Anda di halaman 1dari 9

PR UJIAN

Disusun oleh :
Dini Jatiya Anggraini
115070107111032

Pembimbing :
dr. Setya Mithra H, Sp.A, MSi.Med

LABORATORIUM/SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM DR. SAIFUL ANWAR MALANG
2015

Nama

: Dini Jatiya Anggraini

NIM

: 115070107111032

PR Ujian

1. Definisi Kejang
Jawab

: Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten


dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan
atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di
neuron otak
Sumber : Schweich PJ, Zempsky WT. Selected topic in emergency medicine.
Dalam: McMilan JA, DeAngelis CD, Feigen RD, Warshaw JB, Ed. Oskis
pediatrics. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins, 1999, h, 566-89.

2. Kejang tanpa demam ada apa saja


Jawab

3. Gondongan bahasa medisnya apa dan penjelasannya (dengan gambar kalau ada)
Jawab

4. Kapan pasien kejang sudah bisa pulang, dan apabila demamnya sudah.......

5. Profilaksis jangka panjang untuk kejang demam apa saja dan dipakai berapa lama
Jawab :
Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan, karena menakutkan keluarga
dan bila berlangsung terus dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap.
Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu
Profilaksis intermittent pada waktu demam
Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.
Profilaksis Intermittent pada Waktu Demam
Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti konvulsan segera diberikan pada
waktu pasien demam (suhu rektal lebih dari 38C). Pilihan obat harus dapat cepat
masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak mencegah
timbulnya kejang berulang . Rosman dkk, meneliti bahwa diazepam oral efektif untuk
mencegah kejang demam berulang dan bila diberikan intermittent hasilnya lebih
baikkarena penyerapannya lebih cepat. Diazepam diberikan melalui oral atau rektal.
Dosis per rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien dengan berat badan kurang dari
10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat badan lebih dari 10 kg. Dosis oral
diberikan 0,5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien
menunjukkan suhu 38,5oC atau lebih. Efek samping diazepam adalah ataksia,
mengantuk dan hipotoni. Martinez dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkk,
menggunakan klonazepam sebagai obat anti konvulsan intermittent (0,03 mg/kg BB
per dosis tiap 8 jam) selama suhu diatas 38oC dan dilanjutkan jika masih demam.
Ternyata kejang demam berulang terjadi hanya pada 2,5% dari 100 anak yang diteliti.
Efek samping klonazepam yaitu mengantuk, mudah tersinggung, gangguan tingkah
laku, depresi, dan salivasi berlebihan. Tachibana dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkk
meneliti khasiat kloralhidrat supositoria untuk mencegah kejang demam berulang.
Dosis yang diberikan adalah 250 mg untuk berat badan kurang dari 15 kg, dan 500 mg
untuk berat badan lebih dari 15 kg, diberikan bila suhu diatas 38oC. Hasil yang
didapat adalah terjadinya kejang demam berulang pada 6,9% pasien yang
menggunakan supositoria kloralhidrat dibanding dengan 32% pasien yang tidak
menggunakannya. Kloralhidrat dikontraindikasikan pada pasien dengan kerusakan
ginjal, hepar, penyakit jantung, dan gastritis.
Profilaksis Terus Menerus dengan Antikonvulsan Tiap Hari
Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat
ini adalah:
Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan atau gangguan
perkembangan neurologis.
Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat genetik pada orang tua atau
saudara kandung.

Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis
sementara atau menetap.
Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang
multipel dalam satu episode demam.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 2 tahun setelah kejang
terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 2 bulan. Pemberian
profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam
berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di kemudian hari.
Pemberian fenobarbital 4 5 mg/kg BB perhari dengan kadar sebesar 16 mg/mL
dalam darah menunjukkan hasil yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang
demam. Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah dan agresif
ditemukan pada 3050 % kasus. Efek samping fenobarbital dapat dikurangi dengan
menurunkan dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat yang
memiliki khasiat sama dibandingkan dengan fenobarbital. Ngwane meneliti kejadian
kejang berulang sebesar 5,5 % pada kelompok yang diobati dengan asam valproat dan
33 % pada kelompok tanpa pengobatan dengan asam valproat.22 Dosis asam valproat
adalah 15 40 mg/kg BB perhari.3 Efek samping yang ditemukan adalah
hepatotoksik, tremor dan alopesia. Fenitoin dan karbamazepin tidak memiliki efek
profilaksis terus menerus. Millichap, merekomendasikan beberapa hal dalam upaya
mencegah dan menghadapi kejang demam.
Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup informasi mengenai penanganan
demam dan kejang.
Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan diazepam dosis 0,5 mg/kgBB
perhari, per oral pada saat anak menderita demam. Sebagai alternatif dapat diberikan
profilaksis terus menerus dengan fenobarbital.
Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.
Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas indikasi, pemberian sebaiknya
dibatasi sampai 6 12 bulan kejang tidak berulang lagi dan kadar fenoborbital dalam
darah dipantau tiap 6 minggu 3 bulan, juga dipantau keadaan tingkah laku dan
psikologis anak.
Sumber : Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2000

6. Cara pengukuran Lingkar lengan atas


Jawab:
Alat yang dipakai adalah pita pengukur lingkar lengan atas. Lingkarkanlah pita
pengukur pada pertengahan lengan kiri, antara akromion dan olekranon. Pada bayi
baru lahir lingkar lengan atas adalah 11 cm; pada usia 1 tahun lingkar lengan atas
menjadi 16 cm dan pada usia 5 tahun menjadi 17 cm.
Sumber
: Buku pemeriksaan Klinis pada bayi dan anak edisi ke-3

Gambar : Google

7. Grafik lingkar kepala selain WHO


Jawab :
Menurut Matondang dkk. (2009), penilaian lingkar kepala dilakukan dengan
memetakan hasil pengukuran pada grafik lingkar kepala Nellhaus (1968).
Interpretasi lingkar kepala berdasarkan grafik lingkar kepala Nellhaus (1968) adalah:
a. Lingkar kepala < -2 SD menunjukkan mikrosefal.
b. Lingkar kepala > +2 SD menunjukkan makrosefal.

8. Campak dan penjelasannya , lalu pada campak muncul ruam sebelum atau sesudah
demam ?
Jawab : Muncul ruam sesudah demam.
Campak adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus campak yang sangat
menular pada anak-anak, ditandai dengan panas, batuk, pilek,konjungtivitis dan
ditemukan spesifik enantem (kopliks spot), diikuti oleh erupsi makulopapular yang
menyeluruh. Bahaya penyulit penyakit campak di kemudian hari adalah kurang gizi
sebagai akibat diare berulang dan berkepanjangan pasca campak, sindrom
subakutpanensifilitis (SSPE) pada anak > 10 tahun dan dan munculnya gejala
penyakit tuberkulosis paru yang lebih parah pasca mengidap penyakit campak yang
berat yang disertai pneumonia (Ranuh, dkk 2002).
Terjadinya penyakit ini melalui tiga stadium yaitu
1) stadium kataris yang berlangsung 4-5 hari dengan gejala flu, batuk, demam,
konjungtivitis, nyeri tenggorok, pembesaran kelenjar getah bening dan terjadi bercak
koplik yaitu bercak putih kelabu yang dikelilingi daerah kemerahan.
2) stadium erupsi merupakan stadium campak yang ditandai dengan adanya titik
merah pada palatum durum dan palatum mole, kemudian adanya bercak
makulopapuler pada muka tubuh dan anggota gerak.
3) stadium konvalensi dimana gejala-gejala sudah mulai menghilang dan
meninggalkan bekas seperti adanya hiperpigmentasi (Alimul, 2006).

Gejala pertama biasanya timbul 10 hingga 12 hari masa inkubasi setelah tertular
melalui udara atau droplet partikel ludah. Penularan melalui parenteral mempunyai
masa inkubasi yang lebih singkat sekitar dua hingga empat hari. Penderita dengan
imunokompromais masa inkubasinya lebih lama. Gejala prodromal yang sering terjadi
demam, malaise, konjungtivitis, pilek, trakheobronkhitis (dengan manifestasi batuk)
berlangsung selama dua hingga empat hari. Gejala-gejala ini mirip dengan infeksi
saluran nafas bagian atas karena sebab lainnya. Demam yang timbul biasanya dalan
empat hari dan dapat mencapai suhu 40,6C (105 F). Pada hari pertama hingga hari
kedua sebelum dan sesudah timbulnya rash didapatkan bercak koplik (koplik spots) di
daerah mukosa pipi, gejala ini dikenal sebagai tanda patognomonik campak.
Gambaran rash berbentuk erupsi makulopapular berlangsung selama 14 hari setelah
terpapar dan menyebar mulai kepala (muka, dahi, rambut, telinga, dan leher bagian
atas) meluas ke tubuh hingga ekstremitas selama tiga atau empat hari. Bercak
kemerahan biasanya menyatu pada muka dan tubuh bagian atas bila ditekan berwarna
kepucatan. Pada hari ketiga dan empat bercak berwarna kecoklatan dan tidak pucat
bila ditekan (Djauzi, 2003).
Demam timbul secara bertahap dan meningkat sampai hari kelima atau keenam pada
puncak timbulnya ruam. Kadang-kadang kurva suhu menunjukkan gambaran bifasik,
ruam awal pada 24-48 jam pertama diikuti dengan turunnya suhu tubuh sampai
normal selama periode satu hari dan kemudian diikuti dengan dengan kenaikan suhu
tubuh yang cepat mencapai 40C pada waktu ruam sudah timbul di seluruh tubuh.
Pada kasus yang tanpa komplikasi, suhu tubuh mengalami lisis dan kemudian turun
mencapai suhu yang normal.
Gejala awal lainnya yang sering ditemukan adalah batuk, pilek, mata merah
selanjutnya di cari gejala kopliks spot. Dua hari sebelum ruam timbul, gejala kopliks
spot yang merupakan tanda pathognomonis dari penyakit campak, dapat dideteksi.
Lesi ini telah didiskripsi oleh koplik pada tahun 1896 sebagai suatu bintik berbentuk
tidak teratur dan berwarna kecil berwarna merah terang, pada pertengahannya
didapatkan noda berwarna putih keabuan. Mula-mula hanya didapatkan dua atau tiga
sampai enam bintik. Kombinasi dari noda putih keabuan dan warna merah muda
disekitarnya merupakan tanda patognomonik absolut dari penyakit campak. Kadangkadang noda putih keabuan sangat kecil dan sulit terlihat dan hanya dengan sinar yang
langsung dan terang dapat terlihat. Timbulnya kopliks spot hanya berlangsung
sebentar, kurang lebih 12 jam, sehingga sukar terdeteksi dan biasanya luput pada
waktu dilakukan pemeriksaan klinis.
Ruam timbul pertama kali pada hari ketiga sampai keempat dari timbulnya demam.
Ruam dimulai sebagai erupsi makulopapula eritematosa, dan mulai timbul pada
bagian samping atas leher, daerah belakang telinga, perbatasan rambut di kepala dan
meluas ke dahi. Kemudian menyebar ke bawah ke seluruh muka dan leher dalam
waktu 24 jam jam. Seterusnya menyebar ke ekstremitas atas, dada, daerah perut dan
punggung, mencapai kaki pada hari ketiga. Bagian yang pertama kena mengandung
lebih banyak lesi daripada yang terkena kemudian. Setelah tiga atau empat hari, lesi
teersebut berubah menjadi berwarna kecoklatan. Hal ini kemungkinan sebagai akibat
dari perdarahan kapiler, dan tidak memucat dengan penekanan. Dengan
menghilangnya ruam, timbul perubahan warna dari ruam , yaitu menjadi berwarna

kehitaman atau lebih gelap. Dan kemudian disusul dengan timbulnya deskuamasi
berupa sisik berwarna keputihan (Ranuh, 2008).
Efek samping pemberian imunisasi campak
Efek samping imunisasi campak diantaranya adalah demam tinggi (suhu lebih dari
39,4 C) yang terjadi 8-10 hari setelah vaksinasi dan berlangsung selama sekitar 2448 jam (insiden sekitar 2%), dan ruam selama sekitar 1-2 hari (insiden sekitar 2%).
Efek samping yang lebih berat seperti ensefalitis sangat jarang terjadi, kurang dari 1
setiap 1-3 juta dosis yang diberikan. SSPE (subakut scleosing panenchepalitis) tidak
pernah ditemukan lagi di negara-negara yang telah melaksanakan program imunisasi
campak dengan efektif sangat kecil sekali kemungkinan vaksin mengakibatkan SSPE
(Gold dalam Wahab, 2002).

Imunisasi campak pada program nasional diberikan 2 kali pada umur 9 dan 24 bulan
(Permenkes RI no 42/ 2013 tentang penyelenggaraan imunisasi) . Bila mendapat
MMR umur 15 bulan, imunisasi campak umur 24 bulan tidak diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai