Anda di halaman 1dari 13

I.

PENDAHULUAN
A. Judul Laporan
Pemeriksaan resistensi osmotik darah cara visual.
B. Tanggal Praktikum
Kamis, 10 Desember 2015
C. Tujuan
1. Mahasiswa akan dapat mengukur fragilitas eritrosit metode daya tahan
osmotik secara visual.
2. Mahasiswa akan dapat menyimpulkan hasil pemeriksaan fragilitas eritrosit
dalam darah pada saat praktikum setelah membandingkannya dengan nilai
normal.
3. Mahasiswa akan dapat melakukan pemeriksaan penunjang untuk
membantu menegakkan diagnosis dengan bantuan hasil praktikum yang
dilakukan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Struktur dan fungsi sel darah merah


Pada hakikatnya, sel darah merah merupakan suatu membrane yang
membungkus larutan hemoglobin (protein ini membentuk sekitar 95% protein
intrasel sel darah merah), dan tidak memiliki organel sel, misalnya
mitokondria, lisosom, atau apparatus golgi. Sel darah merah manusia, seperti
sebagian besar sel darah merah hewan, tidak berinti. (Robert K. Murray, 2010)
Fungsi utama sel darah merah relatif sederhana, yaitu menyalurkanoksigen
ke jaringan dan membantu membuang karbondioksida dan proton yang
dibentuk oleh metabolisme jaringan. (Robert K. Murray, 2010)
B. Metabolisme eritrosit
Karena tidak memiliki mitokondria, yang merupakan tempat berbagai
enzim untuk fosforilasi oksidatif, maka eritrosit hanya mengandalkan
glikolisis untuk membentuk ATP.
Di eritrosit, reaksi yang dikatalisis oleh fosfogliseratkinase dapat
dipintas dalam batas tertentu oleh reaksi bisfosfogliserat mutase, yang
mengatalisis perubahan 1'3-bisfosfogliserat menjadi 2,3-bisfosfogliserat, dan
diikuti oleh hidrolisis menjadi 3-fosfogliserat dan P., yang dikatalisis oleh
2,3-bisfosfogliserat fosfatase. Jalur alternatif ini tidak menghasilkan ATP dari
glikolisis. Namun, jalur ini berfungsi menyediakan 2,3-bifosfogliserat, yang
berikatan dengan hemoglobin dan menurunkan afinitasnya terhadap oksigen
sehingga oksigen lebih mudah disalurkan ke jaringan. Ada dua jalur
mekanisme metabolisme eritrosit, yaitu :
1. Jalan Embden-Meyerhof
Eritrosit tidak mempunyai mitokondria atau organel lainnya dan
juga metabolisme di dalam sitoplasmanya sangat berkurang. Yang
diperlukan untuk fungsinya tentu saja adalah penambahan glukosa
yang dipecahkan melalui glikolisis menjadi laktat. Untuk setiap
molekul glukosa yang digunakan, dihasilkan dua molekul ATP dan
dengan demikian dua ikatan fostat berenergi tinggi. ATP ini
menyediakan energi untuk pemeliharaan volume, bentuk dan

kelenturan (flexibility) sel darah merah. ATP juga berfungsi


menyediakan energi bagi Na+/K+ -ATPase, yang menjaga lingkungan
ion di dalam eritrosit, dan ini memakai satu molekul ATP untuk
menggerakkan tiga ion natrium ke luar dan dua ion kalium ke dalam
sel. BPG (2,3-Bifosfogliserat) juga berasal dari pemecahan glukosa.
Jalan Embden-Meyerhof juga menghasilkan NADH yang diperlukan
oleh

enzim

methhemoglobin

reduktase

untuk

mereduksi

methemoglobin yang tidak berfungsi (hemoglobin teroksidasi) yang


mengandung besi Ferri (Fe3+OH) yang diproduksi oleh oksidasi
sekitar 3% hemoglobin setiap hari untuk menjadi aktif berfungsi
sebagai bentuk hemoglobin tereduksi (mengandung besi ferro, Fe2+).
(Komariah, 2009)
2. Jalan Heksosa Monofosfat (Pentosa Fosfat)
Kira-kira 5% glikolisis terjadi dengan cara oksidatif ini di
mana glukosa 6-fosfat dikonversi menjadi 6-fosfoflukonat dan
terus menjadi ribulosa 5-fosfat. NADPH dihasilkan dan berikatan
dengan glutation (GSH) yang menjaga keutuhan gugus sulfidril (SH) dalam sel termasuk yang di dalam hemoglobin dan membran
sel darah merah. NADPH yang digunakan oleh methemoglobin
reduktase lainnya memelihara besi hemoglobin dalam keadaan
Fe2+ yang fungsional aktif. Selain itu dengan adanya O2 selalu
terbentuk peroksida yang sangat reaktif yang juga harus
dimusnahkan. Hal ini terjadi secara enzimatik dengan bantuan
glutation (GSH). Tripeptida yang atipikal ini membawa satu gugus
tiol pada sistein. Pada reduksi methemoglobin dan peroksida,
gugus tiol tersebut akan dioksidasi menjadi disulfida yang sesuai
(GSSG). Regenerasi GSH dikatalisis oleh glutation reduktase yang
pada proses ini memerlukan NADPH sebagai koenzim. (Komariah,
2009)

C. Fragilitas eritrosit

Sel darah merah/eritrosit mempunyai membran sel yang bersifat


semipermeabel terhadap lingkungan sekelilingnya yang berada di luar
eritrosit, dan mempunyai batas-batas fisiologi terhadap tekanan dari luar
eritrosit. Tekanan membran eritrosit dikenal dengan tonisitas yang
berhubungan dengan tekanan osmosis membran itu sendiri. Kekuatan
maksimum membran eritrosit menahan tekanan dari luar sampai terjadinya
hemolysis dikenal dengan kerapuhan atau fragilitas (Swenson, 2005).
Untuk mengetahui kekuatan membran eritrosit dapat dilakukan
dengan uji kerapuhan atau tes fragilitas dengan cara memasukkan eritrosit
(sel darah merah ke dalam seri larutan yang mempunyai tekanan isotonis
sampaihipotonis). Larutan yang digunakan adalah NaCl dengan kadar 0,3%
sampai 0,9%. Saat mulai terjadinya pecah eritrosit (hemolisis) disebut
sebagai hemolisis awal (initial haemolysis), menggambarkan titik fragilitas
eritrosit, sedangkan apabila eritrosit mengalami hemolisis semuanya
disebut total haemolysis. (Sulabda, 2014)

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat Dan Bahan


1. Alat :
a. Spuit 3 cc
b. Vacuum blood collection tube purple cap
c. Tabung reaksi 3mL
d. Rak tabung reaksi
2. Bahan :
a. Darah
b. Larutan NaCl 0,5%
c. Aquades
B. Cara Kerja
a. Lakukan pengambilan sampel darah vena sebanyak 3 cc dengan
menggunakan spuit. Darah yang terambil dimasukkan ke vacuum blood
collection tube purple cap;
b. Susun 12 tabung reaksi pada rak dan dibagi menjadi 2 baris, masingmasing berisi 6 tabung. Deret baris pertama digunakan untuk mengetahui
initial haemolysis, sementara deret baris kedua digunakan untuk
mengetahui total haemolysis;
c. Masing-masing tabung tersebut diberi label nomor dari kiri ke kanan
dengan urutan: 25, 24, 23, 22, 21, 20, 19, 18, 17, 16, 15, 14;
d. Kemudian diteteskan NaCl 0,5% dengan pipet kapiler yang banyaknya
disesuaikan dengan nomor tabung;
e. Diteteskan pula aquades pada tiap tabung, sampai volumenya berjumlah
25 tetes tiap tabung;
f. Konsentrasi NaCl pada msing-masing larutan menjadi: 0,5%; 0,48%;
0,46%; 0,44%; 0,42%; 0,40%; 0,38%; 0,36%; 0,34%; 0.32%; 0,30%;
0,28%;
g. Diambil darah dari vacuum blood collection tube purple cap lalu masingmasing tabung diberikan 1 tetes darah, dicampur lalu diinkubasi pada suhu
ruangan selama 30 menit;
h. Diperhatikan hasilnya. Dilihat tabung mana yang terjadi initial haemolysis
dan tabung mana yang terjadi total haemolysis.
C. Nilai Normal
Initial haemolysis
Total haemolysis

: pada NaCl 0,44 % (0,44 0,02 % NaCl)


0,42% - 0,46% pada tabung 22, 23, dan 24
: pada NaCl 0,34 % (0,34 0,02 % NaCl)
0,32% - 0,36% pada tabung 16, 17, dan 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Metode
Metode fragilitas eritrosit cara visual
B. Hasil
1. Probandus
a. Nama
: Muhammad Abdul Lathif Khamdillah
b. Usia
: 18 tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki
2. Hasil pemerikasaan fragilitas eritrosit yaitu terjadi initial hemolysis pada
tabung 21 dan total hemolysis pada tabung 17.
C. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukan bahwa umur eritrosit mempengaruhi
fragilitas eritrosit. Dalam uji fragilitas eritrosit di laboratorium dimulai dengan

terjadinya haemolysis awal (initial haemolysis ) yang di tentukan sebagai titik


awal fragilitas eritrosit, sementara jika semua eritrosit mengalami lisis total
(total haemolysis ) ditentukan sebagai fragillitas total. Ketahanan eritrosit
untuk lisis dapat di ukur dengan meningkatkan konsentrasi NaCl (uji fragilitas).
Sedangkan hasil yang didapatkan pada pengambilan darah probandus
adalah 3 cc,dimana didapatkan initial haemolysis nya adalah 21 dan total
haemolsis nya adalah 17.
Nilai normal nya adalah :
a. Initial haemolysis

: Pada NaCL 0.42 % - 0.46 %

Pada tabung 20 (0.40) initial haemolysis akan menurun dan meningkat pada
tabung 19 (0.38) .
b. Total haemolysis

: Pada NaCL 0. 32 % - 0.36 %

Faktor-faktor yang memengaruhi fragilitas dapat meningkat ataupun


menurun yaitu :
1. Umur sel darah merah
2. Beda tekanan osmosis
3. Substansi kimia
4. Bisa ular, bisa kalajengking, alkohol, dan lain-lain (Asscalbiass, 2011).
D. Aplikasi klinis
1. Anemia hemolitik autoimun (AHA) atau autoimmune hemolytic anemia
(AIHA).
Anemia hemolitik adalah: anemia yang disebabkan oleh proses
hemolisis. Hemolisis adalah pemecahan eritrosit dalam pembuluh darah
sebelum waktunya (sebelum masa hidup rata-rata eritrosit yaitu 120 hari).
Anemia hemolitik autoimun adalah suatu anemia hemolitik yang
timbul karena terbentuknya autoantibodi terhadap eritrosit sendiri
sehingga menimbulkan destruksi (hemolisis) eritrosit.
Berdasarkan sifat reaksi antibodi, AHA dibagi 2 golongan, yaitu:
1.1. AHA tipe panas (warm AIHA)
a. Etiologi

Secara garis besarnya penyebab AHA tipe panas dapat


dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu bentuk primer
(idiopatik) dan bentuk sekunder.
1) Idiopatik: merupakan 50% kasus AHA
2) Sekunder terdiri atas.
a.
akibat gangguan reaktivitas imun: SLE, Limfoma
Malighna,CLL;
b.
mieloma multipel, karsinoma dan kolitis ulserativa;
c.
setelah penggunaan obat methildopa.
Autoantibodi aktif maksimal pada suhu tubuh (37 C)
b. Gambaran klinis
1) Gejala Klinik
AHA tipe panas terjadi pada semua umur, tetapi
lebih sering pada wanita muda. Gejala yang menonjol
adalah anemia, demam, ikterus dan splenomegali. Gejala
sering hilang timbul.
2) Kelainan Laboratorik
Pada AHA tipe panas dijumpai kelainan laboratorium
sebagai berikut:
a. Darah tepi
b.Anemia dapat sampai berat, terdapat mikrosferosit,
polikromasia dan sering ada normoblast dalam tepi darah.
Morfologi anemia pada umumnya normokromik
normositer.
c. Retikulosit sangat meningkat.
d. Bilirubin serum meningkat 2-4 mg/dl, bilirubin indirek
lebih tinggi dari bilirubi direk
e. Tes Coomb direk (DAT) positif.
1.2. AHA tipe dingin (Cold AIHA)
a. Etiologi
AHA tipe dingin lebih jarang dijumpai dibandingkan
dengan AHA tipe panas. Di sini reaksi antigen-antibodi terjadi pada
suhu dingin (<32 C), antibodi termasuk golongan. IgM, dapat
bersifat monoklonal pada yang idiopatik, dapat juga poliklonal
pada yang post infeksi.

10

Dilihat dari sudut penyebabnya maka AHA tipe dingin


dapat digolongkan menjadi 3, yaitu:
1)
Idiopatik
2)
Sekunder terdiri atas :
a. Infelsi: mycoplasma pneumonia, mononucleosis infectiosa,
cytomegalo virus;
b. Limfoma maligna.
c. Paroxysmal cold hemoglobinuria (PCH)
b. Gambaran klinis
AHA tipe dingin dapat bermanifestasi klinik dalam 3 bentuk:
1) Acute Postinfectious Cold Agglutin-Induced Hemolysis.
Terjadi setelah infeksi, biasanya infeksi virus, dengan
gambaran klinik yang terdiri atas:
a. Hemolisis transient tapi berat;
b. Tampak aglutinasi,polikromasi,makrosit,dan sferosit;
c. Titer aglutinin tinggi. Tes Coombs direk positif.
2) Chronic Cold Aglutinin Disease
Merupakan AHA tipe dingin yang berjalan lebih perlahanlahan dengan gambaran sebagai berikut:
a. Kulit jari tangan/kaki mati rasa pada udara dingin
(akrosionosis)
b. Anemia bisa ada bisa tidak
c. Retikulosit tinggi tinggi, autoaglutinasi;
d. Tes aglutinin dingin dijumpai titer tinggi dan tes Coombs
direk positif.
3) Paroxysmal Cold Hemoglobinuria (PCH)
Suatu bentuk AHA dingin yang jarang di jumpai, misalnya:
a. Adanya antibodi donath-landsteiner, suatu IgG yang
spesifik terhadap P blood group antigen, mempunyai
rentang panas yang sempit dan kemampuan mengikat
komplemen sehingga dapat menimbulkan lisis eritrosit pada
bagian tubuh yang dingin.
b. Tes Donath-Landsteiner, khas untuk PCH
c. Bentuk klasik dihubungkan dengan infeksi sifilis, bentuk
acute transient dihubungkan dengan infeksi virus seperti
mumps atau measles.
d. Lebih sering bersifat sembuh sendiri (self limiting), tetapi
kadang-kadang transfusi diperliukan.

11

2. Anemia Defisiensi besi


Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat
kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan
besi untuk eritropoiesis berkurang,yang pada akhirnya pembentukan
hemoglobin berkurang.
a. Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan
besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan
menahun.
1)
a.

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat


berasal dari:
Saluran cerna: akibat dari tukak peptik, kanker lambung,
kanker kulon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing

tambang.
b.
Saluran genitalia wanita: menorrhagia, atau metrohagia
c.
Saluran kemih; hematuria
d.
Saluran napas; hemoptoe
2) Faktor nutrisi
Akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan
3)
4)

banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).


Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak
dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
Gangguan absorpsi besi: gastrektomi, tropical spurae atau kolitis
kronik.

b. Gambaran klinis
Kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa
badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga
mendenging.
3. Sferositosis herediter
Sferositosis herediter adalah kelainan hematologi herediter-familier
yang banyak dijumpai di Eropa Utara (skandinavia). Kelainan ini khas.
1. Diturunkan secara autosomal dominan dengan ekspresi bervariasi.
2. Dijumpai makrosferosit pada hapusan darah tepi.
3. Memberi respon baik terhadap splenektomi.
a. Etiologi

12

Kelainan dasar sferositosis herediter terletak pada protein


struktural membran eritrosit.sferositosis timbul karena defek protein
yang berfungsi dalam interaksi vertikal antara membran skeleton
dengan lipid bilayer membran eritrosit, antara lain karena defek pada
ankyrin, spektrin atau pallidin. Hal ini mengakibatkan membran
eritrosit menjadi longgar sehingga eritrosit berubah bentuk dari
bikonkaf menjadi sferis, eritrosit mengalami deformabilitas (perubahan
bentuk menjadi bulat dan rigit).
b. Gambaran klinis
Sferositosis herediter menimbulkan anemia dari bayi sampai tua.
Dijumpai ikterus yang berfluktuasi. Splenomegali hampir selalu
dijumpai. Pada sebagian besar penderita dijumpai batu empedu,
Eritrosit

pada

sferositosis

herediter

mudah

lisis

(fragilitasnya

meningkat).

V. KESIMPULAN
1. Pemeriksaan resistensi osmotik darah dengan cara visual pada sampel
probandus adalah sampel darah mulai mangalami lisis (initial haemolysis)
13

dalam tabung reaksi yang berisi 21 tetes larutan NaCl (konsentrasi 0,46%)
dan darah mengalami hemolisis sempurna (total haemolysis) dalam tabung
reaksi yang berisi 17 tetes larutan NaCl (konsentrasi 0,32%).
2. Fragilitas eritrosit dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah
usia eritrosit, aktivitas fisik, alkohol, radikal bebas, dan vitamin E.

DAFTAR PUSTAKA
Adoe, desmiyanti Natalia. 2006. Perbedaan fragilitas eritrosit antara subyek
yang jarang dengan yang sering terpapar sinar matahari .Semarang. FK
UNDIP

14

Asscalbiass, 2010. Buku panduan Praktikum Biokimia Kedokteran Blok


Hematologi Immunologi . Purwokerto . hlm . 10-12
Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
Charoenphandhu N. 2007. Physical Activity and Exercise Affect Intestinal
Calcium Absorption: A Perspective Review. J. Sports Sci. Technol, Volume 7,
No. 1: 171-81.
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Gannong WF. 2006. Pathophysiology of Disease-An Introduction to Clinical
Medicine. Edisi ke-5. San Francisco: Mc.Graw-Hill.
Muliani. 2012. Olahraga Meningkatkan Mekanisme Absorbsi Kalsium. Bagian
Anatomi Fakultas Kedokteran Udayana. Medicina, 43;103
Sacher, Ronald A dan Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC
Sentruk, Z, et all. 2002. Determination of Theophylline and Ephedrine
Hydrochloride in Tablets by Ratiospectra Derivative Spectrophotometry and LC.
J.Pharm.Biomed.Anal. 29 ( 1 - 2 ) : 291 - 8
Schlenker ED. 2004. Essential of Nutrition and Diet Therapy, Edisi ke-8.
Missouri: Mosby
Sherwood, L. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Tahir, Zulkifli, et al. 2012. Analisa Metode Radial Basis Function Jaringan Saraf
Tiruan untuk Penentuan Morfologi Sel Darah Merah (Eritrosit) Berbasis
Pengolahan Citra. Group Teknik Elektro, Volume 6. Makassar: Jurusan Teknik
Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Warni, E. 2009. Penentuan Morfologi Sel Darah Merah (Eritrosit) Berbasis
Pengolahan Citra Dan Jaringan Syaraf Tiruan. Jurnal Ilmiah Elektrikal
Enjiniring UNHAS. Vol. 7 No. 3

15

Anda mungkin juga menyukai