Anda di halaman 1dari 23

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Indikasi Kenaikan Muka Air


Laut Pada
Kota Pantai
Di Kotamadya Surabaya

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 170

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

INDIKASI KENAIKAN MUKA AIR LAUT PADA


KOTA PANTAI DI
KOTAMADYA SURABAYA
Oleh:
Ir. Wahyu Wuryanti, MSc.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kenaikan muka air laut efek dari pemanasan global (global warming) merupakan salah
satu tantangan terbesar yang harus dihadapi dalam masalah lingkungan hidup untuk jangka
panjang. Untuk membedakan kenaikan muka air laut akibat pasang atau pemanasan global,
beberapa ahli tetap memakai istilah sea level rise untuk menggambarkan akibat kedua. Beberapa
issue menyebutkan bahwa telah terjadi kenaikan yang cukup signifikan pada muka air laut.
Studi dampak kenaikan muka air laut (selanjutnya disebut dakmal) merupakan tema
penting untuk mengetahui sejauh mana dampak tersebut berpengaruh terutama di kota-kota yang
berbatasan langsung dengan laut atau kota lain yang tidak langsung berhubungan dengan laut,
seperti kawasan sepanjang sungai.
Seperti yang telah ditentukan dalam tim bahwa asumsi dasar yang digunakan sebagai
acuan penelitian adalah kenaikan muka air laut setinggi satu meter. Meskipun waktu kejadiannya
belum dapat diperkirakan dengan pasti, tapi sangat penting untuk mengetahui dampak apa yang
mungkin terjadi sepanjang umur rencana suatu proyek pembangunan. Perhitungan semua resiko
yang akan terjadi direfleksikan dengan memperhitungan semua fasilitas eksisting di kawasan
pesisir. Studi ini juga menjadi penting bagi pemerintah daerah bila menyadari semua kemungkinan
kerusakan yang akan ditimbulkan akan menata kawasan dan kegiatan perkotaannya menjadi lebih
ramah terhadap lingkungan.
Derajat kerusakan yang ditimbulkan pada setiap kota mungkin akan berlainan tergantung
pada daya dukung kawasan atau kapasitas dari ekosistem pesisir dan lautan. Perbedaan ini selain
disebabkan karena kondisi agroekologis antar pulau yang berbeda sehingga peluang pemanfatan
kawasan pesisir berlainan, juga karena kebijakan dan kosentrasi pelaksanaan pembangunan di
setiap kawasan sangat beragam.
Surabaya sebagai kota yang terletak di tepi pantai dimana eksploitasi kawasan pesisir
dilakukan besar-besaran dapat menimbulkan tingkat kerusakan berganda. Pemikiran ini diambil
berdasarkan pertimbangan bahwa perusakan ekosistem pesisir akan memperburuk daya dukung
kawasan pesisir yang secara alami sudah sangat rentan terhadap kerusakan akibat perubahan
lingkungan dan bencana alam.
Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 171

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

1.2 Maksud dan Tujuan


Maksud dari studi dampak kenaikan muka air laut pada kota-kota pantai adalah untuk
melakukan investigasi lapangan untuk memperjelas adanya dampak yang telah terjadi dan
memperkirakan kemungkinan dampak di masa mendatang sebagai akibat meningkatnya muka air
laut pada kawasan perkotaan di pinggir pantai.
Tujuan dari studi ini dilakukan untuk membentuk pusat basis data yang berguna dalam
mengidentifikasi kerugian dan permasalahan aspek fisik dan sosial pada kawasan permukiman
perkotaan akibat kenaikan muka air laut.
1.3 Lingkup aktivitas
Sesuai dengan maksud dari studi ini maka aktivitas yang dilakukan adalah
(1) mengindentifikasi semua permasalahan yang akan terjadi pada aspek fisik dan sosial pada
kawasan studi apabila sea level rise terjadi
(2) identifikasi tipologi kawasan perkotaan yang meliputi peta penggunaan lahan
(3) identifikasi kondisi geomorfologi melalui pemetaan atau foto udara jika ada
(4) evaluasi aset dan kerusakan-kerusakan pada suatu bangunan dengan mengidentifikasi jenis
kerusakan-kerusakan yang pernah terjadi akibat terjadinya genangan air
(5) peta kontur untuk memetakan ketinggian lahan terhadp permukaan laut
1.4 Metodologi
1.4.1 Metodologi teoritis
Metodologi pendekatan di dalam studi dakmal terhadap kawasan kota Surabaya secara
umum dan teoritis dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Studi Literatur
Studi ini dilakukan untuk memahami keterkaitan antara dakmal terhadap semua kegiatan
perkotaan di kawasan pesisir. Keterkaitan tersebut meliputi aspek pemahaman terhadap
kondisi eksisting kawasan pesisir, baik kondisi lingkungan, kondisi fisik seperti penggunaan
lahan, fasilitas sosial dan umum, fasilitas penunjang kehidupan (lifeline) seperti jaringan listrik,
jaringan jalan, jaringan telekomunikasi, dsb. Di samping itu studi literatur juga dilakukan untuk
mengkaji studi-studi yang telah dilakukan pad masa lalu yang materinya berkaitan dengan
kawasan pesisir. Beberapa studi maupun hasil perencanaan pembangunan yang perlu dikaji
antara lain;
(a) Perencanaan pengaruh kegiatan daratan terhadap kawasan pesisir dan lautan di
Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya
(b) Studi potensi kawasan pesisir di Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya
(c) Penyusunan Masterplan Drainage di Kota Surabaya
Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 172

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

2) Investarisasi Data
Dalam proses investarisasi data, beberapa jenis data yang dikumpulkan ada yang terkait
dengan proses deskripsi/pemaparan kondisi kegiatan perkotaan yang ada di darat dan ada
pula yang terkait dengan proses analisis studi. Data-data tersebut antara lain adalah
(a) data lapangan

adaptasi fisik dan non fisik masyarakat setempat dalam menangani masalah naiknya
muka air laut

kualitas dan kuantitas semua fasilitas yang rentan terhadap dakmal

identifikasi tipologi bangunan

daftar jenis dan tingkat masalah maupun kerusakan akibat kenaikan muka air laut

korelasi antara peningkatan muka air laut terhadap kehilangan aset

(b) data instasional

penggunaan lahan (luas dan penyebaran)

kependudukan

geomorfologi

batas administrasi unit analisa

topografi

Selain itu dalam invetarisasi data juga dilakukan wawancara dengan tokoh utama masyarakat
ataupun yang mewakili untuk menggambarkan kondisi lingkungan yang terjadi di lapangan dengan
unit anilisa yang lebih kecil yaitu satu RT (Rukun Tetangga). Metoda ini dilakukan walaupun tidak
terkait langsung dengan Dakmal tetapi adapatasi masyarakat setempat terhadap suatu bencana
dan tingkat kerusakan yang pernah terjadi dapat menjadi gambaran dasar tentang adanya
fenomewa kenaikan muka air laut.
3) Analisa data
Proses analisa menggunakan metoda korelasi untuk memperkirakan bagaimana kenaikan
muka air laut berdampak terhadap kegiatan perkotaan di wilayah daratan. Beberapa variabel
yang digunakan untuk mengaplikasikan metoda korelasi antara lain:
(i) variabel penggunaan lahan
(ii) variabel kependudukan
(iii) variabel lingkungan dengan melihat kualitas air tanah maupun air permukaan dan kondisi
salinitasnya
(iv) variabel non-fisik seperti kondisi sosial ekonomi, kesehatan lingkungan dan adaptasi
masyarakat
Korelasi antara variabel-variabel di atas digunakan untuk menggambarkan kondisi eksisting
dari suatu unit analisa.
Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 173

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

1.4.2 Metodologi Teknis- Aplikatif


Metodologi teknis-aplikatif lebih terkait dengan cara-cara dan prosedur yang lebih
terperinci dan detail dalam menggambarkan kondisi eksisting dari suatu kawasan unit analisa.
Adapun metodologi yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan data-data sekunder. Meskipun
analisa yang dilakukan kurang mewakili kondisi eksisting karena terkait langsung dengan
kelengkapan data dan studi-studi yang ada serta keterbatasan waktu survey, tetapi gambaran awal
mengenai semua dakmal akan menjadi jelas.
a. Pembuatan peta dari unit analisa. Pembuatan peta unit analisa dilakukan melalui proses
inventarisasi terhadap dokumen-dokumen dan peta yang ada, baik peta geologi, topografi dan
peta-peta dasar lainnya.
b. Penggambaran peta penggunaan lahan. Data dari berbagai sumber yang ada digambarkan
peta penggunaan lahan eksisting pda kawasan studi.
c.

Pembatasan wilayah studi. Wilayah pengaruh dakmal dalam jangka panjang kemungkinan bisa
mencakup seluruh areal kota. Tetapi pembatasan wilayah dalam unit analisa perlu dilakukan
agar penjabaran masalah dakmal dapat teridentifikasi lebih detail.
Jumlah
Kependudukan

Laju pertumbuhan
Densitas

Penggunaan lahan
Sea level rise
(kenaikan muka air laut)

Jenis
Luas
Adaptasi masyarakat

Kondisi sosial ekonomi budaya


Kesehatan lingkungan
Kualitas geohidrologi
Kondisi lingkungan
Kondisi air permukaan

2. GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI


2.1 Gambaran umum Kota Surabaya
Kotamadaya Daerah Tingkat II Surabaya merupakan ibukota propinsi Jawa Timur yang
terletak di tepi pantai antara pulau Jawa, yang merupakan bagian dari daerah Otonom Tingkat I
Jawa Timur. Secara administratif batas wilayah Kotamdaya Daerah Tingkat II Surabaya adalah:

sebelah utara

: Selat Madura dan Kabupaten Bangkalan

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 174

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

sebelah timur

: Selat Madura

sebelah selatan

: Kabupaten Sidoarjo

sebelah barat

: Kabupaten Gresik

Daerah ini secara astronomis berada di Garis Lintang Selatan dan Bujur Timur antara 7 12 s.d
721 lintang Selatan dan 11236 s.d 12754 Bujur Timur.
Wilayah kotamadya Surabaya sebagian besar merupakan daerah dataran rendah dengan
ketinggian rata-rata 3-6 meter di atas permukaan laut. Adapun daerah perbukitan ada di bagian
barat daya kota yaitu di Bukit Lidah dan Bukit Gayungan dengan ketinggian 25 50 meter di atas
permukaan laut. Luas wilayah Kotamadya daerah Tingkat II Surabaya adalah 32.639 Ha yang
terbagi dalam lima wilayah pembatu walikota, 28 wilayah kecamatan dan 163 desa/kelurahan.

Wilayah Kotamdaya Surabaya


Batas administrasi dari 28 Kecamatan di
Kotamadya Surabaya

Gambar 1: Batasan geografis dan adminitrasi Kotamdaya Surabaya

Dengan melihat kondisi topografis di Surabaya maka dakmal di kota Surabaya secara langsung
akan berpengaruh pada wilayah dataran rendah yang berada di kawasan pesisir. Oleh sebab itu
batasan wilayah yang akan diuraikan lebih lanjut lebih difokuskan pada daerah-daerah yang
terletak di kawasan pesisir. Batasan fisik kawasan pesisir sebagai unit analisa disesuai dengan
definisi kawasan pesisir yang digunakan dalam studi oleh Pemda Surabaya. Pengertian wilayah
pesisir diberikan batasan sebagai suatu daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke
arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat
pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut ayng dicirikan oleh
vegetasinya yang khas.
Berdasarkan definisi tersebut batasan pesisir yang digunakan oleh Pemda Surabaya
terletak di antara batas barat Kotamadya Surabaya sampai batas kawasan Pelabuhan Tanjung
perak dan kawasan sebelah timur sampai dengan batas dengan Kabupaten Sidoarjo. Kawasan
pesisir ini meliputi 9 kecamatan dan 17 kelurahan.
Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 175

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Gambar 2:
Batasan kawasan Pesisir Kota
Surabaya dengan 9 Kecamatan

Kecamatan
Benowo
Asemrowo
Krembangan
Semampir
Pabean Cantikan
Sukolilo
Mulyorejo
Rungkut
Gunung Anyar

Kelurahan
Romo Kalisari dan Tambak Oso Wilangun
Tambak Langen, Greges dan Kalianget
Morokrembangan dan Peak Barat
Ujung
Perak Utara dan Perak Timur
Keputih
Dukuh Sutorejo, Kalisari dan Kejawen Putih Tambak
Medokan Ayu dan Wonorejo
Gunung Anyar Tambak

2.2 Penggunaan tanah


Di Kotamdaya Surabaya belum semua penggunaan tanahnya bersifat urban. Masih
banyak dijumpai penggunaan tanah yang bersifat rural yaitu dengan jenis penggunaan tanah untuk
sawah, tegalan, tambak atau hutan pantai. Jenis penggunaan tanah ini banyak dijumpai di daerah
pinggiran kota Surabaya yaitu bagian barat, barat daya dan timur kota.
Ditinjau secara keseluruhan sebagain besar penggunaan tanah untuk perumahan yaitu seluas
12.474,42 Ha atau 38,89%, sedangkan peruntukkan laun yaitu 20,02% untuk sawah, 19,98% untuk
tambak dan sisanya diperuntukkan untuk kebutuhan lain seperti industr, gudang, tegalan dan
sebagainya.
Jika ditinjau dari wilayah pembantu Walikota untuk WIlayah Surabaya Timur sebagian
besar tanahnya masih diperuntukkan untuk sawah, tambak ataupun kawasan pantai (52,07%).
Sedangkan Wilayah Surabaya barat peruntukkan lahannya masih didominasi oleh tambak, tambak
garam tepatnya di daerah pantai Utara, khususnya kecamatan tandes dan Benowo yang mencapai
kurang lebih 50% dari luas lahannya.

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 176

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Prasarana perkotaan yang ada pada kawasan pesisir meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas
kesehatan, fasilitas peribadatan, fasilitas perdagangan dan jasa, fasilitas kebudayaan dan rekreasi,
serta ruang terbuka hijau.
2.3 Iklim dan Curah Hujan
Sebagaimana kota di daerah tropis, Surabaya mempunyai dua musim yang berbeda yaitu
musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan biasanya jatuh pada bulan Nopember-April dan
musim kemarau pada bulan Juli Oktober, sedangkan pad abulan Mei Juni dan OktoberNopember merupakan bulan peralihan.
Keadaan temparatur di Surabaya berkisar antara 22,7 33,7 C dengan kelembaban
udara maksimum mencapai 97% dan tekanan udara 1014,8 Mbs.
Arah angin di Surabaya selama periode 10 tahun mempunyai kecenderungan ke arah
Barat pada bulan Desember-Pebruari dan ke arah Timur pada bulan Mei-oktober, sedang pada
bulan lainnya berubah-ubah arah.
Dari hasil pembacaan curah hujan pada 10 stasiun penakar hujan yang dikelola oleh
Badan Metereologi dan Geofisika serta Dinas Pekerjaan Umum-Pengairan Brantas Surabaya
menujukkan bahwa curah hujan maksimum yang terjadi selama 1980-1990 adalah sbb:
Tahun
Rata-rata

1981
105.3

1982
97.47

1983
101.6

1984
107.9

1985
109.8

1986
97.74

1987
90.70

1988
89.30

(mm)
7
1
0
0
Sumber: Dinas PU Pengairan Daerah brantas Surabaya

1989
101.3

1990
79.40

2.4 Kependudukan
Sebagai ibukota Jawa Timur, Surabaya merupakan pusat kegiatan pemerintah, industri
dan berbagai kegiatan bisnis yang merupakan daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk
bertempat tinggal. Jumlah penduduk hasil registrasi tahun 1994 sekitar 2,3 juta. Seperti keaddan
kota pada umumnya, kepadatan penduduk terpusat pada pusat kota. Kecamatan yang ada di
kawasan pesisir mempunyai kepadatan cukup rendah, terendah adalah 8 jiwa/ha.
Pertumbuhan penduduk rata adalah 0,96% pertahun terhitung sejak tahun 1983.
Kecamatan-kecamatan pesisir mempunyai pertumbuhan cukup tinggi dibandi kecamatan di
wilayah lain. Pembangunan yang pesat di pusat kota membutuhkan lahan luas yang
mengakibatkan penduduk berpindah ke daerah penggir yang masih mempunyai lahan kosong.
Mata pencaharian masyarakat di kawasan pesisir mempunyai sumber nafkah utama di sektor
perikanan laut, yaitu sebagai nelayan laut, tambak ikan/udang, tambak garam dan persewaan
perahu. Faktor modal dan ketrampilan yang terbatas merupakan kendala dalam mengembangkan
usahanya. Selain itu lahan yang semkin sempit untuk usaha tambak juga mulai dikeluhkan
sebagian masyarakat.

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 177

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Kelompok masyarakat ini diklasifikasikan sebagai masyakat berpenghasilan rendah


dimana pendapatan rata-rata setiap bulan sekitar Rp.150.000,- s.d Rp.450.000,- (Laporan Pemda
Surabaya, 1996) hanya cukup untuk kebutuhan pokok sandang, pangan, papan serta kebutuhan
pendidikan dan kesehatan keluarga.

3. GEOMORFOLOGI
3.1 Topografi
Dengan luas lahan 32.639 Ha, wilayah dengan luas 25.919,04 Ha atau 80,72% dari luas
tanah total merupakan wilayah dataran rendah dengan ketingian antara 0,5 5 m SHVP atau 3
8 m LWS. Peningkatan titik kontrool vertikal diambil dari titik I BPP Tanjung Perak dengan tinggi
3,6073 m terhadap ARP (Air Rendah Perbani/Purnama). Pada Gambar 3 memperlihat garis kontur
dari kawasan pesisir.

Gambar 3:
Garis kontur satu meter di
Kawasan Pesisir Surabaya

3.2 Morfologi
Daerah tingkat II Surabaya didominasi oleh dataran rendah, yaitu sekitar 80% dari luas
daerah. Sedangkan sisanya sekitar 20% merupakan daerah perbukitan dengan gelombang
rendah.
Wilayah dataran rendah meliputi wilayah-wilayah Surabaya Timur, Surabaya Utara, dan
sebagian dari wilayah Surabaya Selatan. Dataran rendah tersebut terletak pada ketinggian <10 m
dari permukaan laut dan mempunyai kemiringan permukaan sebesar <3%. Dataran rendah
terbentuk oleh endapan alluvial yang terdiri dari endapan sungai dan endapan pantai. Endapan
sungai merupakan endapan sungai Brantas serta cabang-cangan sungainya dan endapan sungai
Rowo. Endapan sungai umumnya berukuran pasir (0,075 mm s.d 2 mm) Bagian timur dan utara
sampai sepanjang Selat Madura dibentuk oleh endapan pantai yang masuk ke daratan sampai
lebih kurang 5 km. Endapan pantai tersebut terdiri dari lempung, lanau dan lempung kelanauan;
sisipan tipis atau lensa yang pada umunya mengandung banyak kepingan kerang di beberapa
tempat.
Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 178

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Wilayah penyebaran daerah perbukitan bergelombang rendah meliputi daerah Lakarsanti


dan Kematan Karangpilang. Ketinggian wilayah perbukitan bergelombang rendah mencapai
kurang lebih 30 meter dari permukaan laut dan kemiringan permukaan sebesar 5-15 %.
3.3 Geologi
Secara geologis daerah Kotamadya Surabaya terbentuk atas 4 jenis batuan yang pada
dasarnya merupakan tanah liat atau pasir. Kondisi tanah di Kotamadya Surabaya sebagian besar
berupa tanah alluvial yang terjadi oleh endapan sungai atau endapan pantai yang umumnya
sangat subur dan cocok untuk daerah pertanian. Pada sisi barat kota, tepatnya di daerah
perbukitan tanah mengandung kadar kapur yang tinggi dan kurang baik untuk pertanian
Studi geologis yang dilakukan Direktorat Geologi Bandung tentang daya dukung tanah
mengemukankan bahwa:
(1) Susunan tanah di Surabaya tidak merata atau tidak sejenis dan mempunyai daya dukung
tanah yang berbeda-beda
(2) Di bagian kota lama, yaitu kecamatan-kecamatan Wonokromo, Sawahan, Genteng, Tegalsari,
Gubeng, Tambaksari, Simokerto, Semampir, Pabean Cantikan, Krembangan dan Bubutan,
tebal permukaan tanahnya adalah 10-18 meter dan terletak di atas dasar tanah liat. dan
pondasi bangunan tinggi harus mencapai kedalaman 25-30 meter.
(3) Di daerah perbukitan, yaitu sebelah barat kota kebanyakan merupakan tanah liat dan
kedalaman pondasi yang dibutuhkan adalah 4-10 meter.
Jenis tanah yang ditemui di daerah Kotamadya Surabaya adalah lempung, lempung berlanau,
lempung berlanau berpasir, pasir dan pasir berlempung berkerang

Gambar 4:
Jenis tanah di Kawasan
pesisir Kotamadya Surabaya

3.4 Kemampuan tanah


Dalam menganalisa kemampuan tanah untuk mendukung bangunan di atasnya perlu
dilihat dari unsur-unsur yang sangat berpengaruh yaitu;
Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 179

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Tekstur tanah yang ditentuukan berdasrkan fraksi-fraksi butiran tanah. Tektur tanah Wilayah
Kotamadya Surabaya tergolong pada daerah yang mempunyai tekstur halus

Kedalaman tanah efektif yaitu tebal lapisan tanah dari permukaan tanah sampai suatu lapisan
dimana akar tanaman tidak menembus. Berdasarkan kedalaman efektif tanah sekitar 98%
kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm sedangkan sisanya sekitar 13% mempunyai
kedalaman 60-90 cm.

Lereng dimana sudut yang dibentuk oleh permukaan tanah dengan bidang horisontal
diperlihatkan bahwa sekitar 87% mempunyai kemiringan lereng sebesar 0-2% sehingga
kecepatan aliran air permukaan rendah.

Erosi yang merupakan pengkikisan permukaan tanah oleh aliran air permukaan tidak ditemui di
Surabaya karena sebagian besar merupakan dataran rendah, kecuali di daerah perbukitan

Untuk kondisi drainase yang ditunjukkan dengan lama dan seringnya tanah jenuh terhadap
kandungan air dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu daerah yang tidak pernah tergenang,
tergenang periodik dan tergenang terus menerus.

3.5 Kondisi air tanah


Dilihat dari parameter fisik dan kimia, air tanah yang dianalisis dari kawasan pesisir
Katamadya Surabaya tiak memenuhi syarat sebagai air bersih yang digunakan sebagai air minum.
Menurut hasil studi Dinas Pertambangan daerah Surabaya, debit tanah di Surabaya dibedakan
menjadi 4 wilayah yang dibedakan berdarkan jenis tanah
Jenis tanah
alluvial Hidromorf
alluvial kelabu
alluvial kelabu tua
grumusol kelabu tua

Debit tanah
m3/hari
m3/tahun
1427,785
521.141,53
1824,46
885.927,9
6124,896
2.235.587,04
2408,04
678.934,6

Berdasarkan kondisi geohidrologi, kota Surabaya dibedakan dalam 4 zona yaitu


(1) Zona air tanah tawar. Daerah ini termasuk zona pengambilan air tanah intensif yang
dikembangkan terbatas untuk kebutuhan air minum, kegiatan jasa atau permukiman, serta tiak
disarankan untuk dikembangkan dengan kegiatan yang memerlukan air tanah cukup besar.
(2) Zona ait tanah tawar yang berpotensi rendah. Di daerah ini dapat dimanfaatkan untuk
kebutuhan air minum rumah tangga dan disesuaikan dengan kebuthan pengembangan
permukiman.
(3) Zona air tanah agak payau/ agak asin berpotensi potensi sedang. Pada derah dengan zona
demikian pengambilan air tanah perlu pengendalian, agar daerah ini tidak menjadi lebih payau.
(4) Zona air tanah agak payau/ agak asin berpotensi potensi rendah. Daerah ini pemanfaatan air
tanahnya sesuai untuk kebutuhan rumah tangga kecuali untuk air minum. Penggunaan air
tanah pad zona ini terbatas pada keperluan yang tidak memerlukan persyaratan.
(5) Zona air tanah payau/asin
Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 180

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

3.6 Kondisi air permukaan dan intrusi air laut


Sebagian besar kondisi air tawar di Surabaya telah tercemar oleh intrusi air laut maupun
kadar garam tinggi hasil sedimentasi. Kadar garam tinggi tidak hanya tersebar di kawasan dekat
pantai saja, tetapi sudah tersebar pula sampai jauh ke arah pedalaman.
Dari hasil uji pada 83 titik sampel air tanah yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan
daerah Surabaya tahun 1996 menunjukkan bahwa luas kawasan intrusi air laut wilayahnya justru
lebih besar dibanding kawasan yang belum terintrusi, sebagian besar barat laut, utara, timur dan
barat daya kota Surabaya sedah mengalami intrusi air laut. Selain itu sebagian kawasan tengah
dan selatan Surabaya kadar garamnya cukup tinggi juga. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
hasil sedimentasi (connate water) atau intrusi air.
Luas wilayah yang kadar garamnya melampaui standar ir minum adalah 22.814 Ha atau
78,54%, sedangkan luas wilayah yang airnya masih tawar seluas 6.235 Ha atau 21,46%. Data
tersebut menunjukkan bahwa penataan ruang di kota Surabaya perlu diperhatikan mengingat
perkembangan kota Surabaya semakin pesat.
Proses intrusi air laut terjadi melalui tia cara yaitu:
a) pergeseran batas air laut dan air tawar (interface) di daerah pantai. Pergesaran ini terjadi
darena pengambilan air tanah berlebihan sehingga menurunkan muka air tanah.
b) pemompaan air tanah semi tertekan yang berlebihan di daratan. Akibat pemompaan yang
berlebihan air yang tersedot bukan bukan air tawar lagi tetapi air asin. Akibatnya air asin yang
tersedot akan menyebar dan mencemari air tanah bebas di sekitar pemompaan.
c) intrusi melalui muara sungai. Intrusi air laut pada air sungai menyebabkan air berkadar garam
tinggi ini bergerak dan mengisi air tanah disekitarnya. Akibatnya air tanah di sekitar sungai
berkadar garam tinggi juga.
d) Di beberapa daerah mempunyai kadar garam tinggi akibat dari hasil sedimentasi laut

Gambar 5:
Sebaran zona air asin
baik akibat intrusi air
laut maupun sedimentasi

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 181

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

4. KAWASAN
4.1 Gambaran Umum Kecamatan Krembangan
Untuk unit analisa studi yang lebih kecil yaitu satu kecamatan telah dipilih Kecamatan
Krembangan, dimana bagian dalam wilayah kecamatannya meliputi wilayah daratan dan wilayah
air. Secara adminitrasi di bawah Kec. Krembangan termasuk wilayah Surabaya Utara terdiri dari 5
kelurahan, 48 RW dan 393 RT. Lima kelurahan yang masuk dalam Kec. Krembangan adalah
Krembangan Selatan, Kemayoran, Perak Barat, Dupak dan Morokrembangan. Secara adminitrasi
Kec. Krembangan berbatasan dengan
Selat Madura di bagian utara
Kec. Asemrowo di bagian barat
Kec. Pabean Cantikan di sebelah timur
Kec. Bubutan di sebelah selatan
Seperti telah diulas di depan bahwa untuk Kec. Krembangan wilayah yang termasuk dalam
kawasan pesisir hanya seluas 806,80 Ha yang meliputi dua kelurahan yaitu Kel. Morokrembangan
Dan Kel. Perak Barat.

Kecamatan
Krembangan

Gambar 6:
Lokasi Kecamatan
Krembangan di Wilayah
Surabaya Utara

Topografi Kec. Krembangan berada di wilayah dataran rendah dengan elevasi <10 m
dengan kemiringan lereng 0-2%.
Morfologi Kec. Krembangan merupakan dataran rendah yang terbentuk oleh endapan
pantai yang masuk ke daratan sampai 5 km. Untuk kondisi tanah berupa tanah alluvial yang terjadi
oleh endapan sungai atau endapan pantai umumnya sangat subur sehingga sangat cocok untuk
daerah pertanian. Jenis tanah yang membentuk kawasan Kec. Krembangan meliputi tanah pasir
berkerang dan tanah pasir tupaan.
Dari hasil studi Direktorat Geologi Bandung tahun 1971, sifat-sifat tanah di Kec.
Krembangan dalam mendukung keseimbangan tanah dan kedalaman pondasi yang diperlukan jika
akan membangun suatu gedung adalah sebagai berikut
Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 182

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Endapan alluvial pondasi (Qap)


Endapan alluvial lembah (Qal)
Kedalaman litologi di
lapisan tanah liat atas (La)
bawah tanah
Lapisan pasir (Pt)
Lapisan tanah liat bawah (Lb)
Air tanah permukaan
Muka air tanah
Debit
Air tanah artesis
----Kualitas air
payau s.d asin
Sumber: Peta Geolgi Tata Kota (Soeharto W. 1986)

0 s.d 20 m
----- 20 m lebih
---------2 s.d 3 m
0,10 liter/det

Dari data yang ada di kawasan pesisir kota Surabaya, untuk Kec. Krembangan mempunyai
kemampuan tanah sbb:
Kondisi kelerengan
Kondisi kedalaman efektif
Kondisi tekstur tanah
Kondisi drainase

02%
90 cm
Halus
Tidak tergenang 703,35 Ha
Tergenang periodik 18,49 Ha

Selalu tergenang 84,96 Ha


Kondisi erodibilitas
Tererosi
Kondisi salinitas
Air tanah asin
Sumber: Data Pokok Kodya Surabaya tahun 1994
Dari hasil studi pembuatan peta geoteknik Kodya Surabaya mengenai kondisi air tanah untuk Kec.
Krembangan diperoleh dengan mengambil sampel 4 titik lokasi. Hasil penyelidikan menujukkan
bahwa kedalaman muka air tanah berada pada 0,5 s.d 1,30 m. Sedangkan dari pemetaan zone
geohidrologi sebagian besar di wilayah Kec. Krembangan merupakan zona air tanah payau /agak
asin berpotensi rendah dimana pemanfaatan air tanahnya sesuai untuk kebutuhan rumah tangga
kecuali untuk air minum.
Informasi mengenai kependuduk di Kec. krembangan, hasil regritasi perkembangan jumlah
penduduk adalah sebagai berikut:
Kecamatan
Luas wilayah
Jumlah Penduduk
(jiwa)

Krembangan
834,13 Ha
1990
1991
1992
115.60 115.52 116.40
2
9
2
Laju pertumbuhan penduduk 0,47 %
Kepadatan penduduk
147 (tahun 1995)
Sumber: Surabaya Dalam Angka Tahun 1994
Perbandingan penduduk wanita dan pria untuk tahun 1994

1993
117.21
5

1994
117.90
6

1995
118.87
1

bahwa pria 58.612 jiwa dan wanita

59.294 jiwa.
5.2 Penggunaan lahan
Luas dan sebaran dari masing-masing jenis penggunaan tanah untuk Kec. Krembangan
adalah sebagai berikut:
Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 183

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Jenis penggunaan tanah


Perumahan, Emplasemen, Kuburan
Perkantoran, Perdagangan, Jasa
Perusahan, Industri, Gudang
Tanah sudah diperuntukkan
Sawah
Tegalan
Tambak, Penggaraman, Waduk
Hutan, Rawa, Pantai
Lain-lain (jalan, sungai, saluran air)
Jumlah
Sumber: Data Pokok Kodya Surabaya tahun 1994

Luas lahan
Ha
%
596,40
73,92
5,76
0,71
21,60
2,68
57,60
7,14
--------95,20
11,80
20,16
2,50
10,08
1,25
806,80
100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penggunaan lahan di wilayah Kec. Krembangan didominasi
untuk perumahan seluas 73,92% dan tambak seluas 11,80%.
4.3 Prasarana Perkotaan
Prasarana perkotaan yang akan diuraikan meliputi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan,
fasilitas peribadatan, fasilitas perdagangan, fasilitas rekreasi dan ruang terbuka.
Fasilitas pendidikan
Tingkat pendidikan

Jumlah
52
Negeri
25
Swasta
27
Madrasah Ibtidaiyah
6
SMP
Negeri
4
Swasta
18
Madrasah Tsanawiyah
2
SMU
Negeri
0
Swasta
12
Madrasah Aliyah
0
Jumlah
146
Sumber: Surabaya dalam Angka tahun 1994
TK
SD

Fasilitas Peribadatan
Sarana peribadatan terdiri dari mesjid, mushola, gereja katolik, gereja kristen, pura dan
vihara. Jumlah sarana peribadatan yang ada sangat terkait dengan jumlah pemeluk agamanya.
Masjid
Mushola
Gereja katolik
Gereja kristen

27
65
1
11

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 184

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Pura
1
Jumlah
105
Sumber: Surabaya dalam angka tahun 1994
Fasilitas Kesehatan
Dari laporan yang tertera pada Surabaya Dalam Angka tahun 1994 menunjukkan bahwa
pelayanan fasilitas kesehatan secara umum merata di seluruh wilayah Surabaya termasuk di
kawasan pesisir. Khusus untuk wilayah Kec. Krembangan Puskesmas disebutkan bahwa ada 2
buah dengan dokter umum 3 orang, dokter gigi 3 orang, bidan 7orang, perawat 7 orang dan
lainnya 32 orang.
Fasilitas Perdagangan dan Jasa
Perdagangan adalah usaha melakukan penjualan kembali barang-barang baru maupun
bekas tanpa mengalami perubahan teknis. Usaha dagang dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Perdagangan besar yaitu usaha dagang dalam partai besar kepada pedagang eceran, industri,
kantor restoran dan sebagainya.
b) Perdagangan eceran merupakan usaha perdagangan dalam partai kecil yang umumnya
langsung kepda konsumen.
Perusahaan dagang pasar di kawasan Kec. Krembangan menurut data pada Surabaya Dalam
Angka tahun 1994 bahawa jumlah pasar ada 6 buah dengan kondisi baik 1 buah, sedang 2 buah
dan kondisi cukup 3 buah. Luas lahan total yang digunakan untuk pasar seluas 0,66 Ha dengan
jumlah pedagang 925.
Fasilitas Kebudayaan dan Rekreasi
Jenis rekreasi yang ada di wilayah Surabaya dibedakan menjadi

Rekreasi alam; misalnya pantai

Rekreasi flora, fauna; misal kebun binatang, taman

Rekreasi seni budaya tradisonal; misal THR, musium

Rekreasi seni budaya modern; misal bioskop

Rekreasi relaksasi; misal diskotik, karaoke

Kehadiran plaza dan mall dapat diindikasikan sebagai fasilitas rekreasi yang murah dan nyaman.
Disamping itu beberapa lokasi dimana pernah terjadi peristiwa sejarah juga merupakan tempat
yang potensial sebagai tujuan rekreasi.
Data Surabaya Dalam Angka Tahun 1994 menyebutkan bahwa jumlah hotel ada 2 buah dengan
jumlah kamar 114 dan fasilitas olahraga ada 3 menempati areal seluas 29,393 m 2.
Ruang Terbuka Hijau
Keberadaan ruang terbuka hijau sangat penting di kawasan perkotaan yang kegiatan lalulintas dan
permukimannya sangat padat. Data Surabaya Dalam Angka Tahun 1994 menyebutkan bahwa
Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 185

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

untuk Kec. Krembangan taman/ jalur hijau berjumlah 5 dengan luas areal 90.919 m 2 dan lapangan
olah raga berjumlah 3 meliputi areal seluas 29.393 m 2, serta makam ada 1 tempat.

5. TIPOLOGI BANGUNAN
Untuk pembahasan tipologi bangunan dari dua Kelurahan yang berada di kawasan pesisir dalam
Kec. krembangan dipilih Kel. Morokrembangan yang terdiri dari 8 RW dan 88 RT yang menempati
areal seluas 317,10 Ha atau sekitar 38% dari total area Kec. Krembangan. Batas adminitrasi dari
Kel. Morokrembangan adalah:
Sebelah utara : Selat Madura
Sebelah selatan : Kel. Dupak dan Kel. Jepara
Sebelah Barat : Kel. Genteng Kec. Asemrowo
Sebelah timur

: Kel. Kemayoran

Jumlah penduduk di Kel. Morokrembangan menurut Monografi tahun 2000 tercatat 31.548 jiwa
yang meliputi 50,8% laki-laki dan 49,2% wanita. Dari jumlah penduduk tersebut terdiri dari 5.863
Kepala Keluarga dengan kepadatan penduduk sekitar 99 jiwa/Ha.
Jumlah penduduk untuk setiap jenis mata pencahariannya adalah :
Mata Pencaharian
Jumlah
Karyawan
3.240
Wiraswasta
2.480
Pertukangan
3.167
Pensiunan
741
Nelayan
186
Sumber:
Monografi

Kel.

Morokrembangan 2000

5.1 Pola Pengelompokkan Bangunan


Di wilayah Kel. Morokrembangan peruntukan lahannya didominasi untuk perumahan. Jenis
bangunan yang tercatat di Kel. Morokrembangan berfungsi sebagai rumah tinggal dengan jenis
konstruksi sebagai berikut:
Rumah permanen

ada 6.631 buah atau 42%

Rumah semi permanen ada 5.014 buah atau 32%


Rumah non permanen ada 4.112 buah atau 26%
Lokasi perumahan terletak di darat dengan memanfaatkan lahan-lahan mulai dari daerah
sepanjang bantaran sungai atau sepanjang pesisir sampai yang lebih ke darat. Gambaran detail
yang diperoleh di lapangan untuk menjelaskan tipologi bangunan diambil di Rw 8 yang terletak di

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 186

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

bagian utara dari Kel. Morokrembangan, dimana mayoritas penduduknya bermatapencaharian


sebagai nelayan atau buruh pabrik.
Pada kawasan in pengelompokkan rumah cukup tertata rapi yang ditunjang baik oleh

Sungai Kalianak

sarana jalan penghubung maupun saluran drainase.

L A U T

Tambak

TPS

Tambak

Tambak

Ruang Aktivitas para


nelayan

Tambak

TPS
d r a i n s e

RSG

MCK

S a l u r a n

Tambak

Saluran
menuju
busem

Gambar 7:
Pola pengelompokkan
bangunan rumah

Sekolah

J a l a n

G r e s i k

Kebutuhan air bersih sudah terlayani dengan jaringan air dari PDAM meskipun tidak semua rumah
mempunyai sambungan langsung.
Tipe bangunan rumah yang berada di RW 8 sebenarnya merupakan rumah tunggal yang
tidak bertingkat. Akan tetapi jarak antar rumah sangat berdekatan dan bahkan cenderung
berdempetan.

Konstruksi bangunan adalah bangunan permanen dengan sistem struktur dari

beton, dinding dari pasangan bata, atap genteng dan lantai bervariasi dari lantai ubin atau lantai
keramik.

Untuk memperjelas gambaran unit rumah di RW 8 diambil satu responden:


Nama
Alamat
Jumlah
penghuni
Tahun
penghunian
Kondisi
bangunan
Harga rumah

Ibnu Akbar
RT3 RW 8, Kel. Morokrembangan, Kec. Krembangan
2 orang (suami dan istri)
1921 sebagai rumah keluarga dan pada tahun 1958 dibagi
warisdan disekat menjadi 4 bagian dan responden menempati
bagian depan
rumah tunggal, bangunan permanen, dinding dari pasangan
batu bata, atap genting, pondasi batu kali, lantai ubin
sekitar Rp. 10 juta

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 187

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

500
Kamar
mandi

Dapur

400

Kamar tidur

Gambar 8:
Denah rumah responden
yang dihuni sejak 1928

Ruang tamu

Tipe pengelompokkan rumah berderet


dan jarak antar rumah sangat rapat

Gambar 9:
Tipologi bangunan dan sarana
jalan yang berada di kawasan
RW 8 kel. Morokrembangan

Untuk kasus di Rw 8, prasana jalan yang adalah jalan lingkungan terbuat dari paving blok
dengan lebar 2m dan 1m. Saluran drainase menggunakan saluran terbuka dengan lebar saluran
sekitar 20cm. Saluran-saluran ini ditutup oleh para penghuni untuk menambah lebar jalan di depan
rumah mereka. Secara umum kondisi lingkungannya di kawasan RW 8 tidak bersih, terlebih lagi
pada saat setelah air pasang selalu membawa sampah-sampah yang kemudian oleh setiap
individu dibuang ke TPS yang jaraknya tidak jauh dari kawasan komplek perumahan tersebut.
Pengelolaan sampah dilakukan oleh petugas kebersihan dari RW 8. Untuk biaya kebersihan setiap
warga ditarik iuran sebesar Rp. 3000,- sebulan.
Sampah di RW 8 seperti umumnya yang terjadi di pemukiman nelayan, sampah yang
terkumpul adalah jenis sampah basah yang mudah mebusuk, sehingga menimbulkan bau busuk
Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 188

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

dan sangat menggangu lingkungan. Penangan sampah dilakukan secara periodik oleh petugas
dari RW. Sampah dikumpul dan langsung dibakar di TPS sehingga jadwal pembuangan sampah
dari warga disesuaikan dengan jadwal pembakaran atau pada saat container pengangkut sampah
datang.

Gambar 10:
Kondisi tempat pembuangan sampah
sementara (TPS) di RW 8

Gambar 11:
Fasilitas umum yang ada di dalam
kawasan RW8, mulai dari kiri ke
kanan adalah Ruang Serba Guna,
MCK dan tempat para nelayan
melakukan aktivitas kegiatannya
Prasana perkotaan lain yang berada di Kel. Morokrembangan terdiri dari fasilitas
pendidikan, fasilitas peribadatan dan fasilitas olah raga. Seperti rumah tinggal maupun fungsi
bangunan lain seperti kantor, sekolah, tempat ibadah, dan sebagainya mayoritas berupa bangunan
tunggal yang tidak bertingkat. Tipe-tipe rumah tinggal maupun fungsi bangunan lain seperti kantor,
sekolah, tempat ibadah, dan sebagainya mayoritas berupa bangunan tunggal yang tidak
bertingkat.
Fasilitas
Pendidikan
TK
SD

Jumlah

Tipe bangunan

7
10

tidak bertingkat
tidak bertingkat

Fasilitas
Peribadatan
Masjid
Mushala

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

Jumlah
16
26
halaman - 189

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

SMTP
3
tidak bertingkat
SMTA
3
tidak bertingkat
Madrasah
1
tidak bertingkat
Sumber: Monografi Kel.Morokrembangan 2000

Gereja
Wihara

3
1

Prasarana perhubungan yang tersedia di Kel. Morokrembangan adalah: Jalan 5 kelas jelan,
jembatan 1 buah dan terminal 2 jenis pada 3 lokasi.
Untuk fasilitas ruang terbuka atau pertamanan meliputi areal seluas 0,50 Ha yang tersebar pada
40 lokasi.
5.2 Kondisi Dan Jenis Kerusakan
Untuk mendetailkan jenisi-jenis kerusakan bangunan yang dialami harus dilihat dari
bencana yang seringkali terjadi. Seperti yang terjadi di Rw 8 dan RW 7 bencana yang sering terjadi
adalah bencana banjir. Pada tahun 1992 Pemda setempat memberi bantuan dana pada RW 8
yang kemudian dimanfaatkan untuk meninggikan jalan-jalan di dalam kompleks. Akan tetapi
semenjak tahun 1998 kondisi di RW 8 mengalami banjir lagi. Hal ini disebabkan karena prasarana
pematusan di sekitar kawasan kondisinya buruk terlebih lagi pintu air yang mengantur debit air di
waduk yang lokasinya paling dekat dengan kawasan tidak berfungsi lagi, sehingga bencana banjir
merupakan kejadian rutin yang dialami bagi warga setempat. Gambar 12 memperlihatkan kondisi
sarana pematusan yang berada di sekitar RW 8.

Kondisi sungai yang berbatasan langsung dengan RW 8


Busem atau Waduk
di dekat RW 8

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 190

Kondisi saluran darainase


di sebelah utara RW 8

Gambar 12:
Sarana pematusan di sekitar RW 8 berpengaruh pada buruknya sistem drainase

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

Jenis kerusakan yang dialami adalah kerusakan yang umum terjadi di daerah yang terkena
genangan air, seperti dinding pasangan bata dan lantai ubin menjadi lembab yang apabila
dibiarkan dinding

tersebut mengelupas, rangka-rangka kayu menjadi lapuk.

Dengan kondisi

demikian genangan air juga merusak perabot-perabot dan perlengkapan yang ada di dalam rumah.
Disamping itu talud-talud di sepanjang sisi sungai dan saluran drainase sudah banyak
yang retak dan apabila kerusakan ini dibiarkan akan sangat merugikan masyarakat sekitarnya.
5.3 Adaptasi masyarakat
Seperti yang telah diuraikan di depan bahwa kawasan di RW 8 secara rutin selalu
tergenang air 30 cm setiap bulannya karena air pasang. Kondisi ini bagi masyarakat dianggap
peristiwa yang rutin dan cara mengatasinya mereka menunggu genangan air tersebut surut
dengan sendirinya. Tindakan yang paling umum dilakukan pada rumah mereka adalah
meninggikan lantai bagi mereka yang mampu sehingga lantai rumah lebih tinggi dari jalan
lingkungan, atau mereka membuat tanggul kecil di depan rumah mereka atau dibagian depan dari
teras, seperti pada Gambar 13.

Gambar 13:
Lantai rumah ditinggikan atau dibuat tanggul kecil
di depan teras untuk mencegah genangan air masuk
ke dalam rumah

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 191

Proceeding - Studi Dampak Timbal Balik Antar Pembangunan Kota dan Perumahan di Indonesia dan Lingkungan Global

6. ANALISA DATA
Metodologi perolehan data di lapangan yang akan digunakan sebagai basis penelitian
dakmal direncanakan menggunakan studi literatur, investarisasi data dan metoda teknis-aplikatif
yang diharapkan dapat menunjukkan kondisi eksisting. Tidak semua data yang diharapkan dapat
diperoleh dengan lengkap mengingat keterbatasan waktu pelaksanaan survey dan kesiapan serta
kelengkapan dokumentasi pada instansi yang dituju.
Peta geologi dan rupabumi yang telah diperoleh sebelumnya digunakan sebagai acuan
dasar untuk pembatasan wilayah studi. Peta-peta ini selanjutnya lebih dimanfaatkan untuk
bahasan lingkup geomorfologi, karena untuk bahasan kawasan dan tipologi perlu dilakukan proses
overlay beberapa peta sehingga dapat diketahui luasan daerah pengaruh dari setiap variabel,
misalnya luasan penggunaan lahan, kepadatan penduduk, kualitas lingkungan, dan kondisi nonfisik. Data-data tersebut diperoleh dengan memanfaatkan data sekunder yang diambil dari hasil
studi yang pernah dilakukan, khususnya Studi Potensi Kawasan Pesisir tahun 1996. Akan tetapi
analisa data yang didapat masih berdasarkan informasi pada kondisi tahun-tahun sebelumnya,
seperti terlihat pada uraian sebelumnya.
Untuk pengkajian unit analisa yang lebih kecil yaitu satu unit kecamatan atau yang lebih
kecil, dipilih berdasarkan informasi di lapangan yang dipadukan dengan kriteria-kriteria yang
disepakati oleh Tim seperti homogenitas bangunan. Kecamatan Krembangan dipilih sebagai unit
analisa karena pada kawasan tersebut akhir-akhir ini sering digenangi banjir, yang mana lokasinya
juga berada di kawasan pesisir dan mayoritas penggunaan lahannya adalah perumahan. Mekipun
banjir dapat digunakan sebagai indikasi awal terjadinya kenaikan muka air laut, tetapi banjir yang
terjadi di Kodya Surabaya atau khusunya di krembangan belum dpat disimpulkan demikian. Hal ini
terlihat dari sistem drainase yang ada kondisinya kurang terawat sehingga dampaknya menyebar
luas.

Indikasi Kenaikan Muka Air Laut Pada Kota Pantai Di Kotamadya Surabaya

halaman - 192

Anda mungkin juga menyukai