Anda di halaman 1dari 3

NAMA

: ESTIKA WIDA

NIM

: 14030114120022

Masalah Kepastian dan Fabilisme Moderat


1. Masalah Kepastian Kebenaran Ilmiah
Dalam BAB IV, kita sudah melihat empat macam kebenaran. Demi mudahnya, keempat
macam kebenaran menurut masing-masing teori di atas kita sebut sebagai kebenaran logis
atau kebenaran rasional: kebenaran empiris, kebenaran pragmatis dan kebenaran performatif.
Dari pertanyaan yang muncul timbulah dua sudut pandang yang berbeda. Dari kaum
rasionalis yang menekankan kebenaran logis-rasional, dan yang lain adalah pandangan kaum
empiris yang menekankan kebenran empiris. Dalam hal ini, kaum rasionalis sangat yakin
bahwa kebenaran sebagai keteguhan bersifat pasti, yaitu pasti benar. Mengapa? Hal ini
dikarenakan kesimpulan yang mengandung kebenaran sebagai keteguhan sesungguhnya
hanya merupakan konsekuensi logis dari pernyataan-pernyataan, teori atau hukum ilmiah
lainnya.
Kaum rasionalis akan beranggapan bahwa kebenaran logis-rasional bersifat pasti,
yaitu benar dan bukan hanya sementara sifatnya. Tetapi, kalau ditinjau secara lebih
mendalam, sesungguhnya kebenaran ini pun tetap bersifat sementara terlepas dari seberapa
tinggi tingkat kepastiannya karena kebenaran sebagai keteguhan dari suatu pernyataan atau
kesimppulan sangat tergantung pada kebenaran teori atau pernyataan lain.
Kaum empiris tidak pernah berpretensi untuk menghasilkan suatu pengetahuan yang
pasti benar tentang alam. Bagi kaum empiris, ilmu pengetahuan tidak memiliki ambisi seperti
iman dalam agama. Jika iman dalam agama mengklaim dirinya sebagai kebenaran yang tidak
dapat diganggu gugat, maka ilmu pengetahuan akan lebih memilih suatu klaim lebih moderat
bahwa ia tidak dapat memberikan gambaran yang sedekat dan pasti tentang objek
penelitiannya.
Oleh karena itu, falibilisme tidak berarti sikap menolak secara mutlak kebenaran
pengetahuan ilmiah. Dengan falibilisme disini lebih dimaksudkan sebuah sikap yang
beranggapan bahwa kendati pengetahuan ilmiah merupakan pengetahuan yang paling baik
yang dapat kita miliki.

2. Falibilisme dan Metode Ilmu Pengetahuan


Falibilisme ilmu pengetahuan berasal dari dua sumber, yaitu sebagai konsekuensi dari
metode ilmu pengetahuan, dan dari obyek ilmu pengetahuan yaitu universum alam. Metode
ilmu pengetahuan tidak menghasilkan pengetahuan yang absolut pasti dan universal.
Beberapa indikasi metodologis bisa dilihat sebagai alasan dari falibilisme moderat ini.

Pertama, peneliti sendiri tidak pernah merasa pasti dengan apa yang dicapainya
sendiri. Penelitian ilmiah diawali dengan keraguan, dan setiap pendapat yang mantap

tidak akan membuat pikirannya tenang.


Kedua, fokus utama dari kegiatan penelitian ilmiah adalah verifikasi atas hipotesis.
Metode ilmiah dibangun agar sebuah hipotesis, setelah dirumuskan, diuji dengan

melihat bagaimana prediksi di verifikasi.


Ketiga, karena metode induksi (seperti yang akan dibahas lebih lanjut) selalu tidak

lengkap.
Keempat, setiap hipotesis pada dasarnya tidak pasti. Hipotesis dirumuskan sebgai
jawaban sementara atas problem.

Maka dengan empat alasan ini kita dapat mengatakan bahwa pengetahuan ilmiah itu tidak
luput dari kekeliruan dan selalu terbuka pada kritik perbaikan.

3. Falibilisme dan Objek Ilmu Pengetahuan


Fabilitas pengetahuan ilmiah, selain disebabkan oleh metode ilmiah, juga terjadi karena
objek ilmu pengetahuan sekaligus real dan berubah-ubah. Objek ilmu pengetahuan adalah
peristiwa-peristiwa alam. Dengan kata lain falibilisme atau kebenaran bahwa ilmu
pengetahuan selalu tidak pernah mutlak benar didasarkan juga kenyataan bahwa alam selalu
berkembang.
a. Realitas Objek
Ilmuwan yang baik adalah seorang realis yang tidak memandang konsep ilmiahnya
semata-mata sebagai hasil imajinasi tanpa hubungannya dengan dunia nyata melainkan
merupakan hasil dari pemikiran tentang dunia nyata.
Objek ilmu pengetahuan dapat dikatakan nyata atau real jika sekurang-kurangnya
mengandung tiga arti. Pertama, yang nyata berarti lepas dari pikiran manusia. Kedua
meskipun dunia real yang dipelajari ilmu pengetahuan bebas dari pemikiran manusia, realitas

itu sendiri dapat dikatakan real jika memang dapat dikenal. Ketiga, realitas yang dibicarakan
ilmu pengetahuan adalah realitas publik, realitas yang menjadi perhatian banyak orang. Yang
real berarti yang memiliki dimensi sosial.
Dengan menjelaskan bahwa pengetahuan ilmiah harus menjadi persetujuan publik atau
komunitas para peneliti, dimaksudkan bahwa pengetahuan ilmiah kita bukan sekedar
konsensus yang mantap, melainkan bahwa ini adalah satu-satunya kemungkinan agar
pengetahuan ilmiah kita menjadi lebih rasional.

Anda mungkin juga menyukai