Anda di halaman 1dari 5

Prinsip Percobaan

Reaksi imunodifusi ganda adalah reaksi presipitasi dimana antibodi yang bertemu dengan
antigen yang sesuai akan bereaksi dan membentuk presipitan. Presipitan yang terbentuk dapat
diamati dengan kasat mata yaitu terbentuknya garis putih tipis pada agar. Metode imunodifusi
ganda ini disebut juga metode Ouchterlony.
Metodologi
Lapisan gel agar dibuat pada cawan petri dengan cara menuangkan larutan agar panas 1 %
dengan tebal 2 mm dan dibiarkan dingin. Ke dalam lapisan agar yang telah dingin tersebut
dibuat lubang sumur dengan pola tertentu. Lalu secara aseptik, masing-masing sumur diisi
dengan larutan serum anti difteri, difteri toksoid, serum anti tetanus, tetanus toksoid, vaksin 1,
vaksin 2, dan W. Agar diinkubasi pada inkubator 37oC dan diamati hingga 2 hari setelahnya.
Data Pengamatan
Pengamatan hari Sabtu, 12 Oktober 2013 (1 hari setelah percobaan)

Keterangan:
ATS : Anti-tetanus serum
ADS : Anti-diphteri serum
TT : Tetanus toxoid
DT : Diphteri toxoid
V1 : Vaksin 1
V2 : Vaksin 2
W : Anti-X (tidak diketahui)
Gambar .... Hasil Pengamatan Sehari Setelah
Tidak didapati adanya garis putih sama sekali
Pengamatan hari Minggu, 13 Oktober 2013 (2 hari setelah percobaan)

Keterangan:
ATS : Anti-tetanus serum
ADS : Anti-diphteri serum
TT : Tetanus toxoid
DT : Diphteri toxoid
V1 : Vaksin 1
V2 : Vaksin 2
W : Anti-X (tidak diketahui)
Gambar... Hasil Pengamatan Ouchtelony 2 Hari Setelah Percobaan
Tidak didapati adanya garis putih sama sekali
Pembahasan
Pengujian imunologi dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro. Pada pengujian secara in
vivo diperlukan hewan uji dalam pelaksanaannya karena efek dilihat pada makhluk hidup
secara langsung, sedangkan pada in vitro tidak diperlukan hewan uji. Pengujian secara in
vitro lebih sederhana dan cepat dibanding in vivo, namun terdapat keterbatasan pada
pengujian yaitu hanya dapat mengamati beberapa reaksi imun saja (misalnya reaksi syok
anafilaktik tidak dapat dilakukan dengan in vitro).
Uji imunologi secara in vitro didasarkan pada aktivitas sel imun dan diproduksinya produk
imun atau pengamatan terhadap manifestasi tingkat selular. Parameter yang dilakukan adalah
pengamatan terhadap adanya interaksi antara antigen dan antibodi (produk imun). Salah satu
pengujian secara in vitro adalah imunodifusi ganda (metode Ouchterlony). Imunodifusi ganda
adalah metode deteksi dengan prinsip kesetimbangan antigen antibodi dimana akan terbentuk
presipitan. Prinsip deteksinya adalah pengenalan spesifik antigen pada konsentrasi yang
mendekati kejenuhan kapasitas antibodi yang mengenali antigen tersebut. Presipitasi terjadi
jika konsentrasi antigen dan antibodi ekivalen sehingga dapat terbentuk struktur besar
(makromolekul) yang menyebabkan kekeruhan.
Hasil yang dapat diamati pada agar adalah presipitan berwarna putih yang akan terbentuk
apabila terjadi interaksi antara antigen dan antibodi. Hal tersebut menunjukkan bahwa antigen
dan antibodi sesuai (ikatan antibodi dan antigen adalah spesifik). Terdapat beberapa
kemungkinan pola presipitan pada agar yang terbentuk yaitu :

Gambar.... Pola Presipitasi pada Agar (Metode Ouchterlony)


Bulatan yang berwarna hijau menunjukkan antibodi, sedangkan bulatan hitam menunjukkan
antigen. Pada gambar kiri ditunjukkan bahwa terdapat kesamaan antigen pada 2 jenis antigen
yang diuji karena presipitan yang terbentuk (garis lengkung) seperti cermin satu sama lain
dan terdapat pertemuan presipitan di tengah (pola tidak meruncing). Gambar kiri tersebut
menunjukkan bahwa kedua antigen identik secara imunologi. Pada gambar tengah terdapat
presipitan yang pada satu sisi lebih panjang dari yang lain sehingga terdapat ketimpangan
panjang presipitan. Hal ini menunjukkan bahwa antigen yang satu dengan yang lain memiliki
kemiripan sebagian dan disebut identik parsial. Sedangkan pada gambar kanan dapat
disimpulkan bahwa kedua antigen tersebut tidak identik secara imunologi karena presipitan
yang terbentuk saling menyilang satu sama lain dan titik pertemuannya runcing (tidak
melengkung seperti pada gambar kiri).
Pada percobaan digunakan antigen berupa Tetanus Toxoid (TT), Diphtery Toxoid (DT),
Vaksin 1, dan Vaksin 2. Toksoid adalah toksin yang telah mengalami pelemahan secara kimia
sehingga tetap bersifat antigenik (epitop tetap ada) namun toksisitasnya sudah hilang. Vaksin
merupakan mikroorganisme atau toksin penyebab infeksi yang telah dilemahkan dengan
pemanasan atau dengan menggunakan bahan kimia tanpa menghilangkan sifat antigentiknya.
Vaksi dan toksoid masih mengandung epitop yang poten sebagai antigenik, oleh karena itu
dengan penambahan antibodi akan terjadi reaksi antigen-antibodi yang spesifik. Dengan
menggunakan metode Ouchterlony, vaksin/toksoid yang diuji akan bereaksi secara spesifik
dengan antibodi yang sesuai dan dapat diamati presipitannya.
Namun hasil percobaan tidak menunjukkan adanya presipitan sama sekali, hal ini mungkin
disebabkan pemasukkan antigen dan antibodi yang dilakukan kurang baik dan mungkin saja
terjadi kontaminasi pada saat pengerjaan sehingga hasil tidak dapat diamati. Tidak
terdapatnya presipitan antara antibodi dengan V1 dan V2 dapat disebabkan oleh adanya
kemungkinan vaksin yang diteteskan ke dalam sumur tidak memiliki epitop yang dikenali
oleh antibodi. Jika ternyata dalam vaksin terdapat epitop yang sesuai maka ketidakmunculan
garis presipitan mungkin disebabkan oleh kurangnya jumlah antigen ataupun antibodi yang
berdifusi pada agar sehingga presipitannya tidak dapat diamati (terlalu tipis).
Pada kelompok lain (kelompok 6 shift rabu) ada yang berhasil terbentuk presipitan sebagai
berikut :

D
T

D
T

Gambar... Hasil Ochterlony Kelompok 6 Shift Rabu


Pada gambar terbentuk presipitan antara sumur W dengan sumur DT (gambar kiri) dan sumur
ADS dengan sumur DT (gambar kanan). Dengan hasil seperti itu dapat disimpulkan bahwa
W dan ADS merupakan antibodi yang sejenis atau identik karena keduanya dikenali oleh DT.
Hal ini menunjukkan bahwa pada W terdapat antibodi yang mengenali epitop antigen DT.
Pada hasil pengamatan kelompok 1 shift Jumat didapati hasil sebagai berikut :

Gambar... Hasil Ouchterlony Kelompok 1 dan 8 Shift Jumat


Pada gambar terbentuk presipitasi antara W dengan DT dan W dengan TT. Hasil ini berbeda
dengan hasil kelompok 6 shift Rabu yang hanya muncul antara W dengan DT saja. Hal ini
mungkin disebabkan pada kelompok 6 shift Rabu jumlah antibodi W yang ditambahkan
kurang mencukupi jumlahnya sehingga hanya mampu berikatan dengan DT saja, padahal
mungkin antibodi W juga mengenali TT seperti pada gambar di atas. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa W merupakan gabungan ADS dan ATS karena baik DT maupun TT
keduanya dikenali oleh antibodi W.

Vaksin 1 dan vaksin 2 tidak dapat ditentukan jenis antigennya karena tidak terdapat presipitan
antara antibodi ATS, ADS, maupun W dengan V1 dan V2. Maka dapat disimpulkan bahwa
vaksin V1 dan V2 bukan merupakan vaksin difteri ataupun tetanus.
Daftar Pustaka
http://saddlebackmlt.wikispaces.com/Immunology+Lect.+4+Objectives diakses 15 Oktober
2013 20:48

Anda mungkin juga menyukai