perguruan tersebut pencak silat berhasil memupuk kekuatan kelompok-kelompok yang siap
melawan penjajah sewaktu-waktu. Kaum pergerakan yang ditangkap oleh penjajah dan
dibuang, secara diam-diam pula, menyebarkan ilmu pencak silat tersebut di tempat
pembuangan. Pasukan Pembela Tanah Air yang telah dikenal dengan nama PETA, juga
mempelajari pencak silat dengan tekun.
Politik Jepang terhadap bangsa yang diduduki berlainan dengan politik Belanda. Pencak silat
sebagai ilmu bela diri nasional, didorong dan dikembangkan untuk kepentingan Jepang
sendiri, dengan mengobarkan pertahanan bersama menghadapi sekutu. Dimana-mana, karena
anjuran Shimitzu diadakan pemusatan tenaga aliran pencak silat di seluruh Jawa, serentak
didirikan gerakan pencak silat yang diatur oleh pemerintah di Jakarta, pada waktu itu tidak
diciptakan oleh para Pembina pencak silat suatuolahraga berdasarkan pencak silat yang
diusulkan untuk dipakai sebagai gerakan olahraga pada setiap pagi di sekolah-sekolah.
Akan tetapi usul itu ditolak oleh Shimitzu, karena khawatir akan mendesak Tahayo Jepang.
Sekalipun Jepang memberikan kesempatan kepada kita untuk menghidupkan unsure-unsur
warisan kebesaran kita, tujuannya adalah untuk mempergunakan semangat yang diduga akan
berkobar lagi untuk kepentingan Jepang, bukan untuk kepentingan nasional kita. Namun
haruslah kita akui bahwa keuntungan yang kita dapatkan dari zaman itu, kita mulai insyaf
lagi akan keharusan berusaha mengembalikan ilmu pencak silat dari masyarakat.
Walaupun di masa penjajahan Belanda, pencak silat tidak diberikan kesempatan untuk
berkembang, tetapi masih banyak para pemuda yang mempelajari dan mendalami melalui
guru-guru dan pendekar pencak silat, atau secara turun-temurun di lingkungan keluarga. Jiwa
dan semangat kebangkitan nasional, semenjak Budi Utomo didirikan mencari unsur-unsur
warisan budaya yang dapat dikembangkan sebagai identitas nasional, para pelajar pada tahun
duapuluhan atau bsebelumnya mendalami pencak silat, ternyata di masa kemerdekaan telah
terbentuklah wadah nasional pencak silat Indonesia, pada tahun 1948.
3. Perkembangan Pencak Silat pada Zaman Kemerdekaan
Kemahiran ilmu bela diri pencak silat yang dipupuk terus-menerus oleh bangsa Indonesia,
akhirnya digunakan untuk melawan penjajah secara gerilya ada zaman perang kemerdekaan.
Perguruan-perguruan pencak silat pada waktu perang, sibuk sekali mendidik, menggembleng
tentara dan rakyat. Pesantren-pesantren disamping mengajarkan agama, juga meningkatkan
pendidkan bela diri pencak silat. Perang fisik di Surabaya melawan Sekutu, pada bulan
November tahun 1945, banyak menampilkan pejuang yang gagah berani.; Hasil didikan
pencak silat dari pondok Tebu Ireng Gontor dan Jamsaren.
Pondok pesantren dan perguruan-perguruan pencak silat tersebut bukan hanya mengajarkan
bela diri pencak silat saja melainkan juga mengisi jiwa ara calon pejuang dengan semangat
juang patriotisme yang berkobar-kobar. Semangat juang demikianlah yang membuat mereka
tak mempunyai rasa takut sedikiypun dalam melawan penjajah tentara sekutu yang
mempunyai persenjataan yang lebih lengkap dan canggih, sehingga akhirnya bangsa
Indonesia dapat berhasil memenangkan perang kemerdekaan secara gemilang.
Setelah Proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945, Belanda melancarkan dua kali agresi
untuk menguasai kembali Indonesia. Pencak silat kembali dimanfaatkan secara maksimal
untuk meningkatkan kemahiran putra-putri Indonesia guna menghadapi perang terhadap
Belanda. Para pemimpin bangsa Indonesia, dan para pendekar silat waktu itu, menyadari
bahwa pengajaran pencak silat berhasil memupuk semangat juang dan menggalang
persaudaraan yang erat.
Pada awal kemerdekaan kita, Belanda berhasil memecah belah bangsa Indonesia dalam
kelompok-kelompok kesukuan dengan dibentuknya Negara-negara bagian. Bahkan kemudian
terjadi pemberontakan politik PKI di Madiun, dan Darul Islam atau DI/TII. Kemahiran
pencak silat bangsa Indonesia, digunakan kembali untuk menumpas pemberontakan. Bahkan
untuk menumpas DI/TII, digunakan cara pagar betis, yaitu pengepungan pemberontak oleh
tentara bersama dengan rakyat yang telah diajarkan kemahiran bela diri pencak silat.
4. Sejarah Perkembangan Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI)
Menjelang Pekan Olahraga Nasional yang pertama di Solo, para pendekar pencak silat
berkumpul untuk membentuk organisasi pencak silat. Pada tanggal 18 Mei 1948, dibentuklah
organisasi Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSSI), yang kemudian menjadi Ikatan
Pencak Silat Indonesia (IPSI). Persatuan para pendekar dalam organisasi IPSI tersebut
dimaksudkan untuk menggalang kembali semangat juang bangsa Indonesia, yang sangat
diperlukan dalam pembangunan. Yang lebih penting, pencak silat dengan rasa
persaudaraannya dapat memupuk rasa persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang pada
saat itu sedang terpecah belah.
IPSI berdiri pada tahun 1973 dengan dipimpin oleh Mr. Wongsonegoro, Mariyun
Sudirohadiprodjo, dan Rachmad Surenogoro. Banyak regenerasi yang dilakukan oleh IPSI
dan seminar yang salah satunya dilaksanakan di Tugu Bogor pad tahun 1973.
Program olahraga bela diri pencak silat dtingkatkan dengan dilaksanakan program
pertandingan olahraga pencak silat, dan dimasukkan dalam acara Pekan Olahrag Nasional
(PON). Dengan seringnya kegiatan pertandingan olahraga pencak silat dtingkat-tingkat
daerah maupun nasional, tersusun kembali kekuatan-kekuatan pencak silat yang selanjutnya
membutuhkan program pembinaan yang terarah. Usaha-usaha pemerintah untuk menangani
pencak silat akan lebih mendorong masyarakat untuk ikut melestarikan penak silat. Pada
beberapa tahun terakhir pencak silat memasuki kawasan internasional, baik dari
perkembangan pencak silat di negara-negara Eropa dan Amerika, maupun hubungan
silaturahmi dengan bangsa serumpun di kawasan Asia Tenggara.
Pada tahun 1980 terbentuklah Persekutuan Pencak Silat antar Bangsa (PERSILAT) yang
didukung oleh Negara-negara Asean, ialah Indonesia, Malaysia, Singapura. Tanggal 1 Januari
1983 diadakan pertemuan di Singapura.
Pada bulan Juli 1985, PERSILAT memutuskan dan menetapkan peraturan-peraturan di
bidang olahraga pencak silat meliputi :
1. Peraturan pertandinagn olahraga pencak silat.
2. Peraturan penyelenggaraan pertandingan olahraga pencak silat.
3. Pedoman teknik dan taktik pertandingan olahraga pencak silat.
4. Pedoman pelaksanaan tugas wasit dan juri olahraga pencak silat.
5. Pedoman kesehatan pertandingan olahraga pencak silat.
6. Ketentuan tentang peralatan dan kelengkapan pertandingan olahraga pencak silat,
(PERSILAT, 1985).