Tak jarang dan mungkin hampir setiap mesjid memakai lambang bulan sabit dan
bintang di kubah-kubah mesjid dan juga hal itu sering kita temui bahwa Bulan
sabit dan bintang ini sering di pakai di dalam motif sajadah.
Hal ketidak tahuan umat tentang asal usul Bulan sabit dan bintang di agama
Islam ini yang tidak pernah di pelajari di sekolah-sekolah, membuat para
pelajar.
Mari kita kaji lebih mendalam tentang asal usul atau sejarah dari munculnya
keidentikan lambang Bulan sabit dan bintang di dalam Agama Islam.
Secara logika
Banyak kesamaan & kemiripan biografi & sejarahnya (90% mungkin lebih atau
sama ? Diantaranya mitos : Horus, Isis, Attis, Mithra, dll nya. Bila ditelusuri,
kepercayaan mereka (paganisme) jauh lebih tua dibandingkan dengan ajaran
masehi. Dimana orang Romawi dulu, menganut paganisme. Mengenai sejarah
yang satu ini, mungkin sudah banyak khalayak umum yang mengetahuinya.
2. Tanggal Kelahiran
* Yesus > Tanggal 25 Desember
* Mithra > Tanggal 25 Desember
* Osiris > Tanggal 25 Desember
* Baachus > Tanggal 25 Desember
3. Pengharapan orang
* Yesus > Mesias yg ditunggu
* Mithra > Perantara yg ditunggu
* Osiris > Pembebas yg ditunggu
* Baachus > Pembebas yg ditunggu
5. Kematian
* Yesus > Mati Disalib
* Mithra > Mati Dibunuh
* Osiris > Mati Dibunuh
* Baachus > Mati Dibunuh
6. Tujuan Kematian
* Yesus > Menebus dosa manusia
* Mithra > Menebus dosa manusia
* Osiris > Menebus dosa manusia
* Baachus > Menebus dosa manusia
7. Kebangkitan
* Yesus > 3 hari dr penyaliban
* Mithra > 3 hari dr pembunuhan
* Osiris > 2 hari 3 malam dari pembunuhan
* Baachus > 3 hari dari pembunuhan
8. Triteisme
* Yesus > Oknum dr Trinitas (Anak,Bapa,Roh Kudus)
* Mithra > Oknum dr Tridewa (Mitra,Ahirman,Ohrzmad)
* Osiris > Oknum dr Tridewa (Osiris,Isis,Horus)
* Baachus > Oknum dr Tridewa (Baachus,Apolos,Yupiter)
(1) Mereka yang lahir pada atau sangat dekat dengan Hari Natal kita.
(2) Mereka yang lahir dari seorang Perawan-Ibu.
(3) Mereka menjalani kehidupan kerja keras untuk umat manusia.
(4) Mereka menjalani kehidupan kerja keras untuk umat manusia.
(5) Dan disebut dengan nama-pembawa Cahaya, Penyembuh, Pengantara,
Juruselamat, Pembebas.
Tetapi hanya TUHAN lah SOSOK yang pantas kita sebut sebagai Sang
Juru Selamat Manusia.
Pada abad kedua (kira-kira seratus tahun setelah Yesus wafat) salib
dipakai orang Kristen. C. S. Lewis, seorang munsyi sekaligus apologet Kristen
pernah bertutur, “salib mulai menjadi seni yang umum dipakai oleh gereja pada
saat semua orang yang pernah melihat salib yang sesungguhnya mati.” Pada
puncaknya, salib dipakai sebagai lambang resmi agama Kristen setelah kaisar
Roma, Konstantinus Agung, bertobat. Pada tahun 300-an kaisar itu
memaklumatkan agama Kristen sebagai agama resmi Roma dan menggunakan
salib sebagai lambang. Mengapa akhirnya agama Kristen memilih salib sebagai
identitasnya? Mengapa bukan palungan, lidah api, mahkota, atau kubur yang
kosong? Jawabannya karena salib adalah inti kehidupan Tuhan Yesus, sekaligus
jantung kekristenan. Bagi orang Kristen, salib bukan sekadar tempat eksekusi
yang terkeji karena di atasnya sang terhukum digantung untuk merasakan
siksaan yang tak terperi detik demi detik, bahkan selama berhari-hari. Salib
juga bukan sekadar alat pengukum mati yang terhina karena sebelumnya
terhukum yang memikul salibnya harus diarak keliling kota untuk
dipermalukan. Salib, dari perspektif orang percaya, mengandung makna yang
amat penting.
Sang Khalik adalah Guru yang ulung. Betapa tidak? Saat mengajar
tentang makna salib, Allah tidak menjelaskannya begitu saja. Allah
menggunakan alat peraga, bahkan mengajak umat-Nya untuk terlibat dengan
alat itu. Untuk menolong umat-Nya memahami arti salib, Allah memakai
“kurban.”
Secara umum, kurban dapat dibagi menjadi dua jenis. Yang pertama
ialah kurban yang dipersembahkan untuk menyembah dan mengucap syukur pada
Allah. Sedangkan jenis yang kedua adalah kurban yang dipersembahkan untuk
memohon pengampunan dosa. Ketika seorang Israel berbuat dosa, ia harus
mengambil hewan, entah itu lembu atau kambing, menyembelihnya dan
mempersembahkan kepada Tuhan menurut aturan yang telah ditentukan Tuhan.
Setahun sekali seorang imam besar, yaitu pimpinan dari orang-orang yang
bertugas melaksanakan segala bentuk ibadah di bait Allah, harus menyembelih
beberapa hewan (aturan secara mendetail dapat dilihat dalam Imamat 16) untuk
menghapus dosa seluruh umat Israel.
Hal-hal apakah yang hendak Allah ajar melalui alat peraga kurban?
Pertama, semua bentuk dosa mendatangkan hukuman dari Allah. Dosa itu
ibarat sejumlah hutang yang harus dibayar dengan hukuman dari Allah. Namun,
seorang pendosa dapat luput dari hukuman bila ada pihak lain yang
menggantikannya. Dalam hal ini, hewan-hewanlah yang harus menanggung
hukuman itu. Namun, Alkitab mencatat bahwa hewan kurban yang
dipersembahkan kepada Allah tidaklah cukup untuk menghapuskan hukuman
dosa. Mengapa demikian? Selain karena kurban itu dipersembahkan oleh imam
yang berdosa (Ibr. 7:27), kurban-kurban itu hanya dapat menghapus dosa-dosa
yang dilakukan tanpa sengaja (Ibr. 9:6-7 bdk. Im. 4:2).
Sebetulnya sedari awal bau peperangan antara Anak Allah dan iblis
telah tercium. Sejak kelahiran Yesus, iblis telah berusaha untuk
menghancurkan-Nya. Melalui tangan Raja Herodes yang bengis, iblis
berkeinginan melenyapkan Sang Bayi kudus. Tak cuma itu, iblis berusaha dengan
berbagai cara untuk menggoda agar Yesus jatuh. Iblis memberanikan diri
menjumpai Yesus untuk melancarkan serangan mautnya setelah Yesus berpuasa
empat puluh hari empat puluh malam lamanya. iblis pun memperalat orang
banyak untuk membujuk Yesus agar membelok dari misi-Nya untuk menjadi raja
duniawi (Yoh 6:15). Iblis juga tak kurang licik, ia memakai Petrus, yang baru
saja memproklamirkan ke-Mesiasan Yesus di depan para murid, untuk
memengaruhi Yesus agar Ia meninggalkan jalan salib. Namun, Yesus menghardik
Petrus dan berkata, “Enyahlah iblis!” (Mat. 16:23). Puncak peperangan itu ialah
salib. Godaan untuk tidak menaati kehendak Bapa telah mengepung Yesus
semenjak di Getsemani. Pertempuran Yesus melawan godaan iblis itu bertambah
berat karena Ia harus menghadapinya sendirian. Di saat genting, murid-murid-
Nya justru ngacir meninggalkan-Nya. Ada yang menjual, ada pula yang
menyangkali-Nya. Sisanya tidak lebih baik. Mereka juga “menjual” Yesus
dengan keselamatan mereka sendiri. Tetapi pergumulan itu jadi maha berat,
karena Sang Bapa meninggalkan Anak-Nya sebatang kara. Yesus benar-benar
berjuang sendiri. Tapi puji Tuhan, Yesus menang! Sampai saat terakhir Yesus
tetap taat dan tidak berdosa. Ia telah menang atas segala macam tipu muslihat
dan godaan bapa pendusta itu. Di atas salib iblis telah diremukkan (Kej. 3:15).
Tetapi kisah perang ini belum usai. Sampai kini raja maut dan antek-anteknya
terus berupaya menghancurkan para pengikut Kristus (mis. Ef. 6:12). Sayang,
tak banyak anak Allah menyadari bahwa mereka sedang berada di tengah-
tengah kancah perang. Hanya sebagian kecil yang bersiap siaga. Sisanya,
sedang leha-leha. Ketika serangan itu datang,orang-orang itu langsung
mengibarkan bendera putih. Menyerah kalah. Padahal di atas salib,Yesus, telah
mematahkan kuasa Sang Maut. Kemenangan Yesus di atas salib telah menjamin
kemenangan kita. Hanya, kita harus selalu waspada, senantiasa memakai
peralatan perang rohani. Berjaga-jaga di dalam doa dan terus mengasah pedang
roh, yaitu dengan merenungkan firman Tuhan dan melakukannya dengan setia
(Ef. 6:13-18).
KEKRISTENAN
Memang pengertian umum adalah bahwa kekristenan itu benar-benar ajaib dan
dislokasi penempatan ke dalam tatanan lama dari dunia; dan bahwa dewa-dewa
kafir (seperti dalam Himne Milton di Kelahiran) melarikan diri dengan cemas
sebelum tanda salib, dan pada suara nama Yesus .
Agama Hindu
Kumpulan artikel tentang Hindu
Agama Hindu
Sanātana Dharma सनातन धमर "Kebenaran Abadi" [1]),dan Vaidika-Dharma
("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua
India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang
merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan
muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di
dunia yang masih bertahan hingga kini.[2][3] Agama ini merupakan agama ketiga
terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat
sebanyak hampir 1 milyar jiwa.[4]
Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini
terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia
Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan
Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga
Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia
adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok,
Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).
Etimologi
Dalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta).
[5]
Dalam Regweda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta
Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah
satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata
Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18) —
sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk
pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu.
Keyakinan dalam Hindu
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena
memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama
Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha
Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta
menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala
yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam
beragam bentuk.
Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan
Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima
keyakinan tersebut, yakni:
1. Widhi Tattwa – percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala
aspeknya
2. Atma Tattwa – percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
3. Karmaphala Tattwa – percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam
setiap perbuatan
4. Punarbhawa Tattwa – percaya dengan adanya proses kelahiran kembali
(reinkarnasi)
5. Moksa Tattwa – percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan
akhir manusia
Widhi Tattwa
Omkara. Aksara suci bagi umat Hindu yang melambangkan "Brahman" atau
"Tuhan Sang Pencipta"
Atma tattwa merupakan kepercayaan bahwa terdapat jiwa dalam setiap makhluk
hidup. Dalam ajaran Hinduisme, jiwa yang terdapat dalam makhluk hidup
merupakan percikan yang berasal dari Tuhan dan disebut Atman. Jiwatma
bersifat abadi, namun karena terpengaruh oleh badan manusia yang bersifat
maya, maka Jiwatma tidak mengetahui asalnya yang sesungguhnya. Keadaan itu
disebut Awidya. Hal tersebut mengakibatkan Jiwatma mengalami proses
reinkarnasi berulang-ulang. Namun proses reinkarnasi tersebut dapat diakhiri
apabila Jiwatma mencapai moksa[7].
Dalam keyakinan umat Hindu, Moksa merupakan suatu keadaan di mana jiwa
merasa sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena
tidak terikat lagi oleh berbagai macam nafsu maupun benda material. Pada saat
mencapai keadaan Moksa, jiwa terlepas dari siklus reinkarnasi sehingga jiwa
tidak bisa lagi menikmati suka-duka di dunia. Oleh karena itu, Moksa menjadi
tujuan akhir yang ingin dicapai oleh umat Hindu.
Konsep ketuhanan
Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan rentang sejarahnya yang
panjang menunjukkan bahwa agama Hindu telah melewati segala paham
ketuhanan yang pernah ada di dunia.[9] Menurut penelitian yang dilakukan oleh
para sarjana, dalam tubuh Agama Hindu terdapat beberapa konsep ketuhanan,
antara lain henoteisme, panteisme, monisme, monoteisme, politeisme, dan
bahkan ateisme. Konsep ketuhanan yang paling banyak dipakai adalah
monoteisme (terutama dalam Weda, Agama Hindu Dharma dan Adwaita
Wedanta), sedangkan konsep lainnya (ateisme, panteisme, henoteisme, monisme,
politeisme) kurang diketahui. Sebenarnya konsep ketuhanan yang jamak tidak
diakui oleh umat Hindu pada umumnya karena berdasarkan pengamatan para
sarjana yang meneliti agama Hindu tidak secara menyeluruh.
Monoteisme
Dalam agama Hindu pada umumnya, konsep yang dipakai adalah monoteisme.
Konsep tersebut dikenal sebagai filsafat Adwaita Wedanta yang berarti "tak
ada duanya". Selayaknya konsep ketuhanan dalam agama monoteistik lainnya,
Adwaita Wedanta menganggap bahwa Tuhan merupakan pusat segala kehidupan
di alam semesta, dan dalam agama Hindu, Tuhan dikenal dengan sebutan
Brahman.
Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman merupakan sesuatu yang tidak berawal
namun juga tidak berakhir. Brahman merupakan pencipta sekaligus pelebur alam
semesta. Brahman berada di mana-mana dan mengisi seluruh alam semesta.
Brahman merupakan asal mula dari segala sesuatu yang ada di dunia. Segala
sesuatu yang ada di alam semesta tunduk kepada Brahman tanpa kecuali. Dalam
konsep tersebut, posisi para dewa disetarakan dengan malaikat dan enggan
untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri, melainkan dipuji atas jasa-jasanya
sebagai perantara Tuhan kepada umatnya.
Filsafat Adwaita Wedanta menganggap tidak ada yang setara dengan Brahman,
Sang pencipta alam semesta. Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman hanya ada
satu, tidak ada duanya, namun orang-orang bijaksana menyebutnya dengan
berbagai nama sesuai dengan sifatnya yang maha kuasa. Nama-nama kebesaran
Tuhan kemudian diwujudkan ke dalam beragam bentuk Dewa-Dewi, seperti
misalnya: Wisnu, Brahma, Siwa, Laksmi, Parwati, Saraswati, dan lain-lain.
Dalam Agama Hindu Dharma (khususnya di Bali), konsep Ida Sang Hyang Widhi
Wasa merupakan suatu bentuk monoteisme asli orang Bali.
Panteisme
Dalam salah satu Kitab Hindu yakni Upanishad, konsep yang ditekankan adalah
panteisme. Konsep tersebut menyatakan bahwa Tuhan tidak memiliki wujud
tertentu maupun tempat tinggal tertentu, melainkan Tuhan berada dan menyatu
pada setiap ciptaannya, dan terdapat dalam setiap benda apapun[10], ibarat
garam pada air laut. Dalam agama Hindu, konsep panteisme disebut dengan
istilah Wyapi Wyapaka. Kitab Upanishad dari Agama Hindu mengatakan bahwa
Tuhan memenuhi alam semesta tanpa wujud tertentu, beliau tidak berada di
surga ataupun di dunia tertinggi namun berada pada setiap ciptaannya.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ateisme dalam Hindu
Agama Hindu diduga memiliki konsep ateisme (terdapat dalam ajaran Samkhya) yang
dianggap positif oleh para teolog/sarjana dari Barat. Samkhya merupakan ajaran
filsafat tertua dalam agama Hindu yang diduga menngandung sifat ateisme. Filsafat
Samkhya dianggap tidak pernah membicarakan Tuhan dan terciptanya dunia beserta
isinya bukan karena Tuhan, melainkan karena pertemuan Purusha dan Prakirti, asal mula
segala sesuatu yang tidak berasal dan segala penyebab namun tidak memiliki
penyebab[11]. Oleh karena itu menurut filsafat Samkhya, Tuhan tidak pernah campur
tangan. Ajaran filsafat ateisme dalam Hindu tersebut tidak ditemui dalam pelaksanaan
Agama Hindu Dharma di Indonesia, namun ajaran filsafat tersebut (Samkhya)
merupakan ajaran filsafat tertua di India. Ajaran ateisme dianggap sebagai salah satu
sekte oleh umat Hindu Dharma dan tidak pernah diajarkan di Indonesia.
Sebuah ilustrasi dalam kitab Mahabharata, salah satu Itihasa (wiracarita Hindu).
Agama Buddha
Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya
sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama
tertua yang masih dianut di dunia. Selama masa ini, agama ini sementara
berkembang, unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan
Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses
perkembangannya ini, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua
Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai dengan perkembangan banyak aliran
dan mazhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang utama di antaranya adalah
aliran tradisi Theravada, Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana),yang
sejarahnya ditandai dengan masa pasang dan surut.
Kehidupan Buddha
Kapital (pucuk pilar) sebuah pilar yang didirikan oleh maharaja Asoka di Sarnath
+/- 250 SM.
Periode ini menandai penyebaran agama Buddha di luar India. Menurut prasasti
dan pilar yang ditinggalkan Asoka (piagam-piagam Asoka), utusan dikirimkan ke
pelbagai negara untuk menyebarkan agama Buddha, sampai sejauh kerajaan-
kerajaan Yunani di barat dan terutama di kerajaan Baktria-Yunani yang
merupakan wilayah tetangga. Kemungkinan besar mereka juga sampai di daerah
Laut Tengah menurut prasasti-prasasti Asoka.
Dunia Helenistik
Beberapa prasati Piagam Asoka menulis tentang usaha-usaha yang telah
dilaksanakan oleh Asoka untuk mempromosikan agama Buddha di dunia Helenistik
(Yunani), yang kala itu berkesinambungan tanpa putus dari India sampai Yunani.
Piagam-piagam Asoka menunjukkan pengertian yang mendalam mengenai sistem
politik di wilayah-wilayah Helenistik: tempat dan lokasi raja-raja Yunani penting
disebutkan, dan mereka disebut sebagai penerima dakwah agama Buddha:
Antiokhus II Theos dari Kerajaan Seleukus (261–246 SM), Ptolemeus II
Filadelfos dari Mesir (285–247 SM), Antigonus Gonatas dari Makedonia (276–
239 SM), Magas dari Kirene (288–258 SM), dan Alexander dari Epirus (272–
255 SM).
Kemudian, menurut beberapa sumber dalam bahasa Pali, beberapa utusan Asoka
adalah bhiksu-bhiksu Yunani, yang menunjukkan eratnya pertukaran agama
antara kedua budaya ini:
Batu-batu nisan Buddha dari era Ptolemeus juga ditemukan di kota Alexandria,
dengan hiasan Dharmacakra (Tarn, "The Greeks in Bactria and India"). Dalam
mengkomentari keberadaan orang-orang Buddha di Alexandria, beberapa pakar
menyatakan bahwa “Kelak pada tempat ini juga beberapa pusat agama Kristen
yang paling aktif didirikan” (Robert Linssen "Zen living").
Katolik
Kata Katolik berasal dari kata sifat bahasa Yunani, καθολικός (katholikos),
artinya "universal". Dalam konteks eklesiologi Kristen, kata Katolik memiliki
sejarah yang kaya sekaligus beberapa makna. Bagi sebagian pihak, istilah
"Gereja Katolik" bermakna Gereja yang berada dalam persekutuan penuh dengan
Uskup Roma, terdiri atas Ritus Latin dan 22 Gereja Katolik Timur; makna inilah
yang umum dipahami di banyak negara. Bagi umat Protestan, "Gereja Katolik"
atau yang sering diterjemahkan menjadi "Gereja Am" bermakna segenap orang
yang percaya kepada Yesus Kristus di seluruh dunia dan sepanjang masa, tanpa
memandang "denominasi". Umat Gereja Ortodoks Timur, Gereja Anglikan,
Gereja Lutheran dan beberapa Gereja Metodis percaya bahwa Gereja-Gereja
mereka adalah katolik, dalam arti merupakan kesinambungan dari Gereja
universal mula-mula yang didirikan oleh para rasul. Baik Gereja Katolik Roma
maupun Gereja Ortodoks percaya bahwa Gerejanya masing-masing adalah satu-
satunya Gereja yang asli dan universal. Dalam "Kekristenan Katolik" (Termasuk
Komuni Anglikan), para uskup dipandang sebagai pejabat tertinggi dalam agama
Kristen, sebagai gembala-gembala keesaan dalam persekutuan dengan segenap
Gereja dan dalam persekutuan satu sama lain. Katolik dianggap sebagai salah
satu dari Empat Ciri Gereja. Ketiga ciri lainnya adalah Satu, Kudus, dan
Apostolik, sesuai Kredo Nicea tahun 381: "Aku percaya akan Gereja yang satu,
kudus, katolik, dan apostolik."
Sepucuk surat yang ditulis oleh Ignatius kepada umat Kristiani di Smyrna
sekitar tahun 106 adalah bukti tertua yang masih ada mengenai penggunaan
istilah Gereja Katolik (Surat kepada jemaat di Smyrna, 8). Gereja Katolik
digunakan Ignatius untuk menyebut Gereja universal dalam persekutuan dengan
Uskup Roma (Sri Paus). Kaum bidaah tertentu pada masa itu, yang menyangkal
bahwa Yesus adalah insan jasmaniah yang benar-benar menderita sengsara dan
wafat, dan justru berkata bahwa "dia hanya tampak seolah-olah menderita
sengsara" (Surat kepada jemaat di Smyrna, 2), bukanlah umat Kristiani sejati
dalam pandangan Ignatius. Istilah Gereja Katolik juga digunakan dalam
Kemartiran Polikarpus pada 155, dan dalam Canon Muratorianus, sekitar 177.
Theodosius I
Istilah Kristen Katolik termuat dalam undang-undang kekaisaran Romawi tatkala
Theodosius I, Kaisar Romawi dari 379 sampai 395, mengkhususkan nama
tersebut bagi para penganut "agama yang diajarkan kepada orang-orang Romawi
oleh Rasul Petrus yang suci, karena agama itu telah terpelihara berkat tradisi
yang kuat dan yang kini dianut oleh Pontif (Paus) Damasus dan oleh Petrus,
Uskup Aleksandria ...sedangkan bagi orang-orang lain, karena menurut penilaian
kami mereka adalah orang-orang gila yang bodoh, kami nyatakan bahwa mereka
harus ditandai dengan sebutan nista sebagai kaum bidaah, dan tidak boleh
menyebut tempat-tempat pertemuan mereka sebagai gereja-gereja." Undang-
undang 27 Februari 380 ini termaktub dalam kitab 16 dari Codex Theodosianus.
Undang-undang ini mengukuhkan Kristianitas Katolik sebagai agama resmi
Kekaisaran Romawi.
"Dalam Gereja Katolik, ada banyak hal lain yang layak membuat saya
tetap berada dalam rahimnya. Kesepahaman orang-orang dan bangsa-
bangsa membuat saya bertahan dalam Gereja; begitu pula otoritasnya,
dikukuhkan oleh mukjizat-mukjizat, disuburkan oleh pengharapan,
diperbesar oleh kasih, dan diperkokoh oleh usia. Suksesi para imam
membuat saya bertahan, mulai dari tahta Rasul Petrus sendiri, yang
kepadanya Tuhan, sesudah kebangkitanNya, memberi tugas untuk
menggembalakan domba-dombaNya (Jn 21:15-19), turun sampai para
uskup yang ada sekarang.
"Dan begitulah, akhirnya, dengan nama Katolik, yang, bukan tanpa
alasan, di tengah-tengah begitu banyak bidaah, telah dipertahankan
Gereja; sehingga, sekalipun semua kaum bidaah ingin disebut umat
Katolik, namun bilamana ada orang asing yang bertanya di manakah
Gereja katolik berhimpun, tidak satupun bidaah yang sanggup menunjuk
kapel atau rumahnya sendiri.
"Sebanyak itulah jumlah dan makna ikatan-ikatan mulia yang dimiliki
nama Kristiani itu yang menahan seorang beriman agar tetap dalam
Gereja Katolik, sebagaimana yang seharusnya ... Dengan kamu, di mana
tak ada satu pun hal-hal ini untuk memikat atau menahan saya... Tak
seorangpun dapat melepaskan saya dari iman yang mengikat pikiran saya
dengan ikatan-ikatan yang begitu banyak dan begitu kuat pada agama
Kristiani... Di pihak saya, saya tidak percaya akan injil kecuali
digerakkan oleh otoritas Gereja Katolik."
— St. Augustinus (354–430): Melawan Epistola kaum Manikeus yang
disebut Fundamental, bab 4: Bukti-bukti iman Katolik.
• Perpecahan pertama pada gereja terjadi pada saat Konsili Efesus (431),
yang menyatakan status Perawan Maria sebagai Theotokos (Bunda Allah).
Kebanyakan yang menolak hasil keputusan ini adalah Kristen Persia,
gereja yang sekarang dikenal sebagai Gereja Asiria Timur.
• Perpecahan berikut terjadi setelah Konsili Khalsedon (451). Konsili ini
menolak monofisit. Umat Kristen yang menolak ini dikenal sebagai Komuni
Oriental Ortodoks.
• Perpecahan besar pertama dalam Gereja Katolik terjadi pada abad 11.
Masalah perbedaan doktrin tentang rumusan Pengakuan Iman Nicea-
Konstantinopel (lihat filioque). Gereja Katolik pun terbagi menjadi dua,
yaitu "Barat" dan "Timur". Inggris, Prancis, Roma dan negara-negara
Skandinavia termasuk Gereja "Barat" (Gereja Katolik Roma). Sedangkan
Yunani, Rusia, Suriah, Mesir termasuk dalam Gereja "Timur" (Gereja
Ortodoks Timur). Perpecahan ini dikenal sebagai Skisma Timur-Barat.
• Perpecahan terbesar dalam Gereja Katolik Roma terjadi pada abad ke-
16 dengan adanya Reformasi Protestan yang melahirkan gereja-gereja
Protestan.
• Perpecahan terakhir terjadi ketika Raja Henry VIII dari Inggris
memisahkan seluruh gereja-gereja di kerajaannya dari persekutuan
dengan Paus karena permintaannya untuk menikah kedua kalinya
sementara istri pertamanya masih hidup ditolak. Kelompok gereja inilah
yang dikenal sebagai Gereja Anglikan Inggris.
Seluruh grup di atas kecuali Protestan masih menyebut persekutuan mereka
sebagai Katolik. Dewasa ini, semakin banyak Gereja-Gereja Timur yang kembali
ke dalam persekutuan penuh dengan Roma, namun dengan tetap mempertahankan
tata cara beribadah mereka. Kelompok ini dikenal dengan sebutan Gereja
Katolik ritus Timur.
Sakramen
Gereja Katolik mengajarkan bahwa Yesus Kristus menginstitusikan tujuh
sakramen, tidak lebih dan tidak kurang, baik menurut Kitab Suci maupun Tradisi
Suci dan sejarah Gereja. Adapun sakramen yang diakui oleh Gereja Katolik
Roma sebagai berikut:
• Baptis
• Penguatan/Krisma
• Ekaristi
• Pengakuan dosa
• Pengurapan orang sakit
• Imamat
• Pernikahan
Dalam ajaran Katolik, sakramen adalah berkat penyelamatan khusus yang oleh
Yesus Kristus diwariskan kepada gereja. Santo Agustinus menyebut sakramen
sebagai "tanda kelihatan dari rahmat Allah yang tidak kelihatan".
Katolik di Indonesia
Pada awal kehadiran agama ini kurang mendapatkan tanggapan baik di tengah
masyarakat karena dianggap sebagai proses kolonial karena disebarkan oleh
bagian dari masyarakat kolonial pada masa itu sehingga sering disebut "agama
kafir". Sebenarnya penyebaran agama Katolik sudah dimulai sejak kedatangan
Portugis di Indonesia yang dilakukan oleh beberapa misionaris pada abad ke-16
dan abad ke-17 di bagian timur seperti di Maluku dan Flores. Agama katolik
baru memasuki tanah Jawa pada masa pemerintahan Herman Willem Daendels di
Batavia awal abad-19 dengan didirikan gereja pertama disana pada tahun 1807
dan disertai dengan diakuinya oleh Vatikan. Pada 2005, sekitar 3,05%–
7.380.203 dari 241.973.879 penduduk Indonesia, beragama Katolik
MAKALAH AGAMA