Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

BIOLOGI REPRODUKSI
(PENURUNAN SIFAT, ANALISIS KROMOSOM DAN SITOGENETIK)

Disusun oleh Kelompok 6 :

1. Fauzia Berani
2. Eka Liawati
3. Ema Susanti
4. Nilawati
5. Neni Lesanti

UNIVERSITAS DEHASEN BENGKULU

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PRODI SI KEBIDANAN

2021

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Ta’ala.  atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “PENURUNAN SIFAT
( MENDELISME) ,ANALISIS KROMOSOM SERTA SITOGENETIK” dapat kami
selesaikan dengan baik. Kami berharap makalah ini dapat menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi pembaca .Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan
yang Allah SWT karuniai kepada kami sehingga makalah ini dapat kami susun
melalui beberapa sumber yakni melalui kajian pustaka maupun melalui media
internet. ada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah
ini.

Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT.
Tuhan Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang
membangun bagi perbaikan makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau
pun adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon
maaf. Kami menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa
membuat karya makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

LEBONG, 2021

Kelompok 6

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme,
yang kita kenal dengan hukum segregasi dan hukum asortasi bebas, yang telah di
jabarkan oleh  Gregor Johann Mendel . Mendel mengatakan bahwa pada
pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk (Parent) yang merupakan
pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima satu gen dari
induknya sebagaimana bunyi hukum mendel I, dan bunyi hukum mendel II,
menyatakan bahwa bila dua individu mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka
diturunkannya sepasang sifat secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang
lain.
Sedangkan Cytogenetics adalah gabungan antara cytology (studi tentang sel) dan
genetika, yang berusaha menjelaskan hubungan antara kejadian-kejadian di dalam sel
(khususnya kromosom) dengan fenomena genetis. Lebih jelasnya, cytology adalah
cabang ilmu biologi yang membicarakan tentang besar (ukuran), struktur dan riwayat
hidup kromosom, sedangkan cytogenetics adalah studi tentang struktur kromosom dan
tingkah laku kromosom selama proses mitosis dan meiosis.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa latar belakang teori mendel?
2. Apa bunyi hukum mendel I?
3. Apa bunyi hukum mendel II?
4. Apa teori pewarisan sifat?
5. Apa Pengertian Sitogenetika?
6. Apa pengertian Kromosom?
7. Bagaimana cara menganalisa kromosom?
3. Tujuan
Tujuan umum dari penulisan makalah ini untuk melengkapi tugas dari mata kuliah
Biologi Reproduksi

BAB II
PEMBAHASAN
1. Latar Belakang Teori Mendel
Genetika adalah ilmu yang mempelajari pewarisan sifat dari induk kepada
keturunannya. Gregor Johann mendel (1822-1884), seorang biarawan disebuah biara
di Brunn, Austria menyilangkan kacang ercis (Pisum sativum), kemudian hasil
persilangan ditanam dan di amati, mendel melakukannya selama 12 tahun.
Alasan Mendel memilih kacang ercis sebagai bahan percobaan adalah :
a. Memiliki pasangan sifat beda yang mencolok
b. Melakukan penyerbukan sendiri
c. Mudah dilakukan penyerbukan silang
d. Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan keturunan cepat
e. Mempunyai keturunan banyak

Langkah awal sebelum dilakukan perhitungan terhadap pengamatannya adalah


menentukan galur murni jenis tanaman yang dijadikan percobaan. Tanaman galur
murni adalah tanaman yang apabila dilakukan penyerbukan sendiri akan
menghasilkan keturunan yang semuanya mempunyai sifat yang sama dengan
induknya. Dalam percobaannya Mendel melakukan perkawinan silang dengan
menyerbukkan sendiri antara dua varietas ercis yang berbeda sebagai induk-induknya.
Turunan hasil perkawinan silang ini disebut hybrid, sedangkan prosesnya hibridisasi.
Dari hasil percobaan yang diperolehnya, Mendel menyusun beberapa hipotesis, yaitu :

a. Setiap sifat pada organisme dikendalikan oleh satu pasang factor keturunan, satu
dari induk jantan dan satu induk betina.
b. Setiap pasang factor keturunan menunjukkan bentuk alternative sesamanya,
misalnya tinggi atau rendah, bulat atau keriput, kuning atau hijau. Kedua bentuk
alternative ini disebut alel.
c. Bila pasangan factor itu terdapat bersama-sama dalam satu tanaman, factor
dominasi akan menutup factor resesif.
d. Pada waktu pembentukan gamet, pasangan factor atau masing-masing alel akan
memisah secara bebas.
e. Individu murni mempunyai alel sama, yaitu dominan saja atau resesif saja
Hukum mendel merupakan hukum hereditas yang menjelaskan tetantang prinsip-
prinsip penurunan sifat pada organisme. Hukum pewarisan Mendel adalah hukum
mengenai pewarisan sifat pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann
Mendel dalam karyanya ‘Percobaan mengenai Persilangan Tanaman’. Hukum ini
terdiri dari dua bagian:
a. Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum
Pertama Mendel, dan
b. Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel, juga
dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.
2. Hukum pertama Mendel
Hukum segregasi bebas menyatakan bahwa pada pembentukan gamet, kedua gen
yang merupakan pasangan alela itu akan memisah sehingga tiap-tiap gamet menerima
satu gen dari alelanya. Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok: 
1) Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada karakter. Ini
adalah konsep mengenai alel.
2) Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan dan satu dari tetua
betina.
3) Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda, alel dominan akan
terekspresikan. Alel resesif yang tidak terekspresikan, tetap akan diwariskan pada
gamet yang dibentuk.
3. Hukum kedua Mendel
Hukum Mendel II disebut juga Hukum Asortasi atau hukum berpasangan secara
bebas (The Mendelian law of independent assortment). Menurut hukum ini, setiap
gen/sifat dapat berpasangan secara bebas dengan gen/sifat lain, yang tidak sealel pada
waktu pembentukan gamet. Hukum Mendel II dapat dijelaskan dengan persilangan
dihibrid yaitu penyilangan dengan dua sifat beda. Mendel dalam percobaannya
menggunakan kacang ercis galur murni yang mempunyai biji bulat (B) warna kuning
( K) dengan galur murni yang mempunyai biji keriput (b) warna hijau (k). Karena biji
bulat dan warna kuning dominan terhadap biji keriput dan warna hijau, maka F1
seluruhnya berupa kacang ercis berbiji bulat dan warna kuning. Biji-biji F1 ini
kemudian ditanam kembali dan dilakukan penyerbukan sesamanya untuk memperoleh
F2. Keturunan kedua ( F 2) yang diperoleh adalah seperti yang terlihat pada animasi
berikut.
Kemungkinan terjadinya kombinasi pada F2 adalah sebagai berikut :

Individ
u yang mengandung B memiliki biji bulat dan individu yang mengandung K memiliki
biji warna kuning, Fenotip pada F2 adalah : 1. bulat – kuning = nomor : 1 , 2, 3, 4, 5,
7, 9, 10, 13 2. bulat – hijau = nomor : 6, 8, 14 3. keriput – kuning = nomor : 11, 12,
15 4. keriput – hijau = nomor : 16

Perbandingan Fenotip F2 adalah : bulat , kuning : bulat , hijau : keriput ,kuning :


keriput , hijau = 9 : 3 : 3 : 1

Kemungkinan macam genotip dan fenotip pada dihibrid F2 seperti pada tabel :

Perbandingan Genotip nya : BBKK : BBKk : BbKK : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK :

bbKk : bbkk = 1 : 2 : 2 : 4 : 1 : 2 : 1 : 2 :1

4. Pola Pewarisan Sifat Pada Hukum Mendel


Di dalam Hukum Mendel terdapat suatu pola pewarisan sifat yang biasa disebut
sebagai pola-pola pewarisan hereditas. Pewarisan sifat ini merupakan suatu sifat yang
diturunkan dari induk kepada turunannya. Pola pewarisan ini pertama kali
diperkenalkan oleh Mendel. Setelah dilakukan penelitian lanjutan oleh para ilmuwan
ternyata ditemukan perbedaan-perbedaan yang tidak sesuai dengan pola Mendel.
Perbedaan tersebut antara lain penyimpangan Hukum Mendel, determinasi seks, gen
letal, pautan, dan pindah silang. Percobaan pertama yang dilakukan oleh Gregor
Mendel ialah pada tanaman ercis (pisum sativum).
Dari percobaan tersebut Mendel merumuskan suatu hipotesis bahwa sifat pada
organisme yang akan diturunkan secara bebas dari induk ke keturunannya disebut
Hukum Mendel 1.
Berikut ini ada dua istilah pewarisan sifat di Hukum Mendel, antara lain:
 Monohibrid
Persilangan Monohibrid ialah suatu persilangan yang hanya menggunakan
gen yang memiliki macam yang berbeda dan satu tanda berbeda.
 Persilangan Dihibrid
Persilangan yang menggunakan dua pasangan kromosom yang berbeda dan
dua tanda yang berbeda. Satu jenis alel tidak hanya menurunkan satu sifat
organisme saja. Namun, secara bersamaan pun beberapa sifat organisme
dapat diturunkan.

5. Pengertian Sitogenetika
Cytogenetics adalah gabungan antara cytology (studi tentang sel) dan genetika, yang
berusaha menjelaskan hubungan antara kejadian-kejadian di dalam sel (khususnya
kromosom) dengan fenomena genetis. Lebih jelasnya, cytology adalah cabang ilmu
biologi yang membicarakan tentang besar (ukuran), struktur dan riwayat hidup
kromosom, sedangkan cytogenetics adalah studi tentang struktur kromosom dan
tingkah laku kromosom selama proses mitosis dan meiosis.
6. Teori kromosom.
Istilah kromosom diberikan untuk pertama kalinya oleh Weyder pada tahun 1882
untuk benda-benda halus berbentuk benang panjang atau pendek yang dapat dilihat di
dalam nukleus. Kromosom ikut membelah pada waktu pembelahan inti berlangsung,
lebih dahulu diketahui oleh Schneider pada tahun 1873 dan Strasburger di tahun
1875, yang dikuatkan oleh Flemming pada tahun 1882 serta Van Beneden di tahun
1883 yang melihat bahwa setiap kromosom ikut membelah secara longitudinal di
waktu pembelahan inti. Selanjutnya Rabl dan Boveri di tahun 1885 berpendapat
bahwa tiap-tiap spesies memiliki jumlah kromosom yang tetap dan bahwa ada
hubungan antara kromosom dan gen-gen yakni gen-gen terdapat dalam kromosom.
Pada tahun 1901, Montgomery menunjukkan kromosom-kromosom terdapat dalam
pasangan-pasangan dengan bentuk dan ukuran yang mudah dibedakan satu dari yang
lain dan juga dibuktikan bahwa berpasangannya kromosom homolog itu menyangkut
kromosom-kromosom yang berasal dari induk jantan dan induk betina. Sedangkan
Sutton dan Boveri dalam tahun 1903 berhasil memperlihatkan dengan jelas bahwa
benar ada hubungan antara kromosom dan keturunannya.
Dalam sel somatis terdapat dua kelompok kromosom yang serupa yaitu yang satu
berasal dari induk betina dan yang lainnya berasal dari induk jantan, yakni terdapat
kromosom dalam pasangan homolog yang sejajar dan terdapatnya gen-gen dalam
pasangan. Kromosom memiliki sifat morfologi yang tetap sepanjang berbagai
pembelahan sel dan setiap kromosom atau pasangan kromosom mempunyai peranan
tertentu dalam kehidupan dan perkembangan individu.
Kromosom terletak di sel nukleus (sel gonad mapun sel somatid) dengan jumlah yang
sama dalam suatu individu. Tiap kromosom disebut juga sebagai kromatin yang
tersusun atas dua kromatid yang berhadap hadapan. Pada kromatin inilah lokasi gen
(lokus), yang didalamnya terdapat alel alel sebagai penyandi protein ataupun enzim
yang menjaga dan memengaruhi sistem biokimia yang ada pada organisme.
Prinsip kerja untuk mengidentifikasi kromosom disebut karyotyping, yaitu
pengamatan kromosom dengan memanfaatkan teknik pewarnaan dan mengunakan
miskroskop untuk mengamati pemendaraannya. Jaringan yang bisa digunakan untuk
karyotiping misalnya: embrio, larva ikan, epitel sirip atau sisik, leukosit serta ovari
dan testis.
Dari beberapa jenis jaringan/sel di atas yang paling mudah untuk menampilkan
kromosom adalah mengunakan sel leukosit (sel darah). Karena sel leukosit ini paling
mudah untuk dikultur dan dikondisikan pada tahap mitosis, sedangkan sel darah
merah tidak dapat digunakan untuk kariotyping karena tidak memiliki inti sel.
Kariotyping diawali dengan preparasi sel menuju tahap metafase dengan suatu teknik
kultur untuk merangsang sel mencapai tahap metaphase misalnya penggunaan
colchicines. Meratanya kromosom-kromosom pada metafase merupakan saat yang
paling baik untuk menghitung jumlah kromosom dan membandingkan ukuran serta
morfologi dari kromosom dan penentuan jumlah komosom diambil dari frekuensi
tertinggi atau modus. Hal serupa telah umum dilakukan terhadapMelanoteania
boasemani, M. patoti, dan Oreohromis sp. (Carman et al., 1998) dan Telmatherina
ladigesi (Andriani, 2001). Dari penelitian-penelitian lain terhadap jumlah kromosom
berdasarkan modus, didapatkan jumlah kromosom diploid sebanyak 48 pada ikan
Atherian elymus yang diteliti oleh Arai dan Fujiki pada tahun 1978, dan pada ikan
Basichlichthys bonariensis yang diteliti oleh Arai dan Koike pada tahun 1980.
Spesies yang berbeda mempunyai jumlah kromosom yang khas (Tabel 1).
Kisarannya sangat luas, dari dua pada beberapa tanaman berbunga sampai beberapa
ratus pada tanaman pakis tertentu.
Tabel 1. Jumlah Nama ilmiah Kromosom (2n)
kromosom (2n)
beberapa spesies
tumbuhan dan hewan
(Brown, 1972; Levan
et al., 1983). Nama
umum
Nyamuk Culex pipiens 6
Lalat rumah Musca domestica 12
Bawang merah Allium cepa 16
Katak (betung) Bufo americanus 22
Padi Oryza sativa 24
Kodok hijau Rana pipiens 26
Buaya Alligator 32
Kucing mississipiensis 38
Tikus rumah Felis domesticus 40
Monyet rhesus Mus musculus 42
Gandum Macaca mulatta 42
Manusia Triticum aestivum 46
Kentang Homo sapiens 48
Banteng Solanun tuberosum 60
Keledai Bos taurus 62
Kuda Equus asinus 64
Anjing Equus caballus 78
Ayam Canis familiaris 78
Ikan mas Gallus domesticus 104
Cyprinus carpio
Gambar 1. Nomenklatur dan morfologi suatu kromosom, (Levan et al., 1983; Darnell
et al., 1990).
Meskipun posisi sentromer suatu kromosom tertentu tetap, namun dapat berbeda pula
bagi kromosom yang lain. Kromosom dapat dibagi menjadi lima kelompok
berdasarkan letak sentromer, yaitu: telosentrik, subtelosentrik, akrosentrik,
metasentrik dan submetasentrik. Tetapi pada umumnya penggolongan yang selalu
digunakan adalah metasentrik (sentromer terletak di tengah-tengah sehingga keempat
lengan kromosom sama panjang), submetasentrik (sentromer terletak agak ke atas
sehingga lengan atas kromosom lebih pendek dari lengan kromosom bawah) dan
akrosentrik (sentromer terletak di ujung atas sehingga terdapat dua lengan kromosom
yang jauh lebih panjang).
Pembagian bentuk kromosom menurut posisi sentromer ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk-bentuk kromosom berdasarkan posisi sentromer (Elridge, 1985).


Tipe kromosom berdasar letak sentromer dapat dilihat pada gambar 3, di bawah ini:

Gambar 3. Klasifikasi kromosom berdasarkan morfologi. (Sumber:


http://www.marine-genomics-europe.org, 2007).

Identifikasi kromosom dapat dilakukan antara lain berdasarkan: klasifikasi/tipe


kromosom (Metasentris, telosentris, akrosentris) dan ukuran, diurutkan dari
kromosom terbesar diikuti kromosom kecil di bawahnya dan banding patterns/pola
khas kromosom kelamin.

7. Fungsi analisis kromosom


Beberapa fungsi dasar dari analisis kromosom suatu organisme adalah:
1) Sebagai petunjuk proses evolusi. Ikan yang memiliki kesamaan jumlah
kromosom memiliki kedekatan yang lebih besar dari ikan yang jumlah
kromosomnya berbeda.
2) Identifikasi spesies.
3) Identifikasi stok (populasi) untuk tujuan manajemen (keragaman kromosom antar
spesies pada ikan nila sebagai contoh. Bisa digunakan untuk menghasilkan
monosex dari perkawinan T. nilotica (XX) dengan T. hornorum jantan (ZZ).
4) Dalam suatu spesies ikan yang sama, bisa memiliki jumlah kromosom yang
berbeda. Derajat kesamaan kromosom dan kesamaan morfologi dapat digunakan
untuk mengestimasi hubungan antar spesies dari tingkat genus sampai ordo.
5) Taksonomi modern dikembangkan berdasarkan sekuensing kromosom.
6) Variasi dalam populasi menunjukkan keragaman genetik suatu spesies.
7) Variasi antar populasi dapat digunakan untuk memperkirakan hubungan dalam
proses evolusi (menentukan tingkatan kedekatan dalam taksonomi).
8. Ciri dasar analisis kromosom
Beberapa ciri dasar yang digunakan untuk analisis:
1) Setiap spesies punya kandungan DNA atau ADN yang khas, terbungkus dalam
satu set kromosom yang khas pula yakni: komposisi kimia (ADN dan protein)
dan atribut fisik (terlihat pada metafase dari mitosis). Dicirikan oleh posisi
sentromer: bisa metasentris, akrosentris atau telosentris. Dapat juga menggunakan
kelainan-kelainan fisik (physical anomalies) untuk kepentingan identifikasi,
misalnya terdapat satelit.
2) Perubahan jumlah kromosom atau komposisi fisik yang disebabkan oleh
perubahan-perubahan genetis yang dapat digunakan sebagai: dasar untuk analisis
dan diagnosis penyakit-penyakit genetis pada manusia.
3) dapat digunakan untuk menentukan hubungan evolusi dan akibat-akibat dari
usaha langsung untuk mengubah komposisi kromosom, misalnya induksi
polyploidi.
4) Jumlah ADN dan jumlah kromosom yang umumnya bersifat sebagai petunjuk
(indikatif) bagi status evolusi.

9. Kriteria umum analisis kromosom.


Dalam banyak kasus, yang diukur adalah jumlah kromosom dan struktur fisik. Dapat
juga menggunakan parameter lain misalnya kandungan DNA, rasio basa, dsb..
Persyaratan untuk memperoleh data: kromosom harus dalam keadaan kondens
(condensed state), harus dalam susunan dua dimensi (two dimensional array), harus
dalam fase yang sama dari siklus sel dan harus bisa diamati (must be able to see
them). Ketiga syarat pertama diperoleh dengan menggunakan jaringan yang cepat
membelah (rapidly dividing tissue).
Beberapa cara yang digunakan:
 Sumber alam: embrio dini, insang, ginjal, dasar sisik (pada ikan yang masih
muda) dan epithel mata.
 Induced rapid division: sayat bagian sirip dan gunakan jaringan yang sedang
tumbuh (regenerating tissue).
 Sistem buatan (artificial system): kultur sel, leukosit.
 Pilihan bergantung pada kebutuhan kerja dan persediaan bahan.

Perlakuan untuk berhenti pada suatu fase dari pembelahan sel, misalnya metafase.
Jenis bahan kimia untuk mencegah kromosom bermigrasi ke kutub-kutub seperti:
colchicine, colcemid, velbon, cytochalasin B dsb.. Untuk memperbesar sel agar
kromosom menyebar (swell the cell to spread out chromosomes) digunakan
cairan hipotonik: akuadestilata, sitrat hipotonik. Proses fiksasi untuk
menghentikan reaksi dan mematikan sel. Yang paling umum adalah
menggunakan etanol dan asam asetat dengan rasio 3 : 1.
Proses aplikasi ke “slide” dan di “stain” (dibercak). Metode aplikasi ke slide
bervariasi sesuai dengan bahan yang digunakan, misalnya untuk jaringan (insang,
ginjal, dsb.) digunakan tehnik squash. Untuk sel (misalnya kultur sel), sebarkan
pada slide lalu difixed (dipanaskan/heated). Cara stain umumnya untuk ADN atau
nukleuprotein. Stain yang dipakai misalnya: Giemsa, aceto-orecin, crystal-violet,
dsb.. Proses observasi di bawah mikroskop untuk menentukan karyotipe yakni
memasang kromosom yang tampak sama (pairing the chromosomes that looked
the same), serta memerhatikan adanya kemungkinan perubahan-perubahan pada
struktur.
10. Teknik pembuatan preparat kromosom.
Ada banyak cara untuk memperoleh preparat kromosom. Teknik pembuatan preparat
yang telah dikenal luas ada dua cara yakni: pembuatan preparat kromosom langsung
dari sel-sel organ yang diambil dari tubuh organisme yang masih muda (kebanyakan
larva atau anakan dari organisme tersebut), dan melakukan kultur jaringan atau kultur
sel. Teknik yang pertama relatif lebih murah dan mudah dibandingkan dengan teknik
yang kedua. Akan tetapi, kromosom-kromosom tampak lebih jelas dengan
menggunakan teknik yang kedua. Tujuan utama analisis kromosom adalah
mengungkapkan informasi mengenai karakteristik dan morfologi seperti jumlah
kromosom, struktur dan tingkah laku kromosom selama pembelahan sel berlangsung.
Prinsip-prinsip dasar yang diterapkan secara umum sama untuk setiap spesies
organisme. Meski demikian, ada sejumlah modifikasi prosedur atau metode yang
berbeda untuk setiap spesies sehingga mendapatkan ciri-ciri pokok kromosom
spesies tersebut. Penyediaan preparat sel yang baik diperlukan dalam
menginterpretasi karakteristik kromosom yang dimiliki. Setiap prosedur dalam
penyediaan preparat sel atau jaringan memerlukan perhatian yang rinci. Proses ini
diawali dengan menyeleksi material jaringan, mengumpulkan serta menyiapkannya
sebagai preparat untuk diteliti di bawah mikroskop. Tahapan-tahapan tersebut
membutuhkan teknik yang baik dan tepat.
Banyak metode telah dikembangkan dalam menangani sel hewan dan tumbuhan,
akan tetapi prinsip dasarnya sama yakni: menyeleksi dan mengumpulkan sel atau
jaringan; perlakuan awal dengan menggunakan kolkisin, perlakuan dengan larutan
hipotonik, fiksasi jaringan, pewarnaan, pembuatan slide preparat, dan merekam data
dan pengukuran mikrometri.
1) Seleksi dan koleksi sel atau jaringan.
Kromosom-kromosom hanya tampak jelas selama pembelahan sel terjadi. Oleh
karena itu, langkah pertama dalam mempersiapkan preparat sel adalah memilih
(seleksi) dan mengumpulkan (koleksi) bagian organ organisme untuk
mendapatkan sel-sel yang membelah secara aktif. Analisis kromosom diploid
(2n) membutuhkan jaringan tubuh (somatic) yang di dalamnya sedang
berlangsung pembelahan mitosis. Pembelahan mitotis pada hewan banyak
ditemukan pada jaringan muda yang aktif membelah seperti jaringan epitel pada
kulit, insang, mantel, tulang belakang dan sel darah putih. Sedangkan pada
tumbuhan banyak bersumber dari jaringan merismatik seperti pada ujung daun,
kambium dan ujung akar. Callus yang dihasilkan dari kultur jaringan dapat
digunakan, akan tetapi sulit untuk menentukan jumlah kromosom.
Kunci keberhasilan utama untuk memperoleh sel-sel yang aktif membelah adalah
ketepatan menentukan fase-fase dalam siklus sel. Umumnya jaringan epitel pada
insang organisme laut mudah diperoleh dan ditangani. Pada permukaan insang
banyak terdapat sel-sel epitel yang terus aktif menyaring makanan yang masuk
dan proses pernafasan, sehingga dalam insang (terutama pada tiram muda) lebih
banyak terjadi pembelahan mitosis dibandingkan dengan jaringan lainnya Secara
teoritis, material yang paling baik memiliki nilai indeks mitosis (Mitotic Index
atau MI) yang tinggi. MI adalah rasio antara jumlah sel-sel yang sedang
membelah dengan jumlah sel dalam suatu sampel. Adanya variasi diurnal dalam
siklus sel, perbedaan respon setiap spesies terhadap panjang hari (day-length) dan
kondisi temperatur lingkungan sangat menentukan terjadinya pembelahan mitosis
sebuah sel atau jaringan. Oleh karena itu, perlu mengetahui waktu mitosis
optimum dalam koleksi bagian organ suatu spesies. Lamanya waktu siklus
mitosis berbeda-beda untuk setiap organisme bergantung pada spesies, jaringan,
kondisi fisiologis, temperatur dan lingkungannya. Tabel 2 memperlihatkan durasi
siklus mitosis beberapa spesies yang telah diteliti oleh para ahli sitogenetika
spesies dengan kromosom diploid.
2) Perlakuan awal dengan kolkisin.
Kolkisin dengan rumus kimia C22H25O6N merupakan suatu alkaloid yang
berasal dari umbi dan biji tanaman Autumn crocus (Colchicum autumnale, Linn.)
yang termasuk dalam famili Liliaceae. Nama colchicum diambil dari nama
colchis, ialah seorang raja yang menguasai daerah di tepi Laut Hitam, karena di
daerah itu terdapat banyak sekali tanaman tersebut. Tanaman yang berbunga di
musim gugur ini hanya memperlihatkan bunga-bunganya saja di atas permukaan
tanah. Dalam musim semi tanaman ini memiliki daun, buah dan biji. Larutan
kolkisin dengan konsentrasi yang kritis berfungsi mencegah terbentuknya
benang-benang plasma dari gelendong inti (spindel) sehingga pemisahan
kromosom pada anafase dari mitosis tidak berlangsung dan menyebabkan
penggandaan kromosom tanpa pembentukan dinding sel. Akibatnya proses
mitosis mengalami modifikasi. Karena tidak terbentuk spindel, maka kromosom-
kromosom tetap tinggal berserakan dalam sitoplasma. Pada stadium ini
kromosom-kromosom memperlihatkan gambaran yang khas seperti tanda silang
(X). Akan tetapi kromosom-kromosom juga dapat memisahkan diri pada
sentromernya, sehingga terbentuk nukleus perbaikan (restitusi) yang mengandung
kromosom dua kali lipat (sel poliploid). Apabila pengaruh dari kolkisin telah
menghambur, sel poliploid yang baru ini dapat membentuk spindel pada kedua
kutubnya dan membentuk nukleus anakan poliploid seperti yang terjadi pada
telofase dari mitosis biasanya. Akan tetapi jika konsentrasi larutan kolkisin yang
kritis dibiarkan terus berlanjut, maka pertambahan genom akan mengikuti suatu
deret ukur seperti 4n, 8n, 16n, dan seterusnya.
Tabel 2. Durasi siklus mitosis dalam sel beberapa spesies
(Alberts et al., Kromosom Durasi mitotis Referensi
1983). Species (2n) (jam)
Haplopappus 4 10.5 Sparvoli et al.,
gracilis 1966
Crepis capiliaris 6 10.75 Van't Hof, 1965
Trillium erectum 10 29 Van't Hof and
Sparrow, 1963
Tradescantia 12 20 Wimber, 1960
paludosa
Vicia faba 12 13 Van't Hof and
Sparrow, 1963
Impatiens 14 8.8 Van't Hof, 1965
balsamina
Lathyrus 14 12.25 Evans and Rees,
angulatus 1971
Lathyrus 14 14.25 Evans and Rees,
articularis 1971
Lathyrus hirsutus 14 18 Evans and Rees,
1971
Avena strigosa 14 9.8 Yang and
Dodson, 1970
Secale cereale 14 12.75 Ayonoadu and
Rees, 1968
Allium cepa 16 17.4 Van't Hof, 1965
Hyacinthus 16 24 Evans and Rees,
orientalis 1971
Zea mays 20 10.5 Evans and Rees,
1971
Melandrium 22 15.5 Choudhun, 1969
album
Lycopersicon 24 10.6 Van't Hof, 1965
esculentum
Tulipa 24 23 Van't Hof and
kaufmanniana Sparrow, 1963
Avena strigosa 28 9.9 Yang and
Dodson, 1970
Pisum sativum 28 12 Van't Hof et al.,
1960
Triticum durum 28 14 Avanzi and Deri,
1969
Allium tuberosum 32 20.6 Van't Hof, 1965
Helianthus 34 9 Van't Hof and
annuus Sparrow, 1963
Triticum aestivum 42 10.5 Bennett, 1971
Substansi kolkisin cepat mengadakan difusi ke dalam jaringan organisme dan
kemudian disebarluaskan ke berbagai bagian tubuh melalui jaringan pengangkut.
Berbagai percobaan menunjukkan bahwa penggunaan konsentrasi larutan kolkisin
yang agak kuat yang diberikan dalam waktu singkat, memberikan hasil yang lebih
baik daripada penggunaan konsentrasi yang kecil dalam waktu yang lama. Oleh
karenanya konsentrasi 0,0075 ppt sering dipakai. Kolkisin biasanya dilarutkan dalam
air, dan tidak boleh dilarutkan dalam air panas karena dapat merusak komposisi
kolkisin.
11. Perlakuan dengan larutan hipotonik.
Perlakuan larutan hipotonik bertujuan agar sel membesar dan mencegah cairan keluar
dari membran. Di samping itu, perlakuan ini juga menghentikan pembentukan
spindel, meningkatkan jumlah metafase sel, meningkatkan viskositas sitoplasma serta
memfasilitasi penetrasi bahan fiksasi dengan menghilangkan penghalangnya seperti
dinding sel. Pada fase metafase kromosom dapat tertahan, sehingga dengan mudah
dihitung dan diamati tingkah lakunya.
12. Perlakuan fiksasi.
Perlakuan fiksasi bertujuan menstabilkan struktur sel. Fiksasi yang dilakukan tepat
pada jaringan yang akan dibuat preparat. Oleh karena itu, organisme dimatikan dulu
untuk mengambil jaringan epitel pada insang tiram. Selama proses fiksasi akan
terjadi penetrasi bahan-bahan fiksasi ke dalam sel atau jaringan, dimana fiksasi
dilakukan sebagai preservasi sel dan strukturnya pada kondisi yang memungkinkan.
Pada prinsipnya, bahan fiksasi yang diserap oleh sel atau jaringan menyebabkan sel-
sel berhenti membelah pada tahap tersebut, tanpa mengakibatkan kerusakan,
pembengkakan atau penyusutan kromosom, dan tanpa mengubah unsur pokok dalam
struktur sel. Dua hal utama yang diperoleh dari proses ini yakni: struktur sel yang
semula tidak jelas tampak menjadi lebih jelas, serta struktur sel yang semula rapuh
menjadi stabil dan cukup kuat. Faktor-faktor yang memengaruhi fiksasi antara lain:
temperatur, pH, tekanan osmotik, kecepatan penetrasi, laju perubahan kimia dan
fisika, serta lamanya fiksasi. Fiksasi yang terlalu cepat dapat mengakibatkan hasil
yang diperoleh tidak baik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam fiksasi antara lain: pemilihan bahan
fiksasi yang tepat, besar kecilnya organisme (menentukan cepat dan seragamnya
penetrasi bahan fiksasi), rasio volume bahan fiksasi dengan jaringan yang difiksasi
(biasanya 10-12 kali), serta karakter jaringan yang difiksasi. Beberapa jaringan
tertentu lambat dalam penetrasi. Misalnya, pada tumbuhan, epidermis biasanya
dilapisi (covered) dengan lapisan kutikel yang bersifat hidrofobik.
Secara umum perlakuan fiksasi dibedakan atas perlakuan fisik dan kimiawi.
Perlakuan secara fisik seperti pendinginan jaringan dalam nitrogen cair telah banyak
digunakan untuk sel atau jaringan hewan. Perlakuan ini sangat efektif menjaga
struktur sel, karena proses difusi yang sangat kecil dan tidak terjadi perubahan enzim
secara signifikan. Kelemahan perlakuan secara fisik yakni dapat menyebabkan
terputusnya sel karena adanya kristal es dalam sel atau jaringan. Perlakuan secara
kimiawi dengan menggunakan bahan (reagent) kimia seperti larutan carnoy yang
telah banyak dipakai dalam penyediaan preparat dari sel segar. Perlakuan secara
kimiawi membutuhkan keseimbangan dan ketepatan bahan-bahan yang dipakai.
Sebagai contoh, pencampuran larutan asam dan alkohol pada kondisi seimbang dapat
menjaga struktur sel pada kondisi yang stabil dan memungkinkan untuk diamati.
Akan tetapi, reaksi beberapa asam yang berlebihan dapat menyebabkan struktur sel
menyusut.
13. Perlakuan pewarnaan.
Pewarnaan terhadap preparat kromosom bertujuan menciptakan perbedaan optikal di
antara kromosom dengan struktur sel lainnya sehingga dapat dibedakan di bawah
mikroskop. Struktur sel yang spesifik membutuhkan pewarnaan yang spesifik pula.
Pewarnaan giemsa sudah dipergunakan secara luas dalam analisis kromosom, yang
memberikan warna spefisik yakni biru gelap hingga keunguan. Pewarnaan ini sangat
efektif pada kromosom somatik terutama jaringan epitel pada insang, karena
kromosom suatu spesies dengan spesies lainnya dapat dibedakan. Hal ini
dimungkinkan, karena pewarnaan giemsa secara spesifik dapat memberikan
perbedaan yang jelas antara sentromer, kromatin dan telomer pada metafase mitosis.
Beberapa metode yang biasanya digunakan untuk pewarnaan dalam analisis
kromosom antara lain:
 C-banding. Untuk identifikasi pasangan tiap kromosom, termasuk kromosom
kelamin, tetapi tidak bisa menjelaskan secara rinci kromosom hingga struktur
lengan-lenganya.
 Staining of nucleolus organizer region. Perwarnaan silver, pewarna khusus
untuk nucleolus organizer region (NORs) yang berguna sebagai genetic
marker untuk evolusi.
 Q banding, mengunakan fluorenscent dye quinacrin dihydrochlorine,
pewarnaan lebih detail sampai basa DNA, juga bisa untuk identifikasi lengan
kromosom, dan loci dalam kromosom.
14. Pembuatan slide preparat.
Pembuatan slide preparat bertujuan mengoptimalkan kromosom sehingga mudah
dilihat di bawah mikroskop. Sel diolesi di atas slide dan diwarnai dengan
mencelupkannya ke dalam larutan giemsa. Hal penting yang perlu diperhatikan
adalah tidak boleh menggerakkan cover slip karena akan merusak sel.
15. Pemotretan dan pengukuran mikrometri.
Pemotretan bertujuan mendapatkan gambar kromosom untuk selanjutnya diukur.
Pemotretan dengan menggunakan kamera digital lebih baik dari pada pemotretan
secara manual karena dapat difokuskan pada spesimen sehingga bisa jelas mengenali
kromosom serta menyediakan secara representatif semua hal yang diamati pada
spesimen tersebut. Hasil pemotretan kamera digital mudah diolah dengan
menggunakan sotfware pada komputer dan memberikan efek-efek yang jelas tentang
morfologi dan tingkah laku kromosom. Pembacaan dan pengukuran kromosom tidak
dapat dilakukan di bawah mikroskop, akan tetapi dilakukan dengan bantuan software.
Pengukuran mikrometri digunakan untuk mengukur panjang lengan atau rasio
lengan. Hasil pengukuran ini dikalibrasi dengan pembesaran yang digunakan pada
lensa mikroskop.
16. Metode analisis kromosom.
1) Metode penentuan jumlah kromosom diploid (2n).
Penentuan jumlah kromosom diploid (2n) didasarkan pada jumlah kromosom
yang memiliki frekuensi tertinggi atau modus.
2) Metode analisis karakteristik kromosom.
Analisis karakteristik kromosom dilakukan mencakup: ukuran kromosom, tipe
kromosom dan struktur morfologi kromosom. Data ukuran kromosom diperoleh
dari pengukuran mikrometri terhadap ukuran lengan pendek dan lengan panjang,
sedangkan panjang relatif kromosom (PRK), rasio lengan kromosom (RLK) serta
harga numerik posisi kromosom (HNPS), dihitung dengan menggunakan rumus
yang diusulkan oleh Brown (1972) dan Levan et al. (1983), sebagai berikut: %
100enom   g Panjang kromosom Panjang PRK kromosom pendek lengan
Panjang kromosom panjang lengan Panjang RLK  % 100  total kromosom
Panjang kromosom pendek lengan Panjang HNPS
Tipe kromosom ditentukan berdasarkan HNPS dan RLK sesuai pola yang
diusulkan oleh Levan et al., 1983 (Tabel 5). Analisis struktur morfologi
kromosom dilakukan dengan mengamati bagian-bagian kromosom yang sesuai
nomenklaturnya, meliputi: kromatid, telomer, sentromer, serta kelainan fisik
kromosom seperti keberadaan lekukan sekunder (nucleolar organizer) dan satelit.
3) Metode penyusunan genom kromosom.
Genom set kromosom suatu organisme, diperoleh dengan mengurutkan tiap
kromosom sesuai panjangnya. Penomoran dimulai dari ukuran terpanjang hingga
terpendek berdasarkan PRK.
4) Metode penyusunan kariotipe kromosom.
Kariotip kromosom merupakan suatu gambaran lengkap dari kromosom pada
metafase dari suatu sel yang tersusun secara teratur dan merupakan pasangan-
pasangan dari sel diploid yang normal. Pada sebagian besar hewan, semakin
dekat kedudukan taksonominya semakin banyak persamaan bentuk, ukuran dan
jumlah kromosomnya. Kesamaan kromosom mungkin saja terdapat pada dua
spesies yang berbeda dalam satu genus yang sama, tetapi bentuk, ukuran dan
susunan (kariotip) kromosom masing-masing spesies akan terlihat berbeda.
Berdasarkan posisi sentromer dan panjang lengan kromosom, maka dapat
dihitung beberapa nilai dari kromosom tersebut, yaitu indeks sentromer
(centromere index), rasio lengan (arm ratio), dan panjang relatif kromosom
(relative length). Indeks sentromer didefinisikan sebagai rasio dari lengan yang
lebih pendek dengan panjang total kromosom dan dinyatakan dalam persen.
Berdasarkan selang nilai indeks sentromer, maka kromosom diklasifikasi atas
median, submedian dan terminal.
Tabel 3, memperlihatkan klasifikasi kromosom berdasarkan posisi sentromer
(MacGregor & Varley, 1983).
Tabel 3. Klasifikasi Terminologi Simbol Selang indeks
kromosom alternatif Sentromer (%)
berdasarkan posisi
sentromer.
(MacGregor and
Varley, 1983).
Posisi
sentromer
Median Metasentrik M 46 – 49
Submedian Submetasentrik sm 36 – 45
Submedian (lebih metasentrik) sm 26 – 35
Subterminal Submetasentrik st 15 – 30
(kurang
metasentrik)
Akrosentrik
BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat pada organisme
yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya 'Percobaan mengenai
Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua bagian:
Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Pertama
Mendel, dan Hukum berpasangan secara bebas (independent assortment) dari Mendel,
juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.

2. Saran
Mahasiswa harus lebih teliti dalam menyilangkan genetika. Karena apabila salah
menyilangkan , maka akan salah pula hasil persilangannya.   Mengingat materi
pembelajaran ini sangat berguna untuk kehidupan mendatang, maka disarankan
kepada seluruh mahasiswa agar rajin mempelajarinya.
DAFTAR PUSTAKA

http://biologimediacentre.com/genetika-hukum-mendel/#sthash.C7PN7wAX.dpuf
http://www.scribd.com/doc/84672312/Pewarisan-Sifat-Sifat-Keturunan
http://endick.wordpress.com/2008/01/30/percobaan-mendel-2/
http://smointi.blogspot.com/2010/12/makalah-hukum-mendel.html

Anda mungkin juga menyukai