya di akhirat.
Karena Allah telah menentukan jodoh kita maka tidak layak bagi kita untuk bimbang dan
risau seperti Rithah.
Kalau sudah sampai waktunya jodoh itu pasti akan datang sendiri. Kehidupan Rithah juga
mengajar kita untuk melakukan ikhtiar (usaha) dalam mencapai cita-cita. Kalau ibu Rithah
berjumpa pelbagai ahli nujum agar anaknya berhasil mendapatkan jodoh, bagi kita tentunya
mendatangi AI-Mujub (yang Maha Pengabul doa) agar tujuan kita tercapai. Allah sendiri
telah berfirman:
Dan apabila hambaKu bertanya tentang Aku, maka jawablah bahawa Aku dekat. Aku
mengabulkan doa orang- orang yang berdoa kepadaKu.. (QS. 2:186)
Dengan ayat tersebut Allah memberikan harapan yang sebesar-besarnya bahawa setiap
doa yang disampaikan padaNya akan dikabulkan. Allah tidak mungkin mungkir janji, siapa
yang paling tepat janjinya selain Allah?
Dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud, Tarmizi dan lbnu Majah, Rasul pun bersabda
tentang masalah doa:
Sesungguhnya Allah malu terhadap seseorang yang menadahkan tangannya berdoa
meminta kebaikan kepadaNya, kemudian menolaknya dalam keadaan hampa.
Pengajaran berikutnya yang dapat kita petik, ialah
memupuk sikap sabar dalam menghadapi jodoh yang mungkin belum juga menghampiri
kita padahal usia kita yang telah semakin senja.
Firman Allah dalam Surah AIBaqarah ayat 45:

Dan jadikanlah sabar dan solat sebagai penolongmu, sesungguhnya yang demikian itu
amat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu, iaitu orang-orang yang
meyakini bahawa mereka akan menemui Rabbnya, dan mereka akan kembali padaNya.
Sabar dan solat akan selalu membentengi kita dari desakan orang sekeliling dan godaan
syaitan yang berharap kita salah langkah dalam masalah jodoh ini.
Masalah ini banyak ditanggung oleh saudara-saudara kita yang sudah layak nikah namun
belum ada juga ikhwah yang datang meminang merupakan ujian yang wallahu alam
sesuai dengan ketetapan Allah. Banyak kisah nyata bahawa resah gelisah dan tidak sabar
dalam masalah jodoh malah membuat kehidupan
selepas nikah jadi tidak seindah semasa masih bujang.
Di samping itu kita pun harus tetap menjaga kemurnian niat kita untuk menikah. Motivasi
usia yang semakin senja serta tidak tahan mendengar umpatan orang sekitar harus
secepatnya dihilangkan. ltu semua tidak akan menghasilkan suatu rumahtangga Islami yang
kita
harapkan. Ini adalah kerana kekukuhan rumahtangga kita seiring adadengan kuatnya
landasan iman dan niat ikhlas kita.
Sungguh beruntung sekali menjadi orang-orang mukmin. Tatkala mendapat ujian (termasuk
jodoh) ia akan bersabar maka sabarnya menjadi kebaikan baginya.
Dan ketika mendapat nikmat ia bersyukur, maka
kesyukurannya itu menjadi baik pula baginya. Kisah gadis Bani Mazhum itu juga
memberikan nasihat pada manusia di zaman kemudiannya bahawa jodoh merupakan
amanah Allah. Amanah yang hanya akan diberikan pada seseorang yang dianggap telah
mampu memikulnya kerana amanah merupakan sesuatu yang harus dipelihara dengan baik
dan dipertanggung jawabkan. Manakala kita belum dikurniai
amanah jodoh oleh Allah, mungkin belum waktunya untuk kita memikul amanah tersebut.
Sikap kita yang paling baik dalam hal ini adalah
sentiasa bersangka baik (husnudzon) kepadaNya.
Kerana sesuatu yang kita cintai atau sesuatu yang kita anggap baik (jodoh) belum tentu baik
bagi kita menurut
Allah. Begitu pula sebaliknya sesuatu yang kita anggap buruk bagi diri kita belum tentu
buruk menurut ilmu Allah.
Boleh jadi kamu rnencintai sesuatu padahal sesuatu itu amat buruk bagimu, dan boleh jadi
kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu. Kamu tidak mengetahui sedangkan
Allah Maha Mengetahui (QS. 2:216)
Kisah Rithah memberikan ibrah(pengajaran)
kepada kita untuk mengarahkan cinta (mahabbah) tertinggi kita kepada yang memang
berhak memilikinya.
Cinta Rithah yang begitu tinggi diarahkan kepada
makhluk (suaminya), hingga membuat ia gila'.
Bagi kita tentu cinta yang tertinggi itu hanya patut
dipersembahkan buat yang Maha Alah pula (Khaliq).
Bukankah salah satu ciri mukmin adalah asyaddu
huballillah adapun orang-orang yang beriman itu amat sangat cintanya kepada Allah
(asyaddu huballillah)(QS.2:165).

Jika arah cinta kita sudah benar, maka yakinlah


Allah SWT tidak akan mengabaikan kehidupan kita.
Seorang penyair dari Seberang yang terkenal Khairil Anwar pernah menulis puisi:
Tuhanku Dalam termangu.
Aku masih menyebut namaMu
Walau susah sungguh Mengingat
kau penuh seluruh
Tuhanku Aku hilang bentuk Remuk
Tuhanku Di pintuMu aku mengetuk
Aku tidak bisa berpaling
(dari petikan puisi DOA Khairil Anwar)
sampai begitu sekali dalamnya mencintai Allah dalam sajak tersebut, mengapa kita tidak
boleh?
Wallahualam bisshawab
From:
Hidayah Naim

Anda mungkin juga menyukai