net/publication/264048884
CITATIONS READS
2 53,755
2 authors, including:
Mutiara Widawati
National Research and Innovation Agency (BRIN)
48 PUBLICATIONS 299 CITATIONS
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Mutiara Widawati on 21 July 2014.
ABSTRAK
Perkembangan teknologi dan pemanfaatannya tidak bisa dipungkiri terkait erat
dengan peningkatan daya saing industri suatu negara. Peningkatan pengetahuan dan
penguasaan terhadap teknologi baru sangat dibutuhkan untuk memenangkan persaingan di
era perdagangan global baik oleh pemerintah maupun industri. Salah satu contoh teknologi
yang sedang hangat diperbincangkan adalah nanoteknologi. Pemanfaatan nano teknologi
sudah dikenal baik diantaranya di bidang kesehatan, industri kosmetik dan pertanian. Pada
dasarnya prinsip penemuan nanoteknologi adalah untuk memaksimalkan hasil atau produksi
tanaman dengan meminimalkan penggunaan pupuk, pestisida dan kebutuhan lainnya dengan
melakukan monitoring kondisi tanah seperti perakaran dan mengaplikasikannya langsung ke
target sehingga tidak ada yang terbuang. Untuk pestisida, jika hal ini diterapkan akan dapat
meminimalisir penggunaan pestisida pada tanaman karena hanya serangga target saja yang
terkena dampaknya. Penggunaan teknologi nano pada pupuk akan memungkinkan pelepasan
nutrisi yang terkandung pada pupuk dapat dikontrol. Jadi hanya nutrisi yang benar-benar
akan diserap oleh tanaman saja yang dilepaskan, sehingga tidak terjadi kehilangan nutrisi ada
target yang tidak dikehendaki seperti tanah, air dan mikroorganisme. Pada pupuk nano,
nutrisi dapat berupa enkapsulasi nanomaterial, pelapisan oleh lapisan pelindung yang tipis
atau dilepaskan dalam bentuk emulsi dari nanopartikel.
Pendahuluan
Perkembangan teknologi dan pemanfaatannya tidak bisa dipungkiri terkait erat
dengan peningkatan daya saing industri suatu negara. Peningkatan pengetahuan dan
penguasaan terhadap teknologi baru sangat dibutuhkan untuk memenangkan persaingan di
era perdagangan global baik oleh pemerintah maupun industri. Salah satu contoh teknologi
yang sedang hangat diperbincangkan adalah nanoteknologi. Pemanfaatan nano teknologi
sudah dikenal baik diantaranya di bidang kesehatan, industri kosmetik dan pertanian.
Berdasarkan asal katanya , “nano” itu sendiri berasal dari bahasa latin yang berarti
sesuatu yang sangat kecil (dwarf) atau satu per satu milyar (10 -9). Teknologi nano dapat
didefinisikan sebagai sebuah ilmu yang berhubungan dengan benda-benda yang berukuran 1
hingga 100 nm, memiliki sifat yang berbeda dari bahan asalnya dan memiliki kemampuan
untuk mengontrol atau memanipulasi dalam skala atom (Kuzma and Verhage, 2006).
Geliat perkembangan teknologi nano banyak berkontribusi pada pengembangan
material-material baru yang lebih kecil dan lebih detil. Di bidang kesehatan, teknologi ini
diarahkan pada pengembangan virus yang difungsikan sebagai nanokamera untuk melihat
dan mempelajari rangkaian kehidupan sel dan mekanisme kerja virus itu sendiri. Selain itu
sebuah perusahaan bioteknologi sedang berupaya mengembangkan Fullerenes atau Buckyball
yaitu sebuah benda berstruktur molekul dengan 60 atom karbon yang kedepannya diharapkan
dapat mematikan virus HIV maupun kanker.
Pengaplikasian teknologi nano di bidang pertanian diantaranya dalam rekayasa
genetika untuk mendapatkan bibit unggul. Beberapa ilmuwan dunia telah melakukan riset
untuk memperbaiki beberapa sifat tanaman misalkan untuk menghasilkan tanaman bebas
virus. Dalam sepuluh tahun terakhir aplikasi nanoteknologi pada pertanian lebih matang lagi
dengan ditemukannya sifat-sifat unik partikel yang berukuran beberapa nano atau bahkan
puluhan nanometer. Nanopertikel dan nanoemulsi dapat diaplikasikan pada pestisida, pupuk,
sensor untuk memantau tanah, Pakan ternak, obat hewan, Pangan, obat herbal dan kemasan
antibakteri serta komposit anti persesapan gas. Nanoteknologi juga banyak dimanfaatkan
dalam berbagai hal misalnya meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan bahan alami
dalam tanah, mempelajari mekanisme dan dinamika unsur-unsur nutrisi di dalam tanah.
Kapsul yang sudah diisi rata-rata memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan
kapsul yang belum diisi, seperti yang diperlihatkan penelitian Kalyanasundaram (gambar 2a
dan b), Kalyanasundaram menggunakan emulsi PVP (Polivinilpirrolidone) sebagai bahan
pembuat nanokapsul. Dapat dilihat berdasarkan gambar bahwa kapsul yang telah diisi
larvasida berukuran lebih besar dibandingkan dengan kapsul kosong (Kalyanasundaram,
2013).
A. Metode Kopresipitasi
Merupakan metode sintetis senyawa organik yang didasarkan pada pengendapan lebih
dari satu substansi secara bersama-sama ketika melewati titik jenuhnya. Prosesnya
menggunakan suhu rendah dan mudah untuk mengontrol ukuran partikel sehingga
waktu yang dibutuhkan relatif singkat. Biasanya zat pengendap yang digunakan
adalah hidroksida, karbonat, sulfat dan oksalat. Penggunaan metode ini diharapken
menghasilkan partikel dengan ukuran lebih kecil dan lebih homogen dari metode
solid-gel dan lebih besar dari metode sol-gel.
Ada dua jenis kopresipitasi yang penting yaitu yang berkaitan dengan adsorpsi pada
permukaan partikel yang terkena larutan dan yang kedua adalah yang berhubungan
dengan oklusi zat asing sewaktu proses pertumbuhan kristal dari partikel primer.
B. Metode sol-gel
Merupakan proses pembentukan senyawa anorganik melalui reaksi kimia dalam
larutan pada suhu rendah, dimana terjadi perubahan fase dari suspensi koloid (sol)
membentuk fase cair kontinyu (gel). Keuntungan dari metode ini adalah tingkat
stabilitas termal yang baik, stabilitas mekaniknya tinggi, daya tahan pelarut yang baik
dan modifikasi permukaan dapat dilakukan dengan berbagai kemungkinan.
Prekursor yang biasa digunakan pada umumnya adalah logam organik atau logam
anorganik yang dikelillingi oleh ligan yang reaktif seperti alkosida yang banyaj
digunakan karena sifatnya yang mudah bereaksi dengan air.
C. Metode Mikroemulsi
Awal tahun 1943 Hoar dan Schulman melaporkan bahwa kombinasi air, minyak,
surfaktan dan alkohol atau amina yang merupakan ko-surfaktan menghasilkan larutan
yang jernih dan homogen yang dinamakan mikroemulsi. Secara umum mikroemulsi
dapat dibedakan atas mikroemulsi langsung (minyak dalam air) dan mikroemulsi
balik (air dalam minyak).
D. Metode hidrothermal/solvothermal
Ahli kimia berkebangsaan Jerman Robert Whilhelm Busen (1839) menggunakan
larutan encer sebagai media dan menempatkannya dalam tabung pada temperatur
diatas 2000C dan tekanan di atas 100 barr. Proses solvothermal melibatkan
penggunaan pelarut di atas suhu dan tekanan titik didihnya sehingga akan
mengakibatkan terjadi peningkatan daya larut dari padatan dan kecepatan reaksi antar
padatan. Proses ini harus terjadi dalam keadaan tertutup untuk mencegah hilangnya
pelarut pada saat diuapkan. Post hidrothermal merupakan perlakuan pada amterial
setelah mengalami proses sol-gel dengan tujuan meningkatkan kristalisasi dari
partikel tersebut. Metode ini menggunakan pelarut superkritis dengan beberapa
pertimbangan yaitu:
1. Memiliki tegangan permukaan rendah sehingga kemampuan daya larutnya tinggi
2. Viskositasnya rendah
3. Difusitas tinggi sehingga memberikan pengaruh terhadap peningkatan daya larut.
E. Metode cetakan (templated synthesis)
Cetakan yang digunakan disebut nanoreaktor. Ukuran pori yang halus dan seragam akan
membantu nano partikel terbentuk sesuai dengan ukurannya dan mengontrol distribusi
ukuran pada produk akhir. Ada dua macam metode yang digunakan untuk memasukan
nanopartikel semikonduktor kedalam pori dari material mesopori yaitu:
1. Proses in situ/ post treatment yaitu mencampurkan prekursor nanopartikel dengan
misel sebelum terbentuknya material mesopori.
2. Grafting/penempelan secara langsung nanopartikel ke dalam permukaan pori.
Referensi
Anonim. 2014. Potensi Riset Nano Kimia Bahan Alam. http://nanotech-
indonesia.blogspot.com/2012/08/potensi-riset-nano-kimia-bahan-alam-di.html
diakses tanggal 3 maret 2014.
Fernandez, B. R. 2011. Sintesis Nanopartikel. Makalah. Pasca sarjana Universitas Andalas.
Padang.
Forim M.R., da Silva M.F.G.F, Fernandes J.B. 2011. Secondary Metabolism as a Measure of
Efficacy of Botanical Extracts: The use of Azadirachta indica (Neem) as a Model.
In: Perveen F. (ed.) Insecticides - Advances in Integrated Pest Management. Rijeka:
In‐ Tech. p367-390.
Jones, Angela. Jeane Nye and Andrew Greenberg. Nanotechnology in Agriculture and Food
Technology. http://www.ice.chem.wisc.edu. Diakses tanggal 3 maret 2014.
Kardinan, A. 1999. Mimba (Azadirachta indica) pestisida nabati yang sangat menjanjikan.
Perkembangan Teknologi Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 11(2): 5-13
Kuzma, J. and Peter Verhage. 2006. Nanotechnology In Agriculture and Food Production.
Anticipated Application. Woodrow Wilson International Center For Scholar.
M. Kalyanasundaram, dan K. Gunasekaran. 2013. Synthesis, characterization and evaluation
of nanoparticles of public health larvicides for mosquito control. Journal of Vector
Borne Diseases(50): 225-228.
Purnobasuki, H. 2005. Teknologi Nano untuk Kenali Virus. Tohoku University.
http://www.nano.lipi.go.id. Diakses tanggal 3 maret 2014.
Suwarda, R. Dan M. S. Maarif. 2012. Pengembangan Inovasi Teknologi Nanopartikel
Berbasis Pat Untuk Menciptakan Produk Yang Berdaya Saing. Jurnal Teknik
Industri: 1411-6340: 104-120.
Rohimatun. 2012. Penerapan Teknologi Nano Fotokatalis untuk Degradasi Pestisida.
Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri Vol 18(1): 15-20.
Widowati, R.L. 2011. Pengembangan Teknologi Nano dengan Memanfaatkan Bahan
Batuan Alami dan Bahan Organik. Laporan Riset Teknologi Terapan. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Yanto. 2005. Nanoteknologi. MIPA UGM. http://www.nano.lipi.go.id. Diakses tanggal 3
maret 2014.