Anda di halaman 1dari 9

DASAR TUKAR

Mengapa dasar tukar atau term of trade sangat penting untuk dibicarakan? Hal ini
disebabkan karena setiap membicarakan masalah perdagangan internasional sangat berhubungan
dengan istilah ini. Dalam pembahasan diatas dan atau pembahasan sebelumnya kita telah sering
menggunakan istilah ini untuk menjelaskan posisi suatu negara dalam perdagangan
internasional. Persoalan dalam perdagangan internasional bukan hanya masalah adanya
keuntungan, tetapi yang lebih penting adalah seberapa besar keuntungan itu.
Hubungan ekspor dan impor merupakan hubungan perdagangan antara suatu negara
dengan negara lain. Ekspor dilakukan oleh suatu negara karena harga barang yang diekspor
lebih tinggi di luar negeri. Hasil ekspor tersebut digunakan untuk mengimpor barang dari negara
lain. Ekspor dan impor adalah masalah jual beli sehingga tidak dapat dilepaskan dari masalah
harga dan keuntungan. Apabila harga ekspor relatif lebih tinggi dibandingkan dengan harga
impor, maka posisi negara itu adalah baik. Sebaliknya apabila harga barang ekspor relatif lebih
rendah dari harga barang impor maka posisi tersebut tidak akan menguntungkan.
Disamping hal diatas ada beberapa keadaan lain yang mengebabkan posisi suatu negara
tidak menguntungkan dalam perdagangan internasional, yaitu pertama apabila jumlah ekspor
relatif kecil sedangkan negara tersebut terus saja mengimpor, dan kedua apabila kualitas barang
yang di ekspor lebih rendah kualitas darpada barang yang di impor. Keadaan-keadaan
tersebutlah yang pada umumnya disebut dengan dasar tukar (term of trade). Jadi pengertian
dasar tukar (term of trade) adalah perbandingan kuantitatif (jumlah atau nilai) antara ekspor
dan impor yang mencerminkan posisi perdagangan suatu negara untuk periode watu tertentu.
Permasalahan dasar tukar inilah yang pada umumnya dihadapi oleh negara-negara
berkembang dalam melakukan perdagangan dengan negara-negara maju.

Seperti diketahui

ekspor negara-negara berkembang adalah pada umumnya adalah komoditi primer yang tidak
tahan lama (seperti hasil pertanian) sedangkan impor adalah barang-barang-barang industri yang
tahan lama, sehingga dasar tukar negara-negara berkembang terus menerus mengalami
penurunan. Pada bagian ini akan dijelaskan beberapa konsep dasar tukar.

a. Net Barter Term of Trade


Net barter term of trade adalah perbandingan antara indeks harga
dengan

indeks

harga

impor

(Pm), atau

ekspor

(Px)

N = Px/Pm. Kenaikan N berarti terjadi

perkembangan perdagangan luar negeri yang positif/baik karena dengan nilai ekspor tertentu
diperoleh nilai impor yang lebih besar.
Contoh

N1965

100

(Net

barter

term

oftrade

tahun

dasar

1965)
PX.2005 = 95 (indeks harga ekspor tahun 2005)
Pm.2005= 105 (indeks harga impor tahun 2005)
Berdasarkan data diatas maka dapat dihitung :
N2000 = 95/105 = 90,48 %
Berarti untuk periode 1965 sampai dengan 2005 (selama 40 tahun) harga atau nilai ekspor
(Px) turun sebanyak 9,52 % dibandingkan dengan nilai impornya (Pm)
b. Gross Barter Term of Trade
Gross barter term of trade adalah perbandingan antara indeks kuantitas ekspor (Qx)
dengan indeks kuantitas impor (Qm), atau dirumuskan : G = Qx/ Qm. Apabila G mengalami
kenaikan berarti posisi perdagangan luar negeri negeri negara tersebut kurang baik atau kurang
menguntungkan karena diperlukan ekspor yang lebih besar untuk mendapatkan sejumlah impor
tertentu.
c. Income Term of Trade

Konsep income term of trade ini lebih penting bagi negara-negara berkembang, karena
mencerminkan kemampuan negara tersebut untuk mengimpor barang-barang dari hasil ekspor.
Dirumuskan sebagai : I = N. Qx = (Px/Pm). Qx.
Contoh:

I 1965 = 100 (income barter term of trade tahun 1965)


Qx.2005 = 115 (indeks kuantitas ekspor tahun 2005
PX.2005 = 95 (indeks kuantitas impor tahun 2005)
Pm.2005 = 105 (indeks harga impor tahun 2005),
maka
I = (95/105).115 = 104,05

Berarti untuk periode 1965 sampai 2005, kemampuan mengimpor didasarkan pada
penerimaan ekspor naik sebesar 4.05%, meskipun Px/Pm turun. Perubahan Income term of trade
penting untuk negara-negara berkembang karena berkaitan dengan kemampuan untuk
mengimpor (capasity to impor).
Kenaikan I menunjukkan bahwa suatu negara dapat memperoleh jumlah impor dengan
dasar kenaikan nilai ekspornya. Kemampuan mengimpor akan lebih besar lagi apabila
dipertimbangkan adanya aliran modal yang masuk serta penerimaan-penerimaan lain selain
ekspor. Perubahan I dan N mungkin dalam arah yang berlawanan, misalnya indeks harga impor
tetap, indeks harga ekspor turun dengan persentase lebih kecil dari pada naiknya indeks volume
impor, maka I akan naik dan N akan turun.
d. Factorial Term of Trade
Apabila faktor produktivitas di dalam memproduksi barang dipertimbangkan dalam
penghitungan dasar tukar maka konsep ini dinamakan factorial term of trade, yang dapat
dibedakan menjadi single factorial term of trade dan doble factorial term of trade dimana
masing-masingnya dirumuskan sebagai berikut:
3

a) Single factorial term of trade : S = N. Zx = (Px/Pm). Zx


b) Doble factorial term of trade : D = N. (Zx/Zm) = (Px.Zx)/(Pm.Zm)
dimana : Zx adalah indeks produktivitas barang ekspor dan Zm adalah indeks produktivitas barang
impor.
Misalnya:

Px = 110 berarti harga ekspor naik 10 %


Zx = 105 berarti produktivitas barang ekspor naik 5% per unit input
Pm dan Zm = 100 maka:
S = (110. 105)/(100.100) = 115, berarti
Single factorial term of trade naik 15%

Apabila produktivitas barang impor juga naik (Zm) menjadi 110, maka :
D = (110x105)/(100x110) = 105
Doble factorial term of trade naik 5%
Dalam prakteknya factorial term of trade sulit dihitung dan jarang sekali digunakan.
Factorial term of trade biasanya hanya ditujukan untuk menjelaskan bahwa kita harus
memperhatikan juga adanya beberapa faktor produksi, atau adanya ketidak-seragaman
(heterogonous) di dalam faktor tenaga kerja.

LIBERALISASI PERDAGANGAN
Perdagangan bebas (free trade) atau liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah
konsep ekonomi yang mengacu kepada berlangsungnya penjualan produk antar negara dengan
tanpa dikenai pajak ekspor impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan beas dapat
juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan atas dasar regulasi yang
diterapkan salam satu negara) dalam perdagangan antar indvidual dan antar perusahaan yang
berada di negara yang berbeda.
Para pakar ekonomi politik dari negara berkembang kurang sepakat terhadap
pemberlakukan perdagangan bebas ini, yang diharapkan oleh mereka adalah free and fair trade
(perdagangan bebas dan adil). Dengan begitu perdagangan yang berlangsung jangan hanya
sebatas bebas semata, tetapi juga harus memenuhi aspek keadilan dan kesetaraan.
Perdagangan internasional seringkali terhambat dengan adanya hal hal seperti berbagai
pajak yang ditetapkan oleh negara pengimpor, biaya tambahan yang diterapkan terhadap barang
ekspor dan impor, serta regulasi non tarif pada barang impor. Secara teori perdagangan tersebut
ditolak oleh perdagangan bebas namun dalam prakteknya sangat berbeda.Perjanjian dan
kesepaktan perdagangan yang didukung oleh penganut perdagangan bebas ini justru
menimbulkan hambatan baru (terutama dalam bentuk hambatan non tarif) bagi terciptanya dan
terlaksananya pasar bebas. Perjanjian perjanjian tersebut sering dikritik karena hanya
melindungi kepentingan industri maju dan perusahaan besar.
Banyak pakar ekonomi berpendapat bahwa perdagangan bebas akan meningkatkan taraf
hidup melalui Teori Komparatif. Sebagian lain berpendapat bahwa perdagangan bebas
memungkinkan negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang dan merusak industri
lokal serta membatasi standar kerja dan standar sosial. Singkatnya perdagangan bebas tidak akan
bermanfaat bagi penduduk di negara berkembang dan negara miskin.

Perdagangan bebas justru dianggap bisa merugikan negara maju karena akan
menyebabkan pekerjaan dari negara maju berpindah ke negara lain (negara berkembang dan
negera miskin) atau juga menimbulkan efek low level of playing field (perlombaan serendah
mungkin) yang menyebabkan standar hidup dan keamanan lebih rendah. Selain itu perdagangan
bebas dianggap akan mendorong negara negara bergantung satu sama lainnya, yang berarti
memperkecil kemungkinan terjadinya konflik dan perang.
Budiono (2001) menyebutkan, terdapat lima manfaat dibukanya liberalisasi perdagangan.
Pertama, akses pasar lebih luas sehingga memungkinkan diperoleh efisiensi karena liberalisasi
perdagangan cenderung menciptakan pusat-pusat produksi baru yang menjadi lokasi berbagai
kegiatan industri yang saling terkait dan saling menunjang sehingga biaya produksi dapat
diturunkan. Kedua, iklim usaha menjadi lebih kompetitif sehingga mengurangi kegiatan yang
bersifat mendorong pengusaha untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, bukan
bagaimana mengharapkan mendapat fasilitas dari pemerintah. Ketiga, arus perdagangan dan
investasi yang lebih bebas mempermudah proses alih teknologi untuk meningkatkan
produktivitas dan efisiensi. Keempat, perdagangan yang lebih bebas memberikan signal harga
yang benar sehingga meningkatkan efisiensi investasi. Kelima, dalam perdagangan yang lebih
bebas kesejahteraan konsumen meningkat karena terbuka pilihan-pilihan baru. Namun untuk
dapat berjalan dengan lancar, suatu pasar yang kompetitif perlu dukungan perundang-undangan
yang mengatur persaingan yang sehat dan melarang praktek monopoli.
Teori dari para ahi ekonomi dari masyarakat kaum klasik mengenai perdagangan
internasional:
1.

Teori keunggulan mutlak (absolute Advantage Theory) Adam smith mengemukakan idenya
tentang pembagian kerja internasional yang membawa pengaruh besar bagi barang-barang
negara tersebut serta akibatnya berupa spesialisasi internasional yang dapat memberikan hasil
berupa manfaat perdagangan yang timbul dari dalam atau berupa kenaikan produksi serta
konsumsi barang-barang dan jasa-jasa. Menurut Adam Smith bahwa dengan melakukan
spesialisasi internasional, maka masing-masing negara akan berusaha untuk menekan
produksinya pada barang-barang tertentu yang sesuai dengan keuntungan yang dimiliki baik
keuntungan alamiah maupun keuntungan yang diperkembangkan.

Yang dimaksud dengan keuntungan alamiah adalah keuntungan yang diperoleh karena
suatu negara memiliki sumberdaya yang tidak dimiliki oleh negara lain baik kualitas maupun
kuantitas. Sedangkan yang dimaksud dengan keuntungan yang diperkembangkan adalah
keuntungan yang diperoleh karena suatu negara mampu mengembangkan kemampuan dan
keterampilan dalam menghasilkan produk-produk yang diperdagangkan yang belum dimiliki
oleh negara lain.
2.

Teori keunggulan komperatif (comparative Advantage Theory) teori ini dikemukakan oleh
David Ricardo untuk melengkapi teori Adam Smith yang tidak mempersoalkan kemungkinan
adanya negara-negara yang sama sekali tidak mempunyai keunggulan mutlak dalam
memproduksi suatu barang terhadap negara lain misalnya negara yang sedang berkembang.
Menurut Ricardo keuntungan mutlak yang dikemukakan oleh Adam Smith dapat berlaku di
dalam perdagangan dalam negeri yang dijalankan atas dasar ongkos tenaga kerja, karena adanya
persaingan bebas dan kebebasan bergerak dari faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal.
Karena itu masing-masing tempat akan melakukan spesialisasi dalam memproduksi barangbarang tertentu apabila memiliki ongkos tenaga kerja yang paling kecil. Sedangkan untuk
perdagangan luar negeri tidak dapat didasarkan pada keuntungan atau ongkos mutlak. Karena
faktor-faktor produksi di dalam perdagangan luar negeri tidak dapat bergerak bebas sehingga
barang-barang yang dihasilkan oleh suatu negara mungkin akan ditukarkan dengan barangbarang dari negara lain meskipun ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membuat barang
tersebut berlainan.
Dengan demikian inti Keuntungan komparatif dapat dikemukakan sebagai berikut:
Bahwa suatu negara akan menspesialisasi dalam memproduksi barang yang lebih efisien dimana
negara tersebut memiliki keunggulan komparatif.(Budiono,1990:35) Atau dengan kata lain,
Kemampuan untuk menemukan barang-barang yang dapat di produksi pada tingkat biaya relatif
yang lebih rendah daripada barang lainnya. (Charles P.Kidlleberger dan Peter H. Lindert,
Ekonomi Internasional terjemahan Burhanuddin Abdullah,1991:30) Untuk itu bagi negara yang
tidak memiliki faktor-faktor produksi yang menguntungkan, dapat melakukan perdagangan
internasional, asalkan negara tersebut mampu menghasilkan satu atau beberapa jenis barang yang
paling produktif.
Indonesia dan Free Trade Area

Arus perdagangan dunia yang semakin tinggi menuntut tingginya biaya transaksi yang
harus dikeluarkan. Salah satu cara pengurangan biaya transaksi perdagangan antar negara adalah
dengan melakukan perjanjian perdagangan. Dengan adanya perjanjian perdagangan diharapkan
tidak ada negara yang merasa dirugikan, karena peraturan telah disepakati dalam perjanjian. Hal
ini merupakan salah satu bentuk liberalisasi perdagangan antar negara.
Liberalisasi perdagangan dalam bentuk perjanjian perdagangan ini cenderung memberikan
dampak negatif bagi Indonesia pada kenyataannya. Setelah adanya perjanjian perdagangan
neraca perdagangan Indonesia dengan negara patner semakin mengalami defisit. Contohnya saja
Kerjasama Indonesia dan CAFTA, yang dimulai sejak tahun 2002 ditandatangani di Phnom
Penh. Aziza dan Bagas (2011) menyatakahn bahwa Kerjasama CAFTA ini bertujuan agar: (a)
memperkuat dan meningkatkan perdagangan kedua belah pihak, (b) meliberalisasikan
perdagangan barang dan jasa melalalui pengurangan atau penghapusan tarif, (c) mencari area
baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak, (d)
memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan
menjebatani celah yang ada dikedua belah pihak. Namun dalam kenyataannya, semenjak
diberlakukannya free trade area dengan china, ekspor Indonesia tidak pernah melibihi impor
barang dan jasa dari China. Dengan demikian jelas terlihat bahwa adanya liberalisasi
perdagangan merugikan Indonesia dari sisi neraca perdagangan.
Tabel 1. Neraca Perdagangan Indonesia China

NERACA PERDAGANGAN INDONESIA CHINA

2007

2008

2009

2010

2011

Ekspor ke China
9.675.512,7 11.636,503,7 11.499.327,3 15.692.611,1 22.941.004,9
Impor dari China
8.557,877,1 15.247.168,9 14.002.170,5 20.424.218,2 26.212.187,4

Neraca
perdagangan

1.117.635,6 -3.6106652

-2.5028432

-4.7316071

-3.2711825

Perkembangan perdagangan Indonesia dan China semakin mengalami defisit mulai tahun 20072011 (Tabel 1). Adanya CAFTA mendorong produk-produk chna untuk lebih banyak masuk ke
Indonesia. kesepakatan CAFTA menghilangkan tarif dan kuota ekspor impor anatara negara
ASEAN dan China termasuk Indonesia membuat China bebas untuk melakukan impor barang
dan jasa. Dengan demikian maka harga barang-barang impor dari china di dalam negeri
cenderung lebih murah dibandingkan sebelum adanya CAFTA. Oleh karena itu ketertarikan
masyarakat lebih pada barang impor dibandingkan barang dalam negeri. hal ini merupakan salah
satu kerugian yang diterima oleh Indonesia sehingga neraca perdagangan Indonesia China
menjadi semakin defisit setiap tahunnya.

Anda mungkin juga menyukai