Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
EKONOMI PEMBANGUNAN
ILMU EKONOMI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
Politik ekonomi dalam kebijakan perdangan internasional mempelajari alasan
pemerintah tidak dapat sepenuhnya mendasarkan kebijakannya semata-mata
berdasarkan perhitungan biaya manfaat saja. Untuk memahami kebijakan perdagangan
suatu negara yaitu dengan mengetahui alasan-alasan yang membuat pemerintah tidak
melakukan campur tangan dalam perdagangan atau disebut perdagangan bebas.
A. KASUS PERGADANGAN BEBAS
Sangat sedikit negara yang melakukan perdagangan yang benar-benar bebas.
Sejak zaman Adam Smith, para ekonom memandang perdagangan bebas merupakan
jenis kebijakan perdangan yang ideal. Model teoritis tentang perdagangan menjelaskan
bahwa perdagangan bebas akan menghindarkan terjadinya kerugian efisiensi yang
seringkali diakibatkan oleh adanya proteksi. Banyak ekonom yang meyakini bahwa
perdagangan bebas mampu menciptakan keuntungan tambahan atau keuntungan yang
diperoleh dari penghapusan distorsi produksi dan konsumsi.
a. Perdagangan Bebas dan Efisiensi
Kasus efisiensi bagi perdagangan bebas merupakan kebalikan dari analisis
biaya manfaat dari tarif. Dalam hal ini, negara kecil tidak mampu mempengaruhi
harga ekspor dunia. Tarif menyebabkan kerugian bagi perekonomian yang terjadi
karena adanya distorsi terhadap rangsangan ekonomi baik kepada produsen yang
disebut distorsi produksi maupun kepada konsumen yang disebut distorsi konsumsi.
Sebaliknya, perdagangan bebas akan menghilangkan distorsi-distorsi tersebut
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan perekonomian.
a b
S1 S2 D2
D1
Kurva tersebut menunjukkan kasus efisiensi untuk perdagangan bebas.
Garis vertikal menunjukkan harga (P), dan garis horizontal menunjukkan kuantitas
(Q). Titik hijau merupakan titik keseimbangan permintaan dan penawaran dunia.
Ketika aktivitas perdagangan tidak dikenakan tarif, maka harga yang ditetapkan
sebesar World price, penawaran atau produksi berada di titik S1, dan permintaan atau
konsumsi berada di titik D1. Sehingga ada aktivitas perdagangan sebesar D 1 – S1.
Namun ketika aktivitas perdagangan dikenakan tariff, maka harga meningkat sebesar
World price plus tariff, penawaran berada di titik S2 dan permintaan berada di titik
D2. Artinya setelah ada tarif maka penawaran akan meningkat dan permintaan akan
menurun. Maka jumlah kuantitas barang yang diperdagangkan sebesar D 2 – S2, lebih
sedikit daripada ketika tidak ada tarif (D1 – S1)
Pembatasan perdagangan atau tarif menyebabkan distorsi produksi sebesar
segitiga a. Distorsi produksi terjadi karena adanya tarif akan meningkatkan harga.
Peningkatan harga menyebabkan penawaran akan meningkat dari S 1 ke S2. Begitu
pula disisi konsumen, pembatasan perdagangan atau tarif akan menyebabkan distorsi
konsumsi sebesar segitiga b. Peningkatan harga akibat adanya tarif akan mengurangi
permintaan dari D1 ke D2.
c. Rent-Seeking
Selain dengan pengadaan tarif, pembatasan impor dapat dilakukan dengan
pemberlakuan kuota impor. Dalam pemberlakuan kuota impor, biaya terkadang
diperbesar dengan proses yang dikenal sebagai rent-seeking. Jika Pemerintah ingin
memberlakukan kuota impor, pemerintah harus mengeluarkan izin impor. Hal ini
membuat economic rent akan bertambah kepada siapapun yang menerima izin.
Economic rent atau rente ekonomi adalah perbedaan antara pembayaran atau harga
yang diperoleh dari penggunaan sumber daya dengan biaya perunit input yang
digunakan untuk merubah sumber daya menjadi suatu komoditas. Dengan kata lain,
economic rent merupakan setiap manfaat yang diterima untuk setiap input yang tidak
diproduksi, misal tanah dan paten. Dalam upaya peningkatan izin impor, terkadang
perusahaan harus mengeluarkan biaya yang cukup besar.
b. Aksi Kolektif
Menurut ekonom Mancur Olson, kegiatan politik atas nama suatu kelompok
merupakan bentuk barang publik. Artinya, manfaat dari kegiatan tersebut tidak hanya
dinikmati oleh individu yang melakukan kegiatan, namun juga akan dinikmati oleh
seluruh anggota kelompok. Misal, beberapa orang menulis surat penuntutan
penurunan tarif terhadap barang impor. Ketika banyak orang yang mendukung
keinginan tersebut, maka tuntutan tersebut akan diwujudkan. Namun, penurunan tarif
terhadap barang impor akan dinikmati oleh semua konsumen barang impor,
sekalipun mereka tidak mengetahui adanya surat permintaan penurunan tarif impor.
Oleh karena itu, aksi kolektif atau collective action merupakan suatu
tindakan yang menyangkut kepentingan langsung suatu kelompok, meskipun belum
tentu keinginan tersebut merupakan kepentingan dari setiap anggota kelompok. Aksi
kolektif akan lebih mudah dilakukan dalam kelompok yang relatif kecil, karena
masing-masing anggota akan memperoleh bagian keuntungan yang cukup besar jika
kebijakan yang mereka inginkan terlaksana dan terorganisir dengan baik.
Pada tabel di atas diasumsikan terdapat dua negara, yaitu Amerika Serikat
dan Jepang. Kedua negara tersebut hanya memiliki dua pilihan kebijakan yaitu
perdaganan bebas (free trade) atau proteksi (protection). Asumsi pertama,
pemerintah setiap negara akan memilih kebijakan proteksi. Asumsi kedua, meskipun
pemerintah bertindak secara sepihak dalam memilih kebijakan proteksi akan lebih
baik jika kedua negara tersebut memilih perdagangan bebas. Keadaan tersebut
dinamakan “prisoner’s dilemma”. Ketika pemerintah kedua negara memilih
kebijakan proteksi, maka akan terjadi perang dagang dan kedua negara tersebut akan
sama-sama merugi seperti yang ditunjukan pada kolom kanan bawah.
b. Perjanjian Perdagangan Internasional : Sejarah Singkat
Pada tahun 1930 pemerintah Amerika Serikat memberlakukan tarif smoot-
hawley (Smoot-Hawley Act). Tingkat tarif meningkat tajam dan perdaganan Amerika
mengalami penurunan drastis. Akhirnya, pemerintah Amerika Serikat memutuskan
untuk menurunkan tarif, tetapi hal ini ditentang oleh para anggota kongres. Solusi
dari masalah tersebut adalah negosiasi tarif bilateral. Namun negosiasi bilateral ini
tidak memberikan keuntungan penuh dalam lingkup koordinasi internasional. Maka,
terjadi peralihan dari negosiasi bilateral menuju perundingan multilateral.
Multilateral dimulai saat berakhirnya perang dunia II dan berlangsung
dibawah naungan General Aggreement on Tariffs and Trade (GATT). Pada tahun
1995 didirikannya organisasi formal, yaitu World Trade Organization (WTO).
Analogi mekanisme merupakan salah satu cara untuk berpikir mengenai pendekatan
GATT-WTO yang dimana satu dengan yang lainnya saling terikat. Selain mengikat
tarif, GATT-WTO juga mencegah intervensi non-tarif dalam perdaganan.
Terdapat delapan putaran perdaganan (trade round), lima putaran
perdagangan berupa negosiasi bilateral “parallel” dimana setiap negara melakukan
negosiasi secara berpasangan dengan sejumlah negara sekaligus. Perjanjian
perdaganan multilateral keenam diselesaikan pada tahun 1967 dikenal sebagai
Putaran Kennedy (Kennedy Round). Putaran Tokyo (Tokyo Round) diselesaikan pada
tahun 1979. Kedelapan, Putraran Uruguay (Uruguay Round) diselesaikan pada 1994.
c. Putaran Uruguay
Putaran Uruguay dilaksanakan pada tahun 1986 di Punta del Este, Uruguay.
Putaran ini dijadwalkan berakhir pada tahun 1990 tetapi tidak terlaksanakan karena
mengalami politik yang serius. Pada akhir tahun 1993, para negosiator menyepakati
sebuah dokumen dan ditandatangani di Marrakesh, Morocco, yang intinya berisikan
dua hal, yaitu liberalisme perdaganan dan reformasi administratif.
d. Liberalisasi Perdagangan
Sama seperti negosiasi GATT sebelumnya, putaran uruguay juga memotong
tarif di seluruh dunia. Namun, terdapat hal yang lebih penting dibandingkan
pengurangan tarif, yaitu meliberalisasikan dua sektor penting yang terdiri dari
pertanian dan industri pakaian. Produk pertanian dunia terdistorsi sehingga ketika
putaran uruguay dimulai. Amerika Serikat ingin menciptakan perdaganan bebas di
sektor pertanian, sehingga negara yang melindungi petaninya dengan kuota impor
harus mengganti kuota tersebut dengan tarif yang tidak boleh dinaikkan lagi di masa
mendatang. Perdaganan dunia di sektor industri pakaian juga terdistorsi oleh Multi
Fiber Aranggement(MFA). Maka, putaran uruguay perlahan-lahan menghapus MFA.
E. DOHA DISAPPOINTMENT
Putaran kesembilan ini dimulai pada tahun 2001 di Teluk Persia, Doha. Sama
seperti putaran yang sebelumnya, putaran ini ditandai dengan negosiasi yang sulit. Serta
untuk pertama kalinya putaran negosiasi perdaganan gagal tanpa adanya kesepakatan.
Tabel tersebut menunjukkan perkiraan World Bank dimana kesejahteraan
diperoleh dari ”full liberalization”. Di dunia modern, barang-barang pertanian
menyumbang kurang dari 10 persen dari total perdaganan internasional. Tetapi, menurut
estimasi world bank, liberalisasi perdaganan sektor pertanian akan menghasilkan 63
persen dari keuntungan total perdaganan bebas dunia, dan keuntungan ini sangat sulit
untuk dicapai, karena petani di negara kaya akan lebih efektif dalam mendapatkan
keuntungan dari proses politik.
a. Perjanjian Perdagangan Preferensial
Beberapa kelompok negara membentuk perjanjian perdaganan prefensial
(prefential trading agreement). Secara umum, dua atau lebih negara bisa melakukan
perjanjian perdaganan prefensial dengan dua cara. Pertama, dengan membentuk
kawasan perdaganan bebas (free trade area). Kedua membentuk kesatuan pabean
(customs union), dengan sengaja menyamakan kebijakan tarifnya kepihak mana saja.
Misalnya, terdapat tiga negara, yakni Amerika Serikat sebagai produsen
gandum dengan biaya rendah $4, Inggris sebagai produsen gandum dengan biaya
tinggi $8, dan Perancis berada di tengah-tengah $6. Pertama, diasumsikan jika tarif di
Inggris meningkat sebesar $5 maka harga impor gandum dari Amerika Serikat
menjadi $9, dan Perancis menjadi $11. Sehingga konsumen Inggris akan membeli
gandum domestik seharga $8. Ketika tarif terhadap Perancis dihapus, impor gandum
Perancis akan menggantikan produk Inggris. Dalam analisis pengaturan perdaganan
prefensi, kasus ini disebut sebagai kasus penciptaan perdaganan (trade creation).
Kedua, disumsukan tarif Inggris terhadap produk impor turun menjadi $3.
Maka Inggris akan membeli gandum dari Amerika Serikat seharga $7. Jika terbentuk
kesatuan pabean, konsumen Inggris akan membeli gandum Perancis dengan harga $6
dan tidak lagi membeli dari Amerika Serikat. Dalam analisis pengaturan perdaganan
prefensi, kasus ini disebut kasus pengalihan perdagangan (trade diversion).
DAFTAR PUSTAKA
Paul L. Krugman, M. O. (2004). Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan Edisi Kelima.
Terjemahan Dr. Faishal H. Basri, S.E., M.Sc. Gramedia.
Paul R. Krugman, M. O. (2012). International Economics Theory & Policy Ninth Edition. Pearson
Edication International.