Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA

SEMESTER 118 TA 2022/2023

Judul Praktikum:
Konsep Penyilangan Berdasarkan Hukum I & II Mendel

Disusun oleh:
Rivaldy Zeidane Kristiando (1308621028)
Biologi A 2021

Dosen Pengampu:
Rizky Priambodo, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gen adalah urutan nukleotida spesifik pada DNA yang mengkode protein-protein
tertentu. Apabila gen mengkode protein, maka akan terjadi proses yang ekspresi gen. Posisi
spesifik dari suatu gen dalam kromosom disebut lokus. Adanya variasi alel pada suatu gen
disebabkan oleh adanya variasi pada urutan basa di lokus yang sama pada suatu kromosom
homolog. Setiap sel organisme memiliki jumlah kromosom yang identik pada sel-sel
somatiknya (kecuali sel gamet). Adanya perbedaan alel pada setiap lokus kromosom
mengakibatkan adanya perbedaan fenotipe pada suatu jenis organisme (Artadana & Savitri,
2018).
Gregor Johann Mendel merupakan seorang biarawan asal Austria yang melakukan
serangkaian percobaan pada kacang ercis (Pisum sativum) pada akhir abad ke-19 dan dari
percobaan-percobaan tersebut, Mendel berhasil menemukan prinsip-prinsip pewarisan sifat
yang kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai suatu cabang
ilmu pengetahuan (Halwan et al., 1994).
Mendel menemukan bahwa suatu tumbuhan mewariskan sifat-sifat keturunan yang
berasal dari induknya (Metha, 2010). Hukum Mendel adalah hukum mengenai pewarisan
sifat pada organisme yang dijabarkan dalam karyanya, yaitu “Percobaan Mengenai
Persilangan Tanaman”. Hukum ini terdiri dari dua bagian. Pertama adalah Hukum I Mendel
yang menyebutkan bahwa “Pada waktu berlangsung pembentukan gamet, tiap pasangan
gen akan disegregasi ke dalam masing-masing gamet yang terbentuk”. Kemudian yang
kedua adalah Hukum II Mendel, yaitu persilangan yang menyangkut pola pewarisan satu
hingga dua macam sifat. Persilangan yang menyangkut pola pewarisan satu macam sifat
dinamakan monohibrid, dan persilangan yang menyangkut pola pewarisan dua macam sifat
dinamakan dihibrid. Dari percobaan persilangan tersebut, didapatkan rasio 3 : 1 dan 9 : 3 :
3 : 1 (Laird, 2010).
Pada praktikum ini dilakukan demonstrasi untuk membuktikan validitas Hukum I
dan II Mendel. Pada pembuktian Hukum I Mendel (monohibrid) diasumsikan suatu
tumbuhan terdapat dua warna pada bunganya, yaitu merah dan putih. Tumbuhan dengan
warna bunga merah akan terbentuk apabila tumbuhan memiliki sepasang atau satu alel
dominan M dan akan berwarna putih apabila memiliki sepasang alel resesif m. Kemudian
pada pembuktian Hukum II Mendel (dihibrid) diasumsikan suatu tumbuhan terdapat dua
warna pada bunganya, yaitu merah dan putih serta terdapat dua warna pada buahnya, yaitu
hijau dan kuning. Warna bunga merah disebabkan oleh alel dominan M, sedangkan warna
bunga putih disebabkan oleh alel resesif m. Warna buah hijau disebabkan oleh alel dominan
H, sedangkan warna buah kuning disebabkan oleh alel resesif h. Tumbuhan dengan warna
bunga merah akan terbentuk apabila tumbuhan memiliki sepasang atau satu alel dominan
M dan akan berwarna putih apabila memiliki sepasang alel resesif m. Tumbuhan dengan
warna buah hijau akan terbentuk apabila tumbuhan memiliki sepasang atau satu alel
dominan H dan akan berwarna kuning apabila memiliki sepasang alel resesif h.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. untuk membuktikan validitas Hukum I dan II Mendel;
2. untuk mengetahui adanya variasi fenotipe dan genotipe yang dihasilkan dari
persilangan monohibrid dan dihibrid;
3. untuk mengetahui perbedaan rasio genotipe persilangan monohibrid yang dihasilkan
dengan rasio genotipe hasil percobaan Mendel;
4. untuk mengetahui perbedaan rasio genotipe persilangan dihibrid yang dihasilkan
dengan rasio genotipe hasil percobaan Mendel; dan
5. untuk mengetahui penyebab jika terdapat perbedaan percobaan yang dilakukan dengan
percobaan Mendel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pewarisan Sifat


Pewarisan sifat yaitu penurunan sifat dari induk kepada keturunannya. Pewarisan
sifat diawali dengan pembagian materi genetik. DNA adalah materi genetik yang diwarisi
oleh organisme dari induknya. Fragmen DNA yang mengkode suatu sifat tertentu disebut
gen. DNA terdiri atas urutan molekul nukleotida. Nukleotida merupakan molekul yang
tersusun atas basa nitrogen, gula pentosa, dan gugus fosfat (Campbell & Reece, 2008).
Proses pembagian materi genetik melalui pembagian kromosom secara
gametogenesis yang melibatkan pembelahan meiosis. Setiap kromosom mengandung
untaian DNA panjang yang terdiri atas banyak gen. Setelah pembagian kromosom, maka
materi genetik akan diturunkan kepada keturunan berikutnya. Proses pewarisan sifat
menjadi jelas setelah Mendel mengemukakan Hukum I Mendel dan Hukum II Mendel
(Arsal, 2018; Campbell & Reece, 2008).

2.2 Hukum I Mendel


Hukum I Mendel (hukum pemisahan atau segregasi) menyatakan bahwa pewarisan
sifat dari kedua gen induk yang berupa pasangan gen atau alel akan mengalami pemisahan
secara bebas dalam pembentukan gamet atau sel kelamin (Effendi, 2020). Setiap gamet
terdiri dari satu gen dari masing-masing induk (Campbell & Reece, 2008). Gen yang
bersatu secara acak dalam berbagai kombinasi akan menghasilkan genotipe untuk sifat-sifat
keturunannya. Genotipe adalah seluruh gen yang terwariskan pada suatu organisme.
Genotipe menggambarkan sifat yang tidak terekspresikan yang hanya berada pada DNA.
Berlawanan dengan hal tersebut, sifat yang terekspresikan yang menjadi karakteristik
organisme disebut fenotipe (Gautam, 2018).
Hukum I Mendel dibuktikan oleh persilangan monohibrid. Persilangan monohibrid
merupakan penyilangan antar dua individu dari jenis yang sama tetapi memiliki satu sifat
yang berbeda. Pada penyilangan monohibrid pertama yang dilakukan Mendel pada kacang
ercis ungu (UU) dan putih (uu) menghasilkan keturunan pertama (F1) yang seluruhnya
berwarna ungu (Uu) dengan rasio fenotipe dan genotipe sebesar 100%. Kemudian Mendel
membiarkan tumbuhan F1 (Uu) menyerbuk sendiri, sifat bunga putih muncul kembali pada
F2. Keturunan tersebut memiliki genotipe yang beragam dengan rasio 1 : 2 : 1, genotipe
homozigot dominan (UU) terhadap genotipe heterozigot (Uu) terhadap genotipe homozigot
resesif (uu).
Rasio fenotipe yang dihasilkan yaitu 3 : 1 dengan ungu sebagai warna dominan
(Campbell & Reece, 2008; Effendi, 2020). Mendel menyimpulkan bahwa sifat yang
muncul pada F1 disebut sebagai sifat dominan (U), sedangkan sifat yang tidak muncul
disebut sifat resesif (u). Hal ini diketahui sebagai Hukum Dominansi Mendel (Gautam,
2018).

2.3 Hukum Mendel II


Setelah mengetahui bahwa alel-alel induk terpisah saat pembentukan gamet secara
meiosis dan akan bersatu setelah pembuahan, Mendel melakukan percobaan dengan jenis
yang sama menggunakan dua sifat yang berbeda. Percobaan ini disebut penyilangan
dihibrid. Pada percobaan ini Mendel menyilangkan tumbuhan galur murni berbiji kuning-
bulat (YYRR) dengan tumbuhan galur murni berbiji hijau-keriput (yyrr), menghasilkan F1
berbiji kuning-bulat (YyRr) dengan rasio genotipe dan fenotipe 100%. Percobaan
selanjutnya, Mendel membiarkan dihibrid F1 (YyRr).
Mendel memiliki dua hipotesis, yaitu hipotesis pemilahan tak-bebas dan hipotesis
pemilahan bebas. Hipotesis pemilahan tak-bebas menggambarkan apabila hibrid
mewariskan kombinasi alel yang sama seperti alel yang diwariskannya (YR dan yr).
Hipotesis tersebut menghasilkan F2 yang memiliki rasio genotipe 1 : 2 : 1 dan rasio fenotipe
3 : 1 dengan dominansi tumbuhan berbiji kuning-bulat. Sedangkan hipotesis pemilahan
bebas menggambarkan bahwa kedua pasangan alel bersegregasi secara bebas satu sama
lain menghasilkan empat gamet (YR, Yr, yR, dan yr). Hipotesis tersebut menghasilkan F2
yang memiliki 9 macam genotipe, 4 macam fenotipe, dan menghasilkan rasio fenotipe 9 :
3 : 3 : 1 (kuning-bulat : hijau-bulat : kuning-keriput : hijau-keriput) dengan jumlah
perbandingan F2 sebesar 16 (Campbell & Reece, 2008). Berdasarkan percobaan tersebut
Mendel menyimpulkan bahwa sifat yang berbeda diwariskan secara independen satu sama
lain dan tidak ada hubungan antara dua sifat tersebut. Maka konsep dasar Hukum II Mendel
adalah bahwa setiap pasangan alel mengalami pemilahan secara bebas terhadap pasangan
alel-alel lain selama pembentukan gamet (Gautam, 2018).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 8 Maret 2023, pukul 08.00 WIB. Praktikum
ini dilakukan di Laboratorium Genetika, Gd. Hasjim Asj’arie, Kampus A Universitas
Negeri Jakarta.

3.2 Alat dan Bahan


Alat: Bahan:
1. 4 toples 1. 50 kancing merah
2. Alat tulis 2. 50 kancing putih
3. 50 kancing hijau
4. 50 kancing kuning

3.3 Langkah Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
2. Untuk mendemonstrasikan Hukum I Mendel, dipisahkan 50 kancing merah
menjadi dua bagian, masing-masing terdiri dari 25 buah kancing sebagai
gamet jantan dan 25 sebagai gamet betina. Demikan pula dengan 50 kancing
putih dibagi menjadi dua bagian, yaitu 25 sebagai gamet jantan dan 25
sebagai gamet betina.
3. Dicampurkan 25 kancing merah dan 25 kancing putih sebagai gamet jantan
dalam toples yang sama (toples A). Demikian pula untuk 25 kancing merah
dan 25 kancing putih sebagai gamet betina dicampur dalam toples yang lain
(toples B).
4. Dilakukan pengambilan secara acak satu kancing dari toples A dan satu
kancing dari toples B, kemudian dipasangkan serta dicatat macam dan
jumlah fenotipe serta genotipe dalam tabel.
5. Dengan langkah kerja yang sama, dilakukan sampai kancing-kancing yang
terdapat di dalam toples habis. Demikian pula untuk mendemonstrasikan
Hukum II Mendel yang mempergunakan 50 kancing merah, 50 kancing
putih, 50 kancing hijau, dan 50 kancing kuning. Sifat yang pertama
digunakan kancing merah dan putih, dan untuk sifat yang kedua digunakan
kancing hijau dan kuning.
6. Dihitung perbandingan genotipe dan fenotipe yang diperoleh setelah
sebelumnya ditentukan terlebih dahulu lambang gen dari setiap kancing dan
fenotip yang dikendalikannya.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Hukum I Mendel

Gambar 1. Hasil Percobaan Persilangan Monohibrid


Tabel 1. Hasil Percobaan Persilangan Monohibrid
Alel yang Alel yang
Muncul Muncul
No. Genotipe No. Genotipe
Toples Toples Toples Toples
A B A B
1 M m Mm 26 m m mm
2 m M Mm 27 m M Mm
3 m m mm 28 M M MM
4 M M MM 29 m M Mm
5 M m Mm 30 M M MM
6 M m Mm 31 m M Mm
7 m m mm 32 m M Mm
8 M M MM 33 m M Mm
9 m m mm 34 M M MM
10 m m mm 35 m M Mm
11 m M Mm 36 m M Mm
12 m m mm 37 M M MM
13 m M Mm 38 M m Mm
14 m m mm 39 M m Mm
15 M m Mm 40 m M Mm
16 M m Mm 41 m m mm
17 m m mm 42 M m Mm
18 m M Mm 43 M M MM
19 M M MM 44 M m Mm
20 m m mm 45 M M MM
21 M M MM 46 m m mm
22 M m Mm 47 m m mm
23 M m Mm 48 m m mm
24 M M MM 49 M M MM
25 M M MM 50 M m Mm

Tabel 2. Tabulasi Hasil Percobaan Persilangan Monohibrid


Pasangan Gen Tabulasi Frekuensi
Merah-merah (MM) IIIII IIIII III 13
Merah-putih (Mm) IIIII IIIII IIIII IIIII IIII 24
Putih-putih (mm) IIIII IIIII III 13
Rasio genotipe hasil persilangan monohibrid didapatkan: MM : Mm : mm ≈ 1 : 2 : 1
Rasio fenotipe hasil persilangan monohibrid didapatkan: Merah : Putih ≈ 3 : 1

4.1.2 Hukum II Mendel

Gambar 2. Hasil Percobaan Persilangan Dihibrid


Tabel 3. Hasil Percobaan Persilangan Dihibrid
Alel yang Alel yang
Muncul Muncul
No. Genotipe No. Genotipe
Toples Toples Toples Toples
A B A B
1 mm Hh mmHh 26 mm Hh mmHh
2 mm HH mmHH 27 mM Hh MmHh
3 mM hH MmHh 28 Mm Hh MmHh
4 mm HH mmHH 29 mm hH mmHh
5 Mm Hh MmHh 30 MM hH MMHh
6 mm HH mmHH 31 MM hH MMHh
7 mM HH MmHH 32 Mm Hh MmHh
8 mM HH MmHH 33 mm Hh mmHh
9 MM hH MMHh 34 MM HH MMHH
10 mm hH mmHh 35 mM hH MmHh
11 mM HH MmHH 36 mm hh mmhh
12 mm HH mmHH 37 mM Hh MmHh
13 MM HH MMHH 38 Mm HH MmHH
14 Mm hh Mmhh 39 mm hh mmhh
15 mM Hh MmHh 40 Mm hH MmHh
16 MM hh MMhh 41 mM hH MmHh
17 Mm HH MmHH 42 MM hH MMHh
18 Mm HH MmHH 43 Mm hh Mmhh
19 MM hh MMhh 44 MM hH MMHh
20 mM hh Mmhh 45 Mm hh Mmhh
21 mm hh mmhh 46 mM hh Mmhh
22 mm hh mmhh 47 mM hH MmHh
23 MM HH MMHH 48 MM hh MMhh
24 Mm Hh MmHh 49 MM hh MMhh
25 Mm HH MmHH 50 MM hh MMhh

Tabel 4. Tabulasi Hasil Percobaan Persilangan Dihibrid


Pasangan Gen Tabulasi Frekuensi
Merah-hijau (MMHH, IIIII IIIII IIIII IIIII IIIII II 27
MMHh, MmHH, MmHh)
Merah-kuning (MMhh, IIIII IIIII 10
Mmhh)
Putih-hijau (mmHH, IIIII IIII 9
mmHh)
Putih-kuning (mmhh) IIII 4
Rasio fenotipe hasil persilangan dihibrid didapatkan: Merah-hijau : Merah-kuning : Putih-hijau
: Putih-kuning ≈ 9 : 3 : 3 : 1

4.2 Pembahasan
4.2.1 Hukum I Mendel
Pada hasil persilangan monohibrid, genotipe yang dihasilkan serupa dengan
genotipe yang dihasilkan pada F2 dari penyilangan monohibrid yang dilakukan
Mendel. Genotipe yang dihasilkan di antaranya genotipe homozigot dominan
(MM), heterozigot (Mm), dan homozigot resesif (mm). Rasio genotipe yang
dihasilkan pada percobaan penyilangan monohibrid adalah 1,04 : 1,92 : 1,0. Angka
tersebut mendekati rasio genotipe monohibrid yang dikemukakan pada Hukum I
Mendel, yaitu 1 : 2 : 1 (Campbell & Reece, 2008). Sifat fenotipe yang dihasilkan
dari percobaan monohibrid juga menunjukkan warna merah sebagai sifat dominan
dengan rasio fenotipe mendekati 3 : 1. Hal tersebut serupa dengan hasil Mendel, di
mana sifat dominan lebih banyak muncul dibandingkan sifat resesif dengan rasio 3
: 1 (Campbell & Reece, 2008).

4.2.2 Hukum II Mendel


Pada hasil persilangan dihibrid menghasilkan genotipe yang serupa dengan
percobaan yang dilakukan Mendel dan terbukti bahwa setiap pasangan alel saling
bebas dan tidak dipengaruhi pasangan alel lainnya. Sifat fenotipe menunjukkan
bahwa sifat merah-hijau lebih dominan dibandingkan tiga sifat lainnya dengan rasio
fenotipe mendekati 9 : 3 : 3 : 1. Rasio tersebut serupa dengan rasio fenotipe dihibrid
pada Hukum II Mendel, yaitu 9 : 3 : 3 : 1 (Carr, 2018).
Pada hasil persilangan monohibrid, rasio genotipe dan fenotipe mendekati
angka rasio keduanya yang dikemukakan oleh Mendel. Sedangkan pada hasil
persilangan dihibrid, rasio genotipe berbeda dengan angka rasio yang dikemukakan
oleh Mendel. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya penyimpangan semu.
Penyimpangan semu Mendel tetap memperlihatkan bahwa Hukum Mendel masih
berlaku dalam pola pewarisan, tetapi ditemukan angka pembanding yang tidak sama
dengan Hukum Mendel. Selain itu penyimpangan rasio-rasio tersebut juga
dikarenakan banyak ciri-ciri makhluk hidup dipengaruhi oleh dua atau lebih
pasangan gen dan akibat sifat gen-gen unik (Effendi, 2020; Wirdjosoemarto, 2016).
BAB V
KESIMPULAN

Dari hasil percobaan yang telah diperoleh, maka dapat ditarik kesimpulan.
Fenotipe yang dihasilkan pada persilangan monohibrid adalah merah dan putih, sedangkan
dihibrid adalah merah-hijau, merah-kuning, putih-hijau, dan putih-kuning. Pada
persilangan monohibrid, rasio genotipe yang dihasilkan adalah 1,04 : 1,92 : 1,0, mendekati
rasio genotipe monohibrid yang dikemukakan Mendel yaitu 1 : 2 : 1, juga rasio fenotipe 3
: 1 serupa dengan percobaan yang dilakukan oleh Mendel. Pada persilangan dihibrid, rasio
fenotipe diperoleh mendekati 9 : 3 : 3 : 1. Rasio tersebut serupa dengan rasio fenotipe
dihibrid Mendel yaitu 9 : 3 : 3 : 1. Perbedaan rasio genotipe pada persilangan dihibrid
dikarenakan adanya penyimpangan semu.
DAFTAR PUSTAKA

Arsal, A.F. (2018). GENETIKA: Arif Memahami Kehidupan (Adnan, ed.). Badan Penerbit
Universitas Negeri Makassar. Makassar.
Artadana, Ide Bagus Made & Wina Dian Savitri. (2018). Dasar-dasar Genetika Mendel dan
Pengembangannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Campbell, N.A., & J.B. Reece. (2008). Biologi (Wlandari, D.T.) (8 Jilid 1; H.W. Hardani, ed.).
Penerbit Erlangga. Jakarta.
Carr, S.M. (2018). Primer of Mendelian Genetics.
Effendi, Y. (2020). Buku Ajar Genetika Dasar. Penerbit Pustaka Rumah Cinta. Jawa Tengah.
Gautam, A. (2018). Mendel’s Laws. In J. Vonk & T. Shackelford (Ed.), Encyclopedia of Animal
Cognition and Behavior (hal. 1–3). Cham: Springer International
Publishing. https://doi.org/10.1007/978-3-319-47829-6_2054-1
Wirdjosoemarto, K. (2016). Genetika (1 ed.). Tanggerang Selatan: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai