ABSTRAK
Perkembangan teknologi dan pemanfaatannya tidak bisa dipungkiri terkait erat
dengan peningkatan daya saing industri suatu negara. Peningkatan pengetahuan dan
penguasaan terhadap teknologi baru sangat dibutuhkan untuk memenangkan persaingan di
era perdagangan global baik oleh pemerintah maupun industri. Salah satu contoh teknologi
yang sedang hangat diperbincangkan adalah nanoteknologi. Pemanfaatan nano teknologi
sudah dikenal baik diantaranya di bidang kesehatan, industri kosmetik dan pertanian. Pada
dasarnya prinsip penemuan nanoteknologi adalah untuk memaksimalkan hasil atau produksi
tanaman dengan meminimalkan penggunaan pupuk, pestisida dan kebutuhan lainnya dengan
melakukan monitoring kondisi tanah seperti perakaran dan mengaplikasikannya langsung ke
target sehingga tidak ada yang terbuang. Untuk pestisida, jika hal ini diterapkan akan dapat
meminimalisir penggunaan pestisida pada tanaman karena hanya serangga target saja yang
terkena dampaknya. Penggunaan teknologi nano pada pupuk akan memungkinkan pelepasan
nutrisi yang terkandung pada pupuk dapat dikontrol. Jadi hanya nutrisi yang benar-benar
akan diserap oleh tanaman saja yang dilepaskan, sehingga tidak terjadi kehilangan nutrisi ada
target yang tidak dikehendaki seperti tanah, air dan mikroorganisme. Pada pupuk nano,
nutrisi dapat berupa enkapsulasi nanomaterial, pelapisan oleh lapisan pelindung yang tipis
atau dilepaskan dalam bentuk emulsi dari nanopartikel.
Kata kunci : nano teknologi, pupuk, pestisida
Pendahuluan
Perkembangan teknologi dan pemanfaatannya tidak bisa dipungkiri terkait erat
dengan peningkatan daya saing industri suatu negara.
dengan
melakukan
monitoring
kondisi
tanah
seperti
perakaran
dan
mengaplikasikannya langsung ke target sehingga tidak ada yang terbuang. Untuk pestisida,
jika hal ini diterapkan akan dapat meminimalisir penggunaan pestisida pada tanaman karena
hanya serangga target saja yang terkena dampaknya.
Penggunaan teknologi nano pada pupuk akan memungkinkan pelepasan nutrisi yang
terkandung pada pupuk dapat dikontrol. Jadi hanya nutrisi yang benar-benar akan diserap
oleh tanaman saja yang dilepaskan, sehingga tidak terjadi kehilangan nutrisi ada target yang
tidak dikehendaki seperti tanah, air dan mikroorganisme. Pada pupuk nano, nutrisi dapat
berupa enkapsulasi nanomaterial, pelapisan oleh lapisan pelindung yang tipis atau dilepaskan
dalam bentuk emulsi dari nanopartikel.
Contoh aplikasi nanoteknologi dalam bidang pertanian dalam upaya peningkatan
produktifitas pertanian dilaporkan antara lain nanoporous, nanonutrisi, slow-released,
nanoenkapsulasi, nanosensor untuk pupuk, air, herbisida, kestabilan tanah dan lain
sebagainya. Penggunaan teknologi nano pada pestisida dilakukan oleh Dr. Micaela Buteler
bekerja sama dengan Prof Weaver dari Montana State University. Kedua peneliti ini menguji
penggunaan NSA (nanostructured alumina) pada dua jenis serangga pengganggu yang biasa
ditemukan pada proses penggilingan, pengolahan dan penyimpanan gabah kering. Penelitian
menunjukan bahwa NSA dapat menyediakan alternatif insektisida yang murah dan
terjangkau.
Pengembangan nanoteknologi pada pestisida baik itu pestisida kimia maupun
pestisida organik akan dapat membantu meningkatkan efisiensi penggunaan pestisida
maupun insektisida. Lebih jauh lagi, penggunaan pestisida yang langsung pada target akan
meminimalisir berkembangnya mekanisme resistensi pada hama dan mengurangi kematian
serangga non target. Hal ini tentu akan membawa dampak positif bagi produksi pertanian,
karena banyak kasus sebelumnya dimana terjadi ledakan hama tertentu akibat penggunaan
pestisida yang kurang tepat.
Teknologi nano pada pestisida organik dapat dilakukan dengan mengembangkan
material toksik yang dikandung oleh tanaman atau bahan organik dalam ukuran nanopartikel
sehingga akan lebih mudah mengenai sasaran dan jumlah pestisida yang dibutuhkan pun jauh
lebih kecil. Namun seperti halnya teknologi yang lain, pemanfaatan nanoteknologi pada
pestisida memiliki dua sisi berbeda.
ukuran nano dapat menjadi berbahaya bagi manusia karena bisa menginfeksi kulit atau
terhirup dan masuk ke paru-paru kemudian sampai ke otak. Ini masih menjadi perdebatan
apakah teknologi ini bisa digunakan dan dikembangkan atau lebih baik tidak sama sekali.
Perkembangan pestisida organik meningkat pesat sejalan dengan meningkatnya
pemahaman masyarakat menegnai bahaya zat kimia sintetis dalam pestisida yang digunakan
pada saat ini. Nanoteknologi diharapkan mampu menjembatani persoalan ini. Efektivitas
pestisida yang dapat meningkat berkali lipat dengan mengubahnya menjadi nanopartikel bisa
dijadikan dasar untuk aplikasi pestisida organik berbahan dasar tanaman seperti rosemary,
cengkeh, lavender, kemangi dan beberapa minyak atsiri lain yang berotensi menjadi pestisida
nabati. Dengan pendekatan nanoteknologi, zat aktif dari bahan alam bisa menjadi senjata
ampuh dalam mengendalikan hama tanaman dan dapat menggantikan pestisida kimia.
Pestisida organik yang terbuat dari ekstrak beberapa tanaman seperti disebutkan
sebelumnya sangat potensial sebagai bahan alami pembuatan pestisida untuk diaplikasikan
pada bidang agrikultur sebagai pengendali hama tanaman. Sebuah studi yang dipresentasikan
oleh beberapa ilmuwan dalam pertemuan nasional American Chemical Societys ke 238 di
Kanada menyebutkan bahwa beberapa kandungan zat alami dari beberapa tanaman yang
disebut essential oils pesticides atau killer spices merupakan pestisida alami potensial
yang ramah lingkungan dan relatif lebih tidak beresiko bagi kesehatan manusia dan hewan.
Hanya saja pestisida organik ini tidak tahan lama karena sifatnya yang volatil dan mudah
terdegradasi oleh cahaya matahari. Peranan nanoteknologi dalam pengembangan pestisida
organik diharapkan menjadi jawaban tentang bagaimana caranya agar pestisida organik ini
bisa bersaing dengan pestisida yang sudah lama beredar di masyarakat baik dari sifat
toksiknya maupun kemampuannya bertahan di alam dengan teknologi slow release.
diradiasi sinar ultraviolet akan menghasilkan elektron e - dan H+. Rekombinasi keduanya
pada permukaan akan tereduksi oleh racun atau kontaminan atau mikroorganisme. e- akan
berinteraksi dengan O2 menghasilkan O2 - (reduksi) dan H+ akan berinteraksi dengan H2O
menghasilkan OH- dan H2O (oksidasi).
Daya oksidasi tersebut terbukti dapat menghancurkan polutan dan mikroorganisme
merugikan. Cara yang sama diharapkan mampu dilakukan untuk mendegradasi polutan dari
residu pestisida di lingkungan. Ketersediaan ultraviolet yang terbatas di alam menjadi salah
satu faktor yang menghambat penerapan teknologi ini. Upaya yang dikembangkan sebagai
alternatif adalah menambahkan dopen yaitu semi konduktor yang mempunyai celah pita
(bandgap) relatif lebih lebar misalnya dengan penambahan mangan, timah, sulfur dan
nitrogen.
fotokatalis. Dengan cara ini materi akan memiliki kemampuan untuk menyerap cahaya
tampak akan lebih tinggi sehingga tidak terlalu tergantung pada sinar ultraviolet.
Gambar 1. Nanokapsul berisi ekstrak mimba dengan berbagai perbesaran menggunakan SEM
Kapsul yang sudah diisi rata-rata memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan
kapsul yang belum diisi, seperti yang diperlihatkan penelitian Kalyanasundaram (gambar 2a
dan b), Kalyanasundaram menggunakan emulsi PVP (Polivinilpirrolidone) sebagai bahan
pembuat nanokapsul. Dapat dilihat berdasarkan gambar bahwa kapsul yang telah diisi
larvasida berukuran lebih besar dibandingkan dengan kapsul kosong (Kalyanasundaram,
2013).
A. Metode Kopresipitasi
Merupakan metode sintetis senyawa organik yang didasarkan pada pengendapan lebih
dari satu substansi secara bersama-sama ketika melewati titik jenuhnya. Prosesnya
menggunakan suhu rendah dan mudah untuk mengontrol ukuran partikel sehingga
waktu yang dibutuhkan relatif singkat. Biasanya zat pengendap yang digunakan
adalah hidroksida, karbonat, sulfat dan oksalat. Penggunaan metode ini diharapken
menghasilkan partikel dengan ukuran lebih kecil dan lebih homogen dari metode
solid-gel dan lebih besar dari metode sol-gel.
Ada dua jenis kopresipitasi yang penting yaitu yang berkaitan dengan adsorpsi pada
permukaan partikel yang terkena larutan dan yang kedua adalah yang berhubungan
dengan oklusi zat asing sewaktu proses pertumbuhan kristal dari partikel primer.
B. Metode sol-gel
Merupakan proses pembentukan senyawa anorganik melalui reaksi kimia dalam
larutan pada suhu rendah, dimana terjadi perubahan fase dari suspensi koloid (sol)
membentuk fase cair kontinyu (gel). Keuntungan dari metode ini adalah tingkat
stabilitas termal yang baik, stabilitas mekaniknya tinggi, daya tahan pelarut yang baik
dan modifikasi permukaan dapat dilakukan dengan berbagai kemungkinan.
Prekursor yang biasa digunakan pada umumnya adalah logam organik atau logam
anorganik yang dikelillingi oleh ligan yang reaktif seperti alkosida yang banyaj
digunakan karena sifatnya yang mudah bereaksi dengan air.
Hidrolisis: pada tahap ini prekursor dilarutkan dalam alkohol dan terhidrolisis
dengan penambahan air pada kondisi asam, netral atau basa dan menghasilkan sol
koloid. Proses ini dipengaruhi oleh rasio air/prekursor dan jenis katalis yang
digunakan.
b. Kondensasi:
senyawa
organik
yang
bisa
membahayakan
kesehatan
dan
menghasilkan residu hidroksil dan karbon serta proses yang membutuhkan waktu
lama.
Agar hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diinginkan ada beberapa faktor yang
harus diperhatikan yaitu:
1. Senyawa: prekursor harus dapat larut dalam media reaksi dan harus cukup reaktif
dalam pembentukan gel
2. Katalis: biasanya digunakan katalis asam atau basa meskipun ada beberapa yang
tidak menggunakan katalis
3. Pelarut: yang banyak digunakan adalah alkohol karena memiliki tekanan uap
yang lebih tinggi pada suhu kamar
4. Temperatur: temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar akan menghasilkan
laju hidrolisis lebih cepat dan gel akan lebih cepat terbentuk.
C. Metode Mikroemulsi
Awal tahun 1943 Hoar dan Schulman melaporkan bahwa kombinasi air, minyak,
surfaktan dan alkohol atau amina yang merupakan ko-surfaktan menghasilkan larutan
yang jernih dan homogen yang dinamakan mikroemulsi. Secara umum mikroemulsi
dapat dibedakan atas mikroemulsi langsung (minyak dalam air) dan mikroemulsi
balik (air dalam minyak).
D. Metode hidrothermal/solvothermal
Ahli kimia berkebangsaan Jerman Robert Whilhelm Busen (1839) menggunakan
larutan encer sebagai media dan menempatkannya dalam tabung pada temperatur
diatas 2000C dan tekanan di atas 100 barr.
penggunaan pelarut di atas suhu dan tekanan titik didihnya sehingga akan
mengakibatkan terjadi peningkatan daya larut dari padatan dan kecepatan reaksi antar
padatan. Proses ini harus terjadi dalam keadaan tertutup untuk mencegah hilangnya
pelarut pada saat diuapkan. Post hidrothermal merupakan perlakuan pada amterial
setelah mengalami proses sol-gel dengan tujuan meningkatkan kristalisasi dari
partikel tersebut.
pertimbangan yaitu:
1.
2. Viskositasnya rendah
3. Difusitas tinggi sehingga memberikan pengaruh terhadap peningkatan daya larut.
elektron pi atau elektron yang tidak berpasangan. Metode yang dipakai untuk membuat
nanopartikel organik adalah metode represipitasi dengan mekanisme larutan zat terlarut
dari starting material di dalam air diinfeksikan ke dalam air yang distirer sehingga
kelarutan zat akan berubah secara endadak dan mengakibatkan terbentuk nanokristal dari
zat terlarut.
Referensi
Anonim.