Anda di halaman 1dari 27

Lambang bulan sabit dan bintang

mengapa identik dengan Islam????

Tak jarang dan mungkin hampir setiap mesjid memakai lambang bulan sabit dan
bintang di kubah-kubah mesjid dan juga hal itu sering kita temui bahwa Bulan
sabit dan bintang ini sering di pakai di dalam motif sajadah.
Hal ketidak tahuan umat tentang asal usul Bulan sabit dan bintang di agama
Islam ini yang tidak pernah di pelajari di sekolah-sekolah, membuat para
pelajar.

Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku". QS. Al-Kaafiruun ayat 6

Mari kita kaji lebih mendalam tentang asal usul atau sejarah dari munculnya
keidentikan lambang Bulan sabit dan bintang di dalam Agama Islam.

Beberapa versi pengamat sejarah mengatakan bahwa sebenarnya asal muasal


lambang bulan bintang berasal dari lambang khilafah Islamiyah terakhir yang
dimiliki umat Islam, yaitu Khilafah Turki Utsmani. Sebagian Eropa sudah jatuh
ke tangan Islam, yaitu wilayah Spanyol dengan kota-kotanya antara lain:
Cordova, Seville, Granda dan seterusnya, namun jantung Eropa belum pernah
jatuh secara serius ke tangan Islam. Muhammad Al-Fatih berhasil menjatuhkan
kota konstantininopel itu dan menjadikannya sebagai ibu kota Khilafah Turki
Utsmani. Serta menjadikannya pusat peradaban Islam. Wilayahnya adalah tiga
benua dengan semua peradaban yang ada di dalamnya. Saat itu bulan sabit
digunakan untuk melambangkan posisi tiga benua itu. Ujung yang satu
menunjukkan benua Asia yang ada di Timur, ujung lainnya mewakili Afrika yang
ada di bagian lain dan di tengahnya adalah Benua Eropa. Sedangkan lambang
bintang menunjukkan posisi ibu kota yang kemudian diberi nama Istambul yang
bermakna “KOTA ISLAM”. Bendera bulan sabit ini adalah bendera resmi umat
Islam saat itu, karena seluruh wilayah dunia Islam berada di bahwa satu
naungan khilafah Islamiyah. Tidak seperti sekarang ini yang terpecah-pecah
menjadi sekian ratus negara yang berdiri sendiri hasil dari jajahan barat.
Wajar kalau lambang itu begitu melekat di hati umat dari ujung barat Maroko
sampai ujung Timur Marauke. Inilah lambang yang pernah dimiliki oleh umat
Islam secara bersama, bulan dan bintang. Dan lambang ini kemudian seolah
menjadi lambang resmi umat Islam dan selalu muncul di kubah-kubah masjid.
Dan kalau kita perhatikan, nyaris hampir semua kubah masjid di berbagai
belahan dunia punya lambang ini. Di Indonesia penggunaan lambang bintang dan
bulan sabit berserakan di setiap sudut permukiman. Yang dimaksud adalah
lambang bulan sabit dan bintang yang terpasang di atas kubah ‘bawang’
aluminium. Kubah ‘bawang’ telah menjadi salah satu mata pencaharian sangat
besar perajin aluminium. Saat ini kebanyakan orang Indonesia merasa kurang
afdhal jika tidak terpasang kubah ‘bawang’ di atap masjid. Tentu saja, di
atasnya terlihat mencuat lambang bulan sabit dan bintang. Kadang-kadang
terpasang juga sebentuk lafazh nama ‫‘ اﷲ‬Allah’. Dan banyak institusi umat Islam
yang juga memakai lambang ini, misalnya Masyumi di masa lalu. Bahkan di
zaman reformasi, di Indonesia muncul Partai Bulan Bintang yang lambangnya
bulan bintang. Ada lagi partai-partai politik ‘berhaluan Islam’ yang menggunakan
lambang bintang yang dikombinasikan dengan lambang lain, misalnya Partai
Nahdlatul Ummat dan Partai Kebangkitan Ummat. Partai-partai itu merupakan
tempat bernaung warga Nahdlatul Ulama (NU). Oleh karena itu, yang digunakan
pada dasarnya adalah lambang NU juga: jagat lintang sanga (bumi dan sembilan
bintang).

Partai Nahdlatul Ummat Partai Kebangkitan Umat


Kristiani

Secara logika

Banyak kesamaan & kemiripan biografi & sejarahnya (90% mungkin lebih atau
sama ? Diantaranya mitos : Horus, Isis, Attis, Mithra, dll nya. Bila ditelusuri,
kepercayaan mereka (paganisme) jauh lebih tua dibandingkan dengan ajaran
masehi. Dimana orang Romawi dulu, menganut paganisme. Mengenai sejarah
yang satu ini, mungkin sudah banyak khalayak umum yang mengetahuinya.

Mithraisme, salah satu dari agama-agama utama Kekaisaran Romawi, pemujaan


Mithra, Persia kuno dewa cahaya dan kebijaksanaan.

1. Dianggap Tuhan atau Dewa


* Yesus > Tuhan Kristen
* Mithra > Dewa Persia Kuno
* Osiris > Dewa Mesir Kuno
* Baachus > Tuhan Yunani Kuno

2. Tanggal Kelahiran
* Yesus > Tanggal 25 Desember
* Mithra > Tanggal 25 Desember
* Osiris > Tanggal 25 Desember
* Baachus > Tanggal 25 Desember

3. Pengharapan orang
* Yesus > Mesias yg ditunggu
* Mithra > Perantara yg ditunggu
* Osiris > Pembebas yg ditunggu
* Baachus > Pembebas yg ditunggu

4. Lahir dari Ibu Perawan


* Yesus > Seorang perawan Maria
* Mithra > Seorang perawan Aishev
* Osiris > Seorang perawan Naeith
* Baachus > Seorang perawan Demeter

5. Kematian
* Yesus > Mati Disalib
* Mithra > Mati Dibunuh
* Osiris > Mati Dibunuh
* Baachus > Mati Dibunuh

6. Tujuan Kematian
* Yesus > Menebus dosa manusia
* Mithra > Menebus dosa manusia
* Osiris > Menebus dosa manusia
* Baachus > Menebus dosa manusia

7. Kebangkitan
* Yesus > 3 hari dr penyaliban
* Mithra > 3 hari dr pembunuhan
* Osiris > 2 hari 3 malam dari pembunuhan
* Baachus > 3 hari dari pembunuhan

8. Triteisme
* Yesus > Oknum dr Trinitas (Anak,Bapa,Roh Kudus)
* Mithra > Oknum dr Tridewa (Mitra,Ahirman,Ohrzmad)
* Osiris > Oknum dr Tridewa (Osiris,Isis,Horus)
* Baachus > Oknum dr Tridewa (Baachus,Apolos,Yupiter)

9. Kedatangan kedua kali ke dunia


* Yesus > Menjelang kiamat
* Mithra > Menjelang kiamat
* Osiris > Menjelang kiamat
* Baachus > Menjelang kiamat
tentu saja tidak bisa panjang lebar masuk ke dalam sekte yang berbeda ini,
tapi dari semua atau hampir semua yang disebutkan di atas dewa itu berkata
dan percaya bahwa:

(1) Mereka yang lahir pada atau sangat dekat dengan Hari Natal kita.
(2) Mereka yang lahir dari seorang Perawan-Ibu.
(3) Mereka menjalani kehidupan kerja keras untuk umat manusia.
(4) Mereka menjalani kehidupan kerja keras untuk umat manusia.
(5) Dan disebut dengan nama-pembawa Cahaya, Penyembuh, Pengantara,
Juruselamat, Pembebas.

Tetapi hanya TUHAN lah SOSOK yang pantas kita sebut sebagai Sang
Juru Selamat Manusia.

Dari penjelasan diatas, terlihat memang banyak ”Kemiripan” saja, namun


hal tersebut mungkin belum tentu benar . ini baru sedikit kesamaan dari
berbagai macam (banyak) kesamaan yang lain. Orang-orang Kristen Romawi,
mengabaikan kelahiran beliau (Yesus), menetapkan secara sungguh-sungguh
perayaan 25 Desember, Kebudayaan Yunani-Roma yang pagan telah
mempengaruhi Nasrani secara telak. Bahkan istilah-istilah yang mereka gunakan
juga merupakan bahasa Yunani. Gambar Yesus dan para Santo juga sering
digambarkan sebagai manusia yang ada cahaya Matahari di atas kepalanya, Hal
ini memang tidak terbantahkan hingga kini. "Mitos Kristen pertama kali
berhubungan dari Horus atau Osiris, yang merupakan perwujudan dari kebaikan
ilahi, kebijaksanaan, kebenaran dan kemurnian . Ini adalah pahlawan terbesar
yang pernah hidup dalam pikiran manusia - bukan dalam daging - yang hanya
pahlawan kepada siapa mukjizat alami karena ia bukan manusia". Konon, salib
jadi simbol kekristenan setelah menyusuri jalan panjang. Pada awalnya orang
Kristen tidak memakai salib sebagai simbol, melainkan burung merak (sebagai
lambang kekekalan), merpati, mahkota kemenangan atlet romawi dan terutama
ikan. Ikan dipakai sebagai lambang karena kata “ikan” dalam bahasa Yunani
adalah “ichtus.” Kata itu digunakan untuk singkatan Iesus Christos Theou Huios
Soter (Yesus Kristus, Anak Allah, Juruselamat).

Pada abad kedua (kira-kira seratus tahun setelah Yesus wafat) salib
dipakai orang Kristen. C. S. Lewis, seorang munsyi sekaligus apologet Kristen
pernah bertutur, “salib mulai menjadi seni yang umum dipakai oleh gereja pada
saat semua orang yang pernah melihat salib yang sesungguhnya mati.” Pada
puncaknya, salib dipakai sebagai lambang resmi agama Kristen setelah kaisar
Roma, Konstantinus Agung, bertobat. Pada tahun 300-an kaisar itu
memaklumatkan agama Kristen sebagai agama resmi Roma dan menggunakan
salib sebagai lambang. Mengapa akhirnya agama Kristen memilih salib sebagai
identitasnya? Mengapa bukan palungan, lidah api, mahkota, atau kubur yang
kosong? Jawabannya karena salib adalah inti kehidupan Tuhan Yesus, sekaligus
jantung kekristenan. Bagi orang Kristen, salib bukan sekadar tempat eksekusi
yang terkeji karena di atasnya sang terhukum digantung untuk merasakan
siksaan yang tak terperi detik demi detik, bahkan selama berhari-hari. Salib
juga bukan sekadar alat pengukum mati yang terhina karena sebelumnya
terhukum yang memikul salibnya harus diarak keliling kota untuk
dipermalukan. Salib, dari perspektif orang percaya, mengandung makna yang
amat penting.

1. DI ATAS SALIB YESUS MATI MENGGANTIKAN KITA

Sang Khalik adalah Guru yang ulung. Betapa tidak? Saat mengajar
tentang makna salib, Allah tidak menjelaskannya begitu saja. Allah
menggunakan alat peraga, bahkan mengajak umat-Nya untuk terlibat dengan
alat itu. Untuk menolong umat-Nya memahami arti salib, Allah memakai
“kurban.”

Sedari awal peradabannya, manusia telah mengenal kurban. Memang


Alkitab tidak menyebut siapa pengajar manusia untuk mempersembahkan kurban.
Tapi, dapat dipastikan Allah sendiri yang memperkenalkan ide kurban pada
manusia. Alkitab menceritakan mulai dari anak-anak Adam dan Hawa, Kain dan
Habel, manusia telah mempersembahkan kurban (Kej. 4:1-5). Tak ayal,
selepas air bah Nuh dan keluarga pun menyembelih beberapa hewan lalu
mempersembahkannya sebagai kurban bakaran (Kej. 8:20). Selain Nuh, tak
ketinggalan Abraham juga membakar kurban di atas mezbah (mis. Kej. 12:7-
8). Setelah bangsa Israel mengalami pembebasan dari perbudakan bangsa
Mesir, Allah memberi hukum-hukum-Nya agar mereka tidak melenceng dari
perjanjian dengan Allah. Salah satu perintahnya ialah mempersembahkan
kurban.

Secara umum, kurban dapat dibagi menjadi dua jenis. Yang pertama
ialah kurban yang dipersembahkan untuk menyembah dan mengucap syukur pada
Allah. Sedangkan jenis yang kedua adalah kurban yang dipersembahkan untuk
memohon pengampunan dosa. Ketika seorang Israel berbuat dosa, ia harus
mengambil hewan, entah itu lembu atau kambing, menyembelihnya dan
mempersembahkan kepada Tuhan menurut aturan yang telah ditentukan Tuhan.
Setahun sekali seorang imam besar, yaitu pimpinan dari orang-orang yang
bertugas melaksanakan segala bentuk ibadah di bait Allah, harus menyembelih
beberapa hewan (aturan secara mendetail dapat dilihat dalam Imamat 16) untuk
menghapus dosa seluruh umat Israel.
Hal-hal apakah yang hendak Allah ajar melalui alat peraga kurban?
Pertama, semua bentuk dosa mendatangkan hukuman dari Allah. Dosa itu
ibarat sejumlah hutang yang harus dibayar dengan hukuman dari Allah. Namun,
seorang pendosa dapat luput dari hukuman bila ada pihak lain yang
menggantikannya. Dalam hal ini, hewan-hewanlah yang harus menanggung
hukuman itu. Namun, Alkitab mencatat bahwa hewan kurban yang
dipersembahkan kepada Allah tidaklah cukup untuk menghapuskan hukuman
dosa. Mengapa demikian? Selain karena kurban itu dipersembahkan oleh imam
yang berdosa (Ibr. 7:27), kurban-kurban itu hanya dapat menghapus dosa-dosa
yang dilakukan tanpa sengaja (Ibr. 9:6-7 bdk. Im. 4:2).

Lalu, bagaimana halnya dengan dosa yang dilakukan secara sengaja?


Apakah dosa semacam ini dapat diampuni? Jawaban dari pertanyaan ini ialah
“dapat!” bagaimana caranya? Tentu saja dengan prinsip kurban. Dosa tetap
mendatangkan hukuman, namun hukuman itu tidak harus ditanggung sendiri oleh
pendosa itu asal ada yang menggantikannya. Lalu siapakah yang dapat
menggantikan hukuman itu? Yesaya 53 ayat 4 dan 6 memberitahukan jawabnya,
“Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan
kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas
Allah. Kita sekalian sesat seperti domba,masing-masing kita mengambil jalannya
sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.”
Yesus yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya, Dialah yang menjadi pengganti bagi
manusia yang berdosa! Dengan menyitir Ulangan 21:23, Paulus berkata, “Kristus
telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena
kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’”
(Gal. 3:13). Yesus yang tergantung di atas kayu salib Dia-lah yang menjadi
kurban yang “tersembelih” bagi kita. Saat Ia meregang nyawa di atas salib,
Yesus menanggung murka Allah yang seharusnya ditimpa manusia.

Baru-baru ini banyak orang menuntut penundaan eksekusi mati atas


Fabianus Tibo, Dominggus da Silva dan Marinus Riwu, tiga orang tersangka otak
kerusuhan Poso. Dukungan untuk ketiga ketiga orang itu mengalir dari banyak
pihak, mulai dari rakyat jelata, para petinggi agama sampai tokoh-tokoh
nasional. Dukungan juga membanjir dari dalam maupun luar negeri. Yang
menarik, pada tanggal 11 April 2006 harian Suara Pembaruan mendapat e-mail
dari seorang pastor katolik Indonesia yang sedang studi filsafat di Roma. Pada
intinya, pastor yang bernama Leo Mali, Pr. itu bersedia untuk menggantikan
Tibo dan kawan-kawannya untuk menanggung eksekusi itu. Sungguh, berita itu
amat mengejutkan saya! Bayangkan, di tengah zaman yang individualis dan
pragmatis ini, ternyata masih ada orang yang mau mati untuk orang lain, bahkan
yang tak dikenalnya. Namun kematian Yesus di atas kayu salib berbeda dengan
kesediaan Romo Leo untuk mati bagi Tibo dan kawan-kawannya. Kematian
seorang manusia, siapa pun itu, tak punya dampak apa-apa dalam hal
pengampunan dosa. Kematian manusia berdosa tak dapat menghapus hukuman
bagi pendosa lainnya. Namun, kematian Yesus di atas kayu salib sanggup
menghapus hukuman dosa umat manusia.

Yesus dapat menanggung hukuman yang seharusnya diterima manusia,


sebab Ia tanpa dosa (Ibr. 4:15; 7:6). Konsep yang Allah ajarkan melalui
kurban ialah hewan yang hendak dikurbankan harus sempurna, tanpa cacat cela.
Konsep itu pun berlaku pada diri Yesus. Yesus dapat menjadi kurban sempurna
karena Ia pun sempurna, tanpa setitik dosa pun.

2. DI ATAS SALIB YESUS MENGALAHKAN IBLIS

Sekitar seribu delapan ratus tahun yang lalu,Origenes memaknai


penyaliban Yesus dari sudut pandang tebusan. Manusia yang telah jatuh ke
dalam dosa telah menjadi tawanan iblis. Namun, Yesus memberikan diri-Nya
untuk menjadi tebusan bagi manusia yang berdosa. Iblis, yang sejak dulu
mengharapkan kekalahan Anak Allah tentu saja mau menukar manusia dengan
kematian Yesus. Ternyata iblis tertipu. Di atas salib, Yesus tetap menang.
Kuasa dan kesucian Yesus telah mengalahkan si iblis. Kebangkitan Yesus pada
hari ketiga pun jadi bukti kemenangan telak-Nya atas kuasa maut. Pandangan
ini membuat beberapa kebenaran. Pertama, salib adalah kancah peperangan
antara Allah dan si penguasa maut. Kedua, di atas salib Yesus telah
menghancurkan si iblis.

Sebetulnya sedari awal bau peperangan antara Anak Allah dan iblis
telah tercium. Sejak kelahiran Yesus, iblis telah berusaha untuk
menghancurkan-Nya. Melalui tangan Raja Herodes yang bengis, iblis
berkeinginan melenyapkan Sang Bayi kudus. Tak cuma itu, iblis berusaha dengan
berbagai cara untuk menggoda agar Yesus jatuh. Iblis memberanikan diri
menjumpai Yesus untuk melancarkan serangan mautnya setelah Yesus berpuasa
empat puluh hari empat puluh malam lamanya. iblis pun memperalat orang
banyak untuk membujuk Yesus agar membelok dari misi-Nya untuk menjadi raja
duniawi (Yoh 6:15). Iblis juga tak kurang licik, ia memakai Petrus, yang baru
saja memproklamirkan ke-Mesiasan Yesus di depan para murid, untuk
memengaruhi Yesus agar Ia meninggalkan jalan salib. Namun, Yesus menghardik
Petrus dan berkata, “Enyahlah iblis!” (Mat. 16:23). Puncak peperangan itu ialah
salib. Godaan untuk tidak menaati kehendak Bapa telah mengepung Yesus
semenjak di Getsemani. Pertempuran Yesus melawan godaan iblis itu bertambah
berat karena Ia harus menghadapinya sendirian. Di saat genting, murid-murid-
Nya justru ngacir meninggalkan-Nya. Ada yang menjual, ada pula yang
menyangkali-Nya. Sisanya tidak lebih baik. Mereka juga “menjual” Yesus
dengan keselamatan mereka sendiri. Tetapi pergumulan itu jadi maha berat,
karena Sang Bapa meninggalkan Anak-Nya sebatang kara. Yesus benar-benar
berjuang sendiri. Tapi puji Tuhan, Yesus menang! Sampai saat terakhir Yesus
tetap taat dan tidak berdosa. Ia telah menang atas segala macam tipu muslihat
dan godaan bapa pendusta itu. Di atas salib iblis telah diremukkan (Kej. 3:15).
Tetapi kisah perang ini belum usai. Sampai kini raja maut dan antek-anteknya
terus berupaya menghancurkan para pengikut Kristus (mis. Ef. 6:12). Sayang,
tak banyak anak Allah menyadari bahwa mereka sedang berada di tengah-
tengah kancah perang. Hanya sebagian kecil yang bersiap siaga. Sisanya,
sedang leha-leha. Ketika serangan itu datang,orang-orang itu langsung
mengibarkan bendera putih. Menyerah kalah. Padahal di atas salib,Yesus, telah
mematahkan kuasa Sang Maut. Kemenangan Yesus di atas salib telah menjamin
kemenangan kita. Hanya, kita harus selalu waspada, senantiasa memakai
peralatan perang rohani. Berjaga-jaga di dalam doa dan terus mengasah pedang
roh, yaitu dengan merenungkan firman Tuhan dan melakukannya dengan setia
(Ef. 6:13-18).

KEKRISTENAN
Memang pengertian umum adalah bahwa kekristenan itu benar-benar ajaib dan
dislokasi penempatan ke dalam tatanan lama dari dunia; dan bahwa dewa-dewa
kafir (seperti dalam Himne Milton di Kelahiran) melarikan diri dengan cemas
sebelum tanda salib, dan pada suara nama Yesus .

Agama Hindu
Kumpulan artikel tentang Hindu

Agama Hindu
Sanātana Dharma सनातन धमर "Kebenaran Abadi" [1]),dan Vaidika-Dharma
("Pengetahuan Kebenaran") adalah sebuah agama yang berasal dari anak benua
India. Agama ini merupakan lanjutan dari agama Weda (Brahmanisme) yang
merupakan kepercayaan bangsa Indo-Iran (Arya). Agama ini diperkirakan
muncul antara tahun 3102 SM sampai 1300 SM dan merupakan agama tertua di
dunia yang masih bertahan hingga kini.[2][3] Agama ini merupakan agama ketiga
terbesar di dunia setelah agama Kristen dan Islam dengan jumlah umat
sebanyak hampir 1 milyar jiwa.[4]

Penganut agama Hindu sebagian besar terdapat di anak benua India. Di sini
terdapat sekitar 90% penganut agama ini. Agama ini pernah tersebar di Asia
Tenggara sampai kira-kira abad ke-15, lebih tepatnya pada masa keruntuhan
Majapahit. Mulai saat itu agama ini digantikan oleh agama Islam dan juga
Kristen. Pada masa sekarang, mayoritas pemeluk agama Hindu di Indonesia
adalah masyarakat Bali, selain itu juga yang tersebar di pulau Jawa,Lombok,
Kalimantan (Suku Dayak Kaharingan), Sulawesi (Toraja dan Bugis - Sidrap).

Etimologi
Dalam bahasa Persia, kata Hindu berakar dari kata Sindhu (Bahasa Sanskerta).
[5]
Dalam Regweda, bangsa Arya menyebut wilayah mereka sebagai Sapta
Sindhu (wilayah dengan tujuh sungai di barat daya anak benua India, yang salah
satu sungai tersebut bernama sungai Indus). Hal ini mendekati dengan kata
Hapta-Hendu yang termuat dalam Zend Avesta (Vendidad: Fargard 1.18) —
sastra suci dari kaum Zoroaster di Iran. Pada awalnya kata Hindu merujuk
pada masyarakat yang hidup di wilayah sungai Sindhu.
Keyakinan dalam Hindu
Hindu seringkali dianggap sebagai agama yang beraliran politeisme karena
memuja banyak Dewa, namun tidaklah sepenuhnya demikian. Dalam agama
Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu Maha
Esa tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita Wedanta
menegaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari segala
yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam
beragam bentuk.

Dalam Agama Hindu ada lima keyakinan dan kepercayaan yang disebut dengan
Pancasradha. Pancasradha merupakan keyakinan dasar umat Hindu. Kelima
keyakinan tersebut, yakni:

1. Widhi Tattwa – percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala
aspeknya
2. Atma Tattwa – percaya dengan adanya jiwa dalam setiap makhluk
3. Karmaphala Tattwa – percaya dengan adanya hukum sebab-akibat dalam
setiap perbuatan
4. Punarbhawa Tattwa – percaya dengan adanya proses kelahiran kembali
(reinkarnasi)
5. Moksa Tattwa – percaya bahwa kebahagiaan tertinggi merupakan tujuan
akhir manusia

Widhi Tattwa

Omkara. Aksara suci bagi umat Hindu yang melambangkan "Brahman" atau
"Tuhan Sang Pencipta"

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Brahman


Widhi Tattwa merupakan konsep kepercayaan terdapat Tuhan yang Maha Esa
dalam pandangan Hinduisme. Agama Hindu yang berlandaskan Dharma
menekankan ajarannya kepada umatnya agar meyakini dan mengakui keberadaan
Tuhan yang Maha Esa. Dalam filsafat Adwaita Wedanta dan dalam kitab Weda,
Tuhan diyakini hanya satu namun orang bijaksana menyebutnya dengan berbagai
nama. Dalam agama Hindu, Tuhan disebut Brahman. Filsafat tersebut juga
enggan untuk mengakui bahwa dewa-dewi merupakan Tuhan tersendiri atau
makhluk yang menyaingi derajat Tuhan[6].

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Atman

Atma tattwa merupakan kepercayaan bahwa terdapat jiwa dalam setiap makhluk
hidup. Dalam ajaran Hinduisme, jiwa yang terdapat dalam makhluk hidup
merupakan percikan yang berasal dari Tuhan dan disebut Atman. Jiwatma
bersifat abadi, namun karena terpengaruh oleh badan manusia yang bersifat
maya, maka Jiwatma tidak mengetahui asalnya yang sesungguhnya. Keadaan itu
disebut Awidya. Hal tersebut mengakibatkan Jiwatma mengalami proses
reinkarnasi berulang-ulang. Namun proses reinkarnasi tersebut dapat diakhiri
apabila Jiwatma mencapai moksa[7].

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Karmaphala

Agama Hindu mengenal hukum sebab-akibat yang disebut Karmaphala (karma =


perbuatan; phala = buah/hasil) yang menjadi salah satu keyakinan dasar. Dalam
ajaran Karmaphala, setiap perbuatan manusia pasti membuahkan hasil, baik atau
buruk. Ajaran Karmaphala sangat erat kaitannya dengan keyakinan tentang
reinkarnasi, karena dalam ajaran Karmaphala, keadaan manusia (baik suka
maupun duka) disebabkan karena hasil perbuatan manusia itu sendiri, baik yang
ia lakukan pada saat ia menjalani hidup maupun apa yang ia lakukan pada saat ia
menjalani kehidupan sebelumnya. Dalam ajaran tersebut, bisa dikatakan manusia
menentukan nasib yang akan ia jalani sementara Tuhan yang menentukan kapan
hasilnya diberikan (baik semasa hidup maupun setelah reinkarnasi)[8].

Artikel utama untuk bagian ini adalah: Samsara

Punarbhawa merupakan keyakinan bahwa manusia mengalami reinkarnasi. Dalam


ajaran Punarbhawa, reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil
perbuatan pada kehidupannya yang terdahulu. Apabila manusia tidak sempat
menikmati hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan
untuk menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, munculah proses
reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikmati hasil perbuatannya (baik
atau buruk) yang belum sempat dinikmati. Proses reinkarnasi diakhiri apabila
seseorang mencapai kesadaran tertinggi (moksa).
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Moksa

Dalam keyakinan umat Hindu, Moksa merupakan suatu keadaan di mana jiwa
merasa sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena
tidak terikat lagi oleh berbagai macam nafsu maupun benda material. Pada saat
mencapai keadaan Moksa, jiwa terlepas dari siklus reinkarnasi sehingga jiwa
tidak bisa lagi menikmati suka-duka di dunia. Oleh karena itu, Moksa menjadi
tujuan akhir yang ingin dicapai oleh umat Hindu.

Konsep ketuhanan

Salah satu bentuk penerapan monoteisme Hindu di Indonesia adalah konsep


Padmasana, sebuah tempat sembahyang Hindu untuk memuja Brahman atau
"Tuhan Sang Penguasa".

Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia dan rentang sejarahnya yang
panjang menunjukkan bahwa agama Hindu telah melewati segala paham
ketuhanan yang pernah ada di dunia.[9] Menurut penelitian yang dilakukan oleh
para sarjana, dalam tubuh Agama Hindu terdapat beberapa konsep ketuhanan,
antara lain henoteisme, panteisme, monisme, monoteisme, politeisme, dan
bahkan ateisme. Konsep ketuhanan yang paling banyak dipakai adalah
monoteisme (terutama dalam Weda, Agama Hindu Dharma dan Adwaita
Wedanta), sedangkan konsep lainnya (ateisme, panteisme, henoteisme, monisme,
politeisme) kurang diketahui. Sebenarnya konsep ketuhanan yang jamak tidak
diakui oleh umat Hindu pada umumnya karena berdasarkan pengamatan para
sarjana yang meneliti agama Hindu tidak secara menyeluruh.

Monoteisme
Dalam agama Hindu pada umumnya, konsep yang dipakai adalah monoteisme.
Konsep tersebut dikenal sebagai filsafat Adwaita Wedanta yang berarti "tak
ada duanya". Selayaknya konsep ketuhanan dalam agama monoteistik lainnya,
Adwaita Wedanta menganggap bahwa Tuhan merupakan pusat segala kehidupan
di alam semesta, dan dalam agama Hindu, Tuhan dikenal dengan sebutan
Brahman.

Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman merupakan sesuatu yang tidak berawal
namun juga tidak berakhir. Brahman merupakan pencipta sekaligus pelebur alam
semesta. Brahman berada di mana-mana dan mengisi seluruh alam semesta.
Brahman merupakan asal mula dari segala sesuatu yang ada di dunia. Segala
sesuatu yang ada di alam semesta tunduk kepada Brahman tanpa kecuali. Dalam
konsep tersebut, posisi para dewa disetarakan dengan malaikat dan enggan
untuk dipuja sebagai Tuhan tersendiri, melainkan dipuji atas jasa-jasanya
sebagai perantara Tuhan kepada umatnya.

Filsafat Adwaita Wedanta menganggap tidak ada yang setara dengan Brahman,
Sang pencipta alam semesta. Dalam keyakinan umat Hindu, Brahman hanya ada
satu, tidak ada duanya, namun orang-orang bijaksana menyebutnya dengan
berbagai nama sesuai dengan sifatnya yang maha kuasa. Nama-nama kebesaran
Tuhan kemudian diwujudkan ke dalam beragam bentuk Dewa-Dewi, seperti
misalnya: Wisnu, Brahma, Siwa, Laksmi, Parwati, Saraswati, dan lain-lain.
Dalam Agama Hindu Dharma (khususnya di Bali), konsep Ida Sang Hyang Widhi
Wasa merupakan suatu bentuk monoteisme asli orang Bali.

Panteisme
Dalam salah satu Kitab Hindu yakni Upanishad, konsep yang ditekankan adalah
panteisme. Konsep tersebut menyatakan bahwa Tuhan tidak memiliki wujud
tertentu maupun tempat tinggal tertentu, melainkan Tuhan berada dan menyatu
pada setiap ciptaannya, dan terdapat dalam setiap benda apapun[10], ibarat
garam pada air laut. Dalam agama Hindu, konsep panteisme disebut dengan
istilah Wyapi Wyapaka. Kitab Upanishad dari Agama Hindu mengatakan bahwa
Tuhan memenuhi alam semesta tanpa wujud tertentu, beliau tidak berada di
surga ataupun di dunia tertinggi namun berada pada setiap ciptaannya.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Ateisme dalam Hindu

Agama Hindu diduga memiliki konsep ateisme (terdapat dalam ajaran Samkhya) yang
dianggap positif oleh para teolog/sarjana dari Barat. Samkhya merupakan ajaran
filsafat tertua dalam agama Hindu yang diduga menngandung sifat ateisme. Filsafat
Samkhya dianggap tidak pernah membicarakan Tuhan dan terciptanya dunia beserta
isinya bukan karena Tuhan, melainkan karena pertemuan Purusha dan Prakirti, asal mula
segala sesuatu yang tidak berasal dan segala penyebab namun tidak memiliki
penyebab[11]. Oleh karena itu menurut filsafat Samkhya, Tuhan tidak pernah campur
tangan. Ajaran filsafat ateisme dalam Hindu tersebut tidak ditemui dalam pelaksanaan
Agama Hindu Dharma di Indonesia, namun ajaran filsafat tersebut (Samkhya)
merupakan ajaran filsafat tertua di India. Ajaran ateisme dianggap sebagai salah satu
sekte oleh umat Hindu Dharma dan tidak pernah diajarkan di Indonesia.

Kitab Regweda dalam aksara Dewanagari dari abad ke-19.

Krishna Dwaipayana Wyasa, seorang Maharesi yang mengklasifikasi kitab Weda.


Salah satu ilustrasi dalam kitab Warahapurana.

Sebuah ilustrasi dalam kitab Mahabharata, salah satu Itihasa (wiracarita Hindu).

Agama Buddha
Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya
sang Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama
tertua yang masih dianut di dunia. Selama masa ini, agama ini sementara
berkembang, unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan
Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses
perkembangannya ini, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua
Asia. Sejarah agama Buddha juga ditandai dengan perkembangan banyak aliran
dan mazhab, serta perpecahan-perpecahan. Yang utama di antaranya adalah
aliran tradisi Theravada, Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana),yang
sejarahnya ditandai dengan masa pasang dan surut.

Kehidupan Buddha

Menurut tradisi Buddha, tokoh historis Buddha Siddharta Gautama


dilahirkan dari suku Sakya pada awal masa Magadha (546–324 SM), di sebuah
kota, selatan pegunungan Himalaya yang bernama Lumbini. Sekarang kota ini
terletak di Nepal sebelah selatan. Ia juga dikenal dengan nama Sakyamuni
(harafiah: orang bijak dari kaum Sakya").

Setelah kehidupan awalnya yang penuh kemewahan di bawah perlindungan


ayahnya, raja Kapilavastu (kemudian hari digabungkan pada kerajaan Magadha),
Siddharta melihat kenyataan kehidupan sehari-hari dan menarik kesimpulan
bahwa kehidupan nyata, pada hakekatnya adalah kesengsaraan yang tak dapat
dihindari. Siddharta kemudian meninggalkan kehidupan mewahnya yang tak ada
artinya lalu menjadi seorang pertapa. Kemudian ia berpendapat bahwa bertapa
juga tak ada artinya, dan lalu mencari jalan tengah (majhima patipada ). Jalan
tengah ini merupakan sebuah kompromis antara kehidupan berfoya-foya yang
terlalu memuaskan hawa nafsu dan kehidupan bertapa yang terlalu menyiksa
diri.

Di bawah sebuah pohon bodhi, ia berkaul tidak akan pernah meninggalkan


posisinya sampai ia menemukan Kebenaran. Pada usia 35 tahun, ia mencapai
Pencerahan. Pada saat itu ia dikenal sebagai Gautama Buddha, atau hanya
"Buddha" saja, sebuah kata Sansekerta yang berarti "ia yang sadar" (dari kata
budh+ta).

Untuk 45 tahun selanjutnya, ia menelusuri dataran Gangga di tengah


India (daerah mengalirnya sungai Gangga dan anak-anak sungainya), sembari
menyebarkan ajarannya kepada sejumlah orang yang berbeda-beda.

Keengganan Buddha untuk mengangkat seorang penerus atau meresmikan


ajarannya mengakibatkan munculnya banyak aliran dalam waktu 400 tahun
selanjutnya: pertama-tama aliran-aliran mazhab Buddha Nikaya, yang sekarang
hanya masih tersisa Theravada, dan kemudian terbentuknya mazhab Mahayana,
sebuah gerakan pan-Buddha yang didasarkan pada penerimaan kitab-kitab baru.
Tahap awal agama Buddha
Sebelum disebarkan di bawah perlindungan maharaja Asoka pada abad
ke-3 SM, agama Buddha kelihatannya hanya sebuah fenomena kecil saja, dan
sejarah peristiwa-peristiwa yang membentuk agama ini tidaklah banyak
tercatat. Dua konsili (sidang umum) pembentukan dikatakan pernah terjadi,
meski pengetahuan kita akan ini berdasarkan catatan-catatan dari kemudian
hari. Konsili-konsili (juga disebut pasamuhan agung) ini berusaha membahas
formalisasi doktrin-doktrin Buddhis, dan beberapa perpecahan dalam gerakan
Buddha.

Dakwah Asoka (+/- 260 SM)

Kapital (pucuk pilar) sebuah pilar yang didirikan oleh maharaja Asoka di Sarnath
+/- 250 SM.

Maharaja Asoka dari Kekaisaran Maurya (273–232 SM) masuk agama


Buddha setelah menaklukkan wilayah Kalingga (sekarang Orissa) di India timur
secara berdarah. Karena menyesali perbuatannya yang keji, sang maharaja ini
lalu memutuskan untuk meninggalkan kekerasan dan menyebarkan ajaran Buddha
dengan membangun stupa-stupa dan pilar-pilar di mana ia menghimbau untuk
menghormati segala makhluk hidup dan mengajak orang-orang untuk mentaati
Dharma. Asoka juga membangun jalan-jalan dan rumah sakit-rumah sakit di
seluruh negeri.

Periode ini menandai penyebaran agama Buddha di luar India. Menurut prasasti
dan pilar yang ditinggalkan Asoka (piagam-piagam Asoka), utusan dikirimkan ke
pelbagai negara untuk menyebarkan agama Buddha, sampai sejauh kerajaan-
kerajaan Yunani di barat dan terutama di kerajaan Baktria-Yunani yang
merupakan wilayah tetangga. Kemungkinan besar mereka juga sampai di daerah
Laut Tengah menurut prasasti-prasasti Asoka.
Dunia Helenistik
Beberapa prasati Piagam Asoka menulis tentang usaha-usaha yang telah
dilaksanakan oleh Asoka untuk mempromosikan agama Buddha di dunia Helenistik
(Yunani), yang kala itu berkesinambungan tanpa putus dari India sampai Yunani.
Piagam-piagam Asoka menunjukkan pengertian yang mendalam mengenai sistem
politik di wilayah-wilayah Helenistik: tempat dan lokasi raja-raja Yunani penting
disebutkan, dan mereka disebut sebagai penerima dakwah agama Buddha:
Antiokhus II Theos dari Kerajaan Seleukus (261–246 SM), Ptolemeus II
Filadelfos dari Mesir (285–247 SM), Antigonus Gonatas dari Makedonia (276–
239 SM), Magas dari Kirene (288–258 SM), dan Alexander dari Epirus (272–
255 SM).

Dakwah agama Buddha semasa pemerintahan maharaja Asoka (260–218 SM).

"Penaklukan Dharma telah dilaksanakan dengan berhasil, pada perbatasan


dan bahkan enam ratus yojana (6.400 kilometer) jauhnya, di mana sang
raja Yunani Antiochos memerintah, di sana di mana empat raja bernama
Ptolemeus, Antigonos, Magas dan Alexander bertakhta, dan juga di
sebelah selatan di antara kaum Chola, Pandya, dan sejauh Tamraparni."
(Piagam Asoka, Piagam Batu ke-13, S. Dhammika)

Kemudian, menurut beberapa sumber dalam bahasa Pali, beberapa utusan Asoka
adalah bhiksu-bhiksu Yunani, yang menunjukkan eratnya pertukaran agama
antara kedua budaya ini:

"Ketika sang thera (sesepuh) Moggaliputta, sang pencerah agama sang


Penakluk (Asoka) telah menyelesaikan Konsili (ke-3) […], beliau
mengirimkan thera-thera, yang satu kemari yang lain ke sana: […] dan ke
Aparantaka (negeri-negeri barat yang biasanya merujuk Gujarat dan
Sindhu), beliau mengirimkan seorang Yunani (Yona) bernama
Dhammarakkhita". (Mahavamsa XII).
Tidaklah jelas seberapa jauh interaksi ini berpengaruh, tetapi beberapa pakar
mengatakan bahwa sampai tingkat tertentu ada sinkretisme antara falsafah
Yunani dan ajaran Buddha di tanah-tanah Helenik kala itu. Mereka terutama
menunjukkan keberadaan komunitas Buddha di Dunia Helenistik kala itu,
terutama di Alexandria (disebut oleh Clemens dari Alexandria), dan keberadaan
sebuah ordo-monastik pra-Kristen bernama Therapeutae (kemungkinan diambil
dari kata Pali "Theraputta"), yang kemungkinan "mengambil ilham dari ajaran-
ajaran dan penerapan ilmu tapa-samadi Buddha" (Robert Lissen).
Mulai dari tahun 100 SM, simbol "bintang di tengah mahkota", juga secara
alternatif disebut "cakra berruji delapan" dan kemungkinan dipengaruhi desain
Dharmacakra Buddha, mulai muncul di koin-koin raja Yahudi, Raja Alexander
Yaneus (103-76 SM). Alexander Yaneus dihubungkan dengan sekte falsafi
Yunani, kaum Saduki dan dengan ordo monastik Essenes, yang merupakan cikal-
bakal agama Kristen. Penggambaran cakra atau roda berruji delapan ini
dilanjutkan oleh jandanya, Ratu Alexandra, sampai orang Romawi menginvasi
Yudea pada 63 SM.

Batu-batu nisan Buddha dari era Ptolemeus juga ditemukan di kota Alexandria,
dengan hiasan Dharmacakra (Tarn, "The Greeks in Bactria and India"). Dalam
mengkomentari keberadaan orang-orang Buddha di Alexandria, beberapa pakar
menyatakan bahwa “Kelak pada tempat ini juga beberapa pusat agama Kristen
yang paling aktif didirikan” (Robert Linssen "Zen living").

Penggambaran suku Mon mengenai (Dharmacakra), seni dari Dvaravati, +/-abad


ke-8.
Arca Buddha-Yunani, salah satu penggambaran Buddha, abad pertama sampai
abad ke-2 Masehi, Gandhara.

Katolik
Kata Katolik berasal dari kata sifat bahasa Yunani, καθολικός (katholikos),
artinya "universal". Dalam konteks eklesiologi Kristen, kata Katolik memiliki
sejarah yang kaya sekaligus beberapa makna. Bagi sebagian pihak, istilah
"Gereja Katolik" bermakna Gereja yang berada dalam persekutuan penuh dengan
Uskup Roma, terdiri atas Ritus Latin dan 22 Gereja Katolik Timur; makna inilah
yang umum dipahami di banyak negara. Bagi umat Protestan, "Gereja Katolik"
atau yang sering diterjemahkan menjadi "Gereja Am" bermakna segenap orang
yang percaya kepada Yesus Kristus di seluruh dunia dan sepanjang masa, tanpa
memandang "denominasi". Umat Gereja Ortodoks Timur, Gereja Anglikan,
Gereja Lutheran dan beberapa Gereja Metodis percaya bahwa Gereja-Gereja
mereka adalah katolik, dalam arti merupakan kesinambungan dari Gereja
universal mula-mula yang didirikan oleh para rasul. Baik Gereja Katolik Roma
maupun Gereja Ortodoks percaya bahwa Gerejanya masing-masing adalah satu-
satunya Gereja yang asli dan universal. Dalam "Kekristenan Katolik" (Termasuk
Komuni Anglikan), para uskup dipandang sebagai pejabat tertinggi dalam agama
Kristen, sebagai gembala-gembala keesaan dalam persekutuan dengan segenap
Gereja dan dalam persekutuan satu sama lain. Katolik dianggap sebagai salah
satu dari Empat Ciri Gereja. Ketiga ciri lainnya adalah Satu, Kudus, dan
Apostolik, sesuai Kredo Nicea tahun 381: "Aku percaya akan Gereja yang satu,
kudus, katolik, dan apostolik."

Riwayat penggunaan kata "katolik" dalam


Gereja
Ignatius dari Antiokhia

Sepucuk surat yang ditulis oleh Ignatius kepada umat Kristiani di Smyrna
sekitar tahun 106 adalah bukti tertua yang masih ada mengenai penggunaan
istilah Gereja Katolik (Surat kepada jemaat di Smyrna, 8). Gereja Katolik
digunakan Ignatius untuk menyebut Gereja universal dalam persekutuan dengan
Uskup Roma (Sri Paus). Kaum bidaah tertentu pada masa itu, yang menyangkal
bahwa Yesus adalah insan jasmaniah yang benar-benar menderita sengsara dan
wafat, dan justru berkata bahwa "dia hanya tampak seolah-olah menderita
sengsara" (Surat kepada jemaat di Smyrna, 2), bukanlah umat Kristiani sejati
dalam pandangan Ignatius. Istilah Gereja Katolik juga digunakan dalam
Kemartiran Polikarpus pada 155, dan dalam Canon Muratorianus, sekitar 177.

St. Kiril dari Yerusalem


St. Kyril dari Yerusalem (sekitar 315-386) mengimbau orang-orang yang sedang
menerima bimbingan iman Kristiani darinya demikian: "Jika kalian berada di
dalam kota-kota, jangan hanya bertanya di manakah Rumah Tuhan (karena
sekte-sekte profan lainnya juga berusaha menyebut tempat-tempat mereka
sendiri Rumah-Rumah Tuhan), jangan juga hanya bertanya di manakah Gereja,
tetapi bertanyalah di manakah Gereja Katolik. Karena inilah nama khusus dari
Gereja yang Kudus ini, bunda kita semua, yang adalah mempelai dari Tuhan kita
Yesus Kristus, Putera Tunggal Allah" (Materi-materi Katekisasi, XVIII, 26).

Theodosius I
Istilah Kristen Katolik termuat dalam undang-undang kekaisaran Romawi tatkala
Theodosius I, Kaisar Romawi dari 379 sampai 395, mengkhususkan nama
tersebut bagi para penganut "agama yang diajarkan kepada orang-orang Romawi
oleh Rasul Petrus yang suci, karena agama itu telah terpelihara berkat tradisi
yang kuat dan yang kini dianut oleh Pontif (Paus) Damasus dan oleh Petrus,
Uskup Aleksandria ...sedangkan bagi orang-orang lain, karena menurut penilaian
kami mereka adalah orang-orang gila yang bodoh, kami nyatakan bahwa mereka
harus ditandai dengan sebutan nista sebagai kaum bidaah, dan tidak boleh
menyebut tempat-tempat pertemuan mereka sebagai gereja-gereja." Undang-
undang 27 Februari 380 ini termaktub dalam kitab 16 dari Codex Theodosianus.
Undang-undang ini mengukuhkan Kristianitas Katolik sebagai agama resmi
Kekaisaran Romawi.

Augustinus dari Hippo


Penggunaan istilah Katolik untuk membedakan Gereja "sejati" dari kelompok-
kelompok bidaah juga dilakukan oleh Augustinus yang menulis demikian:

"Dalam Gereja Katolik, ada banyak hal lain yang layak membuat saya
tetap berada dalam rahimnya. Kesepahaman orang-orang dan bangsa-
bangsa membuat saya bertahan dalam Gereja; begitu pula otoritasnya,
dikukuhkan oleh mukjizat-mukjizat, disuburkan oleh pengharapan,
diperbesar oleh kasih, dan diperkokoh oleh usia. Suksesi para imam
membuat saya bertahan, mulai dari tahta Rasul Petrus sendiri, yang
kepadanya Tuhan, sesudah kebangkitanNya, memberi tugas untuk
menggembalakan domba-dombaNya (Jn 21:15-19), turun sampai para
uskup yang ada sekarang.
"Dan begitulah, akhirnya, dengan nama Katolik, yang, bukan tanpa
alasan, di tengah-tengah begitu banyak bidaah, telah dipertahankan
Gereja; sehingga, sekalipun semua kaum bidaah ingin disebut umat
Katolik, namun bilamana ada orang asing yang bertanya di manakah
Gereja katolik berhimpun, tidak satupun bidaah yang sanggup menunjuk
kapel atau rumahnya sendiri.
"Sebanyak itulah jumlah dan makna ikatan-ikatan mulia yang dimiliki
nama Kristiani itu yang menahan seorang beriman agar tetap dalam
Gereja Katolik, sebagaimana yang seharusnya ... Dengan kamu, di mana
tak ada satu pun hal-hal ini untuk memikat atau menahan saya... Tak
seorangpun dapat melepaskan saya dari iman yang mengikat pikiran saya
dengan ikatan-ikatan yang begitu banyak dan begitu kuat pada agama
Kristiani... Di pihak saya, saya tidak percaya akan injil kecuali
digerakkan oleh otoritas Gereja Katolik."
— St. Augustinus (354–430): Melawan Epistola kaum Manikeus yang
disebut Fundamental, bab 4: Bukti-bukti iman Katolik.

Sejarah singkat gereja Katolik Roma


Awalnya, jemaat Kristen berada di bawah kepemimpinan besar lima daerah,
yaitu Yerusalem, Antiokia, Aleksandria, Konstantinopel, dan Roma. Uskup Roma
dikenal oleh 5 daerah sebagai "yang pertama", permasalahan dengan doktrin dan
prosedur banyak mengambil Roma sebagai masukan pendapat. Kursi Roma
merupakan kursi dari suksesor Santo Petrus yang mendapat julukan "Pangeran
Para Rasul" sebagai tanda persatuan Gereja.

Perpecahan-perpecahan besar dalam struktur Gereja sebagai lembaga tercatat


sebagai berikut:

• Perpecahan pertama pada gereja terjadi pada saat Konsili Efesus (431),
yang menyatakan status Perawan Maria sebagai Theotokos (Bunda Allah).
Kebanyakan yang menolak hasil keputusan ini adalah Kristen Persia,
gereja yang sekarang dikenal sebagai Gereja Asiria Timur.
• Perpecahan berikut terjadi setelah Konsili Khalsedon (451). Konsili ini
menolak monofisit. Umat Kristen yang menolak ini dikenal sebagai Komuni
Oriental Ortodoks.
• Perpecahan besar pertama dalam Gereja Katolik terjadi pada abad 11.
Masalah perbedaan doktrin tentang rumusan Pengakuan Iman Nicea-
Konstantinopel (lihat filioque). Gereja Katolik pun terbagi menjadi dua,
yaitu "Barat" dan "Timur". Inggris, Prancis, Roma dan negara-negara
Skandinavia termasuk Gereja "Barat" (Gereja Katolik Roma). Sedangkan
Yunani, Rusia, Suriah, Mesir termasuk dalam Gereja "Timur" (Gereja
Ortodoks Timur). Perpecahan ini dikenal sebagai Skisma Timur-Barat.
• Perpecahan terbesar dalam Gereja Katolik Roma terjadi pada abad ke-
16 dengan adanya Reformasi Protestan yang melahirkan gereja-gereja
Protestan.
• Perpecahan terakhir terjadi ketika Raja Henry VIII dari Inggris
memisahkan seluruh gereja-gereja di kerajaannya dari persekutuan
dengan Paus karena permintaannya untuk menikah kedua kalinya
sementara istri pertamanya masih hidup ditolak. Kelompok gereja inilah
yang dikenal sebagai Gereja Anglikan Inggris.
Seluruh grup di atas kecuali Protestan masih menyebut persekutuan mereka
sebagai Katolik. Dewasa ini, semakin banyak Gereja-Gereja Timur yang kembali
ke dalam persekutuan penuh dengan Roma, namun dengan tetap mempertahankan
tata cara beribadah mereka. Kelompok ini dikenal dengan sebutan Gereja
Katolik ritus Timur.

Gereja Katolik Roma


Secara umum, sebutan Gereja Katolik merujuk pada Gereja Katolik Roma. Kata
Roma diatributkan pada Gereja ini karena Gereja Katolik mengimani Paus yang
berkedudukan di kota Roma, Italia sebagai kepala gereja yang kelihatan, wakil
Yesus Kristus di bumi, yang merupakan kepala utama gereja yang tak kelihatan.
Paus adalah penerus Petrus turun temurun yang tidak terputuskan. Menurut
tradisi gereja, Petrus menjadi uskup Roma dan menjadi martir di sana. Gereja
Katolik dengan penambahan kata Roma sendiri sebenarnya tidak pernah menjadi
nama resmi yang digunakan oleh Gereja Katolik.

Sakramen
Gereja Katolik mengajarkan bahwa Yesus Kristus menginstitusikan tujuh
sakramen, tidak lebih dan tidak kurang, baik menurut Kitab Suci maupun Tradisi
Suci dan sejarah Gereja. Adapun sakramen yang diakui oleh Gereja Katolik
Roma sebagai berikut:

• Baptis
• Penguatan/Krisma
• Ekaristi
• Pengakuan dosa
• Pengurapan orang sakit
• Imamat
• Pernikahan

Dalam ajaran Katolik, sakramen adalah berkat penyelamatan khusus yang oleh
Yesus Kristus diwariskan kepada gereja. Santo Agustinus menyebut sakramen
sebagai "tanda kelihatan dari rahmat Allah yang tidak kelihatan".

Katolik di Indonesia
Pada awal kehadiran agama ini kurang mendapatkan tanggapan baik di tengah
masyarakat karena dianggap sebagai proses kolonial karena disebarkan oleh
bagian dari masyarakat kolonial pada masa itu sehingga sering disebut "agama
kafir". Sebenarnya penyebaran agama Katolik sudah dimulai sejak kedatangan
Portugis di Indonesia yang dilakukan oleh beberapa misionaris pada abad ke-16
dan abad ke-17 di bagian timur seperti di Maluku dan Flores. Agama katolik
baru memasuki tanah Jawa pada masa pemerintahan Herman Willem Daendels di
Batavia awal abad-19 dengan didirikan gereja pertama disana pada tahun 1807
dan disertai dengan diakuinya oleh Vatikan. Pada 2005, sekitar 3,05%–
7.380.203 dari 241.973.879 penduduk Indonesia, beragama Katolik
MAKALAH AGAMA

Anda mungkin juga menyukai