Anda di halaman 1dari 20

Tugas Tutorial

BLOK GENETIKA DAN TUMBUH KEMBANG


Skenario 1
Bayiku Sayang

Penyusun

Tutor

: Bagus Susetio Wicaksono

: dr. Mustika Ratnaningsih

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2015

BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO I
Anakku Anak Siapa?
Seorang perempuan berusia 21 tahun dalam keadaan hamil aterm datang ke rumah
sakit untuk melakukan persalinan. Dalam perkembangannya, diketahui bahwa ia hamil
karena diperkosa oleh 2 laki laki yang merupakan tetangga di kampungnya. Untuk
mengetahui ayah biologis dari bayi tersebut maka dilakukan pemeriksaan sistem golongan
darah dan didapatkan hasil golongan darah ibu A, bayi bergolongan darah O, laki laki 1
bergolongan darah A dan laki laki kedua bergolongan darah AB. Keluarga perempuan
tersebut menginginkan pula tes DNA.

A. Latar Belakang
Like parents, like children. Begitulah pepatah yang menyatakan bahwa seorang
anak umumnya memiliki kemiripan dengan orang tuanya. Secara biologis, pepatah tersebut
ilmiah karena seorang anak selalu mewarisi gen dari kedua orang tuanya. Gen tersebutlah
yang membawa sifat-sifat tertentu, baik yang tampak secara fisik maupun yang tidak tampak
secara fisik. Prinsip tentang gen dan pewarisan sifat modern pertama kali dikemukakan oleh
Gregor Johnn Mendel. Mendel mempelajari sifat yang diturunkan pada tanaman buncis dan
menemukan teori persilangan untuk gen-gen yang independen. Teori tersebut menyatakan
bahwa gen dari anak merupakan perpaduan (persilangan) dari gen-gen dari kedua orang
tuanya.
Pewarisan sifat dan kombinasi antargen, tak jarang menghasilkan gen yang kurang
diinginkan, seperti gen hemofilia dan albinisme. Gen yang kurang diinginkan tersebut dapat
dihindari dengan mempelajari pohon keluarga yang merepresentasikan pewarisan sifat antar
generasi. Penurunan sifat dapat terjadi melalui perkawinan antara dua individu sejenis.
Perkawinan antara dua individu sejenis yang mempunyai sifat beda disebut persilangan. Sifat
beda ditentukan oleh gen di dalam kromosom yang di turunkan dari generasi ke generasi
berikutnya.

B. Rumusan Masalah
1.
2.
1.
3.
4.

Menjelaskan konsep dasar pewarisan genetik kromosomal dan mitokondrial, pola


pewarisan gen tunggal dan multifaktorial?
Menjelaskan prinsip Hukum Mendel I dan Hukum Mendel II?
Menjelaskan apa itu genotip dan fenotipe?
Prosedur lengkap tes DNA?
Prinsip dan prosedur tes paternitas?

C. Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.

Untuk mengetahui mengenai dasar pewarisan sifat.


Untuk mengetahui bunyi dan penerapan hukum mendel.
Untuk mengetahui pola-pola hereditas.
Untuk mengetahui hereditas pada manusia.
Untuk mengetahui prosedur Tes DNA

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Hereditas(Pewarisan Sifat)
Hereditas adalah penurunan sifat dari induk kepada keturunannya. Dimana keturunan
yang dihasilkan dari perkawinan antar individu mempunyai perbandingan fenotip maupun
genotip yang mengikuti aturan tertentu. Aturan-aturan dalam pewarisan sifat ini disebut polapola hereditas.

B. Istilah-istilah dalam Hereditas


1. Sel Haploid dan Diploid
Yaitu sel yang memiliki kromosom dalam keadaan berpasangan atau sel yang memiliki
dua set atau dua perangkat kromosom. Misalnya sel tubuh manusia memiliki 46 buah
kromosom yang selalu dalam keadaan berpasangan sehingga disebut diploid (2n) (di berarti
dua, ploid berarti set/ perangkat).
Sedangkan sel kelamin manusia memiliki kromosom tidak berpasangan . Hal ini terjadi
karena pada saat pembentukan sel kelamin, sel induk yang bersifat diploid membelah secara
meiosis, sehingga sel kelamin anaknya hanya mewarisi setengah dari kromosom induknya.
Maka dalam sel kelamin (gamet) manusia terdapat 23 kromosom yang tidak berpasangan atau
hanya memiliki seperangkat atau satu set kromosom saja, disebut haploid (n).
2. Genotip
Genotipe adalah susunan gen yang menentukan sifat dasar suatu makhluk hidup dan
bersifat tetap. Dalam genetika genotip ditulis dengan menggunakan simbol huruf dari huruf
paling depan dari sifat yang dimiliki oleh individu. Setiap karakter sifat yang dimiliki oleh
suatu individu dikendalikan oleh sepasang gen yang membentuk alel. Sehingga dalam
genetika simbol genotip ditulis dengan dua huruf. Jika sifat tersebut dominan, maka
penulisannya menggunakan huruf kapital dan jika sifatnya resesif ditulis dengan huruf kecil.
Genotip yang memiliki pasangan alel sama, misalnya BB atau bb, merupakan pasangan alel
yang homozigot. Individu dengan genotip BB disebut homozigot dominan, sedangkan
individu dengan genotip bb disebut homozigot resesif .Untuk genotip yang memiliki
pasangan alel berbeda misalnya Bb, merupakan pasangan alel yang heterozigot.
3. Fenotip
Fenotip adalah sifat yang tampak pada suatu individu dan dapat diamati dengan panca
indra, misalnya warna bunga merah, rambut keriting, tubuh besar, buah rasa manis, dan
sebagainya. Fenotip merupakan perpaduan dari genotip dan faktor lingkungan. Sehingga
suatu individu dengan fenotip sama belum tentu mempunyai genotip sama.
4. Sifat dominan

Gen dikatakan dominan apabila gen tersebut bersama dengan gen lain (gen pasangannya),
akan menutup peran/sifat gen pasangannya tersebut. Dalam persilangan gen, dominan ditulis
dengan huruf besar.
5. Sifat Resesif
Gen dikatakan resesif apabila berpasangan dengan gen lain yang dominan ia akan tertutup
sifatnya (tidak muncul) tetapi jika ia bersama gen resesif lainnya (alelanya) sifatnya akan
muncul. Dalam genetika gen resesif ditulis dengan huruf kecil.
6. Intermediet
Intermediet adalah sifat suatu individu yang merupakan gabungan dari sifat kedua
induknya. Hal ini dapat terjadi karena sifat kedua induk yang muncul sama kuat
(kodominan). Misalnya bunga warna merah disilangkan dengan bunga warna putih,
menghasilkan keturunan berwarna merah muda.
7. Hibrid
Hibrid adalah hasil perkawinan antara dua individu yang memiliki sifat beda. Bila
individu tersebut memiliki satu sifat beda disebut monohibrid, dua sifat beda disebut dihibrid,
tiga sifat beda trihibrid, dan sebagainya.
8. Homozigot
Adalah pasangan gen yang sama. Homozigot dibedakan menjadi dua, yaitu homozigot
dominan (Misal AA) dan homozigot resesif (Misal aa).
9. Heterozigot
Adalah pasangan gen yang berlainan. Contoh Aa dan Mm.
10. Alel
Adalah gen yang merupakan pasangan dari bentuk alternatif terhadap sesamanya dan
terletak pada lokus yang bersesuaian pada kromosom homolog. Contoh : Bb, B adalah alel
dari b, dan b adalah alel dari B.
11. Parental
Adalah individu yang merupakan induk, biasanya diberi notasi P.
12. Filial
Adalah keturunan yang dihasilkan dari persilangan dua induk dan biasanya diberi notasi
F.
C. Hukum Mendel
Orang yang pertama mempelajari dan melakukan percobaan tentang pewarisan sifat
adalah Gregor Johann Mendel (1822-1884). Mendel melakukan percobaan pada tanaman
kacang ercis (Pisum sativum) sekitar tahun 1857. Mendel memilih tanaman ercis untuk
percobaannya sebab tanaman ercis masa hidupnya tidak lama hanya berkisar setahun, mudah
tumbuh, memiliki bunga sempurna sehingga dapat terjadi penyerbukan sendiri yang akan

menghasilkan galur murni (keturunan yang selalu memiliki sifat yang sama dengan
induknya), dan mampu menghasilkan banyak keturunan.
Berdasarkan analisis hasil percobaannya, Mendel mengemukakan hukum-hukum
pewarisan sifat. Hukum-hukum itu adalah Hukum Mendel I (Segregasi bebas) dan Hukum
Mendel II ( Asortasi Bebas).
1. Hukum Mendel I
Menyatakan bahwa pada waktu pembentukan gamet, terjadi pemisahan alel secara
acak (The Law of Segregation of Allelic Genes). Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya,
gen merupakan bagian dari DNA yang terdapat dalam kromosom. Pasangan kromosom
homolog mengandung pasangan gen (terdiri dari 2 alel). Pada pembentukan gamet secara
meiosis, pasangan-pasangan gen pada kromosom homolog saling berpisah (tahap Anafase).
Pada akhir meiosis, setiap sel gamet yang dihasilkan hanya memiliki satu alel dari pasangan
gen saja (pelajari kembali tentang gametogenesis). Proses pemisahan gen inilah yang disebut
segregasi gen.
Hukum ini diperoleh dari hasil perkawinan monohibrid, yaitu persilangan dengan satu
sifat beda. Mendel melakukan persilangan antara tanaman ercis biji bulat dengan tanaman
ercis biji berkerut.Hasilnya semua keturunan F1 berupa tanaman ercis biji bulat. Selanjutnya
dilakukan persilangan antar keturunan F1 untuk mendapatkan keturunan F2. Pada keturunan
F2 didapatkan perbandingan fenotip 3 biji bulat : 1 biji berkerut.
P1

BB
(biji bulat)
B

Gamet :
F1
:
F1 x F1

F2

bb
(biji keriput)
b

Bb
( biji bulat)
Bb

(biji bulat)

Gamet :

B
b

B
B

BB
bulat
Bb
bulat

Bb
bulat
Bb
keriput

Perbandingan fenotip bulat : berkerut = 3 : 1


Perbandingan genotip BB : Bb : bb = 1 : 2 : 1

Bb
( biji bulat)
B
b

Berdasarkan hasil perkawinan yang diperoleh dalam percobaannya, Mendel


menyimpulkan bahwa pada waktu pembentukan gamet-gamet, gen akan mengalami segregasi
(memisah) sehingga setiap gamet hanya akan menerima sebuah gen saja. Kesimpulan itu
dirumuskan sebagai hukumI Mendel yang dikenal juga dengan hukum Pemisahan Gen yang
Sealel.
2. Hukum Mendel II
Hukum Mendel II dikenal sebagai Hukum Asortasi, hukum berpasangan atau
penggabungan secara bebas (The Law of Independent Assortment of Genes). Hukum ini
menyatakan bahwa pada saat pembentukan sel-sel gamet, gen-gen yang tidak sealel akan
mengelompok secara bebas setelah memisah dari gen yang sealel. Gen untuk satu
sifat/karakter tidak akan berpengaruh pada gen untuk sifat/karakter yang lain yang tidak
sealel karena gen-gen yang bukan alelnya mempunyai karakter yang berbeda.
Hukum Mendel ini ditemukan ketika Mendel menyilangkan kacang ercis dengan
mengamati lebih dari satu sifat beda. Disilangkan galur murni kacang ercis berbiji bulat
kuning dengan galur murni kacang ercis berbiji keriput warna hijau. Persilangan dengan
mengamati dua sifat beda ini disebut persilangan dihibrid. Bulat (B) dominan terhadap
keriput (b), kuning (K) dominan terhadap hijau (h). Diperoleh keturunan F1 semuanya berbiji
bulat warna kuning (BbKk). Jika F1 mengadakan penyerbukan sesamanya diperoleh F2,
ternyatadiperoleh keturunan F2 yang sebagian tidak sama dengan induknya, yaitu dijumpai
tanaman kacang ercis berbiji bulat warna hijau serta kacang ercis berbiji keriput warna
kuning. Perhatikan skema persilangan berikut.
P1

BBKK

bbkk

(bulat kuning)

(keriput hijau)

BK

bk

Gamet :
F1

BbKk
(bulat kuning)

F1 x F2 :

BbKk

BbKk

(bulat kuning)
Gamet :
F2

(bulat kuning)

BK, Bk, bK, bk

BK, Bk, bK,bk

BK

BK

Bk

bK

bk

BBKK
Bulat kuning

BBKk
Bulat kuning

BbKK
Bulat kuning

BbKk
Bulat kuning

Bk
bK
Bk

BBKk
Bulat kuning
BbKK
Bulat kuning

BBkk
Bulat hijau
BbKk
Bulat kuning

BbKk
Bulat kuning
bbKK
keriput kuning

Bbkk
Bulat hijau
bbKk
keriput kuning

BbKk
Bulat kuning

Bbkk
Bulat hijau

bbKk
keriput kuning

Bbkk
Keriput hijau

Dari persilangan di atas didapatkan bahwa pada F2 hasil persilangan dihibrid


memiliki fenotipe bulat kuning, bulat hijau, keriput kuning, kisut hijau dengan perbandingan
9 : 3 : 3 : 1. Mendel menganggap bahwa pada saat pembentukan gamet gen-gen akan
memisahkan dari alelnya lalu mengelompok dengan gen-gen yang tidak sealel. Inilah yang
disebut dengan Hukum Asortasi Bebas atau Hukum Mendel II.
Gen B bisa mengelompok dengan gen K, membentuk gamet tipe BK. Gen B bisa pula
mengelompok dengan gen k, membentuk gamet tipe Bk. Gen b bisa mengelompok dengan
gen K, membentuk gamet tipe bK. Gen b bisa mengelompok dengan gen k, membentuk
gamet tipe bk.

D. Penyimpangan Semu Hukum Mendel


Mendel mengemukakan bahwa perbandingan fenotipe F2 pada dihibrid adalah 9 : 3 :
3 : 1. Namun, Pada kasus tertentu dijumpai perbandingan fenotipe yang menyimpang
misalnya 9 : 3 : 4, 12 : 3 : 1, 15 : 1 dan 9 : 7. Tetapi jika dicermati angka-angka itu
sesungguhnya merupakan variasi penjumlahan dari angka-angka yang ditemukan Mendel.
Misalnya 9 : 3 : (3 + 1) = 9 : 3 : 4, (9 + 3) : 3 : 1 = 12 : 3 : 1 dan sebagainya. Hal inilah yang
disebut penyimpangan semu Hukum Mendel.
Penyimpangan tersebut terjadi karena adanya beberapa gen yang saling memengaruhi
dalam menghasilkan fenotip. Meskipun demikian, perbandingan fenotip tersebut masih
mengikuti prinsip-prinsip Hukum Mendel. Penyimpangan semu Hukum Mendel tersebut
meliputi interaksi gen, kriptomeri, polimeri, epistasis-hipostasis, gen-gen komplementer, gen
dominan rangkap dan gen penghambat.
1. Interaksi gen ( Atavisme)

Penelitian tentang adanya interaksi gen ini ditemukan oleh William Bateson (18611926) dan R.C. Punnet. Pada interaksi gen ini, suatu sifat tidak ditentukan oleh satu gen
tunggal pada autosom tetapi alel-alel dari gen yang berbeda dapat berinteraksi atau saling
memengaruhi dalam memunculkan sifat fenotip. Misalnya, pada ayam dijumpai empat
macam bentuk pial (jengger),antara lain: jengger berbentuk ercis atau biji (pea) dengan
genotip rrP-; jengger dengan belah atau tunggal (single) dengan genotip rrpp, jengger
berbentuk mawar atau gerigi (rose) dengan genotip R-pp, dan jengger berbentuk sumpel
(walnut), dengan genotip R-P-.
Pada persilangan ayam berpial rose (mawar) dengan ayam berpial pea (biji), semua
keturunan F1nya berpial walnut (sumpel). Dari persilangan tersebut dihasilkan fenotip baru
yaitu walnut atau sumpel. Apa yang menyebabkan terbentuknya pial walnut? Pial walnut
muncul karena interaksi 2 pasang alel (gen) yang dominan. Sementara itu, persilangan antara
sesama ayam berpial walnut dihasilkan 4 macam pial yaitu walnut, rose, pea, dan 1 pial yang
baru yaitu single dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. Pial tunggal terjadi karena adanya 2
pasang alel (gen) yang resesif.
2. Kriptomeri
Kriptos (Yunani) berarti tersembunyi, sehingga kriptomeri dikatakan sebagai gen
dominan yang seolah-olah tersembunyi jika berdiri sendiri dan akan tampak pengaruhnya
apabila bersama-sama dengan gen dominan yang lainnya. Peristiwa kriptomeri ini pertama
kali ditemukan oleh Correns (Tahun 1912) setelah menyilangkan bunga Linaria marocanna
berwarna merah (Aabb), dengan bunga Linaria maroccana berwarna putih (aaBB).
Keturunan F1nya adalah bunga berwarna ungu (AaBb) yang berbeda dengan warna dari
bunga kedua induknya (yaitu merah dan putih). Rasio fenotip F2nya adalah 9 ungu: 3 merah:
4 putih.
Lantas dari manakah warna ungu tersebut timbul? Dari hasil penelitian plasma sel,
ternyata warna merah disebabkan oleh adanya pigmen antosianin dalam lingkungan asam.
Dalam lingkungan basa, pigmen ini akan memberikan warna ungu. Jika di dalam plasma
tidak terdapat pigmen antosianin, baik di dalam lingkungan asam atau basa, maka akan
terbentuk warna putih. Faktor A, apabila mengandung pigmen antosianin dalam plasma sel
dan faktor a jika tidak ada antosianin dalam plasma sel. Faktor B, apabila kondisi basa dan b
dalam kondisi asam. Sifat A dominan terhadap a dan sifat B dominan terhadap sifat b. Oleh
karena itu, tanaman yang berbunga merah disimbolkan dengan Aabb atau AAbb, sedangkan
tanaman yang berbunga putih disimbolkan dengan aaBB atau aabb.

Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa bunga merah memiliki antosianin di
mana dalam lingkungan plasma sel bersifat asam. Sedangkan bunga putih tidak memiliki
antosianin di mana lingkungan plasma sel bersifat basa.
3. Polimeri
Polimeri merupakan bentuk interaksi gen yang bersifat kumulatif (saling menambah).
Gen yang menumbuhkan suatu karakter polimeri biasanya lebih dari dua, sehingga disebut
karakter gen ganda. Polimeri pertama kali dikemukakan oleh H. Nilson Ehle pada tahun 1813
di Swedia dalam percobaannya dengan menyilangkan Triticum vulgare berbiji merah
homozigot dengan Triticum vulgare berbiji putih homozigot, menghasilkan keturunan F1
dengan biji berwarna merah muda. Persilangan sesama F1 menghasilkan keturunan F2 yang
terdiri atas Triticum vulgare berwarna merah beraneka ragam dan putih dalam perbandingan
15 : 1.Perlu diketahui bahwa gen M1 dan M2 menyebabkan warna biji merah dan gen m1
dan m2 menyebabkan warna biji putih.
4. Epistasis dan hipostasis
Epistasis dan hipostasis merupakan salah satu bentuk interaksi gen dalam hal ini gen
dominan mengalahkan gen dominan lainnya yang bukan sealel. Gen dominan yang menutupi
ekspresi gen dominan lainnya disebut epistasis, sedangkan gen dominan yang tertutup itu
disebut hipostasis. Peristiwa epistasis dan hipostasis terjadi pada warna umbi lapis pada
bawang (Allium sp.), warna kulit gandum, warna bulu ayam, warna rambut mencit, dan warna
mata pada manusia. Peristiwa epistasis dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
a.

Epistasis dominan
Pada epistasis dominan terdapat satu gen dominan yang bersifat epistasis. Misalnya warna
umbi lapis pada bawang (Allium sp.). A merupakan gen untuk umbi merah dan B merupakan
gen untuk umbi kuning. Gen merah dan kuning dominan terhadap putih. Perkawinan antara
tanaman bawang berumbi lapis kuning homozigot dengan yang merah homozigot
menghasilkan tanaman F1 yang berumbi lapis merah. Keturunan F2 terdiri atas 16 kombinasi
dengan perbandingan merah : kuning :

putih atau 12 : 3 : 1. Perbandingan itu terlihat

menyimpang dari hukum Mendel, tetapi ternyata tidak. Perbandingan 9 : 3 : 3 : 1 untuk


keturunan perkawinan dihibrid hanya mengalami modifikasi saja, yaitu 9 : 3 : 3 : 1 menjadi
12 : 3 : 1.
b. Epistasis resesif
Pada peristiwa epistasis resesif terdapat suatu gen resesif yang bersifat epistasis terhadap
gen dominan yang bukan alelnya (pasangannya). Gen resesif tersebut harus dalam keadaan
homozigot, contohnya pada pewarisan warna rambut tikus. Gen A menentukan warna hitam,

gen a menentukan warna abu-abu, gen C menentukan enzim yang menyebabkan timbulnya
warna dan gen c yang menentukan enzim penghambat munculnya warna. Gen C bersifat
c.

epistasis. Jadi, tikus yang berwarna hitam memiliki gen C dan A.


Epistasis dominan dan resesif
Epistasis dominan dan resesif (inhibiting gen) merupakan penyimpangan semu yang
terjadi karena terdapat dua gen dominan yang jika dalam keadaan bersama akan menghambat
pengaruh salah satu gen dominan tersebut. Peristiwa ini mengakibatkan perbandingan fenotip
F2 = 13 : 3. Contohnya ayam leghorn putih mempunyai fenotip IICC dikawinkan dengan
ayam white silkre berwarna putih yang mempunyai genotip iicc.

E. Bagaimana keterkaitan golongan darah antara orang tua dan anak?


Sifat individu ditentukan oleh gen spesifik dari kromosom ayah dan ibu. Di sel
somatik kromosom ada 23 pasangan homolog untuk membentuk jumlah 46. Terdapat 22
pasangan kromosom yang sepadan (autosom), dan 1 pasang kromosom seks. Pada sel gamet
terdapat 23 kromosom dan penyatuan gamet saat fertilisasi memulihkan jumalh diploid
(jumlah = 46 ).
Golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang
terkandung dalam darahnya. Individu dengan golongan darah A, memiliki sel darah
merah dengan antigen A dipermukaan membran sel dan menghasilkan antibodi
terhadap antigen B dalam serum darahnya. Individu dengan golongan darah B
memiliki antigen B pada permukaan sel darah merahnya dan menghasilkan antibodi
terhadap antigen A dalam serum darahnya. Individu dengan golongan darah AB
memiliki sel darah merah dengan antigen A dan B serta tidak menghasilkan antibodi
terhadap antigen A atau B. Sedangkan individu dengan golongan darah O (nol)
memiliki sel darah tanpa antigen, tapi memproduksi antibod terhadap antigen A dan
B.
Golongan Darah ABO pada manusia ditentukan oleh tiga alel pada satu gen
tungga: IA, IB dan i. Golongan darah seseorang (fenotip) mungkin salah satu dari
empat tipe: A, B, AB dan O. Huruf-huruf ini mengacu pada dua karbohidrat A dan
B- yang bisa ditemukan dipermukaan sel darah merah. Sel darah seseorng mungkin
memiliki karbohidrat A (golongan darah A), karbohidrat B (golongan darah B),
keduanya (golongan darah AB), atau tidak keduanya (golongan darah O). (Campbell,
2010). Untuk memahami sistem penggolongan darah ABO, perhatikan tabel fenotip
dan genotip golongan darah sistem ABO berikut ini.

Tabel 1.1 Fenotip dan Genotip golongan darah ABO


Contoh perkawinan dalam pewarisan golongan darah sistem ABO:

F. PENURUNAN SIFAT (HEREDITAS)


Masalah penurunan sifat atau hereditas mendapat perhatian banyak peneliti. Peneliti yang
paling popular adalah Gregor Johann Mendel yang lahir tahun 1822 di Cekoslovakia. Pada
tahun 1842, Mendel mulai mengadakan penelitian dan meletakkan dasar-dasar hereditas.
Ilmuwan dan biarawan ini menemukan prinsipprinsip dasar pewarisan melalui percobaan
yang dikendalikan dengan cermat dalam pembiakan silang. Penelitian Mendel menghasilkan
hukum Mendel I dan II. Mendel melakukan persilangan monohibrid atau persilangan satu
sifat beda, dengan tujuan mengetahui pola pewarisan sifat dari tetua kepada generasi
berikutnya. Persilangan ini untuk membuktikan hukum Mendel I yang menyatakan bahwa
pasangan alel pada proses pembentukkan sel gamet dapat memisah secara bebas. Hukum
Mendel I disebut juga dengan hukum segregasi. Mendel melanjutkan persilangan dengan
menyilangkan tanaman dengan dua sifat beda, misalnya warna bunga dan ukuran tanaman.
Persilangan dihibrid juga merupakan bukti berlakunya hukum Mendel II berupa
pengelompokkan gen secara bebas saat pembentukkan gamet. Persilangan dengan dua sifat
beda yang lain juga memiliki perbandingan fenotip F2 sama, yaitu 9 : 3 : 3 : 1. Berdasarkan
penjelasan pada persilangan monohibrid dan dihibrid tampak adanya hubungan antara jumlah
sifat beda, macam gamet, genotip, dan fenotip beserta perbandingannya. Persilangan
monohibrid yang menghasilkan keturunan dengan perbandingan F2, yaitu 1 : 2 : 1 merupakan
bukti berlakunya hukum Mendel I yang dikenal dengan nama Hukum Pemisahan Gen yang

Sealel (The Law of Segregation of Allelic Genes). Sedangkan persilangan dihibrid yang
menghasilkan keturunan dengan perbandingan F2, yaitu 9 : 3 : 3 : 1 merupakan bukti
berlakunya Hukum Mendel II yang disebut Hukum Pengelompokkan Gen secara Bebas (The
Law Independent Assortment of Genes). Dengan mengikuti secara saksama hasil percobaan
Mendel, 3 baik pada persilangan monohibrid maupun dihibrid maka secara sederhana dapat
kita simpulkan bahwa gen itu diwariskan dari induk atau orang tua kepada keturunannya
melalui gamet.
Persilangan monohibrida adalah persilangan sederhana yang hanya memperhatikan satu sifat
atau tanda beda. Sedangkan persilangan dihibrida merupakan perkawinan dua individu
dengan dua tanda beda. Persilangan ini dapat membuktikan kebenaran Hukum Mendel II
yaitu bahwa gen-gen yang terletak pada kromosom yang berlainan akan bersegregasi secara
bebas dan dihasilkan empat macam fenotip dengan perbandingan 9 : 3 : 3 : 1. kenyataannya,
seringkali terjadi penyimpangan atau hasil yang jauh dari harapan yang mungkin disebabkan
oleh beberapa hal seperti adanya interaksi gen, adanya gen yang bersifat homozigot letal dan
sebagainya.

Hukum Pewarisan Mendel

Gambar 1
Alel/gen dominan dan resesif pada orang tua (1, P), anak (2, F1) dan cucu (3, F2) menurut
Mendel. Hukum Pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada
organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya Percobaan
mengenai Persilangan Tanaman. Hukum ini terdiri dari dua bagian:
1. Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum
Pertama Mendel, dan
2. Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel,
juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.
Hukum Segregasi (Hukum Mendel I)

Gambar 2
Perbandingan antara B (warna coklat), b (warna putih), S (buntut pendek), dan s(buntut
panjang) pada generasi F2. Hukum segregasi bebas menyatakan bahwapada pembentukan
gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yangmerupakan pasangan alel akan memisah
sehingga tiap-tiap gamet menerima satugen dari induknya. Secara garis besar, hukum ini
mencakup tiga pokok:
1. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter turunannya. Ini
adalah konsep mengenai dua macam alel; alel resisif (tidak selalu nampak dari luar,
dinyatakan dengan huruf kecil, misalnya w dalam gambar di sebelah), dan alel dominan
(nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R).
2. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan (misalnya ww dalam
gambar di sebelah) dan satu dari tetua betina (misalnya RR dalam gambar di sebelah).
3. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda (Sb dan sB pada gambar 2), alel
dominan (S atau B) akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel resesif
(s atau b) yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada gamet yang dibentuk
pada turunannya.
Hukum Asortasi Bebas (Hukum Mendel II)
Hukum kedua Mendel menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau
lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan
sifat yang lain. Dengan kata lain, alel dengan gen sifat yang berbeda tidak saling
mempengaruhi. Hal ini menjelaskan bahwa gen yang menentukan e.g. tinggi tanaman dengan
warna bunga suatu tanaman, tidak saling mempengaruhi.
Seperti nampak pada Gambar 1, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww (secara
fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe RR (secara fenotipe
berwarna merah). Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan persilangan dari
genotipe induk jantan dan induk betinanya, sehingga membentuk 4 individu baru (semuanya
bergenotipe wR). Selanjutnya, persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini akan
membentuk indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan gamet R
dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet R dan w pada baris atas (induk betina
tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan membentuk 4 kemungkinan individu seperti
nampak pada papan catur pada tingkat 3 dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada
tingkat 3 ini perbandingan genotipe RR , (berwarna merah) Rw (juga berwarna merah) dan
ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara fenotipe perbandingan individu merah dan
individu putih adalah 3:1.

Kalau contoh pada Gambar 1 merupakan kombinasi dari induk dengan satu sifat dominan
(berupa warna), maka contoh ke-2 menggambarkan induk-induk dengan 2 macam sifat
dominan: bentuk buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu sifat dominan
disebut monohibrid, sedang persilangan dari indukinduk dengan dua sifat dominan dikenal
sebagai dihibrid, dan seterusnya. Pada Gambar 2, sifat dominannya adalah bentuk buntut
(pendek dengan genotipe SS dan panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit (putih dengan
genotipe bb dan coklat dengan genotipe BB). Gamet induk jantan yang terbentuk adalah Sb
dan Sb, sementara gamet induk betinanya adalah sB dan sB (nampak pada huruf di bawah
kotak). Kombinasi gamet ini akan membentuk 4 individu pada tingkat F1 dengan genotipe
SsBb (semua sama). Jika keturunan F1 ini kemudian dikawinkan lagi, maka akan membentuk
individu keturunan F2. Gamet F1nya nampak pada sisi kiri dan baris atas pada papan catur.
Hasil individu yang terbentuk pada tingkat F2 mempunyai 16 macam kemungkinan dengan 2
bentuk buntut: pendek (jika genotipenya SS atau Ss) dan panjang (jika genotipenya ss); dan 2
macam warna kulit: coklat (jika genotipenya BB atau Bb) dan putih (jika genotipenya bb).
Perbandingan hasil warna coklat:putih adalah 12:4, sedang perbandingan hasil bentuk buntut
pendek:panjang
adalah
12:4.
Perbandingan
detail
mengenai
genotipe
SSBB:SSBb:SsBB:SsBb: SSbb:Ssbb:ssBB:ssBb: ssbb adalah 1:2:2:4: 1:2:1:2: 1.

G. Prosedur melakukan tes DNA.


Menurut Hill (2014) tes DNA adalah salah satu teknik biologi molekuler penanda
genetik yang dipakai untuk pengujian terhadap materi profil DNA, yaitu sehimpunan data
yang menggambarkan susunan DNA yang dianggap khas untuk individu yang menjadi
sampelnya.
Metode yang digunakan dalam tes DNA adalah dengan mengidentifikasi
fragmen-fragmen dari DNA itu sendiri, yaitu metode untuk mengidentifikasi,
menghimpun, dan menginventasikan file-file khas karakter tubuh seperti marka Short
Tandem Repeats (STR). Hampir semua bagian tubuh dapat digunakan untuk sampel
tes DNA, tetapi yang paling sering adalah darah, rambut, usapan mulut pada pipi
bagian dalam dan kuku. Sampel DNA yang digunakan bisa dari inti sel maupun
mitokondrianya. Namun yang paling akurat adalah inti sel karena tidak bisa berubah
(Butler, 2009).

Adapun jenis-jenis teknik analisa DNA adalah sebagai berikut:

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP).


Polymerase Chain Reaction (PCR).
Short Tandem Repeats (STRs).
Y-Short Tandem Repeats (Y-STRs).
Mitochondrial DNA (mt-DNA).
CODIS (Combined DNA Index System).

a. Prosedur pemeriksaan DNA Fingerprint dengan mengidentifikasi marka STR


Uji DNA Fingerprint mengikuti beberapa prosedur yang terdiri dari beberapa
tahapan :
Tahap 1 isolasi DNA, DNA harus diperoleh dari sel atau jaringan tubuh. Hanya
dalam jumlah sedikit jaringan seperti darah, rambut atau kulit yang bila perlu
dapat dilakukan penggandaan dengan Polimerase Chain Reaction (PCR).
Tetapi biasanya satu helai rambut sudah cukup untuk uji DNA fingerprint ini.
Tahap 2 memotong, mengukur dan mensortir, enzim yang khusus disebut
enzim restriksi digunakan untuk memotong bagian-bagian tertentu. Misalnya
enzim Eco Ri, yang ditemukan dalam bakteri akan memotong DNA yang
mempunysi sequen GAATT. Potongan DNA disortir menurut ukuran dengan
teknik penyaringan disebut elektrophoresis. Potongan DNA dilewatkan gel
yang dibuat dari agarose (diproduksi dari rumput laut). Teknik ini adalah setara
dengan bioteknologi untuk screening memisahkan pita-pita menurut berat
molekulnya.
Tahap 3 transfer DNA ke nylon, distribusi potongan DNA ditransfer pada
sehelai nylon dengan menempatkan nylon diatas gel dan direndam selama 1
malam.
Tahap 4 probing, dengan menambahkan radioaktif atau pewarna probe pada
sehelai nylon menghasilkan DNA fingerprint, Setiap probe seperti batang
pendek (pita) hanya 1 atau 2 tempat yang khas pada helaian nylon tersebut.
Tahap 5 hasil DNA Fingerprint, tahapan akhir DNA fingerprint dibuat dengan
menggunakan beberapa probe (5-10 atau lebih) biasanya menyerupai pita-pita
DNA.
Tahap 6 menganalisa pola DNA, analisa dilakukan dengan menggunakan
metode STR
b. Pemeriksaan DNA dengan metodePolymerase Chain Reaction (PCR)
PCR dikembangkan dan hak patennya masih dimiliki oleh Roche Moleculer
System Inc & F. Hoffman- La Roche Ltd. Seperti halnya proses fotokopi, daerah
DNA dapat dikopi dan dilipat gandakan. Polymerases adalah enzim yang ada

secara normal dalam tubuh makhluk hidup. Peran enzim tersebut adalah mengkopi
materi genetik, meneliti dan mengkoreksi kopian dari DNA. Setelah enzim melekat
pada DNA, DNA dobel helix tersebut terbentuk dua singel strand DNA.
Salah satu molekul DNA polimerase mengikat salah satu strand DNA,
kemudian ikatan tersebut bergerak sepanjang strand dan kemudian mensintesis
strand nukleotida dan setelah strand dikopi, dobel helix menutup kembali.
Diperlukan DNA original untuk dikopi, dua molekul primer yang berbeda untuk
mengurung DNA yang utuh. Nukleotida diperlukan untuk kerangkanya, larutan
buffer dan taq DNA poymerases. Dua primer diperlukan untuk mengkomplement,
satu strand DNA pada awal daerah target dan primer kedua untuk
mengkomplement strand lainnya pada akhir daerah target.
Proses pencampuran PCR mengikuti 3 tahapan yaitu: denaturasi, annealing
primer dan replikasi DNA, detailnya adalah sebagai berikut :
Satu potong DNA original didenaturasi pada suhu 94-96oC, dobel helix strand
dipisahkan menjadi single strand.
Primer mengikat masing-masing strand DNA pada suhu sekitar 50-65oC
Suhu dinaikkan sampai 72oC untuk replikasi DNA.
Apabila sampel DNA telah cukup dilipatgandakan, maka dilanjutkan dengan
proses elektroporesis (lihat tahap 2 proses analisis DNA Fingerprint).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gregor Johnn Mendel, merupakan orang yang pertama kali mempelajari, mengamati
serta melakukan percobaan tentang pewarisan sifat, dengan menggunakan tanaman kacang
ercis ( Pisum sativum).Dari percobaan tersebut dihasilkanlah hukum-hukum mendel yang
merupakan dasar didalam mempelajari tentang pewarisan sifat, baik pada manusia, hewan
maupun tumbuhan.
Pewarisan sifat pada manusia diwariskan melalui kromosom autosomal dan gonosom.
Baik secara dominan maupun resesif, homozigot maupun heterozigot.
Genetika adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang peranan kromosom, pewarisan
sifat-sifat genetik dari suatu induk kepada keturunannya. Dalam skenario diatas ilmu genetika
dituntut untuk menentukan dan pembuktian siapa Ayah dari anak bergolongan darah O
tersebut. Dalam ilmu genetika hal ini bisa dibuktikan dengan berbagai macam cara mulai dari
pemeriksaan golongan darah yang menggunakan sistem ABO yang membuktikan teori
tentang antigen yang diturunkan dalam membran sel darah merah berupa antigen yang
bersifat heterozigot maupun homozigot. Cara lain untuk melacak siapa ayah yang
sebenenarnya dari anak tersebut adalan dengan tes DNA dengan cara mengambil sampel dari
sumber yang akan dites, dipisahkan materi genetiknya . Kemudian sampel dimasukkan ke
dalam mesin PCR hingga mendapat hasil copy untaian DNA lengkap hasil amplikasi dari
DNA sampel. Selanjutnya copy untaian DNAakan dikarakterisasikan dengan elektrofloresis
untuk melihat pola pitanya. Pola pita ini yang nantinya akan membawa kita kepada profile

DNA ataupun DNA finger print. Proses pewarisan sifat ini berbeda antara sel eukariotik dan
prokariotik karena sel prokariotik belum mempunyai membran inti, sedangkan organisme
eukariotik sudah memiliki membran inti sehingga penerjemahan protein tersegregasi di
nukleus dan di ribosom dalam sitoplasma sel.

B. Saran
Hereditas merupakan suatu bahan pelajaran penting yang patut kita pelajari dan
mengerti. Mengapa? karena didalam hereditas kita akan dapat memahami dan mengerti
tentang bagaimana sifat dari induk itu bisa diturunkan kepada anak, bagaimana suatu
penyakit itu bisa menurun dari generasi pertama kegenarasi berikutnya serta bagaimana cara
menghindari penyakit menurun yang tidak kita inginkan terjadi atau dialami oleh generasi
kita selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Suryo, 2001. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.


Hasan, H. (2004). Mendel and The Laws of Genetics. Hong Kong : The Rosen Publishing
Group.
Jusuf M. (2001). Genetika I Struktur dan Ekspresi Gen. Bogor : Sagung Seto
W.Ferial, Eddyman.2013.Biologi Reproduksi.Jakarta: Erlangga.

Logan, A. (2012). Pewarisan Genetika dan Pembuktian Hubungan Paternitas. Jakarta : FK


Univ. Kristen Krida Wacana

Anda mungkin juga menyukai