PROLAPSUS UTERI
Presentan :
Rd. Nur Sudarmi
Reinaldo Alexander
Regina Prima Putri
Resita Sehati
Resultanti
Reyhan Eddy
Riana Rikanti Hakim
Ridho Ardhi Syaiful
Narasumber :
Dr. Budi Iman Santoso, SpOG (K)
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Identitas Pasien
Nama Pasien : Ny. Fredika LE
Nama Suami : Tn. Budi
Usia
: 50 thn
Alamat
Pekerjaan
: IRT
Agama
: Kristen Protestan
Pendidikan
: SMP
No RM
: 330 21 06
Masuk RS
ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 April 2009 WIB dan data
sekunder
Keluhan Utama
Seluruh peranakan turun sejak 8 tahun SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 12 tahun sebelum masuk RS (SMRS), pasien merasa peranakan turun setelah
melahirkan anak ke empat. Awalnya hanya turun sedikit, bisa masuk sendiri bila pasien
berbaring, namun lama kelamaan peranakan turun seluruhnya. Peranakan dirasakan turun
bila pasien batuk atau BAB. Tidak ada nyeri perut maupun perdarahan.
Sejak 8 tahun SMRS peranakan turun seluruhnya, tidak dapat masuk sendiri, namun pasien
masih bisa memasukkan peranakan seluruhnya. Peranakan turun bila pasien sedang batuk,
BAB, beraktivitas, berjalan atau berdiri dan dapat dimasukkan seluruhnya bila pasien
berbaring. Terdapat keluhan nyeri perut, nyeri punggung bawah dan perdarahan, namun tidak
ada keluhan nyeri pada peranakan yang turun. Pasien kemudian berobat ke PKM, diberi obat
(pasien tidak ingat namanya), keluhan nyeri dan perdarahan hilang namun keluhan peranakan
1 | Page
Uteri
turun masih ada. Pada pasien terdapat keluhan BAK sering, namun tidak ada keluhan BAK
nyeri. Tidak ada keluhan demam sebelumnya. Hingga saat ini pasien sering mengeluh keluar
flek-flek dari kemaluan. Pasien berobat ke RS atas anjuran dari anaknya.
Pasien merasa bahwa dirinya seorang dokter, seorang artis dan merupakan salah satu utusan
yesus kristus.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, batuk lama disangkal
Alergi (+) kacang dan ikan
Asma (+), minum obat napasin setiap hari, beli sendiri
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, Asma disangkal
Riwayat Obstetri, Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan
Riwayat sosial
Riwayat menstruasi
: menstruasi pertama saat usia 14 tahun, siklus teratur tiap bulan, lama
lupa, ganti pembalut lupa, tidak nyeri. Pasien sudah menopause sejak
10 tahun yang lalu.
Riwayat KB
2 | Page
Uteri
: P4A0
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 27 April 2009 di PW Lt.2 RSCM
Kesadaran
: compos mentis
Keadaan gizi
: lebih
Status gizi
: BB 70 kg
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 36.8 0C
Pernafasan
: 20 x/menit
TB 160 cm
IMT 27.34
Status Generalis
Mata
Paru
Jantung
Abdomen
: buncit, lemas, hati limpa tidak teraba, bunyi usus (+) normal, massa (-), nyeri
tekan (-)
Ektremitas
Status ginekologi
Inspeksi
Palpasi
Inspekulo
: tidak dilakukan
Vaginal touch
: massa dapat dimasukkan, kesan uteri atrofi, nyeri goyang (-), massa
adneksa (-), nyeri (-).
3 | Page
Uteri
Ba +6
pb 2
Bp +5
C +7
tvl 8
D +5
Sondase uterus
: tertahan
Residu urine
: 0 cc
Kesan
: prolapsus uteri derajat IV, sistokel derajat IV, rektokel derajat III
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (24 Maret 2009)
Hematologi rutin
Hb
12.2
13 16 g/dl
Ht
36.6
40 48 %
MCV
77.2
82 93 fl
MCH
25.7
27 31 pg
MCHC
33.3
32 36 g/dl
Leukosit
6.9
5 10 10^3/ l
Trombosit
291
BT
02:00
CT
13:00
Hemostasis
Kimia darah
SGOT
15
SGPT
14
Albumin
4.3
Natrium
139
Kalium
4.25
Klorida
113
Ureum
24
Kreatinin
0.8
Glukosa Puasa
96
Glukosa 2 jam PP
118
HbsAg
4 | Page
Uteri
Urinalisis lengkap
Sedimen
Sel epitel
Leukosit
penuh
0-1 /LPB
Eritrosit
2-3
2-6 /LPB
Silinder
- /LPK
Kristal
Bakteri
Berat jenis
1,025
1,003 1,030
pH
6,5
4,5 8
Protein
2+
Glukosa
Keton
Darah/Hb
Bilirubin
Urobilinogen 3.2
0.1-1.00 mol/l
Nitrit
Esterase leukosit 3+
5 | Page
Uteri
RESUME
Ny F, 50 tahun, datang dengan keluhan seluruh peranakan turun sejak 8 tahun SMRS. Sejak
12 tahun sebelum masuk RS (SMRS), pasien merasa peranakan turun setelah melahirkan
anak ke empat. Awalnya hanya turun sedikit, bisa masuk sendiri bila pasien berbaring,
Peranakan dirasakan turun bila pasien batuk atau BAB, nyeri perut (-), perdarahan (-). Sejak
8 tahun SMRS peranakan turun seluruhnya. Peranakan turun bila batuk, BAB, beraktivitas,
berjalan atau berdiri, tidak dapat masuk sendiri, namun dapat dimasukkan seluruhnya bila
pasien berbaring. Nyeri perut (+), nyeri punggung bawah (+), perdarahan (+), nyeri pada
peranakan yang turun (-), BAK sering (+), BAK nyeri (-), demam (-), flek-flek dari kemaluan
(+). Pasien adalah ibu rumah tangga, sering mengangkat berat, memompa air dan
mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-), penyakit
jantung (-), batuk lama (-), alergi (+), asma (+). Multiparitas per vaginam (+), menopause (+)
sejak 10 tahun lalu. Riwayat KB (+) spiral.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, kesan gizi lebih,
IMT 27.34, tanda vital dan status generalis tidak ada kelainan. Pada status ginekologik
inspeksi tampak massa uterus keluar sebagian dari introitus vagina, bentuk bulat, warna
merah muda, discharge (-), erosif (+), pada palpasi teraba massa ukuran 2 cmx2cmx3cm,
konsistensi kenyal, inspekulo tidak dilakukan, vaginal touche massa dapat dimasukkan, kesan
uteri atrofi, nyeri goyang (-), massa adneksa (-), nyeri pada adneksa (-).
Pada POPQ didapatkan prolaps uteri derajat IV, sistokel derajat IV, rektokel derajat
III. Pemeriksaan laboratorium DPL dan kimia darah dalam batas normal, urinalisis terdapat
leukosit penuh, bakteri (+), nitrit (+), protein +2, esterase leukosit +3
DAFTAR MASALAH
1.
2.
3.
4.
RENCANA DIAGNOSIS
-
Konsul uroginekologi
6 | Page
Uteri
RENCANA TERAPI
-
Rencana TVH+ KA + KP
Persiapan Kolon
RENCANA EDUKASI
-
LAPORAN PEMBEDAHAN
Operator
Asisten
Konsulen
Tanggal pembedahan
Tindakan pembedahan
Jenis pembedahan
: elektif, mayor
Uraian pembedahan :
Dibuat insisi segitiga di mukosa vagina anterior, dilanjutkan sirkuler pada mukosa vagina
mengelilingi serviks
Mukosa vagina dibebaskan secara tumpul, dengan jari yang dibungkus kassa
Ligamentum kardinale dan sakrouterina kanan dan kiri dijepit, dipotong, dan diikat
Vasa uterina kanan dan kiri dikenali, dijepit, dipotong dan diikat
Pangkal tuba dan ligamentum ovarii propium dan ligamentum rotundum kanan dan kiri
dijepit
7 | Page
Uteri
Uterus dikeluarkan
Diyakini tidak ada perdarahan pada pedikel, dilakukan reperitonisasi dengan jahitan
Tabac sach
Puncak vagina dijahit dengan vicryl no.1 dan digantung pada kompleks ligamentum
kardinale-sakrouterina dan rotundum
Dilakukan kolpoperineorafi
Instruksi post op
o Observasi tanda vital
o Obserasi tanda akut abdomen dan perdarahan
o Imobilisasi 24 jam
o Realimentasi dini
o FC 24 jam
o Ceftriaxone 1x2 g IV
o Profenid supp 3x1
o Hematinik 1x1
o Rawat ruangan
8 | Page
Uteri
BAB II
PEMBAHASAN UMUM
Anatomi Dasar Panggul
Penyokong Panggul
Tulang panggul mengelilingi dan melindungi organ di dalamnya, tetapi tulang hanya berperan
sedikit sebagai organ penyokong. Organ panggul terutama disokong oleh otot dasar panggul,
dan ditunjang oleh ligamentum.1
Fungsi anatomi otot dasar panggul (otot levator ani) telah dipelajari selama beberapa
tahun, tetapi sulit dipahami. Otot dasar panggul berkontraksi untuk menahan urin dan feses
dan relaksasi untuk pengosongan urin dan feses. Dasar panggul juga berperan dalam respon
seksual wanita normal. Otot ini akan meregang saat proses kelahiran bayi, tetapi akan
kembali berkontraksi saat postpartum. 1
Pintu bawah panggul terdiri atas diafragma pelvis, diafragma urogenital, dan lapisanlapisan otot yang berada di luarnya. Pada persalinan, lapisan-lapisan otot dan fasia
mengalami tekanan dan dorongan sehingga dapat timbul prolapsus genitalis.2
Diafragma pelvis terbentuk oleh otot levator ani dan otot koksigeus dan menyerupai
sebuah mangkok. Menahan Di garis tengah bagian depan mangkok ini terbuka (hiatus
genitalis). Di sana uretra, vagina dan rektum keluar dari pelvis minor. Diafragma urogenitalis
yang menutup arkus pubis dibentuk oleh aponeurosis otot transversus perinei profundus dan
otot transversus superfisialis. Di dalam sarung aponeurosis itu terdapat otot rhabdosfingter
uretra.
Gambar 1. Lapisan Otot-Otot Paling Luar dari Pintu Bawah Panggul
Lapisan paling luar (distal) dibentuk oleh otot bulbokavernosim yang melingkari genitalia
eksterna, otot perinei transversus superfisialis, otot iskhiokavernosum, dan otot sfingter ani
eksternus.2
Semua otot ini di bawah pengaruh saraf motorik dan dapat dikejangkan aktif. Fungsi
otot-otot tersebut di atas adalah sebagai berikut: Otot levator ani menahan dan memfiksasi
alat-alat rongga panggul pada tempatnya, menahan tekanan intraabdominal yang mendadak
meninggi seperti pada waktu batuk dan mengejan, bekerja sebagai sfingter terutama pada
wanita sebagai sfingter vagina3; otot sfingter ani eksternus diperkuat oleh otot levator ani
9 | Page
Uteri
Prolaps uteri adalah penurunan uterus dan serviks melalui kanalis vaginalis menuju
introitus vagina
10 | P a g e
Uteri
Salah satu baku emas untuk menentukan stadium prolaps adalah Pelvic Organ Prolapse
Quantification (POPQ) yang mengukur hiatus genitalia, korpus perineal, dan panjang vagina
total. Hiatus genitalia diukur dari pertengahan meatus uretra eksternal hingga posterior garis
tengah himen. Badan perineal diukur dari batas posterior hiatus genital hingga pembukaan
mid anal. Panjang vagina total adalah kedalaman terbesar dari vagina dalam cm saat apeks
vagina direduksi hingga posisi normal. Semua pengukuran kecuali panjang vagina total
diukur saat pasien mengedan.1
Gambar 2. Terminologi standar dari klasifikasi POP-Q.
Definisi dan batasan kuantifikasi yaitu:
Aa
Ba
C
D
Ap
Bp
gh
ada)
ujung distal forniks posterior
dinding vagina posterior, 3 cm proksimal hymen
ujung prolaps dinding vagina posterior
hiatus genital, yaitu jarak tegak lurus antara pertengahan
Pb
Tvl
+/-tvl
-3 s.d. +3
-3 s.d. +tvl
tidak ada batas
vagina ke himen
Sistem pembagian stadium prolaps organ pelvik menurut ICS
Stadium 0: titik Aa, Ap, Ba, dan Bp semuanya -3 cm dan titik yang lain (C,D)<-(X-2) cm
Stadium I: kriteria stadium 0 tidak dipenuhi dan ujung prolaps yang terendah <-1cm
Stadium II: ujung terendah prolaps > -1 cm, namun < +1 cm
Stadium III: ujung terendah prolaps >+1 cm, namun <+(X-2) cm
Stadium IV: ujung terendah prolaps > + (X-2) cm
*) X = panjang total vagina dalam cm pada stadium 0, III, dan IV.4
Epidemiologi
11 | P a g e
Uteri
Defek jaringan penyokong pelvis relatif sering dan meningkat seiring usia dan paritas. Di
Amerika Serikat, studi dari 16.000 paien
14,2%. Rerata usia dilakukannya bedah untuk prolaps organ uteri adalah 54,6 tahun.
Perbedaan frekuensi berdasar ras diperkirakan berhubungan dengan komponen genetik.
Prolaps uteri paling sering terjadi pada multipara (sekitar >50%) dan wanita menopause.
Prolaps terkadang terjadi pada wanita nullipara atau wanita muda (sekitar 2% untuk prolaps
simtomatik) dan jarang terjadi pada neonatus.5.6
Etiologi
Kondisi yang berhubungan dengan prolaps uteri antara lain:4,5,6
-
Trauma obstetrik (meningkat dengan multiparitas, ukuran janin lahir per vaginam)
akibat peregangan dan kelemahan jaringan penyokong pelvis
Varian anatomi tertentu seperti wanita dengan diameter transversal pintu atas panggul
yang lebar atau pintu atas panggul dengan orientasi vertikal yang kurang, serta uterus
yang retrograde.
Patofisiologi
Prolaps uteri diakibatkan oleh kelemahan jaringan penyokong pelvis, meliputi otot, ligament,
dan fasia. Pada dewasa, kondisi ini biasanya disebabkan oleh trauma obstetrical dan laserasi
selama persalinan. Proses persalinan per vaginam menyebabkan peregangan pada dasar
pelvis, dan hal ini merupakan penyebab paling signifikan dari prolaps uteri. Selain itu, seiring
proses penuaan, terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis kehilangan
elastisitas dan kekuatannya.6
Rendahnya kadar kolagen berperan penting dalam prolaps uteri, ditunjukkan oleh
peningkatan risiko pada pasien dengan sindrom Marfan dan sindrom Ehlers-Danlos. Pada
neonatus, prolaps uteri disebabkan oleh kelemahan otot atau defek persarafan pelvis secara
kongenital.6
12 | P a g e
Uteri
Diagnosis
a. Anamnesis
Gejala diperberat saat berdiri atau berjalan dalam waktu lama dan pulih saat berbaring. Pasien
merasa lebih nyaman saat pagi hari, dan gejala memberat saat siang hari. Gejala-gejala
tersebut antara lain:1,5,6
-
Konstipasi
Kesulitan berjalan
Kesulitan berkemih
Nausea
Discharge purulen
Perdarahan
Ulserasi
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk pemeriksaan rektovaginal
untuk menilai tonus sfingter. Alat yang digunakan adalah spekulum Sims atau spekulum
standar tanpa bilah anterior. Penemuan fisik dapat lebih diperjelas dengan meminta pasien
meneran atau berdiri dan berjalan sebelum pemeriksaan. Hasil pemeriksaan fisik pada posisi
pasien berdiri dan kandung kemih kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung
kemih penuh dapat berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat dideteksi hanya
jika pasien meneran pada pemeriksaan bimanual. Evaluasi status estrogen semua pasien.
Tanda-tanda menurunnya estrogen:
o
Sekresi berkurang
13 | P a g e
Uteri
Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya kondisi serius yang mungkin
berhubungan dengan prolaps uteri, seperti infeksi, strangulasi dengan iskemia uteri, obstruksi
saluran kemih dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika terdapat obstruksi saluran kemih,
terdapat nyeri suprapubik atau kandung kemih timpani. Jika terdapat infeksi, dapat ditemukan
discharge serviks purulen.1,5,6
c. Laboratorium
Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi komplikasi yang serius (infeksi, obstruksi
saluran kemih, perdarahan, strangulasi), dan tidak diperlukan untuk kasus tanpa komplikasi.
Urinalisis dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi saluran kemih. Kultur getah serviks
diindikasikan untuk kasus yang disertai ulserasi atau discharge purulen. Pap smear atau
biopsi mungkin diperlukan bila diduga terdapat keganasan. Jika terdapat gejala atau tanda
obstruksi saluran kemih, pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin serum dilakukan untuk
menilai fungsi ginjal.6
d. Radiologi
USG pelvis dapat berguna untuk memastikan prolaps ketika anamnesis dan pemeriksaan fisik
meragukan. USG juga dapat mengeksklusi hidronefrosis. MRI dapat digunakan untuk
menentukan derajat prolaps namun tidak rutin dilakukan.6
Penatalaksanaan
a. Terapi Medis
Pasien prolaps uteri ringan tidak memerlukan terapi, karena umumnya asimtomatik. Akan
tetapi, bila gejala muncul, pilihan terapi konservatif lebih banyak dipilih. Sementara itu,
pasien dengan prognosis operasi buruk atau sangat tidak disarankan untuk operasi, dapat
melakukan pengobatan simtomatik saja. 5,7
b. Terapi Konservatif
Pengobatan cara ini tidak terlalu memuaskan tetapi cukup membantu. Cara ini dilakukan
pada prolapsus ringan tanpa keluhan, atau penderita yang masih menginginkan anak lagi, atau
penderita menolak untuk dioperasi, atau kondisinya tidak mengizinkan untuk dioperasi. 6,7,8
1. Latihan-latihan otot dasar panggul
14 | P a g e
Uteri
Latihan ini sangat berguna pada prolapsus ringan, terutama yang terjadi pada pasca persalinan
yang belum lewat 6 bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otototot yang mempengaruhi miksi. Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan. Caranya ialah
penderita disuruh menguncupkan anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah
selesai BAB, atau penderita disuruh membayangkan seolah-oleh sedang miksi dan tiba-tiba
menahannya. Latihan ini menjadi lebih efektif dengan menggunakan perineometer menurut
Kegel. Alat ini terdiri atas obrturator yang dimasukkan ke dalam vagina, dan yang dengan
suatu pipa dihubungkan dengan suatu manometer. Dengan demikian, kontraksi otot-otot dasar
panggul dapat diukur.
2. Penatalaksanaan dengan pessarium
Pengobatan dengan pessarium sebenarnya hanya bersifat paliatif, yaitu menahan uterus di
tempatnya selama dipakai. Oleh karena itu, jika pessarium diangkat, timbul prolapsus lagi.
Ada berbagai macam bentuk dan ukuran pessarium. Prinsip pemakaian pessarium adalah
bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding vagina bagian atas, sehingga bagian
dari vagina tersebut berserta uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika
pessarium terlalu kecil atau dasar panggul terlalu lemah, pessarium dapat jatuh dan prolapsus
uteri akan timbul lagi. Pessarium yang paling baik untuk prolapsus genitalis ialah pessarium
cincin, terbuat dari plastik. Jika dasar panggul terlalu lemah dapat digunakan pessarium
Napier. Pessarium ini terdiri atas suatu gagang (stem) dengan ujung atas suatu mangkok (cup)
dengan beberapa lubang, dan di ujung bawah 4 tali. Mangkok ditempatkan di bwah serviks
dan tali-tali dihubungkan dengan sabuk pinggang untuk memberi sokongan kepada
pessarium. Sebagai pedoman untuk mencari ukuran yang cocok, diukur dengan jari jarak
antara forniks vagina dengan pinggir atas intraoitus vagina. Ukuran tersebut dikurangi dengan
1 cm untuk mendapatkan diameter dari pessarium yang dipakai.
Pessarium diberi zat pelicin dan dimasukkan miring sedikit ke dalam vagina. Setelah bagian
atas masuk ke dalam vagina, bagian tersebut ditempatkan ke forniks vagina posterior. Untuk
mengetahui setelah dipasang, apakah ukuran pessarium cocok atau tidak, penderita disuruh
mengejan atau batuk. Jika pessarium tidak keluar, penderita disuruh jalan-jalan, apabila ia
tidak merasa nyeri, pessarium dapat dipakai terus.6
Pasien yang menggunakan pessarium harus mempunyai vagina yang wellesterogenized. Pasien postmenopause sebaiknya diberikan terapi sulih hormon, atau sebagai
alternatif, dapat digunakan esterogen topikal intravaginal, 4-6 minggu sebelum pemasangan
15 | P a g e
Uteri
pessarium, sehingga saat pemasangan pessarium pasien dapat merasa nyaman, meningkatkan
komplians, serta pemakaian dapat lebih lama. Terapi sulih esterogen dapat membantu
mengurangi kelemahan otot dan jaringan penghubung lainnya yang menyokong uterus.
Esterogen juga dapat memperlambat terjadinya prolaps lebih lanjut, dan dapat mencegah
terjadinya iritasi pada serviks, kandung kemih, dan rektum (tergantung bagian mana yang
prolaps dahulu), juga esterogen dapat membantu proses penyembuhan pada wanita yang
menjalani proses operasi prolaps vagina. Ada beberapa efek samping pemakaian esterogen,
antara lain meningkatkan risiko pembekuan darah, penyakit empedu, dan kanker payudara.
Pemakaiannya pun harus dengan pengawasan dokter. 6,8
Gambar 3. Macam-macam pessarium. A) Ring, (B) Shaatz, (C) Gellhorn, (D) Gellhorn, (E)
Ring with support, (F) Gellhorn, (G) Risser, (H) Smith, (I) Tandem cube, (J) Cube, (K) Hodge
with knob, (L) Hodge, (M) Gehrung, (N) Incontinence dish with support, (O) Donut, (P)
Incontinence ring, (Q) Incontinence dish, (R) Hodge with support, (S) Inflatoball (latex)
Indikasi penggunaan pessarium adalah:6,8
a. Kehamilan
b. Bila penderita belum siap untuk dilakukan operasi
c. Sebagai terapi tes, menyatakan bahwa operasi harus dilakukan
d. Penderita menolak untuk dioperasi, lebih memilih terapi konservatif
e. Untuk menghilangkan gejala simptom yang ada, sambil menunggu waktu operasi
dapat dilakukan.
Kontraindikasi terhadap pemakaian pessarium ialah:6
a. Radang pelvis akut atau subakut
b. Karsinoma
Komplikasi penggunaan pessarium ada beberapa, antara lain:6,8
a. Penyakit inflamasi akut pelvis
b. Nyeri setelah insersi
c. Rekuren vaginitis
d. Fistula vesikovaginal
16 | P a g e
Uteri
c. Terapi Operatif
Prolaps uteri biasanya disertai dengan prolaps vagina. Maka, jika likakukan pembedahan
untuk prolapsus uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat
prolapsus vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolaps uteri, atau
sebaliknya. Indikasi untuk melakukan operasi pada prolaps vagina ialah adanya keluhan.6,8
Terapi pembedahan pada jenis-jenis prolapsus vagina:6
1. Sistokel
Operasi yang lazim dilakukan ialah kolporafia anterior. Setelah diadakan sayatan dan
dinding vagina depan dilepaskan dari kandung kencing dan urethta, kandung kencing
didorong ke atas, dan fasia puboservikalis sebelah kiri dan sebelah kanan dijahit
digaris tengah. Sesudah dinding vagina yang berlebihan dibuang, dinding vagina yang
terbuka ditutup kembali. Kolporafia anterior dilakukan pula pada urethrokel.
2. Rektokel
Operasi disini adalah kolpoperinoplastik. Mukosa dinding belakang vagina disayat
dan dibuang berbentuk segitiga dengan dasarnya batas antara vagina dan perineum,
dan dengan ujungnya pada batas atas retrokel. Sekarang fasia rektovaginalis dijahit di
garis tengah, dan kemudian m. levator ani kiri dan kanan didekatkan di garis tengah.
Luka pada dinding vagina dijahir, demikian pula otot-otot perineum yang superfisial.
Kanan dan kiri dihubungkan di garis tengah, dan akhirnya luka pada kulit perineum
dijahit.
3. Enerokel
Sayatan pada dinding belakang vagina diteruskan ke atas sampai ke serviks uteri.
Setelah hernia enterokel yang terdiri atas peritoneum dilepaskan dari dinding vagina,
peritoneum ditutup dengan jahitan setinggi mungkin. Sisanya dibuang dan di bawah
jahitan itu ligamentum sakrouterinum kiri dan kanan serta fasia endopelvik dijahit ke
garis tengah.
4. Prolapsus uteri
Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor,
seperti umur penderita, keinginannya untuk masih mendapatkan anak atau untuk
mempertahankan uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.
Macam-macam Operasi:6,7,8
17 | P a g e
Uteri
1. Ventrofikasasi
Pada golongan wanita yangmasih muda dan masih ingin mempunyai anak, dilakukan
operasi untuk membuat uterus ventrofiksasi dengan cara memendekkan lIgamentum
rotundum atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara
operasi Purandare.
2. Operasi Manchester
Pada operasi ini biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan
ligamentum kardinale yang telah dipotong, di muka serviks; dilakukan pula kolporafia
anterior dan kolpoperioplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk memperpendek
serviks yang memanjang (elongasi colli). Tindakan ini dapat menyebabkan infertilitas,
abortus, partus prematur, dan distosia servikalis pada persalinan. Bagian yang
terpenting dari operasi Menchester adalah penjahitan ligamentum kardinale di depan
serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek, sehingga
uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus dapat dicegah.
3. Histerektomi vaginal
Operasi ini tepat untuk dilakukan pada prolaps uteri tingkat lanjut, dan pada wanita
menopause. Keuntungannya adalah pada saat yang sama dapat dilakukan operasi
vagina lainnya (seperti anterior dan posterior kolporafi dan perbaikan enterokel),
tanpa memerlukan insisi di tempat lain maupun reposisi pasien. Saat pelaksanaan
operasi, harus diperhatikan dalam menutup cul-de-sac dengan menggunakan
kuldoplasti McCall dan merekatkan fasia endopelvik dan ligamen uterosakral pada
rongga vagina sehingga dapat memberikan suport tambahan. Setelah uterus diangkat,
puncak vagina digantungkan pada ligamentum rotundum kanan kiri, atas pada
ligamentum infundibulo pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan
kolporafi anterior dan kolpoperineorafi untuk mencegah prolaps vagina di kemudian
hari.
4. Kolpokleisis (Operasi Neugebauer-Le Fort)
Pada waku obat-obatan serta pemberian anestesi dan perawatan pra/pasca operasi
belum baik untuk wanita tua yang secara seksual tidak aktif, dapat dilakukan operasi
sederhana dengan men jahitkan dinding vagina depan dengan dinding belakang, sehingga
lumen vagina tertutup dan uterus letaknya di atas vagina. Akan tetapi, operasi ini tidak
memperbaiki sistokel dan rektokelnya sehingga dapat menimbulkan inkontinensia urine.
Obstipasi serta keluhan prolaps lainnya juga tidak hilang.
18 | P a g e
Uteri
Pencegahan 6,8,10
Pemendekan waktu persalinan, terutama kala pengeluaran dan kalau perlu dilakukan elektif
(seperti ekstraksi forceps dengan kelapa sudah di dasar panggul), membuat episiotomi,
memperbaiki dan mereparasi luka atau kerusakan jalan lahir dengan baik, memimpin
persalinan dengan baik agar dihindarkan penderita meneran sebelum pembukaan lengkap
betul, menghindari paksaan dalam pengeluaran plasenta (perasat Crede), mengawasi involusi
uterus pasca persalinan tetap baik dan cepat, serta mencegah atau mengobati hal-hal yang
dapat meningkatkan tekanan intraabdominal seperti batuk-batuk yang kronik, merokok,
mengangkat benda-benda berat. Pada wanita sebaiknya melakukan senam Kegel sebelum dan
setelah melahirkan. Selain itu usia produktif dianjurkan agar penderita jangan terlalu banyak
punya anak atau sering melahirkan. Untuk wanita dengan IMT diatas normal, sebaiknya
menurunkan berat badan dengan olahraga, serta diet yang tinggi serat.
Komplikasi
Pessarium dapat menyebabkan vaginitis, perdarahan, ulserasi, obstruksi saluran kemih
dengan retensi, fistula, dan erosi ke dalam kandung kemih atau rektum. Sebagian besar
komplikasi diakibatkan pemakaian pessarium yang terlalu lama tanpa kontrol. Perdarahan
abdomen adalah komplikasi yang dapat terjadi pada sakrokolpopeksi. Perlukaan pada pleksus
vena presakral atau arteri sakro media pada saat operasi dapat terjadi. 7,9
Prognosis
Bila prolaps uteri tidak ditatalaksana, maka secara bertahap akan memberat. Prognosis akan
baik pada pasien usia muda, dalam kondisi kesehatan optimal (tidak disertai penyakit
lainnya), dan IMT dalam batas normal. Prognosis buruk pada pasien usia tua, kondisi
kesehatan buruk, mempunyai gangguan sistem respirasi (asma, PPOK), serta IMT diatas
batas normal. Rekurensi prolaps uteri setelah tindakan operasi sebanyak 16%.10
REKTOKEL-SISTOKEL
Pemeriksaan Masing-masing Elemen Penyokong
19 | P a g e
Uteri
Gamba r 3. Sistouretrokel dengan lipatan rugae yang intak, disebabkan oleh pelepasan
lateral dari fasia puboservikal
Gambar 4. Distensi sistouretrokel disebabkan oleh kegagalan garis tengah fasia
puboservikal
Dinding anterior vagina seharusnya berada di atas cincin himen saat mengedan.
Turunnya dinding vagina anterior bagian bawah sampai ke level cincin himen selama
mengedan adalah karakteristik uretrokel dan sering ditemukan pada pasien dengan stress
incontinence. Dinding vagina anterior bawah bersifat mobile pada semua wanita dan dapat
berpindah pada multipara. Karenanya, pergerakan regio ini tidak menyebabkan stress
incontinence, namun menunjukkan derajat kegagalan penyokong uretra. Penurunan di bawah
cincin himen adalah sesuatu yang abnormal, dan menandakan sistouretrokel baik dengan atau
tanpa stress incontinence.
Dinding anterior vagina di atas lipatan uretrovesikal berada pada bidang datar, sekitar
45o dari bidang horizontal. Penurunan di bawah level cincin himen bermakna. Penurunan ini
dapar disebabkan oleh salah satu dari 3 hal:
Pemisahan paravaginal fasia puboservikal dari garis putih karena terlepas dari spina
iskhium
Robeknya fasia puboservikal yang menyebabkan herniasi buli melalui lapisan ini.
Vagina dan serviks bersatu satu sama lain, dan prolaps serviks uteri dihubungkan dengn
prolaps vagina atas. Ketika uterus turun di bawah level normalnya, digunakan istilah prolaps
uterovaginal. Pada pasien yang uterusnya telah diangkat, turunnya puncak vagina di bawah
posisi normalnya pada pelvis disebut prolaps puncak vagina, dan seluruh vagina keluar
digunakan istilah eversi vagina.
Lokasi serviks dan posisi relatifnya terhadap cincin himen
digunakan untuk
menggambarkan derajat keparahan prolaps uteri. Jika serviks tidak terlihat karena terdapat
sistokel atau rektokel, maka lokasinya dapat teraba saat pasien mengedan. Saat serviks turun
1 cm dari cincin himen, maka telah terjadi hilangnya penyokong secara bermakna. Pada
keadaan dimana uterus tidak akan diangkat, harus diyakinkan bahwa uterus disangga dengan
baik. hal ini dapat dilakukan dengan cara mencengkram serviks dengan tenakulum atau
forseps cincin dan melakukan traksi hingga uterus berhenti turun. Dengan cara ini dapat
dideteksi adanya occult prolapse, di mana serviks di bawah cincin himen.
Gambar 5. Prolaps uteri dengan serviks keluar 3 cm di bawah himen
Untuk dapat menentukan seberapa jauh penurunan serviks, panjangnya harus diukur.
Pemanjangan serviks sering ditemukan pada pasien dengan prolaps dan korpus uteri dapat
tetap berada pada lokasi normal. Ditemukannya pemanjangan serviks preoperatif
memungkinkan operator untuk melakukan histerektomi dengan lebih cepat, dari pada
menunggu munculnya arteri uterina pada tiap pedikel.
Dinding Vagina Posterior
Dinding vagina posterior adalan tempat bagi rektokel dan enterokel. Evaluasi dan koreksi
kedua masalah ini adalah tantangan, bahkan bagi ahli bedah ginekologi yang berpengalaman
sekalipun, dan mungkin adalah kelainan penyokong pelvis yang paling sulit dipahami.
Karena dispareunia dapat terjadi setelahnya, koreksi defek dinding posterior asimptomatik
bukannya tanpa risiko. Di sisi lain, rektokel atau enterokel yang terjadi setelah histerektomi
vagina dan kolporafi anterior adalah hasil yang tidak diharapkan, dan pertimbangan yang
teliti terhadap penyokong dinding vagina posterior merupakan hal yang penting.
Hal yang harus dipertanyakan saat dilakukan pemeriksaan adalah:
21 | P a g e
Uteri
bawah cincin himen. Enterokel terjadi ketika cul-de-sac meregang dengan usus halus dan
tonjolan dinding vagina posterior keluar. Dapat juga terjadi keadaan dimana dinding posterior
menonjol ke vagina, bukan karena penyokong rektum yang buruk, melainkan karena
defisiensi pada badan perineal. Hal ini dijelaskan oleh Nichols dan Randall sebagai
pseudorektokel dan dapat dibedakan dengan rektokel sejati karena kontur dinding rektum
anterior normal pada pemeriksaan rektm. Tipe lain pseudorektokel adalah jika terdapat
penurunan puncak vagina atau serviks dan hilangnya penyokong posterior yang nyata.
Namun, jika penyokong apikal normal dipertahankan dengan forseps cincin atau operasi,
maka dugaan rektokeltidak terbukti. Hal ini penting untuk ditentukan sebelum operasi, karena
hilangnya tonus otot levator ani dan otot sfingter anal dengan pengunaan obat-obatan
paralisis otot selama anestesi, menyulitkan penentuan adanya rektokel sejati.
Enterokel
Selalu ada cul-de-sac antara vagina atas dan rektum. Hal ini memungkinkan dilakukan
kuldosentesis dan kolpotomi melalui dinding vagina posterior saat awal histerektomi vagina.
Kantong peritoneal normalnya terbentang 3-4 cm di luar sambungan vagina dan serviks.
Karenanya, tidak terjadinya enterokel pada wanita normal harus dijelaskan oleh faktor yang
membuat cul-de-sac tetap tertutup dan ada di antara vagina atas dan rektum. Posisi vagina
atas dekat dengan sakrum, di atas rektum dan lempeng levator yang intak membuat ruang ini
tetap tertutup.
Terdapat dua tipe enterokel: pulsion enterocele
enterocele terjadi jika cul-de-sac melebar dan muncul sebagai tonjolan massa yang semakin
membesar dengan meningkatnya tekanan abdomen. Hal ini dapat terjadi dengan puncak
vagina atau dinding uterus tersokong dengan baik, pada kasus dimana serviks atau puncak
vagina pada level normal dan enterokel memotong antara vagina dan rektum. Jika enterokel
dihubungkan dengan prolaps uterus atau puncak vagina, maka prolaps dan enterokel terjadi
bersama-sama.
22 | P a g e
Uteri
Traction enterocele menggambarkan situasi dimana prolaps uterus menarik peritoneum culde-sac ke bawah, namun tidak terdapat tonjolan atau distensi cul-de-sac saat tekanan
abdomen meningkat. Kondisi ini ditemukan pada waktu dilakukan histerektomi vagina ketika
serviks sudah prolaps. Hal ini menunjukkan enterokel potensial, karena tidak terdapat
tonjolan massa yang terpisah dari uterus.
Rektokel
Tanda rektokel yang khas adalah pembentukan kantong yang menyebabkan dinding anterior
rektum menggelembung dan turun melewati introitus. Ketika dilakukan pemeriksaan rektum
pada prolaps, rektokel terjadi jika ada perluasan lumen rektum ke bawah sumbu anus. Hal ini
tidak hanya memastikan diagnosis namun juga menggambarkan mekanisme bagaimana
rektokel menimbulkan gejala. Selama dinding rektum anterior memiliki kontur yang licin dan
tidak terdapat kantong, walaupun dapat lebih mobile dari pada normal, feses dapat melewati
anus. Namun, ketika terbentuk kantong saat pasien mengedan, feses dapat terperangkap.
23 | P a g e
Uteri
BAB III
PEMBAHASAN KHUSUS
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis diketahui bahwa pasien Ny. F, 50 tahun datang
dengan peranakan turun sejak dua belas tahun SMRS, setelah melahirkan anak ke empat.
Benjolan tersebut hilang timbul, timbul terutama saat batuk, BAB, beraktivitas, berjalan dan
berdiri, masuk kembali dengan sendirinya saat berbaring. Namun, sejak 8 tahun yang lalu
peranakan keluar seluruhnya dan tidak dapat masuk sendiri. Gejala lain yang sesuai antara
lain nyeri perut dan nyeri di punggung bawah. BAB dalam batas normal, namun pasien
mengeluh BAK sering dan tidak nyeri. Terdapat riwayat perdarahan dan flek-flek dari
kemaluan sebelumnya.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan kesan gizi lebih, dengan IMT 27.34 sedangkan
status generalis dalam batas normal, termasuk tak terdapat nyeri tekan suprapubik. Pada
status ginekologis ditemukan tampak massa uterus keluar sebagian dari introitus vagina,
berbentuk bulat, warna merah muda, discharge (-), erosif (+). Teraba massa ukuran 2
cmx2cmx3cm, konsistensi kenyal, nyeri tekan (-). Pada vaginal touche massa dapat
dimasukkan seluruhnya ke dalam introitus vagina dan dapat keluar kembali dengan manuver
valsava.
Pada pemeriksaan penunjang, laboratorium darah dalam batas normal, namun pada
urinalisis didapatkan leukosit penuh, bakteri (+), nitrit (+), protein +2, esterase leukosit +3
Adanya keluhan peranakan turun pada pasien ini dipikirkan sebagai prolaps organ
pelvis. Gejala lain yang mendukung adalah nyeri pada punggung bawah, nyeri perut yang
diperkirakan karena peregangan ligamen dan otot dalam pelvis akibat tarikan oleh organ yang
prolaps. Organ yang prolaps melalui vagina bisa merupakan uretra, vesika urinaria, uterus,
atau rektum. Pada pemeriksaan fisik, secara inspeksi terlihat massa yang membonjol keluar
dari introitus vagina, berbentuk bulat, berwarna merah muda dan terdapat erosif pada
permukaannya. Massa berbentuk bulat tersebut merupakan protrusi uterus yang keluar
melalui introitus vagina. Keluhan perdarahan dan flek-flek dari kemaluan diduga berasal dari
erosif pada permukaan massa uterus. Dengan manuver valsava, massa tersebut dapat keluar
kembali melalui introitus vagina setelah dicoba dimasukkan seluruhnya, menunjukkan bahwa
peningkatan tekanan intraabdominal berperan dalam menyebabkan prolaps.
24 | P a g e
Uteri
Dari anamnesis, ditemukan pasien berusia lanjut, keadaan gizi lebih (IMT 27.34),
menopause, multipara dengan seluruhnya persalinan per vaginam, kebiasaan mengangkat
benda berat (menimba air) dan riwayat asma. Maka, etiologi yang dipikirkan pada pasien
antara lain trauma obstetrik, penurunan kadar estrogen, dan peningkatan tekanan
intraabdomen. Secara epidemiologis >50% prolaps uteri terjadi pada multipara dan
menopause. Proses persalinan per vaginam berulang menyebabkan trauma obsterik dan
peregangan pada dasar pelvis sehingga memicu kelemahan pada jaringan penyokong pelvis.
Hal tersebut merupakan penyebab paling signifikan dari prolapsus uteri. Seiring proses
penuaan dan menopause, terdapat penurunan kadar estrogen sehingga jaringan pelvis
kehilangan elastisitas dan kekuatannya. Kebiasaan mengangkat benda berat dan riwayat asma
pada pasien menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen sehingga menambah
penekanan pada dasar pelvis dan memperberat prolaps organ di dalamnya.
Selain itu ditemukan keluhan BAK sering pada pasien ini, dan pada pemeriksaan
urinalisis ditemukan leukosit penuh, bakteri (+), nitrit (+), esterase leukosit +3 yang
menunjang diagnosis infeksi saluran kemih (ISK). ISK pada pasien ini dipikirkan sebagai
komplikasi dari prolapsus uteri yang telah berlangsung lama. Sedangkan proteinuria 2+
dipikirkan sebagai komplikasi lanjut dari ISK, sehingga terjadi kerusakan ginjal. Walaupun
kadar ureum darah dalam batas normal, komplikasi gagal ginjal belum dapat disingkirkan.
POPQ dilakukan untuk menilai derajat prolaps. Didapatkan hasil Aa +3, Ba +6, C +7,
gh 7, pb 2, tvl 8, Ap +2, Bp +5, dan D +5, sondase tertahan dan sisa urin 0 cc. Dapat
disimpulkan bahwa ujung terdepan prolaps anterior atau nilai Ba (+6) sama dengan panjang
vagina total (8 cm) dikurangi 2 cm, sehingga POPQ dapat digolongkan sebagai stadium IV.
Tidak adanya sisa urin menunjukkan tidak adanya obstruksi saluran kemih pada pasien. Jadi
pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis prolaps uteri derajat IV dengan nama lain
procidentia dan sistokel derajat IV. Selain itu ujung terdepan prolaps pasterior atau nilai Bp
(+5) lebih dari +1 dan kurang dari panjang vagina total dikurang 2 cm, sehingga POPQ dapat
digolongkan sebagai rektokel derajat III.
Rencana terapi pada pasien ini sudah tepat yaitu dilakukan operasi total vaginal
histerektomi (TVH) dengan kolporafi anterior (KA) dan kolpoperineorafi posterior (KP).
TVH untuk mengatasi prolapsus uteri derajat IV, KA untuk mengatasi sistokel derajat IV dan
KP untuk mengatasi rektokel derajat III. Tatalaksana pasca operasi pada pasien ini sudah
baik, yaitu diberikan antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.
25 | P a g e
Uteri
Pada pasien ini perlu dilakukan kultur urin untuk menegakkan diagnosis ISK,
sehingga tatalaksananya dapat disesuaikan dengan etiologi bakteri penyebab ISK. Selain itu,
perlu dicari etiologi proteinuria +2 pada pasien ini. Apakah sudah terjadi penurunan fungsi
ginjal atau belum yaitu dengan pemeriksaan urinalisis dan kadar ureum dan kreatinin darah
ulang. Pada pasien ini juga dapat dilakukan pemeriksaan Paps Smear sebagai skrining
adanya kanker serviks.
Edukasi sangat penting pada pasien ini. Pada pasien perlu diberikan edukasi mengenai
pengendalian faktor risiko, yaitu mengurangi kebiasaan angkat berat (memompa air),
menurukan berat badan dan mengontrol penyakit asma dengan obat. Pengendalian terhadap
faktor risiko ini sangat membantu untuk menurunkan tekanan intraabdomen yang dianggap
sebagai salah satu etiologi terjadinya prolapsus organ pelvis pada pasien ini.
Prognosis pada pasien ini, prognosis quo ad vitam adalah bonam karena prolaps uteri
tidak mengancam nyawa. Untuk prognosis quo ad functionam adalah malam, karena pasien
akan dilakukan histerektomi total. Dan prognosis quo ad sanactionam adalah bonam, karena
pasien akan dilakukan total vaginal histerektomi, kolporafi anterior dan kolpoperineorafi
posterior.
26 | P a g e
Uteri
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
Moeloek FA, Hudono ST. Penyakit dan Kelainan Alat Kandungan. Dalam:
Wiknjosastro H, ed. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2005. hal.402428
5.
DeLancey JOL. Strohbehn K. Pelvic Organ Prolapse. In: James R., Md. Scott,
Ronald S., Md. Gibbs, Beth Y., Md. Karlan, Arthur F., Md. Haney, David N.
Danforth's Obstetrics and Gynecology. 9th Ed. Lippincott Williams & Wilkins
Publishers. 2003.
6.
7.
Edisi
kedua.
Yayasan
Bina
Pustaka
Sarwono
Prawirohardjo.
Jakarta;1994; ha.428-33.
8.
9.
10.
27 | P a g e
Uteri