REFERAT Refraksi
REFERAT Refraksi
REFRAKSI
DISUSUN OLEH
KELLY KHESYA
030.10.150
PEMBIMBING
Dr. HERU MAHENDRATA, Sp.M
KATA PENGANTAR
0|P a g e
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas setiap pimpinan dan
pemeliharaanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini sebagai salah satu
pembelajaran dalam kepaniteraan klinik bagian Mata. Dalam penyusunan laporan ini,
penulis sangat menyadari keterbatasannya dan tanpa rekan-rekan sekalian, referat ini
tidak akan terselesaikan. Penulis sangat bersyukur untuk pembimbing yang sudah
membantu menyelesaikan referat ini, karena itu pada kesempatan kali ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Heru, SpM selaku pembimbing presentasi kasus saya.
2. Rekan-rekan kepaniteraan klinik mata RSUD Budhi Asih-Jakarta, atas bantuan
dan dukungannya.
Penulis menyadari bahwa masih sangat banyak hal yang kurang dalam referat ini,
untuk itu penulis memohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangannya. Penulis tetap
berharap referat ini dapat berguna bagi masyarakat maupun bagi ilmu pengetahuan di
bidang kedokteran. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
memperoleh hasil yang lebih baik di dalam penyempurnaan referat ini. Semoga
bermanfaat.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata
sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di depan atau
di belakang bintik kuning dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus. Kelainan
refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan astigmatisma.1 Hampir setiap
saat kita menjumpai kasus kelainan refraksi di lingkungan kita dan angka ini secara
teoritis meningkat terus tiap tahunnya. Peningkatan angka kejadian kelainan refraksi ini
dipicu oleh deteksi dini kelainan refraksi seiring berkembangnya teknologi kedokteran
sehingga kasus yang dulu tidak terdeteksi dapat ditemukan, makin canggihnya teknologi
visual yang merangsang penggunaan indera penglihatan terus menerus dan gaya hidup
masyarakat yang menuntut penggunaan penglihatan secara terus menerus. Ada pula
faktor-faktor medis yang dapat mempengaruhi kemampuan penglihatan seperti penyakitpenyakit sistemik, trauma yang menyebabkan lepasnya lensa mata dari penggantungnya
atau laserasi kornea dan kelainan-kelainan kongenital.
Undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa
upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan
kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajad
kesehatan optimal. Kesehatan indera penglihatan merupakan saraf penting untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat, dalam rangka mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas, produktif, maju,
mandiri dan sejahtera lahir dan batin.
WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, di mana
sepertiganya berasal dari Asia Tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit
di dunia, dan 4 diantaranya berasal dari Asia tenggara., sedangkan di indonesia di
perkirakan setiap 1 menit orang menjadi buta. Hasil survey Kesehatan Indera Penglihatan
dan Pendengaran tahun 1993-1996, menunjukkan angka kebutaan 1,5%. Penyebab utama
adalah katarak (0,79%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi (0,14%), dan penyakit lain
yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%). 2
Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran yang dilakukan oleh
Depkes di 8 Propinsi (Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat) berturut-turut pada
BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI MEDIA REFRAKSI
Mata memiliki seperangkat komponen optik yang mampu membiaskan sinar yang
melaluinya. Komponen optik tersebut adalah sistem lensa, terdiri atas kornea, Aqueous
humour pada anterior chamber, lensa, dan vitreous humour pada posterior chamber.
Pembiasan sistem lensa bersifat konvergen menuju ke retina. Konvergensi pembiasan
sistem lensa menjamin tajam pengihatan (visus) normal manusia. Hasil pembiasan sinar
pada mata ditentukan oleh media refraksi yang terdiri atas kornea, aquous humour, lensa,
badan kaca, dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh
media refraksi dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda
setelah melalui media refraksi dibiaskan tepat didaerah makula lutea. Mata yang normal
disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di
retinanya pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat
jauh.
A. KORNEA3
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan kedalam sklera pada limbus,
lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 550 m
mm
mitosis sel dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin
maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula ikluden; ikatan
ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal
menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan
mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan
b Membran Bowman
Membran Bowman merupakan lapisan jernih aseluler yang merupakan bagian stroma
yang berubah, terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini
tidak mempunyai daya regenerasi.
c Stroma
Stroma kornea menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Terdiri atas jaringan lamela
serat kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang di bagian perifer serat kolagen yang bercabang; terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Lamela terletak di
dalam suatu zat dasar proteoglikan terhidrasi bersama dengan keratosit yang
menghasilkan kolagen dan zat dasar. Keratosit merupakan sel stroma kornea yan
merupakan fibroblas terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk
bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d Membran Descement
Merupakan suatu membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastik dan
berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
e Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal besar 20-40m. endotelendotel pada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula okluden. Berperan
dalam mempertahankan deturgesensi stroma korrnea. Reparasi endotel terjadi hanya
dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel-sel, dengan sedikit pembelahan sel.
Kegagalan fungsi endotel akan mengakibatkan edema kornea.
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui oleh berkas
cahaya saat menuju retina. sifat tembus cahay kornea disebabkan oleh strukturnya yang
uniform, avaskular, dan deturgesens. Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan
kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar
epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam hal mekanisme dehidrasi,
dan kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan epitel. Kerusakan endotel
akan mengakibatkan edema kornea dan kehilangan sifat transparannya, yang cenderung
bertahan lama karena terbatasnya potensi regenerasi endotel.
B. AQUEOUS HUMOUR
Sudut bilik mata depan terletak pada pertautan antara kornea perifer dan pangkal iris.
Ciri-ciri anatomis utama sudut ini adalah garis Schwalbe, anyaman trabekula dan taji
sklera. Sudut biliki mata depan atau camera oculi anterior bagian anteriornya berbatasan
dengan kornea, dan bagian posteriornya berbatasan dengan iris. Bagian central camera
oculi anterior memiliki kedalaman sekitar 2,5 mm. Camera oculi anterior berisi cairan
aqueus 0.25ml. Aqueous humour mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,
keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini
akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humour dibentuk dengan
kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan
koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan
akhirnya masuk ke darah.
C. LENSA
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, transparan, dan
berbentuk biconveks. Lensa tergantung pada zonula zinii di belakang iris, zonula
menghubungkannya dengan corpus ciliare. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous
humour, disebelah posteriornya, vitreous. Kapsul lensa adalah membran semipermeabel
yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk. Di sebelah depan terdapat selapis
epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamelae konsentris yang panjang. Masing-masing serat lamelar
mengandung sebuah inti gepeng. Lensa ditahan oleh zonula zinii yang tersusun atas
banyak fibril yang berasal dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke dalam ekuator
lensa. Tidak ada saraf, serat nyeri atau pembuluh darah pada lensa.
Diameter dari lensa 9-10mm, dengan ketebalan yang bervariasi antara 3,5 5mm,
dan mempunyai berat sekitar 135 255mg. Lensa mempunyai dua permukaan
permukaan posteriornya(radius curvaturanya 10mm) lebih conveks dibandingkan dengan
6
yang dekat atau jauh. Pada tahap selanjutnya, setelah cahaya memasuki mata,
pembentukan bayangan pada retina bergantung pada kemampuan refraksi mata (Saladin,
2006). Beberapa media refraksi mata yaitu kornea (n=1.38), aqueous humour (n=1.33),
dan lensa (n=1.40). Kornea merefraksi cahaya lebih banyak dibandingkan lensa. Lensa
hanya berfungsi untuk menajamkan bayangan yang ditangkap saat mata terfokus pada
benda yang dekat dan jauh. Sistem lensa mata membentuk bayangan di retina. Bayangan
yang terbentuk di retina terbalik dari benda aslinya. Namun demikian, persepsi otak
terhadap benda tetap dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di
retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai keadaan
normal.
Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses. Pertama, pembiasan
sinar/ cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui perantaraan yang berbeda
kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu kornea, humour aquous, lensa, dan humour
vitreous. Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung,
tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu
pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur.
Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya.
Hal ini penting untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu
terang. Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa
sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan
dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya
pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan
membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat benda yang
dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau
adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata maka sinar normal
tidak dapat terfokus pada makula.
Kemampuan akomodasi lensa membuat cahaya tidak berhingga akan terfokus
pada retina, demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka benda pada jarak yang
berbeda-beda akan terfokus pada retina atau makula lutea. Akibat akomodasi, daya
pembiasan bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan
kebutuhan, semakin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi (mencembung).
Akomodasi terjadi akibat kotraksi otot siliar. Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks
akomodasi. Refleks akomodasi akan meningkat bila mata melihat kabur dan pada waktu
konvergensi atau melihat dekat.
Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi trias
akomodasi yaitu: (i) kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar zonula Zinii
mengendor, lensa dapat mencembung, sehingga cahaya yang datang dapat difokuskan ke
retina; (ii) konstriksi dari otot rektus internus, sehingga timbul konvergensi dan mata
tertuju pada benda itu, (iii) konstriksi otot konstriksi pupil dan timbullah miosis, supaya
cahaya yang masuk tak berlebih, dan terlihat dengan jelas.
AKOMODASI
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya pembiasannya.
Akomodasi dipengaruhi oleh serat-serat sirkuler mm.siliaris. Fungsi serat-serat sirkuler
adalah mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula yang berorigo di lembah-lembah di
antara prosesus siliaris. Otot ini mengubah tegangan pada kapsul lensa, sehingga lensa
dapat mempunyai berbagai focus baik untuk objek dekat maupun yang berjarak jauh
dalam lapangan pandang. Ada beberapa teori mengenai mekanisme akomodasi, antara
lain:
a. Teori Helmholtz. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris
digerakkan ke depan bawah, sehingga zonulla Zinnii menjadi kendor, lensa
menjadi cembung.
b. Teori Schoen. Terjadi akibat mm.siliaris pada bola karet yang dipegang dengan kedua
tangan dengan jari akan mengakibatkan pencembungan bola di bagian tengah.
c. Teori dari Tichering. Jika mm.siliaris berkontraksi maka iris dan korpus siliaris
digerakkan ke belakang atas/luar, sehingga zonulla Zinnii menjadi tegang, bagian perifer
lensa juga menjadi tegang, sedangkan bagian tengahnya didorong ke sentral dan menjadi
cembung.
REFRAKSI6
OPTIK dan REFRAKSI
Interpretasi informasi penglihatan yang tepat bergantung pada kemampuan mata
memfokuskan berkas cahaya yang datang ke retina, untuk memahami proses ini
diperlukan penguasaan terhadap konsep optik geometrik yang mendefinisikan efek berkas
10
kecepatan
panjang gelombang
Di media optis yang bereda, kecepatan dan panjang gelombang cahaya berubah, tetapi
frekuensinya tetap. Warna bergantung pada frekuensi sehingga warna dari seberkas
cahaya tidak diubah sewaktu melewati media optis kecuali oleh fluoresensi atau
nontransmittance yang selektif. Dalam hampa udara, kecepatan frekuensi cahaya sama
yakni 299.729,46 kilometer per detik (186.282,40 statute mile per second).
B. Indeks Refraksi
Jika kecepatan suatu berkas cahaya berubah akibat perubahan medium optis, akan
terjadi pula pembiasan/refraksi berkas cahaya tersebut. Efek suatu bahan optis terhadap
kecepatan cahaya dinyatakan oleh indeks refraksinya (indeks bias), n. Semakin tinggi
indeks, semakin lambat kecepatan, dan semakin besar efek pembiasannya. Dalam hampa
udara, n memiliki nilai 1,00000. Indeks refraksi absolut suatu bahan adalah rasio
kecepatan cahaya dalam ruang hampa udara terhadap kecepatan cahaya dalam bahan.
Indeks refraksi relatif dihitung dengan mengacu kepada kecepatan cahaya di udara.
Indeks refraksi absolut udara bervariasi, tergantung pada suhu, tekanan dan kelembaban
udara serta frekuensi cahaya, tetapi nilainya adalah sekitar 1,00032. Pada optik, n
dianggap sebagai indeks relatif terhadap udara, kecuali dinyatakan sebagai absolut.
C. Koefisien Termal Indeks Refraksi
Indeks refraksi berubah sesuai suhu mediumnya, nilainya lebih tinggi bila mediumnya
lebih dingin. Labilitas n terhadap suhu berbeda-beda untuk bahan yang berlainan.
Perubahan dalam n per derajad celcius untuk bahan-bahan berikut (semua dikalikan 10 7)
adalah sebagai berikut : kaca 1; fluorit 10; plastik 140; air; aqueous humour dan vitreous
185. Hal ini membuat plastik kurang memuaskan sebagai perangkat optis yang tepat.
11
D. Dispersi Cahaya
Dalam hampa udara, kecepatan semua frekuensi cahaya adalah sama, oleh karena itu,
indeks refraksi juga sama untuk semua warna (1,0000). Pada semua bahan, n berbeda
untuk tiap warna atau frekuensi, lebih besar pada ujung biru dan lebih kecil pada ujung
merah spektrum.
E. Transmittance Cahaya
Pada frekuensi yang berbeda, bahan optis memiliki transmittance atau transparansi
yang berlainan. Sebagian bahan yang transparan, misal kaca, hampir opak bagi cahaya
ultraviolet. Kaca merah hampir opak bagi frekuensi hijau. Medium optis harus dipilih
sesuai dengan panjang gelombang cahaya spesifik yang akan dikenakan kepadanya.
F. Hukum refleksi dan refraksi
Hukum refleksi (pemantulan) dan refraksi (pembiasan) diformulasikan pada tahun
1621 oleh ahli astronomi dan matematika Willebord Snell. Hukum ini bersama dengan
prinsip Fermat, membentuk dasar optik geometri terapan :
1. Berkas cahaya yang datang, dipantulkan, dan dibiaskan semua terletak pada bidang
yang dikenal sebagai bidang datang, yang normal (tegak lurus) terhadap permukaan.
2. Sudut datang sama dengan sudut refleksi tetapi memiliki tanda yang berlawanan :
I = -I.
3. Hasil kali indeks refraksi medium berkas cahaya datang dan sinus sudut datang
berkas cahaya yang datang sama dengan hasil kali besaran-besaran yang sama pada
berkas cahaya biasan. Berkas cahaya yang dibiaskan dinyatakan oleh :
n sin I = n sin I (huktum Snell).
4. Berkas cahaya yang berjalan dari satu titik ke titik lainnya mengikuti lintasan yang
memerlukan waktu paling singkat untuk dijalani (prinsip Fermat). Panjang lintasan
optis adalah indeks refraksi dikali panjang lintasan sebenarnya.
G. Sudut kritis dan refleksi total
Bila berkas cahaya datang terletak pada medium yang kurang padat maka akan
dibiaskan menuju normal ke dalam medium yang lebih padat. Sebaliknya bila berkas
cahaya datang terletak di medium yang lebih padat, maka akan dibiaskan menjauhi
normal. Pada situasi ini bila sudut datang makin diperbesar, sudut kritis akan dicapai
sewaktu cahaya dipantulkan secara tiba-tiba, total dan sempurna (refleksi internal
12
total) dan sinus berkas cahaya datang di medium yang lebih padat mencapai nilai
n/n. Ini adalah salah satu metode yang digunakan untuk menentukan indeks
refraksi. Refraksi total mengikuti hukum refleksi biasa I = -I. Hal ini memungkinkan
terjadinya refleksi sempurna tanpa pelapisan dan digunakan secara luas dalam prisma
dan serat optik. Sistem lensa mata yang positif menyebabkan terkumpulnya sinar
hasil pembiasan pada retina. Posisi bintik kuning retina sendiri terletak pada garis
median dari sistem lensa mata. Bila sinar datang sejajar sumbu utama akan dibelokan
melalui jari-jari lensa, sedangkan bila sinar datang melalui pusat kelengkungan lensa
akan diteruskan dan bila sinar datang dari arah selain itu akan dibelokan sejajar
sumbu utama.
Konvergensi tepat pada retina hanya diperoleh bila benda yang dilihat berada 6
meter atau lebih jauhnya dari mata. Bila jarak benda kurang dari 6 meter, maka
konvergensi berkurang dan bayangan yang terbentuk tidak tepat pada retina. Jarak 6
meter adalah jari-jari kelengkungan lensa mata, sehingga benda harus berada di
ruang 3 agar bayangan yang terbentuk tepat pada retina. Semakin jauh jarak benda,
semakin jelas bayangan yang terbentuk.
C. PEMERIKSAAN VISUS
Visus atau visual acuity (VA) merupakan salah satu ukuran dari ambang penglihatan.
Kata acuity berasal dari bahasa Latin yaitu acuitas yang berarti ketajaman. Maka VA
berkenaan dengan ketajaman atau kejelasan penglihatan seseorang. VA menggambarkan
kemampuan seseorang untuk melihat dan mengidentifikasi suatu objek serta untuk
melihat fungsi penglihatan seseorang.
Pemeriksaan Visus Dasar
Pemeriksaan
visus
merupakan
pemeriksaan
untuk
melihat
ketajaman
Gambar
contoh
Snellen Chart
Cara memeriksa :
Bila pasien dapat membaca kartu pada baris dengan visus 6/6, maka tidak perlu
membaca pada baris berikutnya, karena visus normal
Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus normal,
cek pada 1 baris tersebut
Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris
tersebut dengan false 1.
Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan
false 2.
Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti
14
visusnya berada di baris tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca.
-
Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada baris di
atasnya.
Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat untuk
memfokuskan titik pada penglihatan pasien)
Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya, berarti merupakan kelainan
refraksi
Bila visus sudah mencapai 6/6 setelah dikoreksi, maka lakukan Duke elder test
yaitu test yang bertujuan untuk menghindari over koreksi atau kelebihan ukuran
- di tambah +0.25 secara bersamaan , jika ditambah tambah buram berarti ukuran
sudah cukup
Cara pemeriksaan yang sama berlaku untuk E chart dan cincin Landolt.
-
Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari. Penghitungan
jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart, yaitu 6 m. Bila pasien dapat
menghitung jari pada jarak 6 m, maka visusnya 6/60.
Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, maka maju 1 m dan lakukan
penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60.
Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak 1 m, maka dilakukan pemeriksaan
penglihatan dengan lambaian tangan.
Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat
menggunakan 'pen light'
Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi.
Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti visusnya
15
Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah
tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan
inferior.
Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya
1/~ dengan proyeksi salah.
Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0 (no light perception)
D. KELAINAN REFRAKSI
Emetropia (mata tanpa kelainan refraksi) dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
refraksi mata, dimana sinar sejajar yang dari jarak tak terhingga difokuskan tepat pada
retina tanpa akomodasi. Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) dapat didefinisikan
sebagai suatu keadaan refraksi mata, dimana sinar sejajar dari jarak tak terhingga
difokuskan didepan atau dibelakang retina, pada satu atau dua meridian. Ametropia dapat
ditemukan dalam bentuk kelainan presbiopia, miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun
dekat), dan astigmatisme.
1.
Presbiopia8
Definisi
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses penuaan pada
semua orang. Dengan bertambahnya usia maka semakin kurang kemampuan mata untuk
melihat dekat. Presbiopia terjadi akibat lensa makin keras, sehingga elastisitasnya
berkurang. Demikian pula dengan otot akomodasinya, daya kontraksinya berkurang
sehingga tidak terdapat pengenduran zonula Zinnii yang sempurna.
Presbiopi dikenal sebagai kondisi visual orang diatas usia 40 tahun, dimana insiden
tertinggi pada usia 42-44 tahun. Beberapa hal yang merupakan faktor resiko presbiopi
antara lain : usia (biasanya >40 tahun), hiperopia yang tidak terkoreksi, pekerjaan yang
membutuhkan penggunaan penglihatan jarak dekat, trauma atau penyakit mata
(kerusakan lensa, zonula atau otot siliar), penyakit sistemik (diabetes melitus,
kardiovaskular, insufisiensi vaskular, miastenia gravis), obat-obatan (alkohol, diuretik,
hidrochlorothiazide, antidepresan), atau kurang nutrisi.
16
Etiologi
Penurunan kekuatan akomodasi dari lensa seiring meningkatnya usia akibat dari
perubahan degeneratif lensa (penurunan elastisitas kapsul lensa atau peningkatan ukuran
dan sklerosis progresif dari substansi lensa) dan penurunan kekuatan m.siliaris seiring
dengan peningkatan usia.
Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata
karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul
sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih
keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian
kemampuan melihat dekat makin berkurang.
Klasifikasi
a.
Presbiopi Insipien
Merupakan tahap paling awal di mana penderita menunjukkan gejala membaca cetak
kecil membutuhkan usaha ekstra. Dari anamnesa didapati pasien memerlukan kaca mata
untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya
akan menolak preskripsi kaca mata baca.
b.
Presbiopi Fungsional
Amplitudo akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan ketika
diperiksa.
c.
Presbiopi Absolut
Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana proses akomodasi
Presbiopi Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhubungan dengan
Presbiopi Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh
17
Ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda kecil yang terletak
berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Hal ini semakin buruk pada cahaya
temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau saat subjek lelah. Gejala
Penatalaksanaan
Presbiopi dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi daya fokus
otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbiopia ini diperlukan kacamata baca atau
adisi untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya :
Usia (tahun)
40
45
50
55
60
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 dioptri adalah lensa positif terkuat
yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan akomodasi
bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api lensa +
3,0 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar. Kekuatan lensa kacamata baca sering
disesuaikan dengan kebutuhannya. Seperti seorang ahli music yang membutuhkan jarak
dekat 50 cm untuk membaca not-not sehingga dia membutuhkan kacamata dengan
kekuatan lensa yang lebih kecil.
Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain yang
digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan dengan
presbiopia. Ini termasuk:
a. Koreksi optik dengan lensa
single vision lense
Merupakan pilihan yang tepat bagi beberapa pasien dengan presbiopia. Indikasi
untuk perawatan ini adalah pasien dengan emmetropia, pasien dengan ametropia
18
tingkat rendah (yang tidak memerlukan koreksi jarak), pasien dengan miopi yag
tidak terkoreksi.
Bifokal
Untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang mempunyai garis
horizontal atau yang progresif. Dalam desain yang khas, sebagian besar wilayah
lensa berisi lensa koreksi jarak jauh sedangkan koreksi penglihatan jarak dekat
Kontak Bifokal untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian bawah adalah
2.
Hipermetropia11
Definisi
19
sinar sejajar dari jarak tak terhingga difokuskan di belakang retina tanpa akomodasi. Oleh
karena itu, orang tersebut akan melihat gambaran yang buram.
Gambar Hipermetropia
Etiologi
Hipermetropia dapat berbentuk aksial, kurvatura, indeks, posisional, atau oleh karena
tidak adanya lensa.
1.
2.
3.
4.
5.
20
Hal ini merupakan akibat dari paralisisnya kemampuan akomodasi seperti pada paralisa
n.3 dan oftalmoplegia internal
Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat beratnya :
1. Hipermetropia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang
2. Hipermetropia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D
3. Hipermetropia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi
Klasifikasi hipermetropia berdasarkan akomodasi mata
1. Hipermetropia Laten
a. Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hipermetropia yang
dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata
b. Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia
c. Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia yang
dimilikinya
21
2. Hipermetropia Manifes
a. Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin tanpa
menggunakan sikloplegia
b. Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif yang
digunakan dalam pemeriksaan subjektif
c. Terdiri dari dua komponen :
i.
ii.
22
23
MIOPIA13
Definisi
Kata miopia diambil dari bahasa Yunani muopia yang berarti menutup mata.
Miopia merupakan suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang
berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina, pada kondisi
mata yang tidak berakomodasi. Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan
terletak di depan makula lutea. Hal ini dapat disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu
kuat, miopia refraktif atau bola mata terlalu panjang. Kelainan ini menyebabkan
penglihatan buram untuk jarak jauh, popular dengan istilah nearsightness.
Kata miopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang mana
terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti mata. Ini
memang menyiratkan salah satu ciri ciri penderita myopia yang suka menyipitkan
matanya ketika melihat sesuatu yang baginya tampak kurang jelas, karena dengan cara ini
akan terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik fokus yang tadinya
24
myopia.
Merupakan
anteriorposterior
akibat
dari
peningkatan
panjang
diameter
nukleus.
Simple : Status refraksi mata dengan miopia sederhana tergantung pada daya optik
kornea dan lensa kristal, dan panjang aksial. Mata dengan miopi simple
merupakan mata normal yang terlalu panjang untuk kekuatan optiknya atau
memiliki kekuatan optik yang terlalu kuat untuk panjang aksisnya. Bentuk miopi
ini adalah yang paling umum, biasanya kurang dari 6 Dioptri atau kurang dari 4-5
D. Ketika derajad miopi pada kedua mata tidak sama, hal ini disebut anisomiopia.
Jika salah satu mata emetrop sementara yang lainnya miopi, ini disebut simple
25
respon akomodasi.
Pseudomiopia : akibat dari peningkatan kekuatan refraksi mata akibat dari
overstimulasi pada mekanisme akomodasi mata atau terjadinya spasme siliar.
Dinamakan pseudo karena pasien hanya mengalami miopi jika respon akomodaasi
tidak tepat.
Miopia degeneratif : derajad miopia berkaitan dengan perubahan degeneratif pada
segmen posterior mata. Perubahan degeneratif dapat menyebabkan penurunan
Miopia stasioner
Miopia progresif
e. Berdasarkan umur :
26
27
pada usia sekolah, yaitu usia 8 sampai 12 tahun, hal ini disebut juga school myopia.
Etiologi
Miopia ini merupakan variasi biologis normal pertumbuhan mata yang dapat atau tidak
berkaitan dengan genetik. Beberapa faktor yang berkaitan dengan miopia simpel yaitu :
Miopia simplek tipe aksial hanya merupakan variasi fisiologis panjang bola mata
atau dapat berkaitan dengan pertumbuhan neurologis dini saat usia anak.
Miopia simplek tipe kurvatura dianggap akibat kurang berkembangnya bola mata
Peran diet saat usia anak telah dilaporkan tanpa ada hasil konklusif.
Peran genetik. Genetik berperan pada variasi biologis perkembangan mata, dimana
prevalensi miopia lebih banyak pada anak dengan kedua orang tua miopia (20%)
daripada anak dengan 1 orang tua miopia (10%) dan anak tanpa orang tua miopia
(5%).
Teori pekerjaan jarak dekat berlebihan. Namun teori ini tidak membuktikan adanya
hubungan miopia dengan pekerjaan jarak dekat, menonton televisi dan tidak
melakukan pemakaian kacamata.
Gejala subjektif
penurunan visus untuk jarak jauh adalah keluhan utama miopia
Gejala astenopia dapat terjadi pada pasien dengan miopia ringan
Sering memicingkan mata mungkin dikeluhkan oleh orang tua pasien dengan anak
miopia.
Gejala objektif
Bola mata yang sedikit menonjol
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar.
Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan di sekitar papil saraf optik
Kelainan refraksi: miopia simplek biasa terjadi antara usia 5 -10 tahun dan akan terus
naik sampai usia 18 - 20 tahun. Miopia simplek kelainan refraksinya biasanya tidak
melebihi 6-8 D.
Diagnosis
28
29
3. Night blindness dapat dikeluhkan yang disebabkan kelainan miopia yang sangat
berat dengan perubahan degeneratif signifikan.
Gejala objektif:
1. Mata yang menonjol. Mata yang mengalami pemanjangan adalah bagian
posterior.
30
31
menatap jauh.Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata kanan dengan mata kanan dan
jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visual mata.Jarak pemeriksaan biasanya
meter dan dipakai sinar yang sejajar atau sedikit divergen berkas cahayanya. Bila sinar
yang terpantul dari mata dan tampak di pupil bergerak searah dengan gerakan retinoskop,
tambahkan lensa plus. Terus tambah sampai tampak hampir diam atau hampir terbalik
arahnya. Keadaan ini dikatakan point of reversal (POR), sebaliknya bila terbalik
tambahkan lensa minus sampai diam. Nilai refraksi sama dengan nilai POR dikurangi
dengan ekivalen dioptri untuk jarak tersebut, misalnya untuk jarak meter dikurangi 2
dioptri.
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif biasanya dilakukan pada setiap pasien.
Cara ini sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak kooperatif, cukup
dengan pemeriksaan objektif.Untuk yang tidak terbiasa, pemeriksaan subjektif saja pada
umumnya bisa dilakukan.
Tatalaksana
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk mata
difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan cara :
Cara optik
1.
konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan
menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila
bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan
meletakkan lensa sferis
Lensa kontak
Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini
tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa
kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah menghilangkan
hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah
air mata mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea sehingga permukaan
32
anterior kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan optik mata. Sehingga
permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan penting.
Cara operasi
Ada beberapa cara, yaitu :
1. Insisi Radikal
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan ditinggalkan 4 mm
sebagai zona optik.Pada penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari permukaan
kornea sentral sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk
miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahannya:
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma setelah RK,
terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa
terjadi astigmat irreguler karena penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang
terjadi. Pasien Post RK juga dapat merasa silau saat malam hari.
2. Laser photorefractive keratektomy (PRK)
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior difotoablasi dengan
menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang bisa menyebabkan sentral kornea
menjadi flat. Sama seperti RK, PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.
Kelemahan PRK:
-
Keterlambatan
penyembuhan
epitel
menyebabkan
keterlambatan
pulihnya
penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman selama beberapa minggu.
-
3.
diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan
33
tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini
digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
Motivasi pasien
Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK
Keuntungan LASIK
-
Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena trauma
Kekurangan LASIK
-
Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap putus saat
operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.
Orthokeratology
Metode reversibel nonbedah dengan memakai lensa kontak rigid gas permeabel saat
malam. Metode ini dapat dipertimbangkan untuk koreksi miopia hingga -5D dan dapat
34
Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D (- 4,75)D sekitar 1/6662.
Sedangkan pada (- 5) D (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D
resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada miopia rendah
tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.
b.
serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun
proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan dengan
hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayanganbayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan vitreus
sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk
terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreusdetachment pada miopia
tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.
c.
Miopic makulopaty
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler
pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang berkurang.Dapat
juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan
pandang.Miopia
vaskular
koroid/degenerasi
makular
miopik
juga
merupakan
konsekuensi dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah
yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina.
d.
Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang
4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres
akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada
trabekula.
e.
Skotoma
Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi retina maka
akan timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan daerah penglihatan
35
sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami degenerasi dan mencair berkumpul di
muscae volicantes sehingga menimbulkan bayangan lebar diretina sangat menggangu
pasien dan menimbulkan kegelisahan. Bayangan tersebut cenderung berkembang secara
perlahan dan selama itu pasien tidak pernah menggunakan indera penglihatannya dengan
nyaman sampai akhirnya tidak ada fungsi penglihatan yang tersisa atau sampai terjadi lesi
makula berat atau ablasio retina.
4
ASTIGMATISME
Definisi14
Terminologi astigmatisme berasal dari Bahasa Yunani yang bermaksud tanpa satu
titik. Astigmatisma adalah keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam mata tidak
dipusatkan pada satu titik akan tetapi tersebar atau menjadi sebuah garis (Ilyas, 1989).
Pada keadaan ini terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang
berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu titik.Astigmat
merupakan akibat bentuk kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea
makin tinggi astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat yang
ringan.
Etiologi
Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau terjadi sejak lahir,
jaringan parut pada kornea seteh pembedahan (Ilyas, 2006), ketidakteraturan lengkung
kornea, dan perubahan pada lensa (Nelson, 2000)
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks
refraksi. Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering pada
kornea. anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik menunujukkan.
Kebanyakan kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar dari sumbu
horizontal (sekitar 0,25 D). Ini dikenal dengan astigmatisme direk dan diterima sebagai
keadaan yang fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat
atau sferis tipe astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak pada usia 4 tahun dan
95% pada usia 7 tahun.
Klasifikasi
Astigmatisma dapat dikalsifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi relatif dari 2
36
garis focus (mata yang menderita astigmatisma memiliki 2 garis focus), yakni sebagai
berikut:
a. Simple Myopic Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan
yang lainnya berada di retina.
b. Coumpoud Myopic Astigmatism, yakni jika kedua garis fokus berada di depan
retina.
c. Simple Hyperopic Astigmatism, jika satu garis fokus berada di belakang retina dan
yang lainnya berada di retina.
d. Coumpound Hyperopic Astigmatism, jika kedua garis fokus berada di belakang
retina.
e. Mixed Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan retina dan yang
lainnya berada di belakang retina.
Berdasarkan meridian/ aksisnya, astigmatisma dapat dibedakan menjadi dua, yakni
astigmatisma reguler dan ireguler :
a. Astigmatisma Reguler
Yakni apabila meridian utama pada astigmatisma memiliki orientasi yang konstan
pada setiap titik yang melewati pupil, dan jika jumlah astigmatisma selalu sama pada
setiap titik. Astigmatisma reguler dapat dikoreksi dengan kacamata lensa silindris.
Astigmatisma ini dapat dibedakan menjadi 4:15
1) Astigmatisma with-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada anak-anak,
dimana meridian vertikal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/ kelengkungan
yang lebih besar, dan sebuah koreksi lensa silinder plus dipakai pada/ mendekati
meridian 90.
2) Astigmatisma against-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada orang
dewasa, dimana meridian horizontal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/
kelengkungan yang lebih besar daripada meridian vertikal, dan sebuah koreksi
silinder plus dipakai pada/ mendekati meridian 180
3) Astigmatisma oblik, yakni jika dua meridian utamanya tidak terletak pada/
mendekati 90 atau 180, namun terletak lebih mendekati 45 dan 135
4) Astigmatisma bioblik, yakni jika dua meridian utama tidak terletak pada sudut yang
37
sama satu sama lain, misalnya salah satu pada 30 dan satunya lagi 100.
b. Astigmatisma Ireguler
Terjadi apabila orientasi meridian utama atau jumlah astigmatisma berubah dari titik
ke titik saat melewati pupil. Meskipun meridian utamanya terpisah 90 pada setiap titik,
kadang-kadang pada pemeriksaan retinoskopi atau keratometri, secara keseluruhan,
meridian utama pada kornea ini tidak tegak lurus satu sama lain. Sebenarnya setiap mata
normal memiliki setidaknya sedikit astigmatisma ireguler, dan peralatan seperti
topografer kornea dan wavefront aberrometer
Astigmatisma Reguler
Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara teratur dan
equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan meridian yang lain.
Satu meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang. Dua jenis
meridian ini disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak lurus.
Pada kebanyakan kasus, satu meridian utama terletak secara vertikal dan satunya lagi
terletak horizontal, namun bisa terjadi oblik, namun sudutnya masih saling tegak lurus/
90 satu sama lain.
Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat daripada yang
horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan palpebra ke kornea.Tipe
astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering pada anak-anak.Sementara itu,
apabila meridian horizontal membiaskan cahaya lebih kuat, ini disebut dengan
astigmatisma against-the-rule dan lebih sering pada orang dewasa. Perbedaan refraksi
antara kedua meridian utama ini menggambarkan besarnya astigmatisma dan
direpresentasikan dalam dioptri (D).
Ketika perbedaannya tidak lebih dari sampai dioptri, maka disebut dengan
astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu dikoreksi, karena masih bisa
dikompensasi dan tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang. Namun jika
lebih dari D, ia dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala subjektif.
38
Akan tetapi, astigmatisma tipe reguler ini jarang yang melebihi 6-7 D.
Berdasarkan teori fisika, berbeda dengan lensa sferis, permukaan lensa silindris tidak
memiliki kelengkungan dan kekuatan refraksi yang sama di semua meridian.
Kelengkungan lensa silindris berbeda-beda dari yang kecil hingga yang besar, dengan
nilai yang ekstrim berada di meridian 90.Oleh sebab itu, kekuatan refraksinya berbedabeda dari satu meridian ke meridian lainnya, dan permukaan lensa silindris tidak
memiliki satu titik fokus, namun ada dua garis fokus yang terbentuk. Bentuk umum dari
permukaan astigmatisma adalah sferosilinder, atau torus, yang mirip dengan bentuk bola
football Amerika, dengan kata lain dapat dikatakan sebagai gabungan lensa sferis dan
lensa silindris. Bentuk geometris yang rumit dari seberkas cahaya yang berasal dari satu
sumber titik dan dibiaskan oleh lensa sferosilinder ini disebut dengan istilah conoid of
Sturm.
Conoid of Sturm memiliki dua garis fokus yang sejajar satu sama lain pada meridianmeridian utama pada lensa sferosilinder. Semua berkas cahaya akan melewati setiap
garis-garis fokus ini. Perpotongan melintang conoid of Sturm pada titik-titik yang berbeda
sejauh panjangnya, sebagian besar berbentuk elips, termasuk bagian luar dari dua garis
fokus ini.Pada setiap dioptriknya, dua garis fokus ini memiliki potongan sirkuler.
Potongan sirkuler dari berkas sinar ini disebut circle of least confusion, dan
merepresentasikan fokus terbaik dari lensa sferosilinder, yakni posisi dimana semua sinar
akan terfokus jika lensa memiliki kekuatan sferis yang sama dengan kekuatan sferis ratarata pada semua meridian lensa sferosilinder. Rata-rata kekuatan sferis lensa sferosilinder
merepresentasikan ekuivalen sferis dari lensa, dan dapat dihitung dengan rumus:16
Ekuivalen sferis = sferis + silinder / 2
b.
Astigmatisma Irreguler
Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan unequal
pada meridian-meridian yang sama pada mata. Biasanya merupakan konsekuensi dari
perubahan patologis terutama pada kornea (makula sentral kornea, ulkus, pannus,
keratokonus, dan lain-lain) atau lensa (katarak, opasifikasi kapsul posterior, subluksasi
lensa, dan lain-lain).
Ketajaman visus pada mata dengan astigmatisma ireguler mengalami penurunan dan
kadang-kadang muncul diplopia monokuler atau poliopia.Semua mata memiliki
39
Memiringkan kepala atau disebut dengan titling his head, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
b)
c)
Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk mendapatkan
efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga menyipitkan mata pada
saat bekerja dekat seperti membaca.
d)
Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram, sedang pada penderita astigmatismus
rendah, biasa ditandai dengan gejala gejala sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita
akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek- ucek mata.
Diagnosis
1.
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau
kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pin hole
berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi baik. Bila
ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media
penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan
40
2.
Uji refraksi
Bila
setelah
pemeriksaan
tersebut
diatas
tetap
tidak
tercapai
tajam
Objektif
Autorefraktometer
Yaitu
menentukan
myopia
atau
besarnya
kelainan
refraksi
dengan
Keratometri
Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada
kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta
melihat kisikisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas
terlihat.Bila garis juring pada 90 yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan
sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengansumbu 180. Perlahanlahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi - kisi
astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua
juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan.
Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan- lahan ditaruh lensa
negatif sampai pasien melihat jelas.
4.
Keratoskop
Keratoskopatau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa
41
memerhatikan imej ring pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, ring
tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk
sempurna.
5.
Retinoskopi
Melihat refleks merah pada mata ketika retinoskop digerakan secara vertikal dan
horizontal.
Penatalaksanaan
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan dengan
sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal
(180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder
negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan silinder
positif sumbu vertikal (90o +/- 20o).
Pada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum Jawal :
A.
Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang
B.
2.
Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat menetralisasi
astigmatisma yang terjadi di permukaan kornea.
3.
Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau
dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada bebrapa
prosedur pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk membentuk
kurvatur kornea, dilakukan dengan membuang jaringan dari lapisan dangkal
dan bagian dalam kornea
42
43
BAB III
KESIMPULAN
Intepretasi informasi penglihatan yang tepat tergantung pada kemampuan mata untuk
memfokuskan cahaya yang datang ke retina. Mata memiliki seperangkat komponen optik
yang mampu membiaskan sinar yang melaluinya. Komponen optik tersebut adalah sistem
lensa, terdiri atas kornea, Aqueous humour pada anterior chamber, lensa, dan vitreous
humour pada posterior chamber. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media
refraksi dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda setelah
melalui media refraksi dibiaskan tepat didaerah makula lutea.
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana
terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau
di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Dikenal istilah emetropia
yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan ametropia yang berarti adanya kelainan
refraksi seperti miopia, hipermetropia,astigmat, dan presbiopia.
Mata bukanlah organ yang diciptakan tanpa tujuan,satu tubuh dicipta dengan sistem
yang saling terkait jika mata bermasalah, maka satu tubuh akan suffering . Kelainan
refraksi merupakan kelainan yang dapat dikoreksi, namun terkadang menjadi masalah
yang terabaikan bagi sebagian orang. Mengingat komplikasi morbiditas yang dapat
ditimbulkan, pencegahan dan deteksi dini dari kelainan refraksi amatlah penting ditengah
peralatan diagnostik yang sudah memadai dan pendidikan masyarakat yang sudah lebih
baik.
44
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas H, Sidarta. Kelainan refraksi dan koreksi penglihatan. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2004.
2. Keputusan menteri kesehatan RI nomor 1473/menkes/SK/x/2005 tentang Rencana
Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan untuk
mencapai Vision 2020.
3. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta:
EGC. 2009. Hal 8, 125.
4. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta:
EGC. 2009. Hal 12.
5. Sherwood l. Human Physiology from Cells to System. Ed. 7. Canada :
Brooks/Cole. 2010. Page 198-9.
6. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta:
EGC. 2009. Hal 382-4.
7. Khurana A.K. comprehensive ophthalmology. Fourth edition. India : New age
international. 2007. P.3-1, 89-92, 167-169, 243 245, 249.
8. Mancil GL. Optometric clinical practice guideline care of patient with Presbiopia.
America optometric Association. Reviewed 2010. P. 1-36
9. Patorgis CJ. Presbyopia. In: Amos JF, ed. Diagnosis and management in vision
care. Boston: Butterworths, 1987:203-38.
10. Kleinstein RN. Epidemiology of presbyopia. In: Stark L, Obrecht G, eds.
Presbyopia: recent research and reviews from the third international symposium.
New York: Professional Press Books, 1987:12-8.
11. David AH. Optometric clinical practice guideline care of patient with
Hypermetropia. America optometric Association. Reviewed 2008. P. 1-27
12. Waring GO, Rodrigues MM, Laibson PR. Anterior chamber cleavage syndrome.
A stepladder classification. Surv Ophthalmol 1975; 20:3-27 Thompson HS,
Newsome DA, Lowenfield IE. The fixed dilated pupil. Sudden iridoplegia or
mydriatic drops? A simple diagnostic test. Arch Ophthalmol 1971; 86:21-7.12
13. Amos JF. Optometric clinical practice guideline care of patient with Myopia.
America optometric Association. Reviewed 2008. P. 1-39.
14. Sidarta I. Kelainan Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Jakarta. 2007. Hal. 81
15. Sidarta I. Kelainan Refraksi dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Jakarta. 2007. Hal. 82
45
16. Olujic, SM, 2012. Etiology and Clinical Presentation of Astigmatism. Dalam:
Advances in Ophtalmology; edited by Rumelt S. PP: 167 190. Available at:
www.intechopen.com/download/pdf/29985. Accessed: March 26th 2015.
46