Anda di halaman 1dari 38

Makalah biologi

HUKUM MENDEL 1 & HUKUM MENDEL 2

Disusun Oleh

Ketua Kelompok : Misrina

Anggota : Cut Rosmawar

Aima Safrina

Farhan

Putri Fathia

SMA NEGERI 1 WOYLA


ACEH BARAT
2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat

pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya

'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua

bagian: Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai

Hukum Pertama Mendel, dan Hukum berpasangan secara bebas (independent

assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.

Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat

pada organisme, yang kita kenal dengan hukum segregasi dan hukum asortasi

bebas, yang telah di jabarkan oleh Gregor Johann Mendel . Mendel

mengatakan bahwa pada pembentukan gamet (sel kelamin), kedua gen induk

(Parent) yang merupakan pasangan alel akan memisah sehingga tiap-tiap

gamet menerima satu gen dari induknya sebagaimana bunyi hukum mendel I,

dan bunyi hukum mendel II, menyatakan bahwa bila dua individu

mempunyai dua pasang atau lebih sifat, maka diturunkannya sepasang sifat

secara bebas, tidak bergantung pada pasangan sifat yang lain.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Apa latar belakang teori mendel?

2. Apa bunyi hukum mendel I?

2
3. Apa bunyi hukum mendel II?

4. Apa teori pewarisan sifat?

5. Apa saja percobaan mendel?

C. Tujuan

a. Tujuan umum

Tujuan umum dari penulisan makalah ini untuk melengkapi tugas

dari mata kuliah Biologi.

b. Tujuan Khusus

1. Agar mahasiswa mengetahui latar belakang teori mendel.

2. Agar mahasiswa mengetahui hukum mendel I.

3. Agar mahasiswa mengetahui hukum mendel II.

4. Agar mahasiswa mengetahui teori pewarisan sifat.

5. Agar mahasiswa mengetahui percobaan mendel.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Prinsip Teori Mendel

Genetika adalah ilmu yang mempelajari pewarisan sifat dari induk

kepada keturunannya. Gregor Johann mendel (1822-1884), seorang

biarawan disebuah biara di Brunn, Austria menyilangkan kacang ercis (Pisum

sativum), kemudian hasil persilangan ditanam dan di amati, mendel

melakukannya selama 12 tahun.

Alasan Mendel memilih kacang ercis sebagai bahan percobaan

adalah :

a. Memiliki pasangan sifat beda yang mencolok

b. Melakukan penyerbukan sendiri

c. Mudah dilakukan penyerbukan silang

d. Waktu yang diperlukan untuk menghasilkan keturunan cepat

e. Mempunyai keturunan banyak

Langkah awal sebelum dilakukan perhitungan terhadap

pengamatannya adalah menentukan galur murni jenis tanaman yang dijadikan

percobaan. Tanaman galur murni adalah tanaman yang apabila dilakukan

penyerbukan sendiri akan menghasilkan keturunan yang semuanya

mempunyai sifat yang sama dengan induknya. Dalam percobaannya Mendel

melakukan perkawinan silang dengan menyerbukkan sendiri antara dua

varietas ercis yang berbeda sebagai induk-induknya. Turunan hasil

perkawinan silang ini disebut hybrid, sedangkan prosesnya hibridisasi

4
Dari hasil percobaan yang diperolehnya, Mendel menyusun beberapa

hipotesis, yaitu :

a. Setiap sifat pada organisme dikendalikan oleh satu pasang factor

keturunan, satu dari induk jantan dan satu induk betina.

b. Setiap pasang factor keturunan menunjukkan bentuk alternative

sesamanya, misalnya tinggi atau rendah, bulat atau keriput, kuning atau

hijau. Kedua bentuk alternative ini disebut alel.

c. Bila pasangan factor itu terdapat bersama-sama dalam satu tanaman,

factor dominasi akan menutup factor resesif.

d. Pada waktu pembentukan gamet, pasangan factor atau masing-masing alel

akan memisah secara bebas.

e. Individu murni mempunyai alel sama, yaitu dominan saja atau resesif

saja.

B. Hukum Mendel

1) Hukum Mendel I

Hukum Mendel I dikenal juga dengan Hukum Segregasi

menyatakan: ‘pada pembentukan gamet kedua gen yang merupakan

pasangan akan dipisahkan dalam dua sel anak’. Hukum ini berlaku untuk

persilangan monohibrid (persilangan dengan satu sifat beda).

Secara garis besar, hukum ini mencakup tiga pokok:

a. Gen memiliki bentuk-bentuk alternatif yang mengatur variasi pada

karakter turunannya. Ini adalah konsep mengenai dua macam alel; alel

resisif (tidak selalu nampak dari luar, dinyatakan dengan huruf kecil,

5
misalnya w dalam gambar), dan alel dominan (nampak dari luar,

dinyatakan dengan huruf besar, misalnya R).

b. Setiap individu membawa sepasang gen, satu dari tetua jantan

(misalnya ww dalam gambar di samping) dan satu dari tetua betina

(misalnya RR dalam gambar di samping).

c. Jika sepasang gen ini merupakan dua alel yang berbeda, alel dominan

akan selalu terekspresikan (nampak secara visual dari luar). Alel

resesif yang tidak selalu terekspresikan, tetap akan diwariskan pada

gamet yang dibentuk pada turunannya.

2) Hukum Mendel II

Hukum Mendell II dikenal dengan Hukum Independent

Assortment, menyatakan: ‘bila dua individu berbeda satu dengan yang

lain dalam dua pasang sifat atau lebih, maka diturunkannya sifat yang

sepasang itu tidak bergantung pada sifat pasangan lainnya’. Hukum ini

berlaku untuk persilangan dihibrid (dua sifat beda) atau lebih.Seperti

nampak pada gambar 1, induk jantan (tingkat 1) mempunyai genotipe ww

(secara fenotipe berwarna putih), dan induk betina mempunyai genotipe

RR (secara fenotipe berwarna merah).

Keturunan pertama (tingkat 2 pada gambar) merupakan

persilangan dari genotipe induk jantan dan induk betinanya, sehingga

membentuk 4 individu baru (semuanya bergenotipe wR).Selanjutnya,

persilangan/perkawinan dari keturuan pertama ini akan membentuk

indidividu pada keturunan berikutnya (tingkat 3 pada gambar) dengan

gamet R dan w pada sisi kiri (induk jantan tingkat 2) dan gamet R dan w

6
pada baris atas (induk betina tingkat 2). Kombinasi gamet-gamet ini akan

membentuk 4 kemungkinan individu seperti nampak pada papan catur

pada tingkat 3 dengan genotipe: RR, Rw, Rw, dan ww. Jadi pada tingkat

3 ini perbandingan genotipe RR , (berwarna merah) Rw (juga berwarna

merah) dan ww (berwarna putih) adalah 1:2:1. Secara fenotipe

perbandingan individu merah dan individu putih adalah 3:1.

Kalau contoh pada gambar 1 merupakan kombinasi dari induk

dengan satu sifat dominan (berupa warna), maka contoh ke-2

menggambarkan induk-induk dengan 2 macam sifat dominan: bentuk

buntut dan warna kulit. Persilangan dari induk dengan satu sifat dominan

disebut monohibrid, sedang persilangan dari induk-induk dengan dua sifat

dominan dikenal sebagai dihibrid, dan seterusnya.

Pada gambar 2, sifat dominannya adalah bentuk buntut (pendek

dengan genotipe SS dan panjang dengan genotipe ss) serta warna kulit

(putih dengan genotipe bb dan coklat dengan genotipe BB). Gamet induk

jantan yang terbentuk adalah Sb dan Sb, sementara gamet induk betinanya

adalah sB dan sB (nampak pada huruf di bawah kotak). Lihat ganbar 2

Kombinasi gamet ini akan membentuk 4 individu pada tingkat F1

dengan genotipe SsBb (semua sama). Jika keturunan F1 ini kemudian

dikawinkan lagi, maka akan membentuk individu keturunan F2. Gamet

F1nya nampak pada sisi kiri dan baris atas pada papan catur. Hasil

individu yang terbentuk pada tingkat F2 mempunyai 16 macam

kemungkinan dengan 2 bentuk buntut: pendek (jika genotipenya SS atau

7
Ss) dan panjang (jika genotipenya ss); dan 2 macam warna kulit: coklat

(jika genotipenya BB atau Bb) dan putih (jika genotipenya bb).

Perbandingan hasil warna coklat:putih adalah 12:4, sedang

perbandingan hasil bentuk buntut pendek:panjang adalah 12:4.

Perbandingan detail mengenai genotipe SSBB : SSBb : SsBB : SsBb :

SSbb : Ssbb : ssBB : ssBb : ssbb adalah 1:2:2:4:1:2:1:2:1

C. Teori Pewarisan Sifat

Pewarisan sifat atau yang dikenal dengan Hereditas merupakan suatu

pewarisan sifat dari induk kepada keturunannya. Ilmu yang mempelajari

tentang pewarisan sifat disebut dengan genetika.

Pewarisan sifat itu dapat ditentukan oleh kromosom dan gen. Teori-

teori tentang pewarisan sifat adalah sebagai berikut :

1. Teori Embryo

Teori ini dikemukanan oleh William Harvey, 1578-1657 yang

menyatakan, bahwa semua hewan berasal dari telur. Pernyataan ini

diperkuat oleh Reiner de Graaf (1641-1673) peneliti pertama yang

mengenal bersatunya sel sperma dengan sel telur yang akan membentuk

embrio. Reiner de Graaf menyatakan bahwa ovarium pada burung sama

dengan ovarium pada kelinci.

2. Teori Preformasi

Teori ini dikemukakan oleh Jan Swammerdan, 1637-1689 yang

menyatakan bahwa telur mengandung semua generasi yang akan dating

sebagai miniature yang telah terbentuk sebelumnnya.

8
3. Teori Epigenesis Embriologi

Teori ini dikemukakan oleh C.F. Wolf, 1738-1794, yang

menyatakan bahwa ada kekuatan vital dalam benih organiseme dengan

kekuatan ini menyebabkan pertumbuhan embrio menurut pola

perkembangan sebelumnya.

4. Teori Plasma Nutfah


Teori ini dikemukakan oleh J. B. Lamarck, 1744-1829 yang

menyatakan bahwa sifat yang terjadi karena rangsangan dari luar

(lingkungan) terhadap struktur fungsi organ yang diturunkan pada

generasi berikutnya.

5. Teori Pengenesis

Teori ini dikemukakan oleh C. R. Darwin, yang menyatakan

bahwa setiap bagian tubuh dewasa menghasilkan benih-benih kecil yang

disebut gemuia.

6. Teori Telegani

Teori ini dikemukakan oleh Ernest Haeckel, menyatakan bahwa

spermatozoa sebagian besar tersusun atas inti dan inti bertanggung jawab

sebagai penurunan sifat.

D. Percobaan Mendel

1. Persilangan Dua Individu dengan Satu Sifat Beda

a. Persilangan Monohibrid Dominan Penuh

Persilangan dua individu dengan satu sifat beda

menurun kan sifat dominan apabila sifat keturunannya sama

dengan salah satu sifat induknya.

9
Perhatikan contoh persilangan berikut. Contoh: Tanaman

kacang ercis berbatang tinggi disilangkan dengan kacang ercis

berbatang pendek. F1 semuanya berbatang tinggi. Kemudian F1

dibiarkan melakukan penyerbukan sendiri . Hasil yang diperoleh

yaitu F2 yang berbatang tinggi dan berbatang pendek dengan

perbandingan 3 : 1. Persilangan ini dapat dilihat dalam bagan

berikut :

Kacang ercis Kacang ercis Batang


Parental 1 (P1) ><
Batang Tinggi Pendek
Genotipe TT >< tt
Fenotipe Tinggi Pendek
Gamet T dan T t dan t
Fenotipe : Batang
Filial (F1) Tt
Tinggi
Kacang ercis Kacang ercis Batang
Parental 2 (P2) ><
Batang Tinggi Tinggi
Genotipe T t T t
Gamet T dan t >< T dan t

Kemungkinan kombinasi pada F2 adalah sebagai berikut :

Gamet
T t
Gamet
T TT (Tinggi) .1 Tt (Tinggi) .2
T Tt (Tinggi) .3 Tt (pendek) .4

Pada persilangan ini , gen untuk faktor Tinggi (T) dominan

terhadap gen untuk faktor pendek (t). Maka Individu bergenotipe

Tt (no. 2 dan 3) akan memiliki fenotipe tinggi. Perbandingan

fenotipe F2 pada persilangan monohibrid dominan penuh adalah :

Tinggi : Pendek = 3 : 1 . Perbandingan Genotipe nya

adalah : TT : Tt : tt = 1 : 2 : 1

10
b. Persilangan Monohibrid Intermediet

Persilangan ini tidak seperti salah satu fenotip galur murni,

tetapi mempunyai fenotipe diantara kedua induknya.

Perhatikan contoh : Tanaman Antihinum majus galur

Murni merah (MM) disilangkan dengan galur murni putih (mm).

Dari persilangan itu diperoleh hasil F1 yang semuanya

berbunga merah muda . Jika F1 ini ditanam dan diadakan

penyerbukan dengan sesamanya, maka F2 menghasilkan tanaman

berbunga merah, merah muda, dan putih dengan perbandingan :

1 : 2 : 1. Persilangannya dapat dilihat sebagai berikut :

Tanaman
P1 >< Tanaman berbunga putih
berbunga merah
Genotipe MM >< Mm
Gamet M dan M m dan m
Fenotipe : berbunga merah
F1 Mm
muda
Mm (merah
P2 >< Mm (merah muda)
muda)
Gamet M dan m >< M dan m

Kemungkinan terjadinya kombinasi pada F2 adalah :

Gamet
M M
Gamet
MM Mm (merah
M
(Merah) 1 muda) 2
Mm (merah Mm
m
muda) 3 (putih) 4

Perbandingan Fenotipe F2 pada persilangan monohibrid

intermediet adalah :

merah : merah muda : putih = 1 : 2 : 1. Perbandingan

Genotipenya : MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1

11
2. Persilangan Dua Individu dengan Dua Sifat Beda (Dihibrid)

Persilangan dua individu dengan dua sifat beda atau lebih

menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotipe dan genotipe

tertentu. Mendel dalam percobaannya menggunakan kacang ercis galur

murni yang mempunyai biji bulat warna kuning dengan galur murni

yang mempunyai biji keriput warna hijau. Karena bulat dan kuning

dominan terhadap keriput dan hijau, maka F1 seluruhnya berupa kacang

ercis berbiji bulat dan warna biji kuning. Biji-biji F1 ini kemudian

ditanam kembali dan dilakukan penyerbukan sesamanya untuk

memperoleh F2. Persilangan tersebut adalah persilangan dua individu

dengan dua sifat beda yaitu bentuk biji dan warna biji.

B=bulat, dominan terhadap keriput b=keriput,

K=kuning, dominan terhadap hijau k= hijau

Perhatikan bagan persilangan dua individu dengan dua sifat

beda (dihibrid) di bawah

Kacang ercis berbiji Kacang ercis berbiji


P1 ><
bulat warna kuning keriput warna hijau
Genotipe BBKK >< Bbkk
Gamet BK dan BK >< bk dan bk
Fenotipe : berbiji bulat
F1 BbKk
warna kuning
P2 BbKk >< BbKk
Gamet BK,B k,bK,bk >< BK,Bk,bK,bk

Kemungkinan terjadinya kombinasi pada F2 adalah Sbb :

F Game
BK Bk bK Bk
2 : t Gamet
BBK BBK BbK BbK
BK 1 2 3 4
K k K k
Bk BBKk 5 BBkk 6 BbKk 7 Bbkk 8
1 1 1
bK BbKK 9 BbKk bbKK bbKk
0 1 2

12
1 1 1 1
Bk BbKk Bbkk bbKk Bbkk
3 4 5 6

Individu yang mengandung B memiliki biji bulat dan individu

yang mengandung K memiliki biji warna kuning, Fenotipe pada F2

adalah :

a. bulat – kuning = nomor : 1 , 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, 13

b. bulat – hijau = nomor : 6, 18, 14

c. keripit – kuing = nomor : 11, 12, 15

d. keriput – hijau = nomor : 16

Perbandingan Fenotipe F2 adalah :

bulat – kuning : bulat – hijau : keriput – kuning : keriput – hijau

=9:3:3:1

Kemungkinan macam genotipe dan fenotipe pada dihibrid F2 :

Kemungkinan Kotak
Genotipe Fenotipe
ke- nomor
1 1 BBKK Bulat kuning
2 2, 5 BBKk Bulat kuning
3 3, 9 BbKK Bulat kuning
4 4,7, 10, 13 BbKk Bulat kuning
5 6 BBkk Bulat hijau
6 8, 14 Bbkk Bulat hijau
7 11 bbKK Keriput kuning
8 12, 15 bbKk Keriput kuning
9 16 bbkk Keriput hijau

Perbandingan Genotipe nya :

BBKK : BBKk : BbKK : BbKk : BBkk : Bbkk : bbKK : bbKk : bbkk

1 : 2 : 2 : 4 : 1 : 2 : 1 : 2 :1

13
3. Persilangan dua Individu dengan Tiga Sifat Beda (Trihibrid)

Misalnya persilangan kacang ercis dengan tiga sifat beda

yaitu :Batang tinggi, biji bulat dan biji warna kuning, dengan batang

pendek, biji keriput, warna biji hijau. Keturunan F1 yang dihasilkan

adalah : Bagan persilangan Trihibrid

P1 TTKKBB >< Ttkkbb


Fenotipe Pendek,keriput,hij
Tinggi,kuning,bulat ><
au
Genotipe TKB >< Tkb
F1 TtKkBb
Fenotipe :
Tinggi,kuning,
bulat
P2 TtKkBb >< TtKkBb
Gamet TKB,TKb,TkB
,Tkb,tKB,tKb,
tkB,tkb

Hubungan sifat beda dan jumlah kemungkinan fenotipe dan genotipe

pada F2

Jumla Jumlah Jumlah


Jumlah Jumlah
h Macam Macam Perbandingan
Sifat Individu
Macam Genotipe Fenotip Fenotipe F2
Beda F2
Gamet F2 e F2
1 21 = 2 3 2 3:1 4
2 22 = 4 9 4 9:3:3:1 16
3 23 = 8 27 8 27:9:9:9:3:3:3:1 64
N 2n 3n 2n 4n

E. Hereditas Mamire

1. DNA

14
DNA ( Deoksiribose Nuclei Acid ), wujud sebagai untaian yang

halus, pembawa sifat keturunan, disusun oleh asam nukleat.

Polinukleotida adalah polimer dari nukleotida.

Nukleotida terdiri dari :

- Gula pentose

- Basa Nitrogen ( Adenin, guanin, timin, dan sitosin )

- Fosfat

Basa Nitrogen :

- Basa Nitrogen terdiri dari kelompok senyawa Purin dan Pirimidin.

- Basa Nitrogen penyusun DNA dari kelompok purin adalah Adenin

(A) dan Guanin ( G )

- Basa Nitrogen penyusun DNA dari kelompok Pirimiidin adalah Timin

( T ) ddan Sitosin (S).

- Maka DNA terdiri dari A, T, C, G.

Struktur DNA :

Terdapat di dalam kromosom, berarti di dalam inti sel. Proses

berlipat gandanya DNa dinamakan replikasi. Berbentuk Doublle Heliks

( dua rantai berpilin ) sehingga saling berpasangan ( komplimen ) : A=T

dan C=G.

Replikasi DNA

Berdasarkan pengamatan beberapa ahli dikenal beberapa hipotesa

mengenai replikasi DNA yaitu:

15
1. Semikonservatif

2. RNA

RNA ( Ribonucleic acid ), berantai tunggal, disusun oleh asam

nukleat ( polinukleotida ). Gula ribose, Basa nitrogen : A, C, G dan urasil

( pada DNA adalah Timin ), fosfat.

Macam – macam RNA :

- mRNA ( messangger ) terdapat dalam nucleus. mRNA dicetak oleh

salah satu pita DNA yang berlangsung dalam nucleus. Fungsi

mRNA adalah membawa kode genetika dari DNA atau

menyampaikan informasi dari DNA ke ribosom.

- tRNA ( transfer ) terdapat dalam sitoplasma. Fungsi tRNA ialah

mengikat asam amino.

- rRNA ( ribosom ) terdapat dalam ribosom yang dibentuk oleh DNA.

Fungsi RNA :

- mRNA bertugas menerima informasi / keterangan genetic dari DNA.

Proses ini dinamakan transkripsi dan berlanggsung dalam nucleus.

Berfungsi sebagaii perantara antara kromosom dan asam amino

sitoplasma. Berperan penting dalam pembuatan protein.

- tRNA bertugas mengikat asam amino yang terdapat dalam

sitoplasma. Sebelum dapat diikat oleh tRNA, asam amino bereaksi

terlebih dahulu dengan ATP supaya berenergi dan aktif. tRNA

16
membawa asam amino yang diikat itu keribosom.Disinilah

berlangsung perubahan informasi genetic yang dinyatakan oleh

urutan basa dari mRNA ke urutan asam amino dalam protein yang

dibentuk. Proses perubahan ini disebut translasi.

- rRNA bertugas mensintesa protein dengan menggunakan asam

amino. Proses ini berlangsung dalam ribosom dan hasil akhirnya

adalah polipeptida.

No
Perbedaan DNA RNA
1 Tempat Inti sel (kromosom), Sitoplasma
mitokondria, plastid, sentriol (terutama di
ribosom) dan inti
sel
2 Struktur Rantai panjang dan ganda Rantai pendek dan
tunggal
3 Jenis gula Deoksiribosa Ribosa
4 Basa Purin: adenine dan guamin Purin : adenine dan
Nitrogen Pirimidin : sitosin dan timin guanine
Pirimidin : sitosin
dan urasil
5 Kadar Dipengaruhi sintesis protein Tidak dipengaruhi
sintesis protein
6 Fungsi Mengontrol sifat yang menurun Sintesis protein

3. Sintesis Protein
Tahap-tahapan sintesis protein. Sintesis protein merupakan dasar

untuk mempelajari bagaimana informasi genetik di dalam DNA

diekspresikan dalam makhluk hidup. Dalam istilah genetik sering dikenal

dengan yang namanya sentral dogma. Sentral dogma merupakan

serangkaian alur informasi dari DNA yang diterjemahkan melalui RNA

kemudian menjadi protein di dalam tubuh makhluk hidup.

17
Sintesis protein memiliki sumber informasi di DNA dalam bentuk

gen. Gen tersebut berupa rangkaian kode-kode basa nitrogen. Informasi

dalam gen akan diterjemahkan dalam bentuk mRNA. mRNA kemudian

akan digunakan untuk merangkai asam amino yang didapatkan dari luar

dan dalam tubuh.

Sintesis protein terjadi pada organel yang dinamakan dengan

ribosom. Sintesis protein sangat memerlukan keberadaan RNA, yaitu

suatu rantai tunggal basa nitrogen dengan backbone yang sama dengan

DNA. Adapun pembagian jenis-jenis RNA secara lengkap adalah sebagai

berikut.

a. mRNA (messenger RNA / RNA duta)

RNA duta merupakan RNA yang dibuat oleh proses yang

dinamakan dengan transkripsi pada inti sel. Peranan mRNA adalah

membawa informasi genetik yang ada pada DNA menuju ribosom.

Informasi yang terdapat pada mRNA berupa kodon yang tersusun

secara triplet, misalkan UCA, UCU, atau AAG. Kodon tersebut

dibuat triplet atau tiga-tiga karena 4 pangkat 3 hasilnya 64, yang

kombinasi hurufnya diatas 20.

b. tRNA (transport RNA / RNA transfer)

RNA transfer merupakan RNA yang berperan untuk

membawa asam amino dari sitoplasma menuju ribosom saat terjadi

sintesis protein. tRNA disintesis di salah satu bagian inti sel secara

langsung. Dalam proses pentransferan asam amino, tRNA

18
memerlukan energi yang berasal dari pemecahan molekul ATP

menjadi ADP + Pi.

c. rRNA (ribosomal RNA / RNA ribosom)

Ribosomal RNA inilah yang sering kita namakan sebagai

ribosom. rRNA merupakan organel yang tersusun atas subunit besar

dan subunit kecil. Ribosom terdapat di sitoplasma sebagai ribosom

bebas atau terikat pada Retikulum endoplasma. Pada saat sintesis

protein berlangsung, ribosom biasanya membentuk polisom atau

poliribosom. Polisom bukanlah gabungan beberapa ribosom,

melainkan hanya beberapa ribosom yang membaca satu rantai

mRNA secara bersamaan sehingga tampak seperti berkelompok-

kelompok. Poliribosom biasanya ada 4 atau 5 ribosom yang

membaca pada satu rantai mRNA yang sama.

Selain RNA, sintesis memerlukan beberapa enzim yang

penting dalam setiap tahapan reaksi. Salah satu yang penting adalah

enzim RNA polimerase, yaitu suatu enzim yang melaksanakan

proses penerjemahan DNA menjadi mRNA (proses transkripsi).

Enzim amino asil transferase berperan penting dalam memindahkan

rantai yang terbentuk saat proses perangkaian asam amino.

Tahap-Tahap Sintesis Protein :

Sintesis protein dibagi menjadi dua tahapan utama, yaitu

transkripsi dan translasi. Transkripsi secara garis besar merupakan

proses pembuatan mRNA dari DNA dalam inti sel. mRNA tersebut

lalu bergerak menuju ribosom. Setelah itu, proses translasi, yang

19
meliputi penerjemahan dan perangkaian asam amino, berlangsung

di ribosom.

1. Transkripsi – Pemindahan informasi dari DNA ke mRNA

Transkripsi sebagaimana sudah disinggung sedikit di

atas merupakan serangkaian tahapan pembentukan mRNA dari

DNA. Proses ini sebenarnya merupakan awal mula informasi

pada DNA dipindahkan menuju protein pada makhluk hidup.

Transkripsi diawali dari pemutusan ikatan H pada DNA

oleh protein-protein pengurai DNA. Proses tersebut

mengakibatkan terbukanya rantai DNA pada berbagai tempat.

Terbukanya rantai DNA memicu RNA polimerase melekat ke

daerah yang dinamakan dengan promotor. RNA polimerase

selanjutnya melakukan sintesis molekul mRNA dari arah 3′

DNA, sedangkan pada mRNA dimulai dari ujung 5′ menuju 3′.

Dari kedua rantai DNA, hanya salah satu rantai yang

akan diterjemahkan menjadi mRNA. Rantai DNA yang

diterjemahkan menjadi protein dinamakan dengan rantai sense

atau DNA template atau DNA cetakan, sedangkan rantai

pasangannya dinamakan DNA antisense. Dari DNA template

inilah mRNA akan membentuk rantai berpasangan dengan basa-

basa yang ada pada DNA sense.

Komponen untuk pembuatan mRNA terdapat dalam

bentuk nukleotida triposfat, seperti ATP, GTP, UTP, dan CTP.

Fungsi dari RNA polimerase adalah mengkatalis reaksi

20
penempelan nukleotida triposfat sehingga terbentuk rantai.

Energi yang digunakan untuk menjalankan reaksi tersebut

berasal dari masing-masing nukleotida triposfat yang kaya akan

energi.

Pada saat sintesis mRNA berakhir, terdapat sebuah

penanda terminasi yang bertugas untuk menghentikan sintesis

mRNA. mRNA yang terbentuk selanjutnya akan dipindahkan

dari inti menuju ribosom, kemudian diterjemahkan menjadi

protein di ribosom.

Pada eukariotik, hasil dari transkripsi di DNA adalah

pre-mRNA, artinya mRNA yang belum siap untuk ditranslasi.

Hal tersebut disebabkan karena pre-mRNA masih banyak

mengandung intron, yaitu rangkaian kodon yang tidak bisa

diterjemahkan menjadi protein. Intron ini sangat banyak pada

DNA eukariotik. Bagian yang akan menjadi mRNA matang

dinamakan dengan ekson. Ekson mengandung informasi yang

akan diterjemahkan menjadi protein.

Oleh karena itu, organisme eukariotik memiliki tahapan

splicing mRNA. Proses splicing berguna untuk membuang

bagian intron yang secara genetik tidak mengandung informasi

terkait asam amino. Splicing terjadi sebelum mRNA dikeluarkan

dari inti sel.

2. Translasi – Penerjemahan mRNA Menjadi Protein

21
Setelah mRNA matang (fungsional) terbentuk, proses

yang harus dilakukan adalah keluarnya mRNA dari inti sel

menuju ribosom, baik itu di RE ataupun di sitoplasma. Proses

translasi sebenarnya dibagi menjadi tiga tahapan utama, yaitu:

a. Inisiasi

Setelah sampai diribosom, mRNA akan menempel

pada subunit kecil ribosom (30 S) lewat ujung 5′. Pada saat

yang bersamaan, tRNA menempel pada subunit besar

ribosom (50 S). Proses tersebut akan menyebabkan asam

amino Metionin dengan kodon AUG menjadi asam amino

pertama yang menempel pada ribosom. Hal penting yag

perlu diingat adalah bahwa asam amino metionin

merupakan asam amino yang selalu pertama kali menempel

pada ribosom saat sintesis protein. Hal tersebut berkaitan

dengan adanya kondon start, yaitu AUG (Metioinin), yang

merupakan kode untuk proses perangkaian asam amino

(sintesis protein sebenarnya) dimulai.

b. Elongasi (Pemanjangan rantai protein/polipeptida)

Setelah proses inisiasi selesai, proses selanjutnya

adalah penerjemahan kodon triplet dan penempelan asam

amino sehingga membentuk rantai. Penerjemahan kode ini

akan diikuti pengikatan asam amino sesuai kodon oleh

tRNA yang kemudian dibawa ke kompleks ribosom dan

22
digabungkan dengan asam amino yang sudah ada

sebelumnya. Proses tersebut akan berlangsung sampai

munculnya kodon terminasi.

c. Terminasi (Sintesis berhenti)

Proses elongasi akan diakhiri saat terbacanya

rangkaian kodon UAA, UAG, atau UGA. Kodon-kodon

tersebut bukan pengkode asam amino, merupakan kodon

yang memerintahkan untuk penghentian sintesis protein.

Faktor pelepas akan menempel pada ribosom setelah

pembacaan kodon stop. Faktor pelepas tersebut

menyebabkan terlepasnya mRNA dari ribosom, selanjutnya

diikuti dengan pemisahan subunit besar dan kecil ribosom.

Hasil dari proses sintesis protein adalah rantai

primer protein (rantai polipeptida) yang masih belum

fungsional. Untuk menjadi fungsional, protein harus

dimodifikasi di badan golgi sesuai kebutuhan sel.

F. Rangkai Kelamin

Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin dinamakan gen

rangkai kelamin (sexlinked genes) sementara fenomena yang melibatkan

pewarisan gen-gen ini disebut peristiwa rangkai kelamin (linkage). Adapun

gen berangkai yang dibicarakan pada Bab V adalah gen-gen yang terletak

23
pada kromosom selain kromosom kelamin, yaitu kromosom yang pada

individu jantan dan betina sama strukturnya sehingga tidak dapat digunakan

untuk membedakan jenis kelamin. Kromosom semacam ini dinamakan

autosom.

Seperti halnya gen berangkai (autosomal), gen-gen rangkai kelamin

tidak mengalami segregasi dan penggabungan secara acak di dalam gamet-

gamet yang terbentuk. Akibatnya, individu-individu yang dihasilkan melalui

kombinasi gamet tersebut memperlihatkan nisbah fenotipe dan genotipe yang

menyimpang dari hukum Mendel. Selain itu, jika pada percobaan Mendel

perkawinan resiprok (genotipe tetua jantan dan betina dipertukarkan)

menghasilkan keturunan yang sama, tidak demikian halnya untuk sifat-sifat

yang diatur oleh gen rangkai kelamin.

Gen rangkai kelamin dapat dikelompok-kelompokkan berdasarkan

atas macam kromosom kelamin tempatnya berada. Oleh karena kromosom

kelamin pada umumnya dapat dibedakan menjadi kromosom X dan Y, maka

gen rangkai kelamin dapat menjadi gen rangkai X (X-linked genes) dan gen

rangkai Y (Y-linked genes). Di samping itu, ada pula beberapa gen yang

terletak pada kromosom X tetapi memiliki pasangan pada kromosom Y. Gen

semacam ini dinamakan gen rangkai kelamin tak sempurna (incompletely sex-

linked genes). Pada bab ini akan dijelaskan cara pewarisan macam-macam

gen rangkai kelamin tersebut serta beberapa sistem penentuan jenis kelamin

pada berbagai spesies organisme.

 Pewarisan Rangkai X

24
Percobaan yang pertama kali mengungkapkan adanya peristiwa

rangkai kelamin dilakukan oleh T.H Morgan pada tahun 1910. Dia

menyilangkan lalat D. melanogaster jantan bermata putih dengan betina

bermata merah. Lalat bermata merah lazim dianggap sebagai lalat normal

atau tipe alami (wild type), sedang gen pengatur tipe alami, misalnya

pengatur warna mata merah ini, dapat dilambangkan dengan tanda +.

Biasanya, meskipun tidak selalu, gen tipe alami bersifat dominan terhadap

alel mutannya.

Hasil persilangan Morgan tersebut, khususnya pada generasi F 1,

ternyata berbeda jika tetua jantan yang digunakan adalah tipe alami

(bermata merah) dan tetua betinanya bermata putih. Dengan perkataan

lain, perkawinan resiprok menghasilkan keturunan yang berbeda.

Persilangan resiprok dengan hasil yang berbeda ini memberikan petunjuk

bahwa pewarisan warna mata pada Drosophila ada hubungannya dengan

jenis kelamin, dan ternyata kemudian memang diketahui bahwa gen yang

mengatur warna mata pada Drosophila terletak pada kromosom kelamin,

dalam hal ini kromosom X. Oleh karena itu, gen pengatur warna mata ini

dikatakan sebagai gen rangkai X.

Jika kita perhatikan Gambar 6.1.b, akan nampak bahwa lalat

F1 betina mempunyai mata seperti tetua jantannya, yaitu normal/merah.

Sebaliknya, lalat F1 jantan warna matanya seperti tetua betinanya, yaitu

putih. Pewarisan sifat semacam ini disebut sebagai criss cross

inheritance.

25
Pada Drosophila, dan juga beberapa spesies organisme lainnya,

individu betina membawa dua buah kromosom X, yang dengan sendirinya

homolog, sehingga gamet-gamet yang dihasilkannya akan mempunyai

susunan gen yang sama. Oleh karena itu, individu betina ini dikatakan

bersifat homogametik. Sebaliknya, individu jantan yang hanya membawa

sebuah kromosom X akan menghasilkan dua macam gamet yang berbeda,

yaitu gamet yang membawa kromosom X dan gamet yang membawa

kromosom Y. Individu jantan ini dikatakan bersifat heterogametik.

 Rangkai X pada kucing

Warna bulu pada kucing ditentukan oleh suatu gen rangkai X.

Dalam keadaan heterozigot gen ini menyebabkan warna bulu yang

dikenal dengan istilah tortoise shell. Oleh karena genotipe heterozigot

untuk gen rangkai X hanya dapat dijumpai pada individu betina, maka

kucing berbulu tortoise shell hanya terdapat pada jenis kelamin betina.

Sementara itu, individu homozigot dominan (betina) dan hemizigot

dominan (jantan) mempunyai bulu berwarna hitam. Individu

homozigot resesif (betina) dan hemizigot resesif (jantan) akan berbulu

kuning.

Istilah hemizigot digunakan untuk menyebutkan genotipe

individu dengan sebuah kromosom X. Individu dengan gen dominan

yang terdapat pada satu-satunya kromosom X dikatakan hemizigot

dominan. Sebaliknya, jika gen tersebut resesif, individu yang

memilikinya disebut hemizigot resesif.

 Rangkai X pada manusia

26
Salah satu contoh gen rangkai X pada manusia adalah gen

resesif yang menyebabkan penyakit hemofilia, yaitu gangguan dalam

proses pembekuan darah. Sebenarnya, kasus hemofilia telah dijumpai

sejak lama di negara-negara Arab ketika beberapa anak laki-laki

meninggal akibat perdarahan hebat setelah dikhitan. Namun, waktu itu

kematian akibat perdarahan ini hanya dianggap sebagai takdir semata.

Hemofilia baru menjadi terkenal dan dipelajari pola

pewarisannya setelah beberapa anggota keluarga Kerajaan Inggris

mengalaminya. Awalnya, salah seorang di antara putra Ratu Victoria

menderita hemofilia sementara dua di antara putrinya karier atau

heterozigot. Dari kedua putri yang heterozigot ini lahir tiga cucu laki-

laki yang menderita hemofilia dan empat cucu wanita yang

heterozigot. Melalui dua dari keempat cucu yang heterozigot inilah

penyakit hemofilia tersebar di kalangan keluarga Kerajaan Rusia dan

Spanyol. Sementara itu, anggota keluarga Kerajaan Inggris saat ini

yang merupakan keturunan putra/putri normal Ratu Victoria bebas dari

penyakit hemofilia.

 Rangkai Z pada ayam

Pada dasarnya pola pewarisan sifat rangkai Z sama dengan

pewarisan sifat rangkai X. Hanya saja, kalau pada rangkai X individu

homogametik berjenis kelamin pria/jantan sementara individu

heterogametik berjenis kelamin wanita/betina, pada rangkai Z justru

terjadi sebaliknya. Individu homogametik (ZZ) adalah jantan, sedang

individu heterogametik (ZW) adalah betina.

27
Contoh gen rangkai Z yang lazim dikemukakan adalah gen

resesif br yang menyebabkan pemerataan pigmentasi bulu secara

normal pada ayam. Alelnya, Br, menyebabkan bulu ayam menjadi

burik. Jadi, pada kasus ini alel resesif justru dianggap sebagai tipe

alami atau normal (dilambangkan dengan +), sedang alel dominannya

merupakan alel mutan.

 Pewarisan Rangkai Y

Pada umumnya kromosom Y hanya sedikit sekali mengandung

gen yang aktif. Jumlah yang sangat sedikit ini mungkin disebabkan oleh

sulitnya menemukan alel mutan bagi gen rangkai Y yang dapat

menghasilkan fenotipe abnormal. Biasanya suatu gen/alel dapat dideteksi

keberadaannya apabila fenotipe yang dihasilkannya adalah abnormal.

Oleh karena fenotipe abnormal yang disebabkan oleh gen rangkai Y

jumlahnya sangat sedikit, maka gen rangkai Y diduga merupakan gen

yang sangat stabil.

Gen rangkai Y jelas tidak mungkin diekspresikan pada individu

betina/wanita sehingga gen ini disebut juga gen holandrik. Contoh gen

holandrik pada manusia adalah Hg dengan alelnya hg yang menyebabkan

bulu kasar dan panjang, Ht dengan alelnya ht yang menyebabkan

pertumbuhan bulu panjang di sekitar telinga, dan Wt dengan alelnya wt

yang menyebabkan abnormalitas kulit pada jari.

 Pewarisan Rangkai Kelamin Tak Sempurna

Meskipun dari uraian di atas secara tersirat dapat ditafsirkan

bahwa kromosom X tidak homolog dengan kromosom Y, ternyata ada

28
bagian atau segmen tertentu pada kedua kromosom tersebut yang

homolog satu sama lain. Dengan perkataan lain, ada beberapa gen pada

kromosom X yang mempunyai alel pada kromosom Y. Pewarisan sifat

yang diatur oleh gen semacam ini dapat dikatakan tidak dipengaruhi

oleh jenis kelamin, dan berlangsung seperti halnya pewarisan gen

autosomal. Oleh karena itu, gen-gen pada segmen kromosom X dan Y

yang homolog ini disebut juga gen rangkai kelamin tak sempurna.

Pada D. melanogaster terdapat gen rangkai kelamin tak

sempurna yang menyebabkan pertumbuhan bulu pendek.

 Sistem Penentuan Jenis Kelamin

Telah disebutkan di atas bahwa pada manusia dan mamalia,

dalam hal ini kucing, individu pria/jantan adalah heterogametik (XY)

sementara wanita/betina adalah homogametik (XX). Sebaliknya, pada

ayam individu jantan justru homogametik (ZZ) sementara individu

betinanya heterogametik (ZW). Penentuan jenis kelamin pada

manusia/mamalia dikatakan mengikuti sistem XY, sedang pada ayam,

dan unggas lainnya serta ikan tertentu, mengikuti sistem ZW.

Selain kedua sistem tersebut, masih banyak sistem penentuan

jenis kelamin lainnya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa di

antaranya.

 Sistem XO

Sistem XO dijumpai pada beberapa jenis serangga, misalnya

belalang. Di dalam sel somatisnya, individu betina memiliki dua buah

kromosom X sementara individu jantan hanya mempunyai sebuah

29
kromosom X. Jadi, hal ini mirip dengan sistem XY. Bedanya, pada

sistem XO individu jantan tidak mempunyai kromosom Y. Dengan

demikian, jumlah kromosom sel somatis individu betina lebih banyak

daripada jumlah pada individu jantan. Sebagai contoh, E.B. Wilson

menemukan bahwa sel somatis serangga Protenor betina mempunyai

14 kromosom, sedang pada individu jantannya hanya ada 13

kromosom.

 Sistem nisbah X/A

C.B. Bridge melakukan serangkaian penelitian mengenai jenis

kelamin pada lalat Drosophila. Dia berhasil menyimpulkan bahwa

sistem penentuan jenis kelamin pada organisme tersebut berkaitan

dengan nisbah banyaknya kromosom X terhadap banyaknya autosom,

dan tidak ada hubungannya dengan kromosom Y. Dalam hal ini

kromosom Y hanya berperan mengatur fertilitas jantan. Secara ringkas

penentuan jenis kelamin dengan sistem X/A pada lalat Drosophila

 Partenogenesis

Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan

tawon, individu jantan berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu

melalui telur yang tidak dibuahi. Oleh karena itu, individu jantan ini

hanya memiliki sebuah genom atau perangkat kromosomnya haploid.

Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja,

khususnya pada lebah, berkembang dari telur yang dibuahi sehingga

perangkat kromosomnya adalah diploid. Dengan demikian, dapat

dikatakan bahwa partenogenesis merupakan sistem penentuan jenis

30
kelamin yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan

kromosom kelamin tetapi hanya bergantung kepada jumlah genom

(perangkat kromosom).

 Sistem gen Sk-Ts

Di atas disebutkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin pada

lebah tidak berhubungan dengan kromosom kelamin. Meskipun

demikian, sistem tersebut masih ada kaitannya dengan jumlah

perangkat kromosom.

Pada jagung dikenal sistem penentuan jenis kelamin yang tidak

bergantung, baik kepada kromosom kelamin maupun jumlah genom,

tetapi didasarkan atas keberadaan gen tertentu. Jagung normal

monosius (berumah satu) mempunyai gen Sk, yang mengatur

pembentukan bunga betina, dan gen Ts, yang mengatur pembentukan

bunga jantan. Jagung monosius ini mempunyai fenotipe Sk_Ts_.

Sementara itu, alel-alel resesif sk dan ts masing-masing

menghalangi pembentukan bunga betina dan mensterilkan bunga

jantan. Oleh karena itu, jagung dengan fenotipe Sk_tsts adalah betina

diosius (berumah dua), sedang jagung skskTs_ adalah jantan diosius.

Jagung sksktsts berjenis kelamin betina karena ts dapat mengatasi

pengaruh sk, atau dengan perkataan lain, bunga betina tetap terbentuk

seakan-akan tidak ada alel sk.

 Pengaruh lingkungan

31
Sistem penentuan jenis kelamin bahkan ada pula yang bersifat

nongenetik. Hal ini misalnya dijumpai pada cacing lautBonellia, yang

jenis kelaminnya semata-mata ditentukan oleh faktor lingkungan.. F.

Baltzer menemukan bahwa cacing Bonellia yang berasal dari sebuah

telur yang diisolasi akan berkembang menjadi individu betina.

Sebaliknya, cacing yang hidup di lingkungan betina dewasa akan

mendekati dan memasuki saluran reproduksi cacing betina dewasa

tersebut untuk kemudian berkembang menjadi individu jantan yang

parasitik.

 Kromatin Kelamin

Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr, pada tahun 1949

menemukan adanya struktur tertentu yang dapat memperlihatkan

reaksi pewarnaan di dalam nukleus sel syaraf kucing betina. Struktur

semacam ini ternyata tidak dijumpai pada sel-sel kucing jantan. Pada

manusia dilaporkan pula bahwa sel-sel somatis pria, misalnya sel epitel

selaput lendir mulut, dapat dibedakan dengan sel somatis wanita atas

dasar ada tidaknya struktur tertentu yang kemudian dikenal dengan

namakromatin kelamin atau badan Barr.

Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin kelamin

sementara sel somatis pria tidak memilikinya. Selanjutnya diketahui

bahwa banyaknya kromatin kelamin ternyata sama dengan banyaknya

kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita normal mempunyai sebuah

kromatin kelamin karena kromosom X-nya ada dua. Demikian pula,

32
pria normal tidak mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-

nya hanya satu.

Dewasa ini keberadaan kromatin kelamin sering kali digunakan

untuk menentukan jenis kelamin serta mendiagnosis berbagai kelainan

kromosom kelamin pada janin melalui pengambilan cairan amnion

embrio (amniosentesis). Pria dengan kelainan kromosom kelamin,

misalnya penderita sindrom Klinefelter (XXY), mempunyai sebuah

kromatin kelamin yang seharusnya tidak dimiliki oleh seorang pria

normal. Sebaliknya, wanita penderita sindrom Turner (XO) tidak

mempunyai kromatin kelamin yang seharusnya ada pada wanita

normal.

Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan

hipotesis bahwa kromatin kelamin merupakan kromosom X yang

mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi sehingga secara

genetik menjadi inaktif. Hipotesis ini dilandasi hasil pengamatannya

atas ekspresi gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit.

Individu betina heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang

jelas berbeda dengan ekspresi gen semidominan (warna antara yang

seragam). Hal ini menunjukkan bahwa hanya ada satu kromosom X

yang aktif di antara kedua kromosom X pada individu betina.

Kromosom X yang aktif pada suatu sel mungkin membawa gen

dominan sementara pada sel yang lain mungkin justru membawa gen

resesif.

33
Hipotesis Lyon juga menjelaskan adanya

mekanisme kompensasi dosis pada mamalia. Mekanisme kompensasi

dosis diusulkan karena adanya fenomena bahwa suatu gen rangkai X

akan mempunyai dosis efektif yang sama pada kedua jenis kelamin.

Dengan perkataan lain, gen rangkai X pada individu homozigot akan

diekspesikan sama kuat dengan gen rangkai X pada individu

hemizigot.

 Hormon dan Diferensiasi Kelamin

Dari penjelasan mengenai berbagai sistem penentuan jenis

kelamin organisme diketahui bahwa faktor genetis memegang peranan

utama dalam ekspresi sifat kelamin primer. Selanjutnya, sistem

hormon akan mengatur kondisi fisiologi dalam tubuh individu

sehingga mempengaruhi perkembangan sifat kelamin sekunder.

Pada hewan tingkat tinggi dan manusia hormon kelamin

disintesis oleh ovarium, testes, dan kelenjar adrenalin. Ovarium dan

testes masing-masing mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai

penghasil sel kelamin (gamet) dan sebagai penghasil hormon kelamin.

Sementara itu, kelenjar adrenalin menghasilkan steroid yang secara

kimia berhubungan erat dengan gonad.

 Gen terpengaruh kelamin

Gen terpengaruh kelamin (sex influenced genes) ialah gen yang

memperlihatkan perbedaan ekspresi antara individu jantan dan betina

akibat pengaruh hormon kelamin. Sebagai contoh, gen autosomal H

yang mengatur pembentukan tanduk pada domba akan bersifat

34
dominan pada individu jantan tetapi resesif pada individu betina.

Sebaliknya, alelnya h, bersifat dominan pada domba betina tetapi

resesif pada domba jantan. Oleh karena itu, untuk dapat bertanduk

domba betina harus mempunyai dua gen H (homozigot) sementara

domba jantan cukup dengan satu gen H (heterozigot).

Tabel 6.2. Ekspresi gen terpengaruh kelamin pada domba

Genotipe Domba jantan Domba betina


HH bertanduk bertanduk
Hh bertanduk tidak bertanduk
hh tidak bertanduk tidak bertanduk

Contoh lain gen terpengaruh kelamin adalah gen autosomal B

yang mengatur kebotakan pada manusia. Gen B dominan pada pria

tetapi resesif pada wanita. Sebaliknya, gen b dominan pada wanita

tetapi resesif pada pria. Akibatnya, pria heterozigot akan mengalami

kebotakan, sedang wanita heterozigot akan normal. Untuk dapat

mengalami kebotakan seorang wanita harus mempunyai gen B dalam

keadaan homozigot.

 Gen terbatasi kelamin

Selain mempengaruhi perbedaan ekspresi gen di antara jenis

kelamin, hormon kelamin juga dapat membatasi ekspresi gen pada

salah satu jenis kelamin. Gen yang hanya dapat diekspresikan pada

salah satu jenis kelamin dinamakan gen terbatasi kelamin (sex limited

35
genes). Contoh gen semacam ini adalah gen yang mengatur produksi

susu pada sapi perah, yang dengan sendirinya hanya dapat

diekspresikan pada individu betina. Namun, individu jantan dengan

genotipe tertentu sebenarnya juga mempunyai potensi untuk

menghasilkan keturunan dengan produksi susu yang tinggi sehingga

keberadaannya sangat diperlukan dalam upaya pemuliaan ternak

tersebut.

36
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum pewarisan Mendel adalah hukum mengenai pewarisan sifat

pada organisme yang dijabarkan oleh Gregor Johann Mendel dalam karyanya

'Percobaan mengenai Persilangan Tanaman'. Hukum ini terdiri dari dua

bagian:

Hukum pemisahan (segregation) dari Mendel, juga dikenal sebagai

Hukum Pertama Mendel, dan Hukum berpasangan secara bebas (independent

assortment) dari Mendel, juga dikenal sebagai Hukum Kedua Mendel.

B. Saran

1. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.

2. Penyusun makalah mengharapkan kritik dan saran yang membangun

bagi kelancaran dan kesempurnaan penyusunan makalah berikutnya

37
DAFTAR PUSTAKA

http://biologimediacentre.com/genetika-hukum-mendel/#sthash.C7PN7wAX.dpuf

http://www.scribd.com/doc/84672312/Pewarisan-Sifat-Sifat-Keturunan

http://endick.wordpress.com/2008/01/30/percobaan-mendel-2/

http://smointi.blogspot.com/2010/12/makalah-hukum-mendel.html

38

Anda mungkin juga menyukai