PSP Standar Umum 01 SPKN, mengemukakan bahwa standar umum berkaitan dengan
ketentuan mendasar untuk menjamin kredibilitas hasil pemeriksaan. Faktor-faktor yang
berkenaan dengan standar umum tersebut adalah :
1. Keahlian/kemampuan (Kompetensi Pemeriksa). Paragraf 03 : Pemeriksa secara kolektif harus
memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan.
2. Independensi Pemeriksan Dan Organisasi Pemeriksa. Paragraf 14 : Dalam semua hal yang
berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas
dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat
mempengaruhi indpendensinya.
3. Pelaksanaan Kemahiran Profesional secara Cermat Dan Seksama. Paragraf 27 : Dalam
pelaksanaan pemeriksaan, serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib
menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama.
Alasan utama auditor harus merencanakan penugasannya dengan tepat adalah : (1) Memudahkan
auditor memperoleh bahan bukti kompeten yang cukup untuk kondisi yang ada ; (2)
Menghindari kesalahpahaman dengan kliennya, dan ; (3) Memudahkan dalam menganggarkan
biaya audit agar tetap wajar.
PSP 02 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan Keuangan SPKN menyatakan bahwa Standar
Pemeriksaan memberlakukan 3 (tiga) persyaratan standar pekerjaan lapangan SPAP, yaitu : (1)
Pekerjaan harus direncanakan dengan sebaik-baiknya dan jika digunakan tenaga asisten harus
disupervisi dengan semestinya ; (2) Pemahaman yang memadai atas pengendalian intern harus
diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang
akan dilakukan, dan ; (3) Bukti audit yang kompeten harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
Selanjutnya pada paragraf 05 (PSP 02 SPKN) menetapkan standar pelaksanaan tambahan, yaitu :
(1) Komunikasi pemeriksa ; (2) Pertimbangan thd hasil pemeriksaan sebelumnya ; (3)
Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan dari ketentuan peraturan
perundang-undangan, kecurangan (fraud), serta ketidakpatutan (abuse) ; (4) Pengembangan
temuan pemeriksaan, dan (5) Dokumentasi pemeriksaan.
Sedangkan untuk pemeriksaan kinerja, paragraf 07 PSP 04 Standar Pelaksanaan Pemeriksaan
Kinerja SPKN menyatakan bahwa dalam merencanakan suatu pemeriksaan kinerja, pemeriksa
harus :
1. Mempertimbangkan signifikansi masalah dan kebutuhan potensial pengguna laporan hasil
pemeriksaan.
2. Memperoleh pemahaman mengenai program yang diperiksa (organisasi, program, dan fungsi
pelayanan publik).
3. Mempertimbangkan pengendalian internal.
4. Merancang pemeriksaan untuk mendeteksi penyimpangan dari peraturan perundang-undangan,
tindak kecurangan (fraud), dan ketidakpatutan (abuse).
5. Mengidentifikasi kriteria yang diperlukan untuk mengevaluasi hal-hal yang harus diperiksa.
6. Mengidentifikasi temuan dan rekomendasi signifikan dari hasil pemeriksaan terdahulu yang dapat
mempengaruhi tujuan pemeriksaan yg sedang direncanakan.
7. Mempertimbangkan apakah pekerjaan pemeriksa/ahli lain dapat digunakan untuk mencapai
tujuan tertentu dalam pemeriksaan.
8. Menyediakan pegawai/staf yang cukup dan sumber daya lain untuk melaksanakan pemeriksaan.
9. Mengkomunikasikan informasi mengenai tujuan, dan informasi umum lainnya yang berkaitan
dengan rencana dan pelaksanaan pemeriksaan kepada manajemen auditan, atau pihak lain yg
terkait.
10. Mempersiapkan perencanaan pemeriksaan secara tertulis yang meliputi program pemeriksaan,
metodologi pemeriksaan yang memadai, dan dokumentasi mengenai dasar-dasar yang
digunakan pemeriksa untuk pengambilan keputusan. Perencanaan tertulis tsb dapat disesuaikan
dengan memperhatikan perubahan signifikan dari kondisi auditan.
Selengkapnya : Perencanaan Audit Keuangan Negara
Support :
KERTAS KERJA AUDIT DAN BUKTI AUDIT
SP 02 SPKN : Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam
bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporan pemeriksaan dapat menjadi bukti yang mendukung opini, temuan, simpulan
dan rekomendasi pemeriksaan. Dokumentasi pemeriksaan juga harus memuat informasi tambahan
sebagai berikut : (a) Tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan, termasuk kriteria pengambilan uji-petik
(sampling) yang digunakan ; (b) Dokumentasi pekerjaan yang dilakukan untuk mendukung simpulan dan
pertimbangan profesional ; (c) Bukti tentang reviu supervisi terhadap pekerjaan yang dilakukan, dan ; (d)
Penjelasan pemeriksa mengenai standar yang tidak diterapkan beserta alasan dan akibatnya.
Dokumentasi pemeriksaan memberikan tiga manfaat, yaitu : (a) Memberikan dukungan utama terhadap
laporan hasil pemeriksaan ; (b) Membantu pemeriksa dalam melaksanakan dan mengawasi pelaksanaan
pemeriksaan, dan ; (c) Memungkinkan pemeriksa lain untuk mereviu kualitas pemeriksaan.
Masalah utama pengambilan keputusan atas bukti audit adalah penentuan jenis dan jumlah bukti audit
yang memadai untuk mengambil kesimpulan. Keputusan auditor dalam pengumpulan bukti audit dapat
dibagi dalam 4 (empat) bagian yaitu: a). Prosedur audit apa yang akan digunakan? b). Berapa jumlah
sampel yang akan diuji dengan prosedur tersebut? c). Item mana yang akan dipilih sebagai sampel dari
populasi? d). Kapan akan melakukan prosedur audit ini?
Auditor harus mengumpulkan bukti audit yang dapat memberikan keyakinan memadai untuk memberikan
pertimbangan/opini. Dengan mengombinasikan semua bukti audit yang diperoleh selama proses audit,
auditor dapat memutuskan apakah bukti-bukti audit tersebut telah secara memadai mendukung auditor
untuk mengeluarkan laporan audit. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat persuasif bukti audit adalah
: (1) Tingkat kompetensi (competency) bukti audit, yang meliputi aspek : relevansi bukti dengan tujuan
audit, tingkat independensi penyedia informasi, tingkat efektifitas pengendalian intern dari auditan,
pengetahuan langsung dari auditor, kualifikasi dari penyedia informasi, tingkat obyektivitas bukti audit,
dan ketepatan waktu dalam memperoleh bukti audit, dan ; (2) Tingkat kecukupan (sufficiency).
Selengkapnya : Kertas Kerja Pemeriksaan dan Bukti Audit
Support :
PEMAHAMAN DAN PENILAIAN
SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP)
Guidelines for Internal Control Standards for the Public Sector INTOSAI mendefinisikan pengendalian
internal pada sektor publik sbb : Internal control is an integral process that is effected by an entitys
management and personnel and is designed to address risks and to provide reasonable assurance that in
pursuit of the entitys mission, the following general objectives are being achieve : (1) Executing orderly,
ethical, economical, efficient and effective operations ; (2) Fulfilling accountability obligations ; (3)
Complying with applicable laws and regulations ; (4) Safeguarding resources against loss, misuse and
damage.
Konsep pengendalian internal pada organisasi pemerintah di Indonesia dituangkan dalam PP No 60
Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). SPIP didefinisikan sebagai proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui (1)
kegiatan yang efektif dan efisien ; (2) keandalan pelaporan keuangan ; (3) pengamanan aset negara,
dan ; (4) ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
SPIP dijabarkan lebih lanjut kedalam unsur-unsur yang pelaksanaannya menyatu dan merupakan bagian
yang tidak terpisahkan, yaitu : (1) Lingkungan pengendalian ; (2) Penilaian risiko ; (3) Kegiatan
pengendalian ; (4) Informasi dan komunikasi ; (5) Pemantauan.
Dalam konteks audit keuangan, auditor harus memperoleh pemahaman dan melakukan penilaian atas
pengendalian internal guna menentukan tingkat efektivitas pengendalian internal dengan tujuan :
(1) Menilai risiko pengendalian ; (2) Menentukan sifat, saat dan ruang lingkup pengujian-pengujian yang
dilakukan atas pengendalian, ketaatan dan substanttif, dan ; (3) Menyatakan pendapat atau membuat
laporan atas pengendalian intern berkenaan dengan laporan keuangan dan ketaatan. Sedangkan untuk
audit atas laporan kinerja, auditor harus mendapatkan pemahaman atas unsur- unsur pengendalian
internal yang berkaitan dengan keberadaan, kelengkapan, dan penilaian asersi yang relevan dengan
ukuran-ukuran kinerja.
Prosedur untuk memperoleh pemahaman atas pengendalian internal dapat dilakukan auditor dengan
cara : (1) Menelaah kertas kerja audit sebelumnya berkenaan dengan pengendalian internal yang
relevan ; (2) Wawancara dengan manajemen, dan staf/personel auditan yang sesuai ; (3) Inspeksi atas
dokumen-dokumen dan catatan-catatan yang ada pada auditan, dan ; (4) Pengamatan (walk-trough) atas
kegiatan-kegiatan yang relevan pada instansi yang diaudit (auditan).
Sementara itu, untuk mengetahui efektivitas pengendalian internal, auditor melakukan pengujian
pengendalian yang meliputi prosedur audit : (1) wawancara dengan staf/personel auditan berkenaan
dengan pelaksanaan tugas mereka ; (2) Mengamati pelaksanaan tugas oleh para personel auditan ;
melakukan
pengujian
substantif,
pengujian
ketaatan
dan
pengujian
Temuan audit diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan pernyataan tentang fakta baik yang
bersifat positif maupun negatif. Temuan audit yang bersifat negatif (eksepsi/defisiensi) merepresentasikan
area yang memiliki tingkat risiko yang tinggi, sehingga auditor menyertakan rekomendasi untuk
memperbaiki pengendalian/sistem/ operasional organisasi.
Karakterisitik temuan defisiensi/eksepsi yg layak utk dilaporkan :
1. Signifikan dan didukung oleh bukti audit (fakta dan bukan opini),
2. Objektif dan relevan dengan masalah yang dihadapi,
3. Mendukung kesimpulan yang logis, beralasan, dan dapat mendorong manajemen untuk
melakukan tindak lanjut berdasarkan hasil audit.
4. Mungkin tidak signifikan, tetapi menunjukkan gejala masalah yang potensial terjadi di masa
depan.
Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) menyatakan (baik untuk audit keuangan, audit kinerja,
maupun audit dengan penugasan khusus) bahwa temuan audit terdiri atas unsur :
1. Kondisi
2. Kriteria
3. Penyebab
4. Akibat
Temuan audit dihasilkan dari proses perbandingan antara kriteria (praktek yang diharapkan) dengan
kondisi (fakta/keadaan sebenarnya), berikut penyebab terjadinya perbedaan, dan akibat yang mungkin
ditimbulkannya. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) secara umum menyatakan bahwa
temuan audit antara lain berupa :
1. Kurang memadainya/kelemahan pengendalian intern,
2. Penyimpangan dari ketentuan peraturan perundang-undangan,
3. Kecurangan (fraud),
4. Ketidakpatutan (abuse).
Selengkapnya : Temuan Audit.
Support :
4. Memudahkan tindak lanjut untuk menentukan apakah tindakan perbaikan yang semestinya telah
dilakukan.
Laporan Audit tersebut harus mudah dimengerti dan bebas dari penafsiran ganda serta memenuhi
standar pelaporan pada PSP 03 SPKN, yaitu :
1. Tepat waktu (asas kemanfaatan laporan interim ; laporan final)
2. Lengkap (baik sistematika maupun isi)
3. Akurat (temuan audit didukung bukti audit)
4. Obyektif
5. Meyakinkan (menjawab tujuan audit, temuan disajikan secara persuasif, dan kesimpulan serta
rekomendasi disusun secara logis berdasarkan fakta yang disajikan)
6. Jelas (mudah dibaca dan dipahami)
7. Ringkas (dalam penggunaan kalimat, dan substansi yang dilaporkan)
Selengkapnya : Laporan Hasil Audit Sektor Publik.
Support : Peraturan BPK RI Ttg Tindak Lanjut Hasil Audit, ; Contoh Laporan Hasil Audit BPK RI : BPK
LHP 2014 buku 1 Ringkasan Eksekutif ; BPK LHP 2014 buku 2 Laporan Keuangan Audited ; BPK LHP
2014 buku 3 Laporan ats Pengendalian Internal ; BPK LHP 2014 buku 4 Laporan atas Kepatuhan ; BPK
LHP 2014 buku 5 Laporan Pemantauan Tindak Lanjut, dan ; BPK LHP 2014 buku 6 Hasil Review ats
Transparansi Fiskal.