Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Angka kematian ibu di indonesia masih cukup tinggi. salah satu penyebab
utama tinggi angka kematian ibu ini adalah pre-eklamsia/eklampsia. Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan terutama pada kehamilan pertama,
kehamilan kembar dan wanita yang berusia diatas usia 35 tahun. Selama
kehamilan, tanda-tanda pre-eklampsia ini harus dipantau terlebih pada wanita
yang berisiko terjadi pre-eklampsia pada kehamilannya ini. Tanda khas preeklampsia ini adalah tekanan darah tinggi, ditemukan protein dalam urine dan
oedema. Adapun gejala-gejala yang juga harus diketahui yaitu kenaikan BB
berlebihan, nyeri kepala yang hebat, muntah, gangguan penglihatan. Jika tandatanda tersebut terlambat dideteksi maka akan semakin parah dan keadaan paling
berat ini akan kejang, pasien yang akan mengalami kehilangan kesadaran, bahkan
sampai pada kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati
dan pendarahan otak.
Usia sebagai salah satu faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia dapat
menimbulkan kematian maternal. Wanita hamil diatas usia 35 tahun mengakat 3
kali lipat terjadinya pre-eklampsia. Jika tidak terdeteksi secara dini tentu kasus
pre-eklampsia ini akan berubah menjadi eklampsia yang harus mempunyai
penanganan yang lebih khusus.
Untuk mengatasi salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu-ibu
adalah pelayanan kesehatan prenatal yang baik dan tidak boleh menganggap
remeh jika menemukan salah satu tanda dari pre-eklampsia.
Jika kasus pre-eklampsia ini menjadi semakin berat dan tidak segera
ditangani lamanya akan berakibat buruk kondisi ibu dan janin, bahkan akan
berakibatkan kematian ibu dan janin.

B.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep ibu hamil?


2. Apa definisi dari pre-eklamsi dan eklamsi?
3. Apa saja klasifikasi preeklamsi dan eklamsi?
4. Bagaimana manifestasi klinik dari preeklamsi dan eklamsi?

5. Bagaimanakah prognosis preeklamsi dan eklamsi?


6. Bagaimana etiologi dari preeklamsi dan eklamsi?
7. Bagaimana patofisiologi preeklamsi dan eklamsi (KDM dan Maternitas)?
8. Apa saja komplikasi dari preekelamsi dan eklamsi?
9. Bagaimanakah

penatalaksanaan

preeklamsi

dan

eklamsi

(Medis

dan

Keperawatan)?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada preeklamsi dan eklamsi?
C.

Tujuan

1. Untuk mengetahui konsep pada ibu hamil.


2. Untuk mengetahui konsep preeklamsi dan eklamsi.
3. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada preeklamsi dan eklamsi.
D.

Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah uuntuk mengetahui dan memahami
konsep ibu hamil, preeklamsi dan eklamsi serta askep tentang preeklamsi dan
eklamsi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Pre Eklamsi dan Eklamsi
2.1.1

Definisi pre eklamsia


Pre eklampsia merupakan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan

dalam masa nifas yang terdiri dari trias, hypertensi proteinuria dan odema ibu
tersebut tidak menunjukkan hipertensi sebelumnya. (Mochtar Rustam, 1998 :
1999).
Pre eklampsi adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah persalinan. Sedangkan eklampsia adalah pre
eklampsia yang disertai kejang atau koma yang timbul bukan akibat kelainan
neurologi ( Mansjoer. 2000 ).
Preeklamsia ialah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi edema dan
protein usia yang timbul karena kehamilan dan umumnya terjadi dalam
triwulan ke 3 kehamilan (Sarwono, 2002).
Preeklamsia adalah suatu penyakit vasopastik, yang melibatkan banyak
sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria.(Irene
M.Bobak, 2004)
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Preeklampsia adalah kelainan multiorgan spesifik pada kehamilan yang
ditandai dengan terjadinya hipertensi, edema, dan proteinuria tetapi tidak
menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 20 minggu.
(Obgynacea, 2009)
Jadi preeklampsia adalah timbulnya sekumpulan gejala yang terdiri dari
hipertensi, proteinuria, edema bahkan kadang-kadang disertai konvulsi
sampai koma pada ibu hamil, bersalin dan nifas yang sebelumnya tidak

menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya, dan


biasanya gejala muncul setelah kehamilan berumur 20 minggu atau lebih.
2.1.2

Etiologi pre eklamsia


Penyebab pre eklamsia hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak

teori yang menerangkan namun belum dapat memberikan jawaban yang


memuaskan oleh karena itu penyakit ini disebut disease of theory. Adapun
teori-teori tersebut antara lain (menurut Angsar MD 2009):
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus
miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi
arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri
basalis dan arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada hamil normal, terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut hingga
terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan
dampak penurunan tekanan pembuluh darah, penurunan resistensi
vaskular, peningkatan aliran darah pada uteroplasenta akibatnya aliran
darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat,
sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini
dinamakan remodelling arteri spiralis (angsar MD, 2009).
Pada PE/ E terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis
tidak mengalami distensi dan vasodilatasi. Sehingga aliran darah utero
plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
(Angsar MD, 2009)
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a.) Iskemia plasenta dan pembentukan radikal bebas
Karena kegagalan remodelling arteri spiralis akan berakibat
plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan
radikal bebas, yaitu radika hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai
toksin. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang
mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida

lemak. Peroksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel
endotel.
b.) Disfungsi endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel
(Kartha, Sudira & Gunung 2000). Keadaan ini disebut disfungsi
endotel, yang akan menyebabkan terjadinya:
Gangguan metabolisme prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2), yang merupakan suatu

vasodilator kuat.
Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA 2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat.
Dalam keadaan normal, kadar prostasiklin lebih banyak
daripada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia
kadar tromboksan lebih banyak daripada prostasiklin,
sehingga

menyebabkan

vasonstriksi

yang

akan

menyebabkan peningkatan tekanan darah.


Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus

(glomerular endoteliosis).
Peningkatan permeabilitas kapiler
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu
endotelin. Kadar NO menurun, sedangkan endotelin

meningkat (Farid et al, 2001).


3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human
leucocyte antigen protein G (HLA-G), yang dapat melindungi
trofoblast janin dari lisi oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga
akan mempermudah invasi sel trofoblast kedalam jaringan desidua ibu
(Angsar MD, 2009).
Pada plasenta ibu yang mengalami PE terjadi penurunan ekspresi
HLA-G, yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblast
kedalam desidua. Kemungkinan terjadi imune maladaptation pada pre
eklamsia (Angsar MD, 2009).
4. Teori adaptasi kardiovaskuler
5

Pada kehamilan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan


vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor respon
vasokonstriksi.

Refrakter

ini

terjadi

akibat

adanya

sintesis

prostaglandin oleh sel endotel.


Pada PE terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan
vasopresor, sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap
bahan vasopresor, sehingga pembuluh darah akan mengalami
vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.
(Angsar MD, 2009., Decherney dan Pernoll 2006).
5. Teori genetik
Wanita yang mengalami PE pada kehamilan

pertama

akan

meningkatkan PE pada kehamilan berikutnya. Odeggar dkk di


Norwegia menemukan resiko 13,1% pada kehamilan kedua bila
dengan partner yang sama dan sebesar 11,8% jika berganti pasangan.
Mostello mengatakan kejadia PE akan meningkat pada kehamilan
kedua bila ada kehamilan dengan jarak anak yang terlalu jauh. Cincotta
menemukan bahwa bila dalam keluarga ada riwayat pernah PE maka
kemungkinan mendapat PE pada primigravida tersebut akan
meningkat 4 kali. (Karkata, 2006).
6. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan
dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Hal ini dibuktikan oleh
penelitian pemberian berbagai elemen seperti zinc, kalsium, dan
magnesium untuk mencegah pre eklamsia. Pada populasi umum yang
melakukan diet tinggi buah-buahan dan sayuran yang memilik
aktivitas antioksidan, seperti tomat, wortel, brokoli, apel, jeruk,
alpukat, mengalami penurunan tekanan darah (Cunningham et al,
2005). Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan,
dapat mengurangi resiko pre eklamsia. Minyak ikan mengandung asam
lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,
memghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah. (Angsar MD, 2009)
7. Teori stimulus inflamasi

Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas didalam


sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, pelepasan debris trofoblas masih
dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas
wajar. Berbeda dengan proses apoptosis pada PE, dimana PE terjadi
peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris trofoblas dan
nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon
inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktivasi sel
endotel dan sel makrofag atau granulosit yang lebih besar pula,
sehingga terjadi reaksi inflamasi sistemik yang menimbulkan gejala2.1.3

gejala pada ibu. (Angsar MD, 2009).


Penilaian Klinik Preeklampsia
Diagnosis preeklampsia ditegakan berdasarkan adanya 2 dari 4 gejala,
yaitu:
1. Penambahan berat badan yang berlebihan : bila terjadi kenaikan 1 kg
seminggu beberapa kali.
2. Edema : terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki,
jari tangan, dan muka.
3. Hipertensi : tekanan darah 140/90 mmHg atau tekanan sistolik
meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolik > 15 mmHg yang diukur
setelah pasien beristirahat selama 30 menit.
4. Proteinuria : bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l dalam air kencing
24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukan + 1 atau + 2, atau
kadar protein 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau
urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
(Mansjoer, 2001)
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat
terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik
preeklampsia

dapat

dibagi

menjadi

preeklampsia

ringan

dan

preeklampsia berat.
Pembagian preeklampsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti
adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan
penderita dengan preeklampsia ringan dapat mendadak mengalami
kejang dan jatuh dalam koma.

Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat individual.


Kadang-kadang sukar untuk menentukan gejala preeklampsia mana
yang timbul lebih dahulu.
Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklampsia
adalah edema, hipertensi dan terakhir proteinuri, sehingga gejala-gejala
ini timbul tidak dalam urutan di atas, dapat dianggap bukan
preeklampsia.
Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuri
merupakan gejala yang paling penting. Namun sayangnya penderita
seringkali tidak merasakan perubahan ini. Bila penderita sudah
mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan, atau
nyeri epigastrum, maka penyakit ini sudah cukup lanjut. (Saifuddin,
2.1.4

2010)
Klasifikasi
1. Preeklampsia ringan
Preeklampsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria
dan/ atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera
setelah persalinan. (Rukiyah, 2010)
2. Preeklampsia berat
Preeklampsia berat adalah komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai
proteinuria dan/ atau edema pada kehamilan 20 atau lebih.
(Rukiyah, 2010)

2.1.5

Manifestasi klinis
Menurut nanda, 2013 :
a. Pre eklamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/ 90 mmHg atau lebih yang diukur pada
posisi berbaring terlentang, atau kenaikan diastolik 15
mmHg atau lebih, atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau

lebih.
Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka, atau kenaikan

berat 1 kg atau lebih per minggu.


Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter; kwalitatif

1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream.


b. Pre eklamsia berat
Tekanan darah 160/ 110 mmHg atau lebih.
Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
8

Oliguria, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam.


Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri

pada epigastrium.
Terdapat edema paru dan sianosis.

Biasanya gejala pre eklamsia timbul dalam urutan : pertambahan berat


badan yang lebih, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya protein urin.
Pada pre eklamsia ringan tidak di temui gejala gejala subyektif,
namun menurut rukiyah (2010) mengatakan :
1.) Pre eklamsia Ringan
a.) Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih
b.) Kenaikan tekanan diastole15 mmHg atau lebih dari tekanan
darah sebelum hamil pada kehamilan 20 minggu atau lebih
c.) Protein urin secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam
atau secara kualitatif positif 2
d.) Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, dan wajah
2.) Pre eklamsia Berat
a.) Tekanan darah sistolik 160 mmHg
b.) Tekanan darah diastolik 110 mmHg
c.) Peningkatan kadar enzim hati/icterus
d.) Trombosit < 100.000/mm3
e.) Oliguria < 400 ml/24 jam
f.) Protein urin > 3 gr/liter
g.) Nyeri epigastrium
h.) Skotoma dan gangguan visus lain atau nyeri frontal yang berat
i.) Perdarahan retina
j.) Edema pulmonum
2.1.6

Patofisiologi

2.1.7

Komplikasi
1. Pada ibu
Eklampsia
Solusio plasenta
Perdarahan sebkapsula hepar
Kelainan pembekuan darah (DIC)
Sindrom HELLP (hermolisis, elevated, liver, enzymes, dan
low platelet count)
Ablasio retina
Gagal jantung hingga shock dan kematian
2. Pada janin
Terlambatnya pertumbuhan dalam uterus
Prematur
asfiksia neonatrum
kematian dalam uterus
peningkatan angka kematian dan kesakitan perinatal
10

Komplikasi pada ibu menurut Saifuddin, 2010:


1. Sistem saraf pusat
Perdarahan intrakranial,

trombosis

vena

sentral,

hipertensi

ensefalopati, edema serebri, edema retina, macular atau retina


detachment dan kebutaan korteks.
2. Gastrointestinal-hepatik: subskapular hematoma hepar, rupture
kapsul hepar.
3. Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.
4. Hematologik: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi.
5. Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik,
depresi atau arrest, pernapasan, kardiak arrest, iskemia miokardium.
6. Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidak terkendalikan

Komplikasi pada janin:


Penyulit yang dapat terjadi pada janin adalah intrauterine fetal growth
restriction, solusio plasenta, prematuritas, sindroma distress napas,
kematian janin intrauterine, kematian neonatal perdarahan intraventrikular,
necrotizing enterolitis, sepsis, cerebral palsy.

2.1.8

Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 43 vol%)
Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 450 ribu/mm3 )
Urinalis ditemukan protein dalam urine.
b. Pemeriksaan Fungsi hati
1) Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl )
2) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat
3) Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
4) Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat
( N= 15-45 u/ml
5) Serum glutamat oxaloacetic transaminase ( SGOT )
meningkat ( N= <31 u/l
6) Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
c. Tes kimia darah

11

Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl )


d. Radiologi
1) Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus.
Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan
volume cairan ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah.
2. Diagnosis Preeklampsia
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
a. Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema,
hipertensi, dan timbul proteinuria
b. Gejala subyektif : sakit kepala didaerah frontal, nyeri epigastrium;
gangguan visus; penglihatan kabur, diplopia; mual dan muntah.
c. Gangguan serebral lainnya: refleks meningkat, dan tidak tenang
d. Pemeriksaan: tekanan darah tinggi, refleks meningkat dan proteinuria
pada pemeriksaan laboratorium.
Pencegahan
Menurut Cuningham dkk. (2005), Berbagai strategi telah digunakan

2.1.9

sebagai upaya untuk mencegah preeklamsia. Biasanya strategi-strategi ini


mencakup manipulasi diet dan usaha farmakologis untuk memodifikasi
mekanisme patofisiologis yang diperkirakan berperan dalam terjadinya
preeklamsia. Usaha farmakologis mencakup pemakaian aspirin dosis rendah
dan antioksidan.
a. Manipulasi diet
Salah satu usaha paling awal yang ditujukan untuk mencegah
preeklamsia adalah pembatasan asupan garam selama hamil, Knuist dkk.
(1998) yang dikutip oleh Cuningham (2005).
Berdasarkan sebagian besar studi di luar amerika serikat, ditemukan
bahwa wanita dengan diet rendah kalsium secara bermakna beresiko lebih
tinggi mengalami hipertensi akibat kehamilan. Hal ini mendorong
dilakukanya paling sedikit 14 uji klinis acak yang menghasilkan
metaanalisis yang memperlihatkan bahwa suplementasi kalsium selama
kehamilan menyebabkan penurunan bermakna tekanan darah serta
mencegah preeklamsia. Namun studi yang tampaknya definitif dilakukan
oleh Lavine dkk.,(1997) yang dikutip oleh Cuningham (2005). Studi ini

12

adalah suatu uji klinis acak yang disponsori oleh the National Institute of
Child Health and Human development. Dalam uji yang menggunakan
penyamar-ganda ini,4589 wanita nulipara sehat dibagi secara acak untuk
mendapat 2g suplemen kalsium atau plasebo.
Manipulasi diet lainya untuk mencegah preeklamsia yang telah diteliti
adalah pemberian empat sampai sembilan kapsul yang mengandung
minyak ikan setiap hari. Suplemen harian ini dipilih sebagai upaya untuk
memodifikasi keseimbangan prostaglandin yang diperkirakan berperan
dalam patofisiologi preeklamsia.
b. Aspirin dosis rendah
Dengan aspirin 60 mg atau plasebo yang diberikan kepada wanita
primigravida

peka-angiotensin

pada

usia

kehamilan

28

minggu.

Menurunya insiden preeklamsi pada kelompok terapi diperkirakan


disebabkan oleh supresi selektif sintesis tromboksan oleh trombosit serta
tidak terganggunya produksi prostasiklin. Berdasarkan laporan ini dan
laporan lain dengan hasil serupa, dilakukan uji klinis acak multisentra
pada wanita beresiko rendah dan tinggi di amerika serikat dan negara lain.
Uji-uji klinis ini secara konsisten menperlihatkan aspirin dosis rendah
efektif untuk mencegah preeklamsia. Dalam suatu analisis sekunder
terhadap uji klinis intervensi resiko-tinggi, memperlihatkan bahwa
pemberian aspirin dosis rendah secara bermakna menurunkan kadar
tromboksan B2 ibu.
c. Antioksidan
Serum wanita hamil normal memiliki mekanisme antioksidan yang
berfungsi mengendalikan peroksidasi lemak yang diperkirakan berperan
dalam disfungsi sel endotel pada preeklamsia. serum wanita dengan
preeklamsia memperlihatkan penurunan mencolok aktivitas antioksidan.
Schirif dkk.,(1996) yang dikutip oleh Cuningham (2005), menguji
hipotesis bahwa penurunan aktifitas antioksidan berperan dalam
preeklamsia dengan mempelajari konsumsi diet serta konsentrasi vitamin
E dalam plasma pada 42 kehamilan dengan 90 kontrol. Mereka
menemukan kadar vitamin E plasma yang tinggi pada wanita dengan
preeklamsia, tetapi konsumsi vitamin E dalam diet tersebut tidak berkaitan
dengan preeklamsia. Mereka berspekulasi bahwa tingginya kadar vitamin
13

E yang diamati disebabkan oleh respons terhadap stres oksidatif pada


preeklamsia.
Penelitian sistematik pertama yang dirancang untuk menguji hipotesis
bahwa terapi antioksidan untuk wanita hamil akan mengubah cedera sel
endotel yang dikaitkan dengan preeklamsia. Sebanyak 283 wanita hamil 18
sampai 22 minggu yang beresiko preeklamsia dibagi secara acak untuk
mendapat terapi antioksidan atau plasebo. Terapi antioksidan secara
bermakna menurunkan aktivasi sel endotel dan mengisyaratkan bahwa terapi
semacam ini mungkin bermanfaat untuk mencegah preeklamsia. Juga terjadi
penurunan bermakna insiden preeklamsia pada mereka yang mendapat
vitamin C dan E dibandingkan dengan kelompok kontrol (17 versus 11
persen,p <0,02).
Belum ada kesepakatan dalam strategi pencegahan preeklampsia.
Beberapa penelitian menunjukan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diet
tinggi protein, suplemen kalsium, magnesium, dll) atau medikamentosa
(teofilin, antihipertensi, diuretik, aspirin, dll) dapat mengurangi kemungkinan
timbulnya preeklampsia. (Mansjoer, 2001)
....Yang dimaksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah terjadinya
preeklampsia pada wanita hamil yang mempunyai resiko terjadinya
preeklampsia. Preeklampsia adalah suatu sindroma dari proses implantasi
sehingga secara keseluruhan dapat dicegah. Pencegahan dapat dilakukan
dengan nonmedikal dan medikal:
1. Pencegahan dengan nonmedical
Pencegahan nonmedikal adalah pencegahan dengan tidak memberikan obat.
Cara yang paling sederhana adalah melakukan tirah baring. Di Indonesia tirah
baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya
preeklampsia meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya
preeklampsia dan mencegah persalinan preterm. Restriksi garam tidak terbukti
dapat mencegah terjadinya preeklampsia. Hendaknya diet ditambah suplemen
yang mengandung:
a. Minyak ikan yang kaya akan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3
PUFA
b. Antioksidan: vitamin C, vitamin E, -karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam
lipoik.

14

c. Elemen logam berat: zinc, magnesium, kalsium.


2. Pencegahan dengan medical
Pencegahan dapat pula dilakukan dengan pemberian obat meskipun belum ada
buktiyang kuat dan sahih. Pemberian diuretik tidak terbukti mencegah
terjadinya preeklampsia bahkan memperberat hipovolemia. Antihipertensi tidak
terbukti mencegah terjadinya preeklampsia.
Pemberian kalsium: 1.500-2.000 mg/hari dapat dipakai sebagai suplemen pada
resiko tinggi terjadinya preeklampsia. Selain itu dapat pula diberikan zinc 200
mg/hari, magnesium 365/hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapat
mencegah preeclampsia adalah aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100
mg/hari, atau dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obat antioksidan,
misalnya vitamin C, vitamin E, -karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam lipoik.
2.1.10 Penatalaksanaan
a. PER
Pada pre eklampsi ringan penanganan simtomatis dan berobat jalan dengan
memberikan :
1. Mencegah kenaikan peningkatan tekanan darah (berlanjut menjadi pre
2.
3.
4.
5.
6.

eklampsi berat), dengan memberikan obat antihipertensif.


Sedativa ringan : Phenobarbital 3 x 30 mgr, Valium 3 x 10 mgr
Obat penunjang : Vitamin B kompleks, Vitamin C, Vitamin E, Zat besi
Nasehat
Garam dalam makanan dikurangi
Lebih banyak istirahat baring ke arah punggung bayi, istirahat baring 2

jam siang hari dan > 8 jam pada malam hari.


7. Segera datang memeriksakan diri, bila terdapat gejala sakit kepala, mata
kabur, edema mendadak atau berat badan naik, pernapasan semakin sesak,
nyeri pada epigastrium, kesadaran makin berkurang, gerak janin melemah,
pengeluaran urin berkurang.
8. Jadwal pemeriksaan hamil dipercepat dan diperketat. Pasien hamil
hendaknya diperiksa sekali 2 minggu setelah bulan ke 6 dan sekali
seminggu

pada

bulan

terakhir,

gunanya

adalah

untuk

menilai

perkembangan kehamilan dan kesejahteraan janin, apakah ada perburukan


keluhan subyektif, peningkatan berat badan berlebih, kenaikan tekanan
darah, dan melakukan pemeriksaan penunjang lain sesuai kebutuhan,
terutama protein urin. Petunjuk untuk segera memasukan penderita ke
rumah sakit atau merujuk penderita perlu memperhatikan hal berikut :
15

a. Bila tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih


b. Protein dalam urin 1 plus atau lebih
c. Edema bertambah dengan mendadak
d. Terdapat gejala dan keluhan subjektif
b. PEB
Pengobatan Medisinal Pengobatan medisinal pasien pre eklampsia berat
yaitu :
1. Segera masuk rumah sakit
2. Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit,
refleks patella setiap jam.
3. Infus dextrose 5% dimana setiap 1 liter diselingi dengan infus RL (604.
5.
6.
7.

125 cc/jam) 500 cc.


Antasida
Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongestif atau edema anasarka. Diberikan furosemid

injeksi 40 mg/im.
8. Antihipertensi diberikan bila :
a. Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg
atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan
diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan
menurunkan perfusi plasenta.
b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada
umumnya.
c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat
diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),
catapres injeksi. Dosis yangbiasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc
cairan infus atau press disesuaikandengan tekanan darah.
d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan
tabletantihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam,
maksimal 4-5 kali.Bersama dengan awal pemberian sublingual
maka obat yang sama mulai diberikan secara oral. (Syakib Bakri,
1997)
9. Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung, diberikan
digitalisasicepat dengan cedilanid.
10. Lain-lain :

16

a. Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.


b. Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat
celcius dapatdibantu dengan pemberian kompres dingin atau
alkohol atau xylomidon 2 ccIM.
c. Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin 1 gr/6
jam/IV/hari.
d. Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi
uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja,
selambat-lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.
Pemberian Magnesium Sulfat
Cara pemberian magnesium sulfat :
a.

Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc)


selama 1 gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4
(dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gram
di bokong kanan (40 % dalam 10 cc) dengan jarum no 21
panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc
xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada suntikan

b.

IM.
Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6
jam pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram
IM setiap 6 jam dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3

c.

hari.
Syarat-syarat pemberian MgSO4 :
1. Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1
gram (10% dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3
menit.
2. Refleks patella positif kuat
3. Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.
4. Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5

d.

cc/kgBB/jam).
MgSO4 dihentikan bila :
1. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi,
refleks fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi
SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat menyebabkan
kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan karena
ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat adalah 4-7

17

mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10


mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot
pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
2. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :
a. Hentikan pemberian magnesium sulfat
b. Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10
cc) secara IV dalam waktu 3 menit.
c. Berikan oksigen.
d. Lakukan pernapasan buatan.
e. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam
pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normotensif).
2.1.11 Perubahan yang terjadi saat pre eklamsia
Perubahan Pada Organ-Organ
Menurut Winkjasastro Hanifa (2006) pada penderita preeklamasi dapat terjadi
perubahan pada organ-organ, antara lain :
1. Perubahan anatomi patologik
a. Plasenta
Pada pre eklamsia terdapat spasme arteriol spiralis desidua dengan akibat
menurunnya aliran darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibat
tuanya kehamilan, seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh
darah dalam vili karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik
dipercepat prosesnya pada pre eklamsia dan hipertensi. Pada pre eklamsia yang
jelas ialah atrofi sinsitium, sedangkan pada hipertensi menahun terdapat terutama
perubahan pada pembuluh darah dan stroma. Arteri spiralis mengalami konstriksi
dan penyempitan, akibat aterosis akut disertai necrotizing arteriopathi.
b. Ginjal
Alat ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada simpai ginjal dan
pada pemotongan mungkin ditemukan perdarahan perdarahan kecil.
Penyelidikan biopsi pada ginjal oleh Altchek dan kawan-kawan (1968)
menunjukkan pada pre eklamsia bahwa kelainan berupa:
1. kelainan glomerulus
2. hiperplasia sel-sel jukstaglomerulus

18

3. kelainan pada tubulus-tubulus henle


4. spasme pembuluh darah ke glomerulus. Glomerulus tampak sedikit
membengkak dengan perubahan-perubahan sebagai berikut:
a. sel-sel diantara kapiler bertambah
b. tampak dengan mikroskop biasa bahwa membrana basalis dinding
kapiler glomerulus seolah-olah terbelah, tetapi ternyata keadaan
tersebut

dengan

mikroskop

elektron

disebabkan

oleh

bertambahnya matriks mesangial


c. sel-sel kapiler membengkak dan lumen menyempit atau tidak ada;
d) penimbunan zat protein berupa serabut ditemukan dalam kapsul
bowman.
bertambah

Sel-sel

jukstaglomeruler

dengan

pembengkakan

tampak

membesar

sitoplasma

sel

dan
dan

bervakuolisasi. Epitel tubulus-tubulus henle berdeskuamasi hebat,


tampak jelas fragmen inti sel terpecah-pecah. Pembengkakan
sitoplasma dan vakuolisasi nyata sekali. Pada tempat lain tampak
regenerasi. Perubahan perubahan tersebutlah tampaknya yang
menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali ada hubungannya
dengan retensi garam dan air.
c. Hati
Alat ini besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak tempat
tempat perdarahan yang tidak teratur. Pada pemerikaan mikroskopik dapat
ditemukan pedarahan dan nekrosis pada tepi lobules, disertai thrombosis pada
pembuluh darah kecil, terutama disekitar vena porta. Walaupun umumnya lokasi
ialah periportal, namun perubahan tersebut dapat ditemukan ditemukan ditempattempat lain. Dalam pada itu, rupanya tidak ada hubungan langsung antara berat
penyakit dan luas perubahan hati.
d. Otak
Pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan lanjut ditemukan perdarahan.
e. Retina
Kelainan yang sering ditemukan pada retina ialah spasmus pada arteriola
arteriola, terutama yang dekat pada diskus optikus. Vena tampak lekuk pada
persimpanagan dengan arteriola. Dapat terlihat edema pada diskus optikus dan

19

retina. Ablasio retina juga dapat terjadi tetapi komplikasi ini prognosisnya baik
karena retina akan melekat lagi beberapa minggu post partum. Perdarahan dan
eksudat jarang ditemukan pada pre eklamsia, biasanya kelainan tersebut
menunjukkan adanya hipertensi menahun.
f. Paru-Paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edemma dan perubahan karena
bronkopnemonia sebagai akibat aspirasi. Kadang kadang ditemukan abses paru
paru.
g. Jantung
Pada sebagian besar penderita yang mati karena eklamsi jantung biasanya
mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering ditemukan degenerasi
lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan pendarahan. Sheehan (1958)
menggambarkan

pendarahan

subendokardial

disebelah

kiri

septum

interventrikulare pada kira-kira dua pertiga penderita eklampsia yang meninggal


dalam 2 hari pertama setelah timbulnya penyakit.
h. Kelenjar adrenal
Kelenjar adrenal dapat menunjukkan kelainan berupa pendarahan dan
nekrosis dalam berbagai tingkat.
2. Perubahan fisiologi patologik
a. Perubahan pada plasenta dan uterus
Menurunnya aliran darh ke plasenta mengakibatkan disfungsi plasenta.
Pada hipertensi yang agak lama pertumbuhan janin terganggu, pada hipertensi
yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin sampai kematiannya karena
kekurangan oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap
perangsangan sering didapatkan pada pre eklamsia dan eklamsia sehingga mudah
terjadi partus prematurus.
b. Perubahan pada ginjal
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun,
sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus mengurang. Kelainan pada ginjal yang
20

penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin sekali juga dengan
retensi air garam dan air. Mekanisme retensi garam dan air belum diketahui benar,
tetapi disangka akibat perubahan dalam perbandingan antara tingkat filtrasi
glomerulus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada kehamila normal
penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi glomerulus. Penurunan
filtrasi glomerulus akibat spasmus arterioles ginjal menyebabkan fltrasi natrium
melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garm dan dengan
demikian juga retensi air. Peranan kelenjar adrenal dalam retensi garam dan air
belum diketahui benar. Fungsi ginjal pada pre eklampsia tampaknya agak
menurun bila dilihat dari clearance asam uric. Filtrasi glomerulus dapat turun
sampai 50% dari normal, sehingga menyebabkan dieresis turun; pada keadaan
lanjut dapat terjadi oliguria atau anuria.
c. Perubahan pada retina
Pada pre eklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau
enyeluruh pada satu atau beberapa arteri; jarang terlihat perdarahan atau eksudat.
Retinopatia arteriosklerotika menunjukkan penyakit vaskuler yang menahun.
Keadaan tersebut tak tampak pada pre eklampsia, kecuali bila terjadi atas dasar
hipertensi menahun atau penyakit ginjal. Spasmus arteri retina yang nyata
menunjukkan adanya pre eklampsia berat; walaupun demikian, vasopasmus
ringan tidak selalu menunjukkan pre eklampsia ringan. Pada pre eklampsia jarang
terjadi ablasio retina. Keadaan ini disertai dengan buta sekonyong-konyong.
Pelepasan retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk
pengakhiran kehamilan segera. Biasanya setelah persalinan berakhir. Retina
melekat lagi dalam 2 hari sampai 2 bulan. Gangguan penglihatan secara tetap
jarang ditemukan. Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita pre eklampsia
merupakan gejala yang menunjukkan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini
disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri
atau dalam retina.
d. Perubahan pada Paru paru

21

Kematian ibu pada pre-eklamsia dan eklamsia biasanya disebabkan oleh


edema paru yang menimbulkan decompensasi cordis. Bisa pula karena terjadinja
aspirasi pnemonia,atau abses paru.

e. Perubahan pada otak


Mc Call melaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada
hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi lagi pada eklampsia. Walaupun
demikian, aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada pre eklampsia tetap
dalam batas normal. Pemakaian oksigen oleh otak hanya menurun pada
eklampsia.
f. Metabolisme air dan Elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyertai pre eklampsia dan eklampsia tidak
hanya diketahui sebabnya. Terjadi disini pergeseran cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini, yang diikuti oleh kenaikan
hematokrit,

peningkatan

protein

serum

dan

sering

bertambah

edema,

menyebabkan volume darah mengurang, viskositet darah meningkat, waktu


peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke jaringan di berbagai
bagian tubuh mengurang, dengan akibat hipoksia. Dengan perbaikan keadaan,
hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai sebagai
ukuran tentang perbaikan keadaan penyakit dan tentang berhasilnya pengobatan.
Jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita pre eklampsia
daripada wanita hail biasa atau penderita hipertensi menahun. Penderita pre
eklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang
diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan
penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolid, kristaloid dan protein
dalam serum tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada pre eklampsia.
Konsentrasi kalium, natrium, kalsium dan klorida dalam serum biasanya dalam
batas normal. Gula darah, ikarbonas dan pH pun normal. Pada eklampsia, kejangkejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk sementara; asidum

22

laktikum dan asam organic lain naik dan bikarbonas natrikus, sehingga
menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejangan, zat organic dioksida
sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi
bikarbonas natrikus. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih kembali. Oleh
beberapa penulis kadar asam urat dalam darah dipakai sebagai parameter untuk
menentukan proses pre eklampsia menjadi baik atau tidak. Pada keadaan normal
asam urat melewati glemorulus dengan sempurna untuk diserap kembali dengan
sempurna oleh tubulus kontorti proksimalis dan akhirnya dikeluarkan oleh tubulus
kontorti distalis. Tampaknya perubahan pada glomerulus dengan sempurna untuk
diserap kembali dengan sempurna oleh tubulus kontorti proksimalis dan akhirnya
dikeluarkan oleh tubulus kontorti distalis. Tampaknya perubahan pada glomerulus
menyebabkan filtrasi asam urat mengurang, sehingga kadarnya dalam darah
meningkat. Akan tetapi, kadar asam urat yang tinggi tidak selalu ditemukan.
Selanjutnya, pemakaian diuretika golongan tiazid menyebabkan kadar asam urat
meningkat. Kadar keratin dan ureum pada pre eklampsia tidak meningkat, kecuali
bila terjadi oliguria atau anuria. Protein serumtotal, perbandingan albumin
globulin dan tekanan osmotic plasma menurun pada pre eklampsia, kecuali pada
penyakit yang berat dengan hemokonsentrasi. Pada kehamilan cukup bulan kadar
fibrinogen meningkat dengan nyata. Kadar tersebut lebih meningkat lagi pada pre
eklampsia. Waktu pembekuan lebih pendek dan kadang-kadang ditemukan kurang
dari 1 menit pada eklampsia.

7. Frekuensi
Ada yang melaporkan angka kejadian sebanyak 6% dari seluruh
kehamilan, dan 12% pada kehamilan primigravida. Menurut beberapa penulis lain
frekuensi dilaporkan sekitar 3-10%. Lebih banyak dijumpai pada primigravida
daripada

multigravida,

terutama

primigravida

usia

muda.

Faktor-faktor

predisposisi untuk terjadinya preeklamsia adalah molahidatidosa, diabetes


melitus, kehamilan ganda, hidrops fetalis, obesitas, dan umur yang lebih dari 35
tahun (Mochtar, 2007).
Menurut Winkjosastro Hanifa (2006) Frekuensi pre eklamsia pada tiap
negara berbeda-beda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah
23

primigravida, keadaan sosial ekonomi, perbedaan kriterium dalam penentuan


diagnosis, dan lain-lain. Dalam kepustakaan frekuensi dilaporkan berkisar antara
3-10%. Pada primigravida frekuensi pre eklamsia lebih tinggi bila dibandingkan
dengan multi gravida, hidrops fetalis, umur > 35 tahun, dan obesitas merupakan
faktor predisposisi untuk terjadinya pre eklamsia.

2.2.1

Pengertian eklamsia

Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai kejang dan/ atau koma yang
timbul bukan akibat kelainan neurologi. (Mansjoer, 2001)
Eklamsia adalah suatu penyakit yang pada umumnya terjadi pada wanita
hamil atau nifas dengan tanda-tanda pre eklamsia. (Sarwono, 2005)
Eklamsia adalah terjadinya kejang pada seorang wanita dengan pre eklamsia
yang tidak dapat disebabkan oleh hal lain. (Cunningham, 2005)
Eklamsia adalah pre eklamsia yang disertai kejang-kejang, kelainan akut pada
ibu hamil. (Maimunah, 2005)
Eklampsia adalah kelainan pada masa persalinan, atau masa nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau
koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia.
(Nanda, 2013)
2.2.2

Etiologi

Dengan penyebab kematian ibu adalah perdarahan otak, payah jantung


atau payah ginjal, dan aspirasi cairan lambung atau edema paru paru. Sedangkan
penyebab kematian bayi adalah asfiksia intrauterine dan persalinan prematuritas.
Mekanisme kematian janin dalam rahim pada penderita eklampsia :
a. Akibat kekurangan O2 menyebabkan perubahan metabolisme ke arah
lemak dan protein dapat menimbulkan badan keton
b. Merangsang dan mengubah keseimbangan nervus simfatis dan nervus
vagus yang menyebabkan :
24

Perubahan denyut jantung janin menjadi takikardi dan dilanjutkan

menjadi bradikardi serta irama yang tidak teratur


Peristaltis usus bertambah dan sfingter ani terbuka sehingga di
keluarkannya mekonium yang akan masuk ke dalam paru paru

pada saat pertama kalinya neonatus aspirasi.


c. Sehingga bila kekurangan O2 dapat terus berlangsung keadaan akan
bertambah gawat sampai terjadinya kematian dalam rahim maupun di luar
rahim .
Oleh sebab itu perlu memperhatikan komplikasi dan tingginya
angka kematian ibu dan bayi. Maka usaha utama adalah mencegah pre
eklampsia menjadi eklampsia perlu diketahui bidan dan selanjutnya
melakukan rujukan ke rumah sakit.

2.2.3

Manifestasi klinis
Gejala klinis Eklamsi adalah sebagai berikut:
1. Terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih
2. Terdapat tanda-tanda pre eklamsi ( hipertensi, edema, proteinuri,
sakit kepala yang berat, penglihatan kabur, nyeri ulu hati,
kegelisahan atu hiperefleksi)
3. Kejang-kejang

atau

koma

Kejang dalam eklamsi ada 4 tingkat, meliputi:


a. Tingkat awal atau aura (invasi). Berlangsung 30-35 detik, mata
terpaku dan terbuka tanpa melihat (pandangan kosong) kelopak
mata dan tangan bergetar, kepala diputar kekanan dan kekiri.
b. Stadium
kejang
tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku tangan
menggenggam dan kaki membengkok kedalam, pernafasan
berhenti muka mulai kelihatan sianosis, lodah dapat trgigit,
berlangsung kira-kira 20-30 detik.
c. Stadium
kejang

klonik

Semua otot berkontraksi dan berulang ulang dalam waktu yang


cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan

25

lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan


sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik
berhenti dan penderita tidak sadar, menarik mafas seperti
mendengkur.
d. Stadium

koma

Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjamjam. Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan
akhirnya penderita tetap dalam keadaan koma.
e. Kadang kadang disertai dengan gangguan fungsi organ.
2.2.4

Klasifikasi
KlasifikasiMenurut saat terjadinya eklampsia kita mengenal istilah:
1. Eklampsia ante partum ialah eklampsi yang terjadi sebelum
persalinan (paling sering setelah 20 minggu kehamilan)
2. Eklampsia intrapartum ialah eklampsia sewaktu persalinan.
3. Eklampsia postpartum, eklampsia setelah persalinan.

2.2.5

Komplikasi
Pada Ibu:
1. CVA ( Cerebro Vascular Accident )
2. Edema paru
3. Gagal ginjal
4. Gagal hepar
5. Gangguan fungsi adrenal
6. DIC ( Dissemined Intrevasculer Coagulopaathy )
7. Payah jantung.
8. Lidah tergigit (kejang)
9. Merangsang persalinan
10. Gangguan pernafasan

Pada Anak :
1.
2.
3.
4.

Prematuritas
Gawat janin
IUGR (Intra.Uterine Growth Retardation)
Kematianjanin dalam rahim.

26

2.2.6

Penatalaksanaan

Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menghentikan berulangnya


serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang
aman setelah keadaan ibu mengizinkan. Penanganan yang dilakukan :

2.2.7

Beri obat anti konvulsan


Perlengkapan untuk penanganan kejang
Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
aspirasi mulut dan tenggorokan
baringkan pasien pada sisi kiri
posisikan secar trandelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
berikan oksigen 4 6 liter / menit.

Pengobatan eklampsia
Eklampsia merupakan gawat darurat kebidanan yang memerlukan

pengobatan di rumah sakit untuk memberikan pertolongan yang adekuat.


Konsep pengobatannya :
Menghindari terjadinya :
1. Kejang berulang
2. Mengurangi koma
3. Meningkatkan jumlah dieresis
Perjalanan kerumah sakit dapat diberikan :
1. Obat penenang dengan injeksikan 20 mgr valium
2. Pasang infuse glukosa 5 % dan dapat di tambah dengan valium 10
sampai 20 mgr
Sertai petugas untuk memberikan pertolongan:
1. Hindari gigitan lidah dengan memasang spatel pada lidah
2. Lakukan resusitasi untuk melapangkan nafas dan berikan O2
3. Hindari terjadinya trauma tambahan

Perawatan kolaborasi yang dilaksanakan dirumah sakit sebagai berikut :


27

1. Kamar isolasi
Hindari rangsangan dari luar sinar dan keributan
Kurangi penerimaan kunjungan untuk pasien
Perawat pasien dengan jumlahnya terbatas

2. Pengobatan medis
Banyak pengobatan untuk menghindari kejang yang berkelanjutan
dan meningkatkan vitalitas janin dalam kandungan. Dengan pemberian :

Sistem iuresis f
Sodium pentothal dapat menghilangkan kejang
Magnesium sulfat dengan efek menurunkan tekanan darah ,
mengurangi sensitivitas saraf pada sinapsis, meningkatkan iuresis
dan mematahkan sirkulasi iskemia plasenta sehingga menurunkan

gejala klinis eklampsia.


Litik koktil

3. Pemilihan metode persalinan


Pilihan pervaginam diutamakan :

Dapat didahului dengan induksi persalinan


Bahaya persalinan ringan
Bila memenuhi syarat dapat dilakukan dengan memecahkan
ketuban, mempercepat pembukaan, dan tindakan curam untuk

mempercepat kala pengeluaran.


Persalinan plasenta dapat dipercepat dengan manual
Menghindari perdarahan dengan diberikan uterotonika

4. Pertimbangan seksio sesarea :


Gagal induksi persalinan pervaginam
Gagal pengobatan konservatif
28

ASUHAN KEPERAWATAN
PRE EKLAMSIA-EKLAMSIA
3.1 Pengkajian
1. Data Biografi
Umur biasanya sering terjadi pada primi gravida ,< 20 tahun atau > 35
tahun, Jenis kelamin,
a. Riwayat Kesehatan
1. keluhan Utama : biasanya klirn dengan preeklamsia mengeluh
demam, sakit kepala,
2. Riwayat kesehatan sekarang : terjadi peningkatan tensi, oedema,
pusing, nyeri epigastrium, mual muntah, penglihatan kabur
3. Riwayat kesehatan sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM

29

4. Riwayat kehamilan : riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,


hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau
eklamsia sebelumnya
5. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
6. Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan,

oleh

karenanya

perlu

kesiapan

moril

untuk

menghadapi resikonya
b. Riwayat Kehamilan
Riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion serta riwayat
kehamilan dengan eklamsia sebelumnya.
c. Riwayat KB
Perlu ditanyakan pada ibu apakah pernah / tidak megikuti KB jika ibu
pernah ikut KB maka yang ditanyakan adalah jenis kontrasepsi, efek
samping. Alasan pemberhentian kontrasepsi (bila tidak memakai lagi)
serta lamanya menggunakan kontrasepsi
d. Pola aktivitas sehari-hari
1. Aktivitas
Gejala :biasanya pada pre eklamsi terjadi kelemahan, penambahan
berat badan atau penurunan BB, reflek fisiologis +/+, reflek patologis
-/-.
Tanda : pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka
2. Sirkulasi
Gejala :biasanya terjadi penurunan oksegen.
3. Abdomen
Gejala :
Inspeksi :biasanya Perut membuncit sesuai usia kehamilan aterm,
apakah adanya sikatrik bekas operasi atau tidak ( - ) Palpasi :
30

1. Leopold I : biasanya teraba fundus uteri 3 jari di bawah proc.


Xyphoideus teraba massa besar, lunak, noduler
2. Leopold II : teraba tahanan terbesar di sebelah kiri, bagian
bagian kecil janin di sebelah kanan.
3. Leopold III : biasanya teraba masa keras, terfiksir
4. Leopold IV : biasanya pada bagian terbawah janin telah masuk
pintu atas panggul
Auskultasi :
biasanya terdengar BJA 142 x/1 regular

31

4. Eliminasi
Gejala :biasanya proteinuria + 5 g/24 jam atau 3 pada tes celup,
oliguria
5. Makanan / cairan
Gejala :biasanya terjadi peningkatan berat badan dan penurunan ,
muntah-muntah
Tanda :biasanya nyeri epigastrium,
6. Integritas ego
Gejala : perasaan takut.
Tanda : cemas.
7. Neurosensori
Gejala :biasanya terjadi hipertensi
Tanda :biasanya terjadi kejang atau koma
8. Nyeri / kenyamanan
Gejala :biasanya nyeri epigastrium, nyeri kepala, sakit kepala,
ikterus, gangguan penglihatan.
Tanda :biasanya klien gelisah,
9. Pernafasan
Gejala :biasanya terjadi suara nafas antara vesikuler, Rhonki,
Whezing, sonor
Tanda :biasanya ada irama teratur atau tidak, apakah ada bising
atau tidak.

32

10. Keamanan
Gejala :apakah adanya gangguan pengihatan, perdarahan spontan.
11. Seksualitas
Gejala : Status Obstetrikus

e. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : baik, cukup, lemah
2. Kesadaran : Composmentis (e = 4, v = 5, m = 6)
3. Pemeriksaan Fisik (Persistem)
a. Sistem pernafasan
Pemeriksaan

pernapasan,

biasanya

pernapasan

mungkin

kurang, kurang dari 14x/menit, klien biasanya mengalami sesak


sehabis melakukan aktifitas, krekes mungkin ada, adanya edema
paru hiper refleksia klonus pada kaki.
b. Sistem cardiovaskuler
1. Inspeksi : apakah Adanya sianosis, kulit pucat, konjungtiva
anemis.
2. Palpasi :
Tekanan

darah

: biasanya

pada

preeklamsia

terjadi

peningkatan TD, melebihi tingkat dasar setetah 20 minggu


kehamilan,
Nadi

: biasanyanadi meningkat atau menurun

Leher

apakah

ada

bendungan

atau

tidak padaPemeriksaan Vena Jugularis, jika ada bendungan


menandakan bahwa jantung ibu mengalami gangguan.
Edema periorbital yang tidak hilang dalam kurun waktu 24
jam Suhu dingin

33

3. Auskultasi :untuk mendengarkan detak jantung janin untuk


mengetahui adanya fotal distress, bunyi jantung janin yang
tidak teratur gerakan janin melemah.
c. System reproduksi
1. Dada
Payudara : Dikaji apakah ada massa abnormal, nyeri tekan
pada payudara.
2. Genetalia
Inspeksi adakah pengeluaran pervaginam berupa lendir
bercampur darah, adakah pembesaran kelenjar bartholini /
tidak.
3. Abdomen
Palpasi : untuk mengetahui tinggi fundus uteri, letak janin,
lokasi edema, periksa bagian uterus biasanya terdapat
kontraksi uterus
d. Sistem integument perkemihan
1. Periksa vitting udem biasanya terdapat edema pada
ekstermitas akibat gangguan filtrasi glomelurus yang
meretensi garam dan natrium, (Fungsi ginjal menurun).
2. Oliguria
3. Proteinuria
e. Sistem persarafan
Biasanya hiperrefleksi, klonus pada kaki
f. Sistem Pencernaan
Palpasi

Abdomen

adanya

nyeri

tekan

daerah

epigastrium(kuadran II kiri atas), anoreksia, mual dan muntah.


f. Pengelompokan Data
1. Data Subyektif
a. Biasanya ibu mengeluh Panas
b. Biasanya ibu mengeluh sakit kepala
c. biasanya ibu mengeluh nyeri kepala

34

d. biasanya ibu mengeluh nyeri perut akibat fotal distress pada


janin
e. biasanya ibu mengeluh tegang pada perutnya
f. Biasanya mengeluh nyeri
g. skala nyeri (2-4)
h. klien biasanya mengatakan kurang nafsu makan
i. klien biasanya sering mual muntah
j. klien biasanya sering bertanya
k. klien biasanya sering mengungkapkan kecemasan
2. Data Obyektif
a. Biasanya teraba panas
b. Biasanya tampak wajah ibu meringis kesakitan
c. Biasanya ibu tampak kejang
d. Biasanya ibu tampak lemah
e. Biasanya penglihatan ibu kabur
f. biasanya klien tampak cemas
g. Biasanya klien tampak gelisah
h. Biasanya klien tampak kurus,
i. biasanya klien tampak lemah, konjungtiva anemis.
j. Tonus otot perut tampa tegang
k. Biasanya ibu tampak meringis kesakitan
l. Biasanya tamapa cemas
m. Biasanya DJJ bayi cepat >160
n. Bisanya ibu tampak meringis kesakitan
o. biasanya ibu tampak cemas
p. Bianyasa skala nyeri 4 = nyeri berat (skala nyeri 1-5)
q. aktivitas janin menurun
r. DJJ meningkat >160

35

3.2 Diagnosa keperawatan


1. Kekurangan volume cairan / kegagalan regulasi berhubungan dengan
kehilangan protein plasma, penurunan tekanan osmatik koloid. (Marylin
Doenges,2000)
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan terjadinya vasospasme
arteriola
3.

(prene

Bobak,1995:835)

Protensial Injury pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya

perfusi darah plasenta ( Prene M Bobak 1989:718)


3. Kelebihan volume cairan intertisial berhubungan dangan penurunan
tekanan osmatic, perubahan permibilitas pembuluh darah, retensi sodium
dan air
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan Vaso Spasme pada
pembuluh darah, proses cardiac output menurun, merangsang medulla
oblongata dan system syaraf, Kompresi saraf simpatis gangguan irama
jantung, aliran tumbulensi emboli kontraksi uterus dan pembukaan jalan
lahir, kontraksi uterusdan pembukaan jalan lahir di tandai dengan biasanya
ibu mengeluh nyeri kepala, biasanya ibu mengeluh nyeri perut akibat fotal
distress pada janin, Bisanya ibu tampak meringis kesakitan, biasanya ibu
tampak cemas, Bianyasa skala nyeri 4 = nyeri berat (skala nyeri 1-5),
aktivitas janin menurun, DJJ meningkat >160

3.3 Intervensi
Perencanaan
Pencernaan keperawatan merupakan tugas lanjut dari perawat setelah
mengumpulkan data yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan klien
sesuai

dengan

pengkajian

yang

telahdilakukan.

Pada tahap ini ditetapkan tujuan dan alternative tindakan yang akan
dilakukan pada tahap implementasi dalam upaya memecahkan masalah
atau mengurangi masalah klien.

36

Berikut ini akan diuraikan rencana tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan
kemungkinan diagnosa yang telah dijelaskan sebelumnya.
1. Kekurangan volume cairan / kegagalan regulasi berhubungan dengan
kehilangan
Tujuan :

protein

plasma,

penurunan

tekanan

osmatik

koloid.

volume cairan dapat kembali seimbang dan regulasi cairan

normal.
Rencana Tindakan :
a. Bedakan edema kehamilan patologis dan fasiologis. Pantau lokasi dan
derajat pitting.
Rasional : adanya edema pitting pada wajah , tangan , kaki, area sakral
atau dinding abnomen , edema yang tidak hilang selama 12 jam tirah
baring adalah bermakna.
b. perhatikan tanda edema berlebihan ( nyeri epigastric , gejala gejala
serebral, mual, muntah). Kaji terhadap kemungkinan eklamsia.
Rasional : Edema dalam hepar terselubung dimanifestasikan dengan
nyeri epigastrium, dyspnea menandakan adanya hubungan dengan
pulmonal. Edema serebral memungkinkan mengarah pada kejang,
mual dan muntah menandakan edema GI
c. Perhatikan perubahan kadar Ht atau Hb.
Rasional : Mengidentifikasi derajat hemokonsentrsi yang disebabkan
oleh perpindahan cairan.
d. Kaji ulang masukan diit dari protein dan kalori. Berikan informasi
sesuai kebutuhan.
Resional : Ketidak adekuatan protein atau kalori meningkatkan resiko
pembentukan edema.
e. Pantau masukan dan pengeluaran urine, perhatikan warna urine dan
ukur berat jenis sesuai indikasi.
Rasional : Pengeluaran urine adalah indikator sensitive dari sirkulasi
volume darah.
f. Kolaborasi dalam memberikan cairan baik secara oral atau parenteral
melalui infuse sesuai andikasi.
Rasional : Penggantian cairan memperbaiki hypovolemia yang harus
diberikan hati-hati untuk menega kelebihan beban.

37

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan terjadinya vasospasme


arterional
Tujuan : Meningkatkan perfusi jaringan
Rencana tindakan :
a. Monitor intake dan outout setiap hari
Rasional : Dengan memonitor intake dan output maka akan dapt
diketahui tingkat toleransi/ fungsi tubuh.
b. Kontrol tetesan infus MgSO4
Rasional : Cairan MgSO4 berguna untuk mengurangi vasospasme,
dengan menurunnya vasospasme akan membantu meningkatkan
perfusi ginjal, mobilisasi cairan ekstravaskuler dan diuresis sehingga
oedema dapat dikurangi.
c. Monitor oedema yang tampak
Rasional : Dengan memonitor oedema yang tampak dapat diketahui
keadaan oedema merupakan indicator keadaan cairan tubuh.
d. Anjuran klien untuk istirahat atau tidur dengan posisi berbaring pada
salah satu sisi tubuhnya
Rasional : Dengan istirahat tidur dengan posisi berbaring pada salah
satu sisi tubuhnyaakan memaksimalkan aliran darah dan meningkatkan
diuresis.
e. Kontrol Vital Sign secara Berkala
Rasional : dengan mengontrol vital sign dapat diketahui keadaan
umum klien dan dapat menentukan tindakan selanjutnya.

3. Potensial Injury pada janin berhubungan dengan tidak adekuatnya perfusi


darah ke plasma
Tujuan : Injury tidak terjadi pada janin
Rencana tindakan :
a. Istirahatkan klien
Rasional : Dengan mengistirahatkan klien diharapkan metabolisme
tubuh menurun dan peredaran darah keplasenta menjadi adekuat
sehingga kebutuhsn oksigen untuk janin dapat dipenuhi.
b. Anjurkan klien tidur miring kekiri
38

Rasional : Dengan tidur miring kekiri diharapkan vena cava dibagian


kanan tidak tertekan oleh uterus yang membesar sehingga aliran darh
ke palasenta menjadi lancar.
c. Monitor tekanan darah klien
Rasional : Dengan memonitor tekanan darah klien dapat diketahui
keadaan aliran darah ke p;asenta seperti tekanan darah tinggi, aliran
darah ke plasenta berkurang sehingga suplay oksigen ke janin
berkurang
d. Monitor bunyi Jantung klien
Rasional : Dengan memonitor bunyi jantung janin dapat diketahui
keadaan jantung janin lemah atau menurun menandakan suplay
oksigen keplasenta berkurang sehingga dapat direncanakan tindakan
sebelumnya.
e. Beri obat anti hipertensi akan menurunkan tonus arteri dan
menyebabkan
penurunan afterload jantung dengan vasodilatasi pembuluh darah
sehingga tekanan darah turun. Dengan menurunnya tekanan darah
sehingga aliran darah keplasenta menjadi adekuat
4. Kelebihan volume cairan intertisial berhubungan dangan penurunan
tekanan osmatic, perubahan permibilitas pembuluh darah, retensi sodium
dan

air

Tujuan

Volume

cairan

kembali

seimbang

Rencana tindakan :
a. Monitor dan catat intake dan output setiap hari
Rasional : dengan memonitor intake dan output diharapkan dapat
diketahui adanya keseimbangan cairan dan dapat diramalkan keadaan
dan kerusakan glomerulus.
b. Monitor vital sign, catatan pengisian kapiler
Rasional : Dengan memonitor vital sign dan pengisian kapiler dapat
dijadikan pedoman untuk pegganti cairan atau menilai respon dari
kardiovaskular.
c. Monitor atau timbang berat badab klien
Rasional : Dengan memonitor berat badan klien dapat diketahui berat
badan yang merupakan indicator yang tepat untuk mrnunjukan
keseimbangan cairan

39

d. Observasi keadaan oedema


Rasional : Keadaan oedema merupakan indicator keadaan cairan dalam
tubuh
e. Berikan diit rendah garam sesuai dengan kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : Diit rendah garam akan mengurangi terjadinya kelebihan
cairan
f. Kaji distensi vena jugularis dan perifer
Rasional : Retensi cairan yang berlebihan bisa dimanifestasikan
dengan pelebaran vena jugularis dan oedema perifer
g. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian diuretika
Rasional : Diuretika dapat meningkatkan filtrasi glomerulus dam
menghambat penyerapan sodium dan air dalam tubulus ginjal.
5. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan Vaso Spasme pada
pembuluh darah, proses cardiac output menurun, merangsang medulla
oblongata dan system syaraf, Kompresi saraf simpatis gangguan irama
jantung, aliran tumbulensi emboli kontraksi uterus dan pembukaan jalan
lahir, kontraksi uterus dan pembukaan jalan lahir di tandai dengan
biasanya ibu mengeluh nyeri kepala, biasanya ibu mengeluh nyeri perut
akibat fotal distress pada janin, Bisanya ibu tampak meringis kesakitan,
biasanya ibu tampak cemas, Bianyasa skala nyeri 4 = nyeri berat (skala
nyeri 1-5), aktivitas janin menurun, DJJ meningkat >160
Tujuan
Tidak terjadi nyeri atau ibu dapat mengantisipasi nyerinya
Kriteria Hasil
a.

Ibu mengerti penyebab nyerinya

b.

Ibu mampu beradaptasi terhadap nyerinya

Intervensi:
1. Kaji tingkat intensitas nyeri pasien

40

Rasional: Ambang nyeri setiap orang berbeda ,dengan demikian akan


dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai dengan respon pasien
terhadap nyerinya.
2. Jelaskan penyebab nyerinya
Rasional: Ibu dapat memahami penyebab nyerinya sehingga bisa
kooperatif
3. Ajarkan ibu mengantisipasi nyeri dengan nafas dalam bila HIS timbul
Rasional: Dengan nafas dalam otot-otot dapat berelaksasi , terjadi
vasodilatasi pembuluh darah, expansi paru optimal sehingga kebutuhan 02
pada jaringan terpenuhi
4. Bantu ibu dengan mengusap/massage pada bagian yang nyeri
Rasional: untuk mengalihkan perhatian pasien
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
Rasional: untuk membantu mengatasi masalah nyeri pada ibu

3.4 Implementasi

Pelaksanaan disesuaikan dengan intervensi yang telah ditentukan.

3.5 Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan criteria hasil yang telah ditentukan.

41

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pre eklampsia merupakan gejala yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan
dalam masa nifas yang terdiri dari trias, hypertensi proteinuria dan odema ibu
tersebut tidak menunjukkan hipertensi sebelumnya.
Eklampsia adalah kelainan pada masa persalinan, atau masa nifas yang
ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf) dan / atau
koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia.

Saran
Demikian dari hasil makalah kami, kami menyadari atas ketidak
sempurnaan makalah ini, saran dan kritik kami harapkan demi perbaikan
makalah yang telah kami susun.

42

DAFTAR PUSTAKA

Angsar, MD. 2009. Hipertensi dalam kehamilan, dalam ilmu kebidanan Sarwono
prawirodridjo, edk 4, eds. T rakim hadi dan wiknjosastro GH binapukoma bina pustaka
sarwono prawirodridjo, jakarta.
Cunnigham, FG, Leveno, KJ, Blong, SL, Hauth, JC, Gilstrab, L dan Wenstrom, KD 2005,
william obstetrics, 22 th edn, MC grouw-hill, new york.
Decherney, Ah & pernoll, ML 2006, obstetric & gynecologic diagnosis & treatment, 10
th edn, MC grouw-hill, new york.
Farid mose, JC, Sabarudin, U & purwara, BH 2001, perbandingan kadar nitrik oksida
serum penderita pre eklamsia dengan hamil normal, indonesian journal of obstetric &
gynecologic, vol. 25 no. 2, Hal. 69-79.
Arif Mansjoer dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1, 2001, Media Aesculapius FKUI,
Jakarta.
Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
Manuaba, I Gde, 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta : EGC
Prawirohardjo, Sarwono, 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP
Yeyeh, Rukiyah. 2010. Asuhan Kebidanan 4 (Patologi). Jakarta: CV Trans Info Media
Winkjosastro, Hanifa. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

43

Doenges, Marylin. 2000. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC

44

Anda mungkin juga menyukai