Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH EKONOMI INTERNASIONAL

A. Pendahuluan

Hambatan tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap


barang – barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang
– barang sejenis yang diimpor dari luar negeri, dengan cara menarik /
mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap barang impor yang masuk
untuk dipakai /dikomsumsi habis di dalam negeri. Studi Literatur
mengambarkan perbedaan manfaat dalam setiap negara dan kesepakatan
yang terjalin
Hambatan perdagangan yang paling nyata secara historis adalah tarif. Tarif
adalah pajak yang dikenakan atas barang yang diperdagangkan lintas batas
teritorial. Ditinjau dari aspek asal komoditi ada 2 macam tarif yakni tarif
ekspor (export tariff) dan tarif impor (import tariff). Tarif impor adalah
pungutan bea masuk yang dikenakan atas barang impor yang masuk untuk
dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri. Tarif impor berdampak
pada penurunan konsumsi domestik dan kenaikan produksi domestik.
Berkurangnya volume impor akibat tarif impor tercipta pendapatan
tambahan bagi pemerintah dalam bentuk pajak, serta terjadinya retribusi
pendapatan dari konsumen domestik. Sebaliknya ekspor merupakan pajak
untuk suatu komoditi yang di ekspor (Salvatore 1997).

Tarif yang diberlakukan pada barang-barang impor bertujuan untuk dapat


meningkatkan harga domestik produksi impor yang membuat produk
domestik bisa berkompetisi. Tarif impor akan dibebankan pada harga jual
barang atau jasa yang akan dibeli konsumen, sehingga menyebabkan harga
barang atau jasa bertambah tinggi. Di pasar domestik harga yang berada di
pasar adalah harga ekspor ditambah tarif. Jadi tarif atau bea masuk adalah
salah satu cara untuk memberi proteksi terhadap industri dalam negeri.

Jenis-jenis tarif ditinjau dari mekanisme perhitungannya ialah :


1. bea ad valorem (bea harga), pajak yang dikenakan berdasarkan
angka presentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor,
misalnya suatu negara memungut tarif 25% atas nilai atau harga
dari setiap unit mobil diimpor.
2. bea specific, pungutan bea masuk yang didasarkan pada ukuran atau
satuan tertentu dari barang impor.
3. bea compound (bea specific ad valorem), pajak yamh merupakan
kombinasi antara sistem bea ad valorem dan bea specifik

Sistem tarif yang umum dilakukan oleh tiap negara dan sudah disepakati
dalam pengenaan tarif adalah (Amir 2003):

1. Tarif Tunggal (Singgle column tariff), yaitu suatu tarif untuk satu jenis
komoditi yang besarnya (prosentasenya) berlaku sama untuk impor
komoditi tersebut dari negara mana saja, tanpa kecuali.

2. Tarif Umum/Konvensional (General/Conventional Tariff), yaitu satu


tarif untuk satu komoditi yang besar persentase tarifnya berbeda antara satu
negara dengan negara lain, lazim juga dekenal sebagai tarif berkolom-
ganda (two-column tariff).

3. Tarif Preferensi (Preferential Tariff), yaitu salahs atu tarif yang


merupakan pengecualian dari prinsip non-diskriminatif. Yang dimaksud
dengan tarif preferensi adalah tarif GATT yang persentasinya diturunkan,
bahkan untuk beberapa komoditi sampai menjadi nol persen (zero) yang
idberlalukan oleh negara terhadap komoditi yang diimpor dari negara-
negara lain tertentu karena adanya hubungan khusus antara negara
pengimpor dengan negara pengekspor.

Menurut (Rastikarany 2008) Kebijakan tariff barrier dalam bentuk bea


masuk adalah sebagai berikut:

1. Tarif rendah antara 0%-5%. Tarif ini dikenakan untuk bahan


kebutuhan pokok dan vital, seperti beras, mesin-mesin vital, dan alat-alat
militer;

2. Tarif sedang antara 5%-20%. Tarif ini dikenakan untuk barang


setngah jadi dan barang- barang lain yang belum cukup produksi di dalam
negeri; dan

3. Tarif tinggi di atas 20%. Tarif ini dikenakan untuk barang-barang mewah
dan barang-barang lain yang sudah cukup diproduksi di dalam negeri dan
bukan barang kebutuhan pokok.

Tarif dan bea masuk pada hakekatnya merupakan tindakan diskriminatif


yang digunakan untuk mencapai berbagai tujuan, antara lain melindungi
produk dalam negeri dari persaingan dengan produk sejenis asal impor,
meningkatkan penerimaan negara, mengendalikan konsumsi barang
tertentu, dan lain-lain. Penggunaan tarif bea masuk yang ditujukan untuk
melindungi produk dalam negeri sangat besar pengaruhnya terhadap
globalisasi ekonomi

B. Hambatan Non-Tarif (Non-Tariff Barrier)

Hambatan non-tarif (non-tarif barrier) adalah berbagai kebijakan


perdagangan selain bea masuk yang dapat menimbulkan distorsi, sehingga
mengurangi potensi manfaat perdagangan internasional. Salah satu
intervensi pemerintah untuk mengontrol perdagangan internasional dengan
menggunakan Non-Tariff Barriers. Kebijakan ini dilakukan melalui adanya
pembatasan melalui subsidi terhadap produk domestic maupun kuota atau
pembatasan berdasarkan kuantitas barang yang meliputi pengurangan pajak
produk dengan kuota tertentu, syarat perizinan spesifik, embargo, serta
standarisasi dan label produksi terhadap barang impor.

Adanya pemberlakuan pajak maupun pembatasan tersebut pada dasarnya


berimplikasi terhadap produk domestic (Valles 2013). Dalam hal ini,
pemerintah mengupayakan adanya proteksi terhadap produk dalam negeri
agar dapat bersaing dengan produk impor. Dengan dibenbankan pajak
khusus bagi barang impor, tentu akan berpengaruh pada harga barang
tersebut yang jauh lebih mahal daripada barang local. Sehingga produk
local tersebut masih tetap laku di pasaran. Akan tetapi, terkadang negara
pengimpor barang berani memberlakukan harga yang sangat murah untuk
dijual di luar negeri. Seperti halnya Tiongkok yang menggunakan
kebijakan dumping yakni menjual harga barang jauh lebih murah di negara
lain dibandingkan di dalam negaranya sendiri.

C. Studi literatur

Menurut penelitian (Jamilah 2016). Kerjasama perdagangan Indonesia


dengan China dalam kerangka China – ASEAN FreeTrade (CAFTA) yang
diwujudkan dalam penerapan kebijakan penghapusan tarif impor antara
Indonesia dengan China, dapat meningkatkan permintaan impor Indonesia
yang berdampak menurunnya harga dan produksi domestik. Ekspor produk
pertanian meningkat, namun neraca perdagangan Indonesia-China
mengalami defisit. Jika kebijakan penghapusan tarif impor diberlakukan
ketika terjadi perlambatan ekonomi China dan devaluasi Yuan berdampak
terhadap penurunan permintaanimpor China dari Indonesia, sehingga
ekspor Indonesia ke China menurun kecuali ekspor produk pertanian,
diduga karenaChina membutuhkan bahan pangan dan bahan baku untuk
industrinya. Menurut (Kariyasa 2017) Kebijakan tarif impor telah
berdampak terhadap distribusi pendapatan di antara pelaku pasar.
Berkurangnya surplus konsumen, meningkatnya surplus produsen, serta
adanya kerugian sosial (akibat terjadinya inefisiensi produksi dan
inefisiensi ekonomi) seiring dengan besarnya tingkat tarif yang
diberlakukan. Akan tetapi untuk penerimaan pemerintah akan meningkat
seiring dengan meningkatnya tarif yang diberlakukan, dan setelah
mencapai equilibrium akan mengalami penurunan dan berlawanan arah
dengan kenaikan tarif. Secara umum dapat dilihat, kebijakan tarif impor
telah mengurangi kesejahteraan masyarakat. Agar komoditas beras
terhadap global tetap mempunyai daya saing maka efisiensi biaya produksi
perlu ditingkatkan sehingga besarnya tarif impor berangsur- angsur bisa
dikurangi sampai titik nol, dengan demikian tingkat kesejahteraan
masyarakat yang optimal bisa tercapai
Menurut (Togan 2015) dalam penelitin Turkey dan EU bahwa upaya lebih
lanjut masih diperlukan di sejumlah bidang. Hambatan teknis untuk
perdagangan masih ada, baik di bidang Pendekatan Lama, seperti pada
obat-obatan, bahan kimia, bahan makanan dan tekstil, dan di daerah yang
tidak selaras serta dalam pengawasan pasar. Selain itu, penelitian ini
menekankan masalah yang dihadapi Turki selama implementasi kebijakan,
biaya administrasi implementasi. Diharapkan bahwa pengalaman Turki
akan bermanfaat bagi tetangga-tetangga UE Selatan dan Timur yang
mengejar integrasi ekonomi yang lebih dalam dengan UE dalam konteks
Kebijakan Lingkungan Eropa UE.

D. Kemakmuran berdasarkan Teori Ekonomi Klasik


Adam Smith dikenal sebagi pencetus pertama mengenai free-market
capitalist, kebijksanaan laissez-faire sekaligus merupakan Bapak ekonomi
modern. An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations,
atau yang biasa disingkat “The Wealth of Nation” adalah buku terkenal oleh
Adam Smith yang berisi tentang ide-ide ekonomi yang sekarang dikenal
sebagai ekonomi klasik. Inspirasi dari buku ini tidak lain berasal dari
gurunya sewaktu menuntut ilmu di Universitas Glasgow yakni Francis
Hutcheson dan teman kuliahnya David Hume (Becker, 2007). Tulisan Smith
juga terdiri dari penjelasan menyeluruh megenai berbagai tulisan
merkantilis dan fisokrat yang disentiskannya dengan baik menjadi satu
bahan kajian ekonomi. Perbedaan pendapat antaara Smith dan kamu
merkantilis salah satunya mengenai faktor yang menentukan kemakmuran,
dimana kaum merkantilis percaya bahwa alamlah yang menentukan tingkat
kemakmuran. Sedangkan menurut Smith, penentuan tingkat kemakmuran
adalah kemampuan manusia sendiri sebagai faktor produksi. Pembahasan
Smith lebih banyak bersifat mikro dengan penekanan pada penentuan harga
yang dilakukan dengan pendekakatan deduktif beserta dengan penjelasan
historisnya. Smith berpandangan optimis tentang masa depan dunia. Fokus
utamanya adalah peningkatan individu melalui kesederhanaan dan prilaku
yang baik, menabung dan berinvestasi, perdagangan dan divisi kerja,
pendidikan dan pembentukan kapital, serta pembuatan teknologi baru.
Beliau lebih tertarik untuk meningkatkan kemakmuran ketimbang membagi-
bagi kemakmuran (Becker, 2007).

Seperti yang telah kita ketahui, pemikiran Kapitalisme adalah sebuah


sistem ekonomi yg filsafat sosial dan politiknya didasarkan kepada azas
pengembangan hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan
faham kebebasan. Sistem ini merupakan sekumpulan kebijakan ekonomi
yang juga merujuk kepada pemikiran bapak ekonomi Kapitalis Adam
Smith. Ruh pemikiran ekonomi Adam Smith adalah perekonomian yang
berjalan tanpa campur tangan pemerintah. Model pemikiran Adam Smith ini
disebut Laissez Faire yang berasal dari bahasa Perancis yang digunakan
pertama kali oleh para psiokrat di abad ke 18 sebagai bentuk perlawanan
terhadap intervensi pemerintah dalam perdagangan. Laissez-faire menjadi
sinonim untuk ekonomi pasar bebasyang ketat selama awal dan
pertengahan abad ke-19 (Skousen, 2005). Secara umum,istilah ini
dimengerti sebagai sebuah doktrin ekonomi yang tidak menginginkan
adanyacampur tangan pemerintah dalam perekonomian. “ In economics,
Laissez-faire means allowing industry to be free of government restriction,
especially restrictions in the formof tariffs and government monopolies.”
Adam Smith memandang produksi dan perdagangan sebagai kunci untuk
membuka kemakmuran. Agar produksi dan perdagangan maksimal dan
menghasilkan kekayaan universal, Smith menganjurkan pemerintah
memberikan kebebasan ekonomi kepada rakyat dalam bingkai perdagangan
bebas baik dalam ruang lingkup domestik maupun internasional (Skousen,
2005). Dalam bukunya The Wealth of Nations, Smith juga mendukung
prinsip “kebebasan alamiah”, yakni setiap manusia memiliki kebebasan
untuk melakukan apa yang diinginkannya tanpa campur tangan pemerintah.
Ini mengandung pengertian negara tidak boleh campur tangan dalam
perpindahan dan perputaran aliran modal, uang, barang, dan tenaga kerja.
Lebih lanjut, Smith juga sependapat bahwa pada dasarnya tindak laku
manusia berasal pada kepentingan sendiri (self-interest) bukan belas kasian
ataupun perikemanusiaan (Deliarnov, 2010). Meskipun terdengar kurang
baik, hal ini bukan berarti kita tidak dapat berhubungan dengan sesama
manusia, kita tetap bisa menjalankan bisnis dengan manusia. Namun, perlu
dingat bahwa manusia melakukan segala sesuatunya berdasar pada “self-
interest” manusia itu sendiri. Dalam pembagian kerja, Smith menyimpulkan
bahwa produktivitas tenaga kerja akan lebih maksimal apabila dilakukan
pembagian kerja (division of labor) . Yang artinya pembagian melalui
spesialisasi perorangan yang melakukan produksi akan menghasilkan output
yang lebih baik dan lebih efisien. Smith juga menjelaskan dengan
menggunakan teknologi-teknologi baru dalam sistem produksi akan
meningkatkan hasil produksi pula. Maka dari itu, Smith percaya pada
kekuatan investasi dalam pembelian atau penggunaan teknologi.

Berbicara mengenai arti nilai dalam ekonomi, Smith


mengidentifikasikan barang memiliki dua nilai yakni nilai guna (value in
use) dan nilai tukar (value in exchange). Nilai tukar barang akan ditentukan
oleh jumlah tenaga (labor) yang diperlukan salam menghasilkan barang
tersebut, sedangkan nilai guna adalah nilai kegunaan atau fungsi barang itu
sendiri (Deliarnov, 2010). Contoh nilai tukar barang dapat dilihat dari
tingkat keterampilan ataupun lama waktu yang digunakan dalam proses
pembuatan barang yang nantinya dipakan dalam menentukan harga.
Menurut Smith, hubungan antara nilai tukar dan nilai guna bersifat relatif.
Hal ini terlihat dari perumpamaan air dan intan yang ia jelaskan sebagai
contoh kasus dimana air yang notabene memiliki nilai guna lebih tinggi,
tidak memiliki harga yang lebih tinggi pula dibandingkan intan yang
sebenarnya tidak memiliki nilai guna. Teori nilai Smith sebenarnya
merupakan salah satu kelemahan dari teori klasik yang tidak
mengedepankan nilai utilitas, namun persoalan paradoks ini selanjutnya
mampu dipecahkan oleh murid Smith yakni Alfred Marshall (Deliarnov,
2010).

Perbedaan utama mengenai teori ekonomi klasik dan neoklasik dapat


dilihat dari konsep utility. Dalam ekonomi klasik, utility tidak menjadi
kajian dalam pelbagai teori yang dibawa olehnya baik dari segi nilai, labor
ataupun pertumbuhan. Dalam teori klasik, nilai kesetimbangan lah yang
menjadi patokan harga dibandingkan nilai-nilai penawaran dan permintaan
(supply and demand). Sedangkan dalam neoklasik, nilai keperluan menjadi
prioritas utama disamping nilai kesetimbangan yang juga digunakan dalam
mengontrol supply and demand (Button, 2014). Dari segi nilai (value),
ekonomi klasik dan neoklasik memiliki definisi yang sangat berbeda. Dalam
teori klasik, nilai suatu barang sama dengan harga yang digunakan dalam
produksi. Sedangkan dala neoklasik, nilai suatu barang bertumpu pada
fungsi supply and demand. Maka dari itu, dalam ekonomi klasik, value
bersifat inherent (tidak terpisahkan) dan dalam neoklasik value bersifat
perceived property (dirasakan). Dengan kata lain, dalam neoklasik nilai
merupakan harga sedangkan dalam neoklasik nilai berarti keperluan. Hal ini
selanjutnya menjadi permasalahan baru bagi ekonomi klasik dalam
mendifinisikan profi dalam kegiatan ekonomi. Apabila nilai sama dengan
harga, maka darimanakah profit atau keuntungan tersebut dapat diperoleh ?
hal ini dikritik oleh para kaum neoklasik yang mendifinisikan profit sebagai
kelebihan dari pendapatan diatas biaya atau ongkos. Jadi, jika penawaran
dan permintaan untuk hasil barang dengan harga lebih tinggi dari tenaga
kerja dan modal yang masuk ke dalam biaya produksi, maka barang dan
komponennya hanya memiliki harga keseimbangan juga berbeda (Button,
2014). Selanjutnya, dari segi rasionalitas neoklasiklah yang cenderung
menekankan nilai-nilai ini. Dalam neoklasik, individu memiliki pilihan
rasional yang menjadi acuan dalam perilaku jual beli, dimana individu
cenderung untuk memaksimalkan keperluan mereka dan perusahaan
berusaha untuk memaksimalkan keuntungan. Sedangkan dalam teori klasik,
tidak ada perbedaan antara perusahaan dan individu mengenai prinsip
rasionalitas. Yang ada hanya tingkat pendapatan keuntungan yang sama
antara perusahaan dan pekerja (salah satu keuntungan ekonomi yang
dikarenakan invisible hand dalam pasar bebas). Terakhir adalah mengenai
konsep keseimbangan. Bagi ekonomi klasik, keseimbangan (equilibrium)
dapat dicapai apabila tabungan sama dengan investasi, sedangkan bagi
neoklasik keseimbangan terjadi dalam titik pertemuan antara kurva
penawaran dan permintaan. Hal ini merupakan perbedaan yang paling
fundemantal antar ekonomi klasik dan neoklasik, karena keduanya
menggunakan komponen unsuryang berbeda (Button, 2014).

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Adam Smith sebagai


Bapak ekonomi modern dengan teori klasiknya memiliki pandangan-
pandangan baru yang pada masanya merupakan tahap awal revolusi
industri. Pembahasannya terentang dari teori ongkos produksi, upah, laba,
sewa, serta teori pembangunan yang turut memperhitungkan nilai
pembagian kerja dan akumulasi modal. Landasan pandangan ekonomi
kalsik adalah kepentingan pribadi (self-interest) dengan kemerdekan
alamiah, sehingga setiap orang dengan tepat mengetahui apa yang perlu dan
menguntungkan bagi dirinya. Bila dibandingkan dengan pemikiran-
pemikiran paham sebelumnya, teori Smith cenderung lebih terpadu,
konsisten, mendalam, dan bersifat lebih umum dengan banyak
membicarakan mengenai kekayaan. Beliau juga menantang pandangan
kaum Merkantilis yang menyatakan bahwa kekayaan itu terdiri dari uang
dan logam-logam mulia. Menurut Smith, perdagangan internasional bukan
semata-mata untuk mendapatkan logam-logam mulia tetapi untuk
pertukaran komoditi yang diperlukan, memperluas pasar dan hal ini yang
akan meningkatkan pembagian kerja. Mengenai perbedaanya dengan
neoklasik, penulis berpendapat bahwa teori klasikyang diusung oleh Smith
memiliki banyak kekurangan yang belum bisa dijelaskan dari sisi
rasionalitas seperti halnya yang telah disempurnakan oleh neoklasik.
Definisi mengenai keperluan, penawaran dan permintaan seharusnya juga
diperhitungkan oleh teori kalsikdalam mencapai keuntungan yang
diinginkan seperti halnya masalah paradoks mengenai air dan intan yang
belum bisa dijelaskan dengan baik oleh teori klasik.
Referensi

Togan, Subidey. (2015). Technical Barriers to Trade: The case of Turkey


and the European Union, Journal of Economic
Integration Vol.30. No.1.
http://dx.doi.org/10.11130/jei.2015.30.1.121

Salvatore, D. (1997). Ekonomi Internasional. Jakarta : Erlangga

Kariyasa, Ketut. (2017). Dampak Tarif Impor Dan Kinerja Kebijakan


Harga Dasar Serta Implikasinya Terhadap Daya Saing Beras
Indonesia Di Pasar Dunia: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian

Amir, M.S. (2003). Ekspor dan Impor (Teori dan Penerapannya). Seri
Bisnis Internasional no.13. Jakarta : Penerbit PPM.

Rastikarany, Hikmah. (2008). Analisis Pengaruh Kebijakan Tarif Dan Non


Tarif Uni Eropa Terhadap Ekspor Tuna Indonesia: Repository IPB

Valles et al. (2013). Journal of Translational Medicine.


http://www.translational- medicine.com/content/11/1/72

Jamilah. (2012). Dampak Perlambatan Ekonomi China Dan Devaluasi


Yuan Terhadap Kinerja Perdagangan Pertanian Indonesia. Ekuitas:
Jurnal Ekonomi dan Keuangan: IPB ISSN 1411 - 0393

Anda mungkin juga menyukai