Anda di halaman 1dari 6

EFEK LARVASIDA EKSTRAK ETANOL BIJI PEPAYA (Carica papaya) TERHADAP

LARVA Aedes aegypti


Latar Belakang
Jumlah kasus Demam Berdarah di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun.
Meningkatnya angka demam berdarah di berbagai kota di Indonesia disebabkan oleh sulitnya
pengendalian penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Indonesia merupakan
salah satu negara endemik Demam Dengue yang setiap tahun selalu terjadi Kejadian Luar
Biasa di berbagai kota dan setiap 5 tahun sekali terjadi KLB besar ( Depkes, 2007).
Penularan penyakit Demam Berdarah Dengue berkaitan dengan kondisi lingkungan.
Perlu dipelajari cara penularan demam berdarah dari keberadaan vektor dan memahami
pencegahan penyakit melalui pemberantasan vektor. Virus, nyamuk, hospes, manusia,
lingkungan fisik dan lingkungan biologis merupakan subsistem yang terkait. Upaya
memutuskan mata rantai penularan dapat dilakukan dengan cara mengendalikan vektor
penularnya yaitu nyamuk A. aegypti. Salah satu cara yaitu dengan pengendalian pertumbuhan
larva. Pengendalian larva nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan larvasida, predator
larva, parasit larva dan usaha menjaga sanitasi lingkungan (Supono, Sugiyarto,Susilowati,
2014).
Pengendalian vektor bertujuan memutuskan rantai penularan. Pengendalian dapat
dilakukan terhadap jentiknya maupun terhadap nyamuk dewasa. Salah satu pengendalian
terhadap jentik Aedes aegypti dilakukan dengan larvaciding, yaitu upaya untuk mengurangi
populasi jentik di tempat perindukan (breeding place). Larvasida paling banyak digunakan
karena ternyata dapat menekan populasi jentik dalam waktu yang singkat (Utomo, 2010).
Cara pengendalian yang aman bagi manusia yaitu dengan menggunakan larvasida
nabati. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mempunyai cukup sumber
daya alam hayati. Larvasida nabati bersifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari
lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan ternak karena residu cepat menghilang
(Derviabi dkk., 2008).
Larvasida nabati dapat ditemukan dalam tumbuhan yang didalamnya terkandung senyawa
yang berfungsi sebagai larvasida, diantaranya adalah golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid,
alkaloid, steroid dan minyakatsiri Salah satu tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai
larvasida adalah pepaya (Carica papaya L.). Biji pepaya merupakan bagian yang mengandung
senyawa kimia golongan alkaloid, saponin, flavonoid (Kardinan, 2000).

Bagian tanaman buah pepaya seperti akar, daun, buah , dan biji mengandung bahan
aktif yang dapat dijadikan sebagai obat. Metode yang paling efektif untuk mengendalikan
nyamuk Aedes aegypti adalah dengan cara membunuh larvanya, sehingga dapat memutus
siklus hidup nyamuk tersebut (Krishna, 2008).
Papaya (Carica papaya L) termasuk suku caricaceae. Daerah asal tumbuhan ini dari
Amerika, Hawai dan Filipina. Buah pepaya mengandung zat atau unsur senyawa yang sering
disebut papain. Papain adalah enzim proteolitik yang kita kenal untuk melunakkan daging.
Zat papain yang terkandung dalam tanaman papaya berperan dalam proses pemecahan
jaringan ikat (proteolitik) dan juga apabila masuk ke dalam tubuh larva nyamuk Aedes
aegypti akan menyebabkan terhambatnya hormon pertumbuhan. Selain itu, alkaloid karpaina
yang terkandung juga bersifat toksik terhadap larva Aedes aegypti. Disebutkan juga dalam
hasil penelitiannya bahwa dosis serbuk biji pepaya yang paling efektif adalah 200 mg/100 ml
karena dapat membunuh 100 % larva Aedes aegypti setelah pemaparan 24 jam (Utomo,
2010).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk
menguji potensi ekstrak etanol biji pepaya (Carica papaya L.) sebagai larvasida terhadap
larva nyamuk Aedes aegypti instar III. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui daya bunuh
ekstrak etanol biji pepaya dengan berbagai dosis, dan menganalisa berapa dosis yang paling
efektif membunuh larva.
Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental untuk melihat daya bunuh ekstrak biji pepaya
terhadap larva nyamuk Aedes aegypti dan untuk mengetahui LC50 ekstrak daun pepaya
terhadap larva nyamuk Aedes aegypti. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015.
Biji pepaya sebanyak 100 gram dicuci bersih lalu dikeringkan dengan cara dijemur di
bawah sinar matahari langsung. Biji pepaya yang sudah kering tersebut kemudian dihaluskan
dengan menggunakan mortar dan mortir, kemudian ditimbang kembali untuk memperoleh
berat akhir biji pepaya yang sudah berbentuk serbuk halus.
Serbuk biji pepaya diambil sebanyak 10 gram kemudian direndam (dimaserasi) ke
dalam pelarut etanol dengan perbandingan 1 :10 kemudian didiamkan selama 1x24 jam.
Setelah 1 hari, campuran serbuk biji pepaya dan etanol tersebut disaring untuk memisahkan
larutan ekstrak dengan ampas. Hasil penyaringan tersebut dimasukkan ke dalam labu
erlenmeyer.

Larva Aedes aegypti diambil dari Tempat Penampungan Air (TPA) di luar rumah
penduduk di Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta. Pengambilan larva menggunakan single
larva method yaitu di dalam sebuah tempat penampungan air jika ditemukan satu ekor larva
Aedes aegypti, dianggap keseluruhan larva yang terdapat di tempat tersebut adalah larva
Aedes aegypti. TPA disenter untuk melihat gerakan dari larva, karena larva Aedes aegypti
bergerak cepat ketika diberi rangsang cahaya. Larva yang ditemukan diambil menggunakan
gelas plastik dan pipet plastik. Larva yang dikumpulkan ditempatkan pada plastik kemudian
masing-masing diberi label sesuai TPA.
Larva Aedes aegypti dipelihara di Laboratorium Entomologi FKM UAD. Larva
dimasukkan ke dalam baki plastik yang berisi aquades. Larva diperlihara sampai tahap pupa
yang dilakukan pada suhu kamar. Larva diberi makan berupa hati ayam. Sesudah mencapai
bentuk pupa, kemudian dipindahkan ke dalam baki yang berada di dalam kandang.
Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan kisaran konsentrasi bahan uji yang
membunuh larva yang kemudian digunakan sebagai patokan pada pengujian akhir. Pada
penelitian ini dibuat 5 kisaran konsentrasi, yaitu 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dan 2,5%.
Gelas plastik sebanyak 5 buah diisi dengan sejumlah konsentrasi yang telah dipilih.
Satu gelas plastik sebagai kontrol diisi dengan air. Kemudian larva dimasukkan sebanyak 10
ekor tiap-tiap gelas plastik. Setelah 24 jam, dilakukan penghitungan jumlah Aedes aegypti
yang mati pada masing-masing konsentrasi larutan ekstrak, lalu dicatat. Larva dinyatakan
mati adalah larva yang tenggelam atau tidak bergerak setelah digerak-gerakkan dengan
batang pengaduk.
Hasil Penelitian
Data hasil uji pendahuluan ekstrak biji pepaya terhadap larva Aedes aegypti
diperlihatkan pada tabel 1.
No Konsentrasi (%) Jumlah larva
Jumlah
Presentasi
.
uji
kematian
kematian (%)
1.
0
10
0
0
2.
0,5
10
10
100
3.
1,5
10
10
100
4.
2,0
10
10
100
5.
2,5
10
10
100
Tabel 1. Jumlah dan presentase larva Aedes aegypti yang mati pada berbagai
konsentrasi ektrak etanol biji pepaya.

Hasil uji pendahuluan menunjukkan pada konsentrasi 2% dan 2,5% sudah mampu
membunuh larva nyamuk Aedes aegypti pada waktu 1 jam sedangkan pada konsentrasi
0,5%, 1%, dan 1,5% sudah dapat membunuh larva nyamuk Aedes aegypti pada waktu 12
jam.
Data hasil analisis probit diperlihatkan pada tabel 2.
Confidence Limits
95% Confidence Limits for Konsentrasi
Probability
Estimate
PROBIT
0,010
14,981
0,020
12,963
0,030
11,682
0,040
10,719
0,050
9,936
Tabel 2. Hasil uji analisis probit.
Pembahasan
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji pepaya memiliki efek
larvasida sehingga mampu membunuh larva Aedes aegypti. Sehingga tinggi konsentrasi
ekstrak etanol biji pepaya maka semakin tinggi presentasi kematian larva Aedes aegypti. Pada
kontrol tidak didapatkan adanya kematian larva karena tidak mengandung bahan uji ekstrak
etanol biji pepaya.
Efek larvasida ini disebabkan oleh komponen senyawa aktif yang terkandung di
dalam biji pepaya yaitu alkaloid, saponin dan flavonoid. Senyawa alkaloid bekerja dengan
cara menghambat aktifitas enzim asetylcholinesterase yang mempengaruhi transmisi impuls
saraf sehingga menyebabkan enzim tersebut mengalami fosforilasi dan menjadi tidak aktif.
Hal ini akan mengakibatkan terhambatnya proses degradasi actylcholine sehingga terjadi
akumulasi acetylchonline dicelah sinap. Kondisi ini menyebabkan terjadinya gangguan
transmisi yang dapat menyebabkan menurunnya koordinasi otot, konvulsi, gagal nafas dan
kematian (Hadi, 2002).
Saponin merupakan senyawa yang mirip dengan deterjen dan mempunyai
kemampuan untuk merusak membran sel. Senyawa ini mampu berikatan dengan protein dan
lipid yang menyusun membran sel sehingga menyebabkan terjadinya perubahan struktur dari
protein dan lipid tersebut. Perubahan struktur ini akan mengakibatkan terjadinya penurunan

tegangan permukaan dan terjadinya osmosis komponen intraseluler sehingga sel mengalami
lisis (Widodo, 2005).
Flavonoid merupakan inhibitor kuat dari sistem pernapasan. Salah satu turunan dari
flavonoid adalah rotenon. Rotenon bekerja dengan cara menghambat enzim pernapasan
antara NAD+ (koenzim yang terlibat dalam oksidasi dan reduksi pada proses metabolisme)
dan koenzim Q (koenzim pernapasan yang bertanggungjawab membawa elektron pada rantai
transportasi elektron) sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan fungsi pernapasan
(Wirawan, 2006).
Hasil analisis probit diketahui bahwa LC50 ekstrak etanol biji pepaya (Carica papaya)
yaitu 9,936, artinya pada konsentrasi LC50 sudah membunuh 50% dari populasi larva Aedes
aegypti yang diujikan. Tujuan diketahuinya nilai LC50 adalah untuk dapat dengan mudah
dibandingkan dengan hasil penelitian uji larvasida dari larva nyamuk Aedes aegypti lainnya.
Pada penelitian ini menggunakan 5 konsentrasi yaitu 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5% . Pada
konsentrasi 2% dan 2,5% sudah mampu membunuh larva nyamuk Aedes aegypti pada waktu
1 jam dan pada konsentrasi 0,5%, 1%, dan 1,5% sudah dapat membunuh larva nyamuk
Aedes aegypti pada waktu 12 jam, sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol biji
pepaya memiliki potensi sebagai larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti.
Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Utomo M dkk pada tahun 2000 didapatkan
bahwa serbuk biji pepaya dapat membunuh larva Ae.aegypti dengan tingkat kematian larva
50% pada dosis 80mg/100ml air dan kematian mencapai 100% pada dosis 200mg/100ml
air setelah pemaparan 24 jam. Terdapat sedikit perbedaan antara hasil penelitian dengan
peneltian yang telah dilakukan oleh peneliti lain. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor
seperti faktor biologi yaitu lokasi tumbuhan asal, spesies, varietas pepaya, cara penyimpanan
bahan, dan umur tumbuhan. Terdapat juga faktor lain seperti metode ekstraksi, alat yang
digunakan, ukuran bahan, kekeringan bahan, dan pelarut yang digunakan.

Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Ekstrak etanol biji pepaya memiliki efek larvasida terhadap larva nyamuk Aedes
aegypti.
2. Konsentrasi ekstrak etanol biji pepaya yang dibutuhkan untuk membunuh 50% dari
populasi larva Aedes aegypti (LC50) dalam rentang waktu 12 jam adalah 9,936.

Daftar Pustaka
Hadi, U.K., Soviana, S., 2002, Ektoparasit: Pengenalan, Diagnosis dan Pengendaliannya.
Bogor, Laboratorium Entomologi bagian Parasitologi dan Patologi Fakultas
Kedokteran Hewan IPB.
Widodo, W., 2005, Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak, Malang, Universitas
Muhammadiyah Malang Press.
Wirawan, A, I., 2006, Insektisida Pemukiman Hama Pemukiman Indonesia Pengenalan,
Biologi dan Pengendalian, Bogor, Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman
(UKPHP) Fakultas Kedokteran Hewan.

Anda mungkin juga menyukai