STTD Part1 Pedoman Kapasitas Jalan Indon
STTD Part1 Pedoman Kapasitas Jalan Indon
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ i
PRAKATA .............................................................................................................................. v
PENDAHULUAN.................................................................................................................... v
1.
2.
3.
4.
Ketentuan ....................................................................................................................... 8
4.1
4.1.1
Umum ...................................................................................................................... 8
4.1.2
Segmen jalan........................................................................................................... 8
4.1.3
4.1.4
4.1.5
4.2
4.2.1
Pendekatan ........................................................................................................... 11
4.2.2
4.2.3
4.2.4
4.2.5
4.2.6
5.
5.1
5.1.1
5.1.2
5.1.3
5.1.4
5.2
5.2.1
5.2.2
Langkah B-2: Penyesuaian kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalu lintas...... 48
5.2.3
Langkah B-3: Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat hambatan samping
49
5.2.4
Langkah B-4: Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas akibat kelas fungsional
jalan (FVB,KFJ) ....................................................................................................................... 50
5.2.5
5.2.6
Langkah B-6: Kecepatan arus bebas pada kelandaian khusus, 2/2TT ................... 52
5.3
5.3.1
5.3.2
Langkah C-2: Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas ............... 55
i
5.3.3
5.3.4
5.3.5
5.4
5.4.1
5.4.2
5.4.3
5.4.4
Langkah D-4: Kecepatan dan waktu tempuh pada kelandaian khusus .................. 61
5.4.5
6.
6.1
6.1.1
6.1.2
6.1.3
6.2
Tabel 23. Kecepatan arus bebas dasar mendaki, VBD,NAIK dan kecepatan arus bebas
menurun VBD,TURUN untuk KR pada kelandaian khusus tipe jalan 2/2TT. ............................... 52
Tabel 24. Kecepatan arus bebas dasar mendaki truk besar VBD,TB,NAIK pada kelandaian
khusu, jalan 2/2TT ............................................................................................................... 54
Tabel 25. Kapasitas dasar tipe jalan 4/2TT .......................................................................... 55
Tabel 26. Kapasitas dasar tipe jalan 2/2TT .......................................................................... 55
Tabel 27. Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FCLj) ......................... 56
Tabel 28. Faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah (FCPA) .............................. 56
Tabel 29. Faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping (FCHS) ......................... 57
Tabel 30. Kapasitas dasar dua arah pada kelandaian khusus pada jalan 2/2TT .................. 58
Tabel 31. Faktor penyesuaian pemisahan arah pada kelandaian khusus pada jalan dua lajur
(FCPA) .................................................................................................................................. 58
Tabel 32. Kinerja lalu lintas sebagai fungsi dari tipe jalan, tipe alinemen, dan LHRT ........... 66
iv
PRAKATA
Pedoman kapasitas Jalan Luar Kota ini merupakan bagian dari pedoman kapasitas jalan
Indonesia 2014 (PKJI'14), diharapkan dapat memandu dan menjadi acuan teknis bagi para
penyelenggara jalan, penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, pengajar, praktisi baik di
tingkat pusat maupun di daerah dalam melakukan perencanaan dan evaluasi kapasitas
jalan, khususnya ruas Jalan Luar Kota.
Pedoman ini dipersiapkan oleh panitia teknis 91-01 Bahan Konstruksi dan Rekayasa Sipil
pada Subpanitia Teknis Rekayasa (subpantek) Jalan dan Jembatan 91-01/S2 melalui Gugus
Kerja Teknik Lalu Lintas dan Lingkungan Jalan.
Tata cara penulisan disusun mengikuti Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 08:2007 dan
dibahas dalam forum rapat teknis yang diselenggarakan pada tanggal di Bandung,
oleh subpantek Jalan dan Jembatan yang melibatkan para narasumber, pakar, dan lembaga
terkait.
PENDAHULUAN
v
Pedoman ini disusun dalam upaya memutakhirkan Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
(MKJI'97) yang telah digunakan lebih dari 12 tahun sejak diterbitkan. Beberapa
pertimbangan yang disimpulkan dari pendapat dan masukan para pakar rekayasa lalu lintas
dan ahli transportasi, serta workshop permasalah MKJI'97 pada tahun 2009 adalah:
1) sejak MKJI97 diterbitkan sampai saat ini, banyak perubahan dalam kondisi perlalu
lintasan dan jalan, diantaranya adalah populasi kendaraan, komposisi kendaraan,
teknologi kendaraan, panjang jalan, dan regulasi tentang lalu lintas, sehingga perlu dikaji
dampaknya terhadap kapasitas jalan;
2) khususnya sepeda motor, terjadinya kenaikan porsi sepeda motor dalam arus lalu lintas
yang signifikan;
3) terdapat indikasi ketidak akuratan estimasi MKJI 1997 terhadap kenyataannya,
4) MKJI97 telah menjadi acuan baik dalam penyelenggaraan jalan maupun dalam
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan sehingga perlu untuk secara periodik
dimutakhirkan dan ditingkatkan akurasinya;
Indonesia tidak memakai langsung manual-manual kapasitas jalan yang telah ada seperti
dari Britania Raya, Amerika Serikat, Australia, Jepang, sebagaimana diungkapkan dalam
Laporan MKJI tahap I, tahun 1993. Hal ini disebabkan terutama oleh:
1) komposisi lalu lintas di Indonesia yang memiliki porsi sepeda motor yang tinggi,
2) aturan right of way di Simpang dan titik-titik konflik yang lain yang tidak jelas sekalipun
Indonesia memiliki regulasi prioritas. Indonesia menyusun sendiri pedoman perhitungan
kapasitas, dan
3) masih cukup banyak kendaraan-kendaraan fisik.
Pedoman ini merupakan pemutakhiran dari MKJI'97 tentang kapasitas Jalan Luar Kota yang
selanjutnya akan disebut Pedoman Kapasitas Jalan Luar Kota sebagai bagian dari Pedoman
Kapasitas Jalan Indonesia 2014 (PKJI'14). PKJI14 keseluruhan melingkupi:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
Pendahuluan
Kapasitas jalan luar kota
Kapasitas jalan kota
Kapasitas jalan bebas hambatan
Kapasitas simpang APILL
Kapasitas simpang
Kapasitas jalinan dan bundaran
Perangkat lunak kapasitas jalan
Pemutakhiran ini, pada umumnya terfokus pada nilai-nilai ekivalen satuan mobil penumpang
(emp) atau ekivalen kendaraan ringan (ekr), kapasitas dasar (C0), dan cara penulisan.
Pemutakhiran perangkat lunak MKJI97 tidak dilakukan, tetapi otomatisasi perhitungan
terkait contoh-contoh (Lihat Lampiran D) dilakukan dalam bentuk spreadsheet Excell
(dipublikasikan terpisah). Sejauh tipe persoalannya sama dengan contoh, spreadsheet
tersebut dapat digunakan dengan cara mengubah data masukannya.
vi
Pedoman ini dapat dipakai untuk menganalisis ruas Jalan Luar Kota untuk desain yang baru,
peningkatan ruas Jalan Luar Kota yang sudah lama dioperasikan, dan evaluasi kinerja lalu
lintas ruas Jalan Luar Kota.
vii
1. Ruang Lingkup
Manual ini menetapkan ketentuan mengenai perencanaan dan evaluasi ruas Jalan Luar
Kota, meliputi kapasitas jalan (C), dan kinerja lalu lintas jalan yang diukur oleh derajat
kejenuhan (DJ), waktu tempuh (TT), kecepatan tempuh (V), dan derajat iringan (DI). Pedoman
ini dapat digunakan pada Jalan Luar Kota dengan kelas Jalan Kecil dan Jalan Sedang
dengan tipe jalan 2/2TT, 4/2TT, dan Jalan Raya tipe 4/2T serta 6/2T.
2. Acuan normatif
Undang-Undang Republik Indonesia No.22 Tahun 2009, Lalu lintas dan angkutan jalan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.34 Tahun 2006, Jalan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.32 Tahun 2011, Manajemen dan Rekayasa,
Analisis Dampak, serta Menejemen Kebutuhan Lalu lintas
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.19 Tahun 2011, Persyaratan Teknis Jalan dan
Kriteria Perencanaan Teknis Jalan
3.22
kecepatan arus bebas dasar (VBD)
kecepatan arus bebas (km/jam) suatu segmen jalan untuk suatu set kondisi ideal (geometrik,
pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan) yang ditentukan sebelumnya
3.23
kecepatan tempuh (V), km/jam
Kecepatan rata-rata arus lalu lintas
3.24
kelas hambatan samping (KHS)
tabel 4 memuat ketentuan tentang klasifikasi hambatan samping:
Tabel 1. Kelas hambatan samping
Kelas
hambatan
samping
Frekuensi kejadian di
kedua sisi jalan
Ciri-ciri khusus
Rendah
50 150
Sedang
150 250
Tinggi
250 350
Sangat rendah
Sangat Tinggi
< 50
> 350
3.25
kelas Jarak Pandang (KJP)
jarak pandang adalah jarak maksimum dimana pengemudi (dengan tinggi mata 1,2 m)
mampu melihat kendaraan lain atau suatu benda tetap dengan ketinggian tertentu (1,3 m).
Kelas jarak pandang ditentukan berdasarkan persentase dari segmen jalan yang mempunyai
jarak pandang >300 m. Ketentuan kelas jarak pandang adalah ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 2. Kelas jarak pandang (KJP)
% segmen jalan
Kelas jarak pandang
dengan jarak pandang 300m
A
> 70
B
30 70
C
< 30
3.26
kendaraan (kend.)
unsur lalu lintas yang bergerak menggunakan roda
4 dari 84
3.27
kendaraan berat menengah (KBM)
kendaraan bermotor dengan dua as, dengan jarak gandar 3,5-5,0 m (termasuk bis kecil, truk
dua gandar dengan enam roda, sesuai klasifikasi kendaraan Bina Marga)
3.28
kendaraan ringan (KR)
kendaraan bermotor beroda empat, dengan dua gandar berjarak 2,0 - 3,0 m (termasuk
kendaraan penumpang, oplet, mikro bis, pick up dan truk kecil, sesuai sistem klasifikasi Bina
Marga)
3.29
kendaraan tak bermotor (KTB)
Kendaraan bertenaga manusia atau hewan (meliputi sepeda, becak, kereta kuda dan kereta
dorong sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). KTB termasuk kendaraan lambat. Catatan:
Dalam manual ini kend. tak bermotor tidak dianggap sebagai unsur lalu lintas tetapi sebagai
unsur hambatan samping
3.30
kerapatan (density)
jumlah kendaraan dalam suatu arus lalu lintas dalam satu kilometer, Kend./Km
3.31
lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT)
arus (atau Volume) lalu lintas harian rata-rata tahunan (kend./hari), dihitung dari jumlah arus
lalu lintas dalam setahun dibagi jumlah hari dalam tahun tersebut (365)
3.32
lebar bahu (LB)
lebar bahu (m) di samping jalur jalan, diperuntukkan sebagai ruang untuk kendaraan
berhenti sementara, tidak untuk jalur pejalan kaki, dan dapat digunakan oleh kendaraan
lambat
3.33
lebar bahu efektif (LBE)
lebar bahu (m) adalah lebar bahu yang benar-benar dapat dipakai, setelah dikurangi untuk
penghalang, seperti: pohon, kios samping jalan, dsb.
CATATAN Lihat catatan pada LEBAR JALUR EFEKTIF
Lebar bahu efektif rata-rata dihitung sebagai berikut:
* Jalan tak terbagi = (bahu kiri + kanan) / 2
* Jalan terbagi (per arah) = (bahu dalam + luar)
Bahu hanya digunakan oleh kendaraan dalam kondisi darurat, misalnya menyediakan
keleluasaan bergerak, parkir sementara, berhenti darurat
3.34
lebar lajur (LJ)
lebar (m) jalur jalan yang dilewati lalu lintas, tidak termasuk bahu
5 dari 84
3.35
lebar jalur efektif (LJE)
lebar jalur (m) yang tersedia untuk gerakan lalu lintas, setelah dikurangi akibat parkir
CATATAN Bahu yang diperkeras kadang-kadang dianggap bagian dari lebar jalur efektif.
3.36
median
Bangunan atau ruang jalan yang berfungsi memisahkan arah arus lalu lintas yang berlawanan
3.37
panjang jalan (L)
panjang segmen jalan atau ruas jalan (km)
3.38
pemisahan arah (PA)
pembagian arah arus pada jalan dua arah dinyatakan sebagai persentase dari arus total
pada masing-masing arah sebagai contoh 60:40
3.39
satuan kendaraan ringan (skr)
satuan untuk arus lalu lintas dimana arus berbagai kendaraan yang berbeda telah diubah
menjadi arus kendaraan ringan dengan menggunakan ekr
3.40
segmen Jalan Luar Kota
ciri-ciri segmen Jalan Luar Kota adalah tanpa perkembangan yang menerus pada kedua
sisinya, meskipun terdapat perkembangan permanen tetapi sangat sedikit, seperti rumah
makan, pabrik, atau perkampungan. Kios kecil dan kedai di sisi jalan tidak dianggap
perkembangan yang permanen.
3.41
segmen jalan kota atau semi perkotaan
suatu segmen jalan yang pada satu atau kedua sisinya ada perkembangan yang permanen
dan menerus dan menyeluruh, berupa pengembangan koridor atau lainnya. Jalan, dalam
atau dekat pusat perkotaan yang berpenduduk >100.000jiwa, dan jalan dalam daerah
perkotaan dengan penduduk <100.000jiwa tetapi mempunyai perkembangan samping jalan
yang permanen dan menerus, digolongkan kelompok jalan kota. Indikasi dari daerah
perkotaan atau semi perkotaan adalah arus lalu lintas puncak pagi dan sore umumnya lebih
tinggi dari jam-jam lain, didominasi oleh jenis kendaraan kecil dan sepeda motor dan
persentase truk berat yang kecil, peningkatan arus jam sibuk terlihat cukup signifikan
khususnya perubahan pada arah arus lalu lintas, dan adanya kereb.
3.42
sepeda motor (SM)
6 dari 84
sepeda motor dengan dua atau tiga roda (meliputi sepeda motor dan kendaraan roda tiga
sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
3.43
tipe alinemen jalan
gambaran kemiringan daerah yang dilalui jalan, ditentukan oleh jumlah naik dan turun
(m/km) dan jumlah lengkung horisontal (rad/km) sepanjang alinemen jalan (lihat Tabel 1)
Tabel 3. Ketentuan tipe alinemen
Tipe
Lengkung vertikal
Lengkung horizontal
alinemen jalan
naik+turun, (m/km)
(rad/km)
Datar
< 10 (5)
< 1,0 (0,25)
Bukit
10 30 (25)
1,0 2,5 (2,00)
Gunung
> 30 (45)
> 2,5 (3,50)
Catatan: Nilai-nilai dalam kurung digunakan untuk mengembangkan grafik untuk tipe
alinemen standar.
3.44
tipe jalan
konfigurasi jumlah lajur dan arah jalan, terdapat lima tipe jalan untuk Jalan Luar Kota, yaitu:
- 2 lajur 1 arah (2/1)
- 2 lajur 2 arah tak terbagi (2/2TT)
- 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2TT)
- 4 lajur 2 arah tak terbagi (4/2T)
- 6 lajur 2 arah terbagi (6/2T)
3.45
tipe medan jalan
penggolongan tipe medan sehubungan dengan topografi daerah yang dilewati jalan,
berdasarkan kemiringan melintang yang tegak lurus pada sumbu segmen jalan (lihat Tabel
2)
Tabel 4. Ketentuan tipe median
Tipe medan jalan
Datar
Bukit
GUnung
3.46
truk besar (TB)
truk tiga gandar dan truk kombinasi dengan jarak gandar (gandar pertama ke kedua)
< 3,5 m (sesuai sistem klasifikasi Bina Marga)
3.47
7 dari 84
3.49
waktu tempuh (TT)
waktu total (jam, menit, atau detik), yang diperlukan oleh suatu kendaraan untuk melalui
suatu panjang jalan tertentu, termasuk seluruh waktu tundaan dan waktu berhenti
4. Ketentuan
4.1
Ketentuan umum
4.1.1
Umum
Pedoman kapasitas ini hanya dapat digunakan untuk tipe jalan dengan karakteristik
geometrik yang sesuai dengan ketetapan dalam pedoman ini. Tipe jalan tersebut sesuai
dengan spesifikasi penyediaan prasarana jalan (Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun
2006 tentang Jalan) dan khususnya Permen PU tentang Persyaratan Teknis Jalan. Pada
MKJI 1997, tipe jalan ini tidak terkait langsung dengan sistem klasifikasi fungsi jalan menurut
Undang-undang nomor 13 tahun 1980 tentang jalan dan Undang-undang nomor 14 tahun
1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, serta Peraturan Pemerintah yang mengikutinya
yang berlaku saat itu.
Untuk masing-masing tipe jalan yang ditentukan, cara perhitungan dapat digunakan untuk
Analisis operasional, perencanaan, dan perancangan jalan pada alinemen jalan:
- datar, bukit atau gunung; dan
- dengan kelandaian tertentu, misalnya lajur pendakian
Prosedur perhitungan dalam pedoman ini dapat diterapkan pada ruas-ruas jalan nasional,
jalan propinsi, dan jalan kabupaten sejauh kondisinya bersifat Luar Kota sesuai dengan tipe
jalan tersebut di atas.
4.1.2
Segmen jalan
antara dua simpang dan arus lalu lintas dalam segmen tidak terpengaruh oleh
simpang tersebut, dan
- mempunyai bentuk geometrik, arus lalu lintas, dan komposisi lalu lintas yang
seragam (homogen) di seluruh panjang segmen.
Jika karakteristik jalan berubah secara signifikan, maka perubahan tersebut menjadi batas
segmen, sekalipun tidak ada simpang di dekatnya.
8 dari 84
4.1.3
Segmen jalan harus berubah jika jalan telah memasuki wilayah perkotaan atau semi
perkotaan (atau sebaliknya), meskipun karakteristik geometrik atau yang lainnya tidak
berubah, dan analisis kapasitas yang sesuai dengan kondisi perkotaan harus digunakan
untuk masing-masing segmen seperti ini.
Pedesaan tidak dianggap sebagai daerah perkotaan, kecuali jika jalan melalui pusat desa
yang mempunyai karakteristik samping jalan sesuai dengan jalan perkotaan/semi perkotaan.
Dalam hal demikian, analisis kapasitas untuk jalan perkotaan dan semi perkotaan harus
digunakan.
Jika Jalan Luar Kota bertemu dengan satu atau lebih simpang, terutama jika simpang
bersinyal, baik di daerah perkotaan maupun bukan, maka pengaruh simpang-simpang
tersebut harus diperhitungkan apakah segmen tersebut diakhiri oleh simpang tersebut atau
simpang tersebut dapat diabaikan. Hal ini dapat dikerjakan sebagai berikut:
-
4.1.4
Hitung waktu tempuh, dengan menggunakan prosedur Jalan Luar Kota, seolah-olah
tidak ada gangguan dari simpang-simpang. Lakukan analisis seolah-olah tidak ada
simpang (waktu tempuh tak terganggu).
Untuk setiap simpang utama sepanjang jalan tersebut, hitung tundaan, dengan
menggunakan prosedur yang sesuai (Lihat Bab lain dari manual ini tentang Simpang
bersinyal dan Simpang tak bersinyal).
Tambahkan tundaan simpang pada waktu tempuh tak terganggu, untuk mendapatkan
waktu tempuh keseluruhan (dan jika diperlukan, konversikan ke kecepatan rata-rata
dengan membagi jarak keseluruhan (km) dengan waktu tempuh keseluruhan (jam).
Karakteristik segmen jalan
Setiap titik dari segmen jalan yang mempunyai perubahan penting baik dalam bentuk
geometrik, karakteristik arus lalu lintas, maupun kegiatan/hambatan samping jalan, menjadi
batas segmen jalan. Karakteristik jalan meliputi geometrik, arus lalu lintas, dan pengendalian
lalu lintas, aktivitas samping jalan, fungsi jalan, guna lahan, pengemudi, dan populasi
kendaraan, masing-masing diuraikan sebagai berikut:
9 dari 84
4.1.4.1 Geometrik
-
Lebar jalur lalu lintas: bertambahnya lebar jalur lalu lintas dapat meningkatkan
kapasitas.
Bahu: kapasitas dan kecepatan pada arus tertentu sedikit meningkat dengan
bertambahnya lebar bahu. Kapasitas berkurang jika terdapat penghalang tetap yang
dekat atau pada tepi jalur lalu lintas.
Median: median yang baik meningkatkan kapasitas.
Lengkung vertikal: mempunyai dua pengaruh yaitu 1) makin berbukit suatu jalan
makin lambat kendaraan bergerak khususnya di tanjakan, ini biasanya tidak
diimbangi di turunan, dan 2) puncak bukit mengurangi jarak pandang. Kedua
pengaruh ini mengurangi kapasitas dan kinerja pada arus tertentu.
Lengkung horisontal: jalan dengan banyak tikungan tajam memaksa kendaraan untuk
bergerak lebih lambat daripada di jalan lurus untuk meyakinkan bahwa ban mampu
mempertahankan gesekan yang aman dengan permukaan jalan.
Jarak pandang: apabila jarak pandang cukup panjang, pergerakan menyalip akan
lebih mudah dilakukan dan kecepatan serta kapasitas menjadi lebih tinggi. Jarak
pandang sebagian besar tergantung dari lengkung vertikal dan lengkung horisontal,
tetapi juga tergantung pada ada atau tidaknya penghalang pandangan dari adanya
tumbuhan, pagar, bangunan, dan lain-lain.
Pemisahan arah lalu lintas: pada tipe jalan 2/2TT, kapasitas tertinggi dicapai jika
pemisahan arus per arah 50% - 50%.
Komposisi lalu lintas: komposisi lalu lintas mempengaruhi hubungan arus-kecepatan
jika arus dan kapasitas dinyatakan dalam satuan kend./jam, hal ini tergantung pada
rasio sepeda motor atau kendaraan berat dalam arus.
Pejalan kaki;
Pemberhentian angkutan umum dan kendaraan lain;
Kendaraan tak bermotor (misal becak, gerobak sampah/dagangan, kereta kuda); dan
Kendaraan yang masuk dan keluar dari lahan persil di samping jalan;
10 dari 84
Pemeriksaan setempat
Beberapa faktor yang menjadi ciri daerah tertentu, seperti pengemudi dan populasi kendaraan, dapat mempengaruhi parameter-parameter kapasitas. Disarankan untuk mengukur
parameter kunci, yaitu kecepatan arus bebas dan kapasitas, pada beberapa lokasi yang
mewakili wilayah yang sedang diamati guna menerapkan faktor penyesuaian setempat pada
kecepatan arus bebas dan kapasitas. Hal ini menjadi penting, jika nilai-nilai yang didapat dari
pengukuran langsung sangat berbeda dengan nilai-nilai yang didapat dari penggunaan
manual ini.
4.2
Ketentuan teknis
4.2.1
Pendekatan
2) Analisis kapasitas atau nilai arus maksimum yang dapat disalurkan pada suatu
kualitas arus lalu lintas tertentu yang dipertahankan;
3) Analisis penetapan lebar jalan atau jumlah lajur yang diperlukan untuk menyalurkan
arus lalu lintas tertentu, pada tingkat kinerja yang dapat diterima, sesuai keperluan
perencanaan; dan
4) Perkiraan pengaruh dari suatu perencanaan terhadap kapasitas dan kinerjanya,
misalnya pemasangan median, atau modifikasi lebar bahu.
- Analisis Perancangan:
Sasaran utama perancangan adalah memperkirakan jumlah lajur jalan yang dibutuhkan
untuk menampung suatu perkiraan LHRT. Rincian geometrik serta masukan lainnya
dapat berupa anggapan atau didasarkan pada persyaratan teknis jalan yang berlaku.
Metode yang digunakan dalam analisis operasional dan analisis perencanaan adalah sama,
yang berbeda utamanya adalah dalam rincian masukan dan keluarannya. Metode yang
digunakan dalam analisis perancangan mempunyai latar belakang teoritis yang sama, tetapi
telah sangat disederhanakan karena data masukan terincinya dianggap tidak ada.
Prosedur yang diberikan dalam bab ini juga memungkinkan analisis operasional dikerjakan
pada satu dari dua tipe segmen jalan yang berbeda:
-
Segmen alinemen umum: Dalam hal ini segmen digolongkan dalam tipe alinemen
yang menggambarkan kondisi umum lengkung horisontal dan vertikal dari segmen:
datar, bukit atau gunung.
Segmen Kelandaian khusus: Adalah bagian jalan yang curam dan menerus, dapat
menjadi bagian jalan yang memperkecil kapasitas dalam kedua arah, mendaki dan
menurun. Bagian jalan ini dapat tidak diperhitungkan kinerjanya secara penuh apabila
bagian yang curam digolongkan ke dalam tipe alinemen umum. Oleh karena itu,
analisis operasional pada bagian jalan dengan kelandaian khusus dilakukan terpisah.
Prosedur kelandaian khusus pada dasarnya hanya berlaku untuk jalan 2/2TT karena
tipe jalan yang mengalami masalah terburuk pada kasus kelandaian. Prosedur
menganalisis pengaruh kelandaian jalan sebagai dasar tindakan perbaikan, seperti
pelebaran jalur atau penyediaan suatu lajur pendakian.
12 dari 84
4.2.2
Pengubah (variabel)
Kendaraan ringan (KR), meliputi mobil penumpang, minibus, truk pik-up dan jeep;
Kendaraan berat menengah (KBM), meliputi truk dua gandar dan bus kecil;
Bus besar (BB);
Truk besar (TB), meliputi truk tiga gandar atau lebih, truk tempelan, dan truk
gandengan; dan
Sepeda motor
Kendaraan tak bermotor dianggap hambatan samping, dan dimasukkan ke dalam faktor
penyesuaian hambatan samping.
Ekr untuk masing-masing tipe kendaraan tergantung pada tipe jalan, tipe alinemen dan arus
lalu lintas total yang dinyatakan dalam kendaraan/jam. Ekr sepeda motor ada juga dalam
masalah jalan 2/2TT, tergantung pada lebar efektif jalur lalu lintas. Semua ekr kendaraan
yang berbeda pada alinemen datar, bukit, dan gunung disajikan dalam tabel pada Bagian 3,
Langkah A-3.
..1)
keterangan:
13 dari 84
VB
VBD
VB,W
FVB,HS
FVB,KFJ
14 dari 84
4.2.3
Hubungan dasar
Hubungan antara kecepatan dan kerapatan dan antara kecepatan dan arus digam-barkan
dengan data lapangan di Indonesia untuk jalan empat-lajur terbagi, pada Gambar 4 dan
Gambar 5, dan untuk jalan dua-lajur dua-arah pada Gambar 6 dan Gambar 7. Gambaran
matematis yang baik dari hubungan untuk jalan berlajur banyak seringkali dapat diperoleh
dengan menggunakan model Rejim Tunggal:
(
[(
( )
) (
)
) (
.................................................................................................5)
....................................................................................................................6)
keterangan:
VB
Kj
K0
L, m
Untuk jalan 2/2TT, hubungan kecepatan-kerapatan seringkali mendekati linier dan dapat
digambarkan dengan model linier yang sederhana.
Data dari survei lapangan telah dianalisis untuk mendapatkan hubungan khas antara
kecepatan vs kerapatan pada segmen jalan tak terbagi dan jalan terbagi dengan
menggunakan model ini. Kerapatan pada sumbu horisontal telah diganti dengan derajat
kejenuhan, dan sejumlah lengkung telah digambar untuk mewakili beberapa kecepatan arus
bebas agar hubungan tersebut dapat digunakan sebagaimana ditunjukan pada Bagian 3,
Langkah D di bawah.
16 dari 84
17 dari 84
18 dari 84
Gambar 5. Hubungan antara derajat kejenuhan dan derajat iringan; (hanya) untuk jalan
2/2TT
4.2.4
Tipe alinemen
Dibedakan tiga tipe alinemen untuk digunakan dalam analisis operasional dan perancangan:
Tipe alinemen
Alinemen datar
Alinemen bukit
10 30
1,0 2,5
Alinemen gunung
> 30
> 2,5
Khusus untuk tipe jalan 2/2TT, pedoman menyajikan hubungan kecepatan arus bebas
sebagai fungsi dari alinemen vertikal yang dinyatakan dalam bentuk naik+turun (m/km) dan
alinemen horisontal yang dinyatakan sebagai lengkung (rad/km).
Elemen geometrik:
Lebar jalur lalu lintas efektif
Lebar bahu efektif
Median
Pemisahan arus lalu lintas per arah
Tipe alinemen jalan
Guna lahan
Kelas hambatan samping
Kelas fungsi jalan
Kelas jarak pandang
b)
Ukuran
7,00m
1,50m pada masing-masing sisi.
(Bahu yang tidak diperkeras tidak sesuai
untuk lintasan kendaraan bermotor)
Tidak ada
50%-50%
Datar
Tidak ada pengembangan samping jalan
Rendah
Jalan arteri
A
Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah tak terbagi dengan marka lajur untuk empat lajur
dan lebar total jalur lalu lintas tak terbagi antara 12 sampai dengan 15 meter.
Kondisi geometrik dasar tipe jalan 4/2TT didefinisikan sebagai berikut:
Elemen geometrik:
Lebar jalur lalu lintas efektif
Lebar bahu efektif
Median
Pemisahan arus lalu lintas per arah
Tipe alinemen jalan
Guna lahan
Kelas hambatan samping
Kelas fungsi jalan
Kelas jarak pandang
c)
Ukuran
14,00m
1,50m pada masing-masing sisi.
(Bahu tidak diperkeras tidak sesuai untuk lintasan
kendaraan bermotor)
Tidak ada
50%-50%
Datar
Tidak ada pengembangan samping jalan
Rendah
Jalan arteri
A
Tipe jalan ini meliputi semua jalan dua-arah dengan dua jalur lalu lintas yang dipisahkan oleh
median. Setiap jalur lalu lintas mempunyai dua lajur bermarka dengan lebar antara 3,00 3,75 m.
Kondisi geometrik dasar tipe jalan 4/2T didefinisikan sebagai berikut:
Elemen geometrik:
Lebar jalur lalu lintas efektif
Lebar bahu efektif
Ukuran
2 x 7,00m
2,00m; diukur sebagai lebar bahu dalam + bahu
luar untuk setiap jalur lalu lintas (lihat Gambar
A.2:1 pada Bagian 3)..
20 dari 84
Median
Pemisahan arus lalu lintas per arah
Tipe alinemen jalan
Guna lahan
Kelas hambatan samping
Kelas fungsi jalan
Kelas jarak pandang
d)
Jalan 6/2T dengan karakteristik umum yang sama sebagaimana diuraikan untuk tipe jalan
4/2T, dapat dianalisis dengan menggunakan pedoman ini.
4.2.5
4.2.5.1 Tujuan
Tujuan bagian ini adalah untuk membantu para pengguna pedoman dalam memilih
penyelesaian masalah-masalah umum dalam perancangan, perencanaan, dan
pengoperasian jalan dengan menyediakan tipe dan denah standar Jalan Luar Kota pada
alinemen datar, bukit, dan gunung serta penerapannya pada berbagai kondisi arus.
Disarankan, untuk perencanaan jalan baru, sebaiknya digunakan analisis biaya siklus hidup
perencanaan yang paling ekonomis pada arus lalu lintas tahun dasar, lihat bagian 2.5.3b.
Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar pemilihan asumsi awal tentang perencanaan
dan perancangan yang akan diterapkan jika menggunakan metode perhitungan untuk ruas
Jalan Luar Kota seperti diterangkan pada Bagian 3 dari Bab ini.
Untuk analisis operasional dan peningkatan jalan yang sudah ada, saran diberikan dalam
bentuk kinerja lalu lintas sebagai fungsi arus pada keadaan standar, lihat Bagian 2.5.3c.
Rencana dan bentuk pengaturan lalu lintas harus dengan tujuan memastikan derajat
kejenuhan tidak melebihi nilai yang dapat diterima (biasanya 0,75). Saran-saran mengenai
masalah berikut ini, berkaitan dengan rencana detail dan pengaturan lalu lintas:
-
Dampak perubahan rencana geometrik dan pengaturan lalu lintas terhadap keselamatan lalu lintas dan asap polusi kendaraan;
Rencana detail yang berkaitan dengan kapasitas dan keselamatan; dan
Perlu tidaknya lajur pendakian pada kelandaian khusus.
Jalan, 1997). Lebih baru lagi dari dokumen-dokumen perencanaan tersebut, terbit setelah
dicanangkan undang-undang nomor 38 tahun 2004 tentang jalan beserta peraturan
pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, mengatur mengenai hal ini dalam bentuk
peraturan menteri pekerjaan umum tentang persyaratan teknis jalan berikut pedoman
perencanaan teknis jalan yang menyertainya.
Dokumen ini menggolongkan parameter perencanaan untuk kelas-kelas jalan yang berbeda,
dan tipe penampang melintang bekenaan dengan lebar jalan dan bahu.
Tipe-tipe
penampang melintang yang distandarkan, dapat dipilih untuk penggunaannya dalam bagian
panduan ini, didasarkan pada ukuran-ukuran seperti terlihat pada Tabel 6.
Semua penampang melintang dianggap mempunyai bahu berkerikil (perkerasan tidak
berpenutup) yang dapat digunakan untuk parkir dan kendaraan berhenti, tetapi bukan untuk
lajur perjalanan.
Tabel 6. Definisi tipe penampang melintang jalan
Lebar bahu (m)
Luar
Perbukitan
Pegunungan
Kelas
Jarak
Pandang
Lebar jalur
lalu lintas
(m)
Datar
2/2TT
5,50
1,50
1,50
1,00
2/2TT
7,00
1,50
1,50
1,00
4/2TT
14,00
1,50
1,50
1,00
4/2T
11,00
1,75
1,75
1,25
0,25
4/2T
14,00
1,75
1,75
1,25
0,25
6/2T
21,00
1,75
1,75
1,25
0,25
Tipe jalan
*)
Dalam
didefinisikan sesuai dengan persyaratan teknis jalan yang diatur dalam peraturan
pemerintah nomor 34 tahun 2006 tentang jalan.
Untuk setiap kelas, jalur lalu lintas standar, lebar bahu dan parameter alinemen jalan
dispesifikasikan dalam rentang tertentu. Manual ini memperhatikan tipe jalan, rencana
geometrik dan tipe alinemen, tetapi tidak memberi nama secara jelas tipe jalan yang berbeda
dengan kode kelas jalan seperti terlihat di atas.
Tipe jalan dan penampang melintang tertentu dapat dipilih untuk analisis berdasarkan satu
atau beberapa alasan berikut:
22 dari 84
1. Untuk menyesuaikan dengan dokumen standar jalan yang sudah ada dan/atau praktek
rekayasa setempat.
2. Untuk memperoleh penyelesaian yang paling ekonomis.
3. Untuk memperoleh kinerja lalu lintas tertentu.
4. Untuk memperoleh angka kecelakaan yang rendah.
b)
Pertimbangan ekonomi
Tipe jalan yang paling ekonomis (bagi jalan umum atau jalan bebas hambatan) ditetapkan
berdasarkan analisis biaya siklus hidup (BSH) ditunjukkan pada Bab 1 Bagian 5.2.1.c.
Ambang arus lalu lintas tahun ke-1 untuk rencana yang paling ekonomis Jalan Luar Kota
yang baru diberikan pada Tabel 7 di bawah sebagai fungsi dari tipe alinemen dan kelas
hambatan samping untuk dua hal yang berbeda:
1. Pembuatan jalan baru, dengan umur rencana 23 tahun
2. Pelebaran jalan yang ada, dengan umur rencana 10 tahun
Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun ke 1) yang didapatkan, menentukan penampang
melintang dengan biaya siklus hidup total terendah untuk pembuatan jalan baru atau
pelebaran (peningkatan jalan) seperti terlihat pada Tabel 8 di bawah ini untuk berbagai tipe
alinemen.
Pembuatan jalan baru
Tabel 7. Rentang arus lalu lintas (jam puncak tahun 1) untuk memilih tipe jalan untuk
pembuatan jalan baru
Kondisi
Rentang ambang arus lalu lintas dalam kend./jam tahun ke-1 (jam puncak)
Tipe jalan/lebar jalur lalu lintas (m)
4/2TT
4/2T
2/2TT
Tipe
alinemen
6/2T
Hambatan
Samping
5,50
11
14
11
14
Datar
Rendah
<300
300-450
450-550
550-650
650-950
800-1.250
>1.450
Datar
Tinggi
<300
250-350
450-500
500-700
700-1.250
>1.450
Bukit /
Gunung
Rendah
<300
300-400
500-600
600-650
800-950
>1.450
Bukit /
Gunung
Tinggi
<250
300-350
450-500
500-700
700-950
>1.350
450-500
21
23 dari 84
Tipe
alinemen
Hambatan
Samping
Datar
Rendah
400
1.050
1.100
1.200
Datar
Tinggi
350
950
1.050
1.100
Bukit/Gunung
Rendah
350
950
1.050
1.100
Bukit/Gunung
Tinggi
300
850
950
1.050
c)
Tujuan perencanaan dan analisis operasional untuk peningkatan ruas Jalan Luar Kota,
umumnya berupa perbaikan-perbaikan kecil terhadap geometrik jalan untuk mempertahankan kinerja lalu lintas yang diinginkan. Gambar 6 sampai dengan Gambar 8
menggambarkan hubungan antara kecepatan kendaraan ringan rata-rata (km/jam) dan arus
lalu lintas total (kedua arah) Jalan Luar Kota pada alinemen datar, bukit, dan gunung dengan
hambatan samping rendah atau tinggi. Hal tersebut menunjukkan rentang kinerja lalu lintas
masing-masing tipe jalan, dan dapat digunakan sebagai sasaran perancangan atau alternatif
anggapan, misalnya dalam analisis perencanaan dan operasional untuk meningkatkan ruas
jalan yang sudah ada. Dalam hal ini, perlu diperhatikan untuk tidak melampaui derajat
kejenuhan 0,75 pada jam puncak tahun rencana. Lihat juga Bagian 4.2 tentang analisis
kinerja lalu lintas untuk tujuan perancangan.
24 dari 84
25 dari 84
Gambar 7. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, alinemen bukit
26 dari 84
Gambar 8. Kinerja lalu lintas pada Jalan Luar Kota, pada alinemen gunung
d)
Tingkat kecelakaan lalu lintas untuk Jalan Luar Kota telah diestimasi dari data statistik
kecelakaan di Indonesia seperti telah diterangkan pada Bab I (Pendahuluan). Pengaruh
umum dari rencana geometrik terhadap tingkat kecelakaan dijelaskan sebagai berikut:
27 dari 84
Pelebaran lajur akan mengurangi tingkat kecelakaan antara 2-15% per meter
pelebaran (nilai yang besar mengacu ke jalan kecil/sempit).
Pelebaran atau peningkatan kondisi permukaan bahu meningkatan keselamatan lalu
lintas, meskipun mempunyai tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan
pelebaran lajur lalu lintas.
Lajur pendakian pada kelandaian curam mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 2530%.
Lajur menyalip (lajur tambahan untuk menyalip pada daerah datar) mengurangi
tingkat kecelakaan sebesar 15-20 %.
Meluruskan tikungan yang tajam setempat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar
25-60 %.
Median (pemisah tengah) yang berfungsi memisahkan lalu lintas dua arah, dapat
mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30 %.
Median penghalang atau median sempit (digunakan jika terdapat keterbatasan ruang
untuk membuat pemisah tengah yang lebar) mengurangi kecelakaan fatal dan luka
berat sebesar 10-30%, tetapi menambah kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan
material.
Batas kecepatan, jika dilaksanakan dengan baik, dapat mengurangi tingkat kecelakaan
sebesar faktor (
e)
Pertimbangan lingkungan
Emisi gas buang kendaraan dan kebisingan berhubungan erat dengan arus lalu lintas dan
kecepatan. Pada arus lalu lintas yang tetap, emisi ini berkurang dengan berkurangnya
kecepatan, sepanjang jalan tersebut tidak macet. Saat arus lalu lintas mendekati kapasitas
(derajat kejenuhan >0,8), kondisi arus tersendat "stop dan jalan" yang disebabkan oleh
kemacetan menyebabkan bertambahnya emisi gas buang dan juga kebisingan jika
dibandingkan dengan kinerja lalu lintas yang stabil.
Alinemen jalan yang tidak baik, seperti tikungan tajam dan kelandaian curam, menambah
emisi gas buangan dan kebisingan.
28 dari 84
Bahu jalan tidak dipakai oleh pejalan kaki atau kendaraan fisik yang dapat
menghalangi kelancaran arus lalu lintas, sebaiknya difasilitasi diluar bahu jalan untuk
kepentingan keselamatan.
Persimpangan dengan jalan kecil (minor) dan jalan masuk/keluar ke sisi jalan harus
dibuat tegak lurus terhadap jalan utama, dan hindari terletak pada lokasi dengan
jarak pandang yang terbatas, misalnya di tikungan.
4.2.6
Kelandaian
3%
5%
7%
0,5 km
500
400
300
> 1 km
325
300
300
Bagan alir prosedur perhitungan untuk analisis operasional dan perencanaan diberikan pada
Gambar 9. Berbagai langkah tersebut diuraikan langkah demi langkah secara rinci dalam
bagian 6.
29 dari 84
30 dari 84
31 dari 84
5.1
5.1.1
a) Penentuan segmen
Bagilah jalan dalam segmen-segmen. Segmen jalan didefinisikan sebagai suatu panjang
jalan yang mempunyai karakteristik yang serupa pada seluruh panjangnya. Titik dimana
karakteristik jalan berubah secara berarti menjadi batas segmen. Setiap segmen dianalisis
secara terpisah. Jika beberapa alternatif (keadaan) geometrik sedang diteliti untuk suatu
segmen, masing-masing diberi kode khusus dan dicatat dalam formulir data masukan yang
terpisah (F1-JLK dan F2-JLK). Formulir analisis yang terpisah (F3-JLK dan jika perlu F3-JLKKK) juga digunakan untuk masing-masing keadaan. Jika periode waktu terpisah harus
dianalisis, maka nomor terpisah harus diberikan untuk masing-masing keadaan, dan harus
digunakan formulir data masukan dan analisis yang terpisah.
Segmen jalan yang sedang dipelajari harus tidak terpengaruh oleh simpang utama atau
simpang susun yang mungkin mempengaruhi kapasitas dan kinerjanya.
Segmen dapat dibedakan dalam alinemen biasa (keadaan biasa) dan 'kelandaian khusus',
lihat b) di bawah.
b) Kelandaian khusus
Pada tahap ini harus ditentukan apakah ada bagian jalan yang merupakan kelandaian
khusus yang memerlukan analisis operasional terpisah. Hal ini dapat terjadi apabila terdapat
satu atau lebih kelandaian menerus sepanjang jalan yang menyebabkan masalah kapasitas
atau kinerja yang berat dan di mana perbaikan untuk mengurangi masalah ini sedang
dipertimbangkan (misalnya pelebaran atau penambahan lajur pendakian). Masing-masing
32 dari 84
kelandaian dapat dijadikan segmen terpisah dan masing-masing dianalisis sendiri dengan
prosedur untuk 'analisis kelandaian khusus'. Segmen adalah dari bagian bawah kelandaian
sampai pundaknya. Umumnya, kelandaian khusus tidak kurang dari 400m tetapi tidak
mempunyai batasan panjangnya. Bagaimanapun, segmen kelandaian khusus harus
merupakan tanjakan menerus (turunan pada arah yang berlawanan) yaitu tanpa bagian
datar atau menurun, dan harus mempunyai kelandaian paling sedikit rata-rata 3 persen
untuk seluruh segmen: kelandaian tidak perlu konstan sepanjang seluruh segmennya.
Kelandaian pendek (sampai sekitar 1 km panjang) biasanya hanya akan dianalisis terpisah
jika sangat curam, sedangkan kelandaian yang lebih panjang mungkin memerlukan analisis
terpisah sekalipun kurang curam, karena efek pengurangan kecepatan yang terus menerus,
khususnya pada kendaraan berat.
Meskipun suatu kelandaian curam menyebabkan masalah kapasitas dan kinerja yang
penting, tidaklah digolongkan 'kelandaian khusus' jika satu atau seluruh dari kondisi berikut
berlaku:
hanya diperlukan analisis perancangan, bukan analisis operasional;
jika tidak ada niat untuk mempertimbangkan penyesuaian rencana geometrik untuk
mengurangi pengaruh kelandaian;
jika lengkung horisontal cukup besar untuk menyebabkannya, pada pendapat ahli
menjadi penentu utama tunggal dari kapasitas dan kinerja, bukan kelandaiain.
Dalam hal-hal tersebut di atas segmen tidak dianggap sebagai segmen 'kelandaian khusus'
terpisah dan kelandaian dimasukkan pada analisis umum segmen yang lebih panjang di
mana segmen tersebut merupakan bagiannya, dengan karakteristik kelandaian ditentukan
dari tipe alinemennya.
c) Data pengenalan segmen (data umum)
Isikan data umum berikut pada bagian atas dari Formulir F1-JLK:
Tanggal (hari, bulan, tahun) dan dikerjakan oleh (masukkan nama anda)
Provinsi dimana segmen tersebut terletak
Nomor ruas (Bina Marga)
Kilometer segmen (mis. Km 3.250-4.750 dari Jakarta)
Segmen antara (mis. Lembang dan Ciater)
Panjang segmen (misalnya 1,5 km)
Kelas Jalan (kelas penggunaan jalan, kelas I, kelas II, kelas III, atau kelas khusus)
Status jalan (Jalan Nasional, Jalan Provinsi, atau Jalan Kabupaten/Kota)
Tipe jalan, misalnya:
Dua-lajur dua-arah tak terbagi: 2L2A-TT
Empat-lajur dua-arah tak terbagi: 4L2A-TT
Empat-lajur dua-arah terbagi: 4L2A-T
Enam-lajur dua-arah terbagi: 6L2A-T
Dua-lajur satu-arah: 2L1A (dianalisis seolah-olah merupakan satu arah dari suatu
jalan terbagi)
Fungsi jalan (arteri, kolektor, lokal, lingkungan)
Spesifikasi prasarana (Jalan Raya, Jalan Sedang, atau Jalan Kecil)
Periode waktu yang dianalisis (misalnya tahun 2000, jam sibuk pagi antara jam 7 s.d.
jam 10 pagi)
33 dari 84
5.1.2
A
B
C
> 70%
30 - 70%
< 30%
Catatan: Jarak pandang berhubungan dengan jarak pandang menyalip yang diukur dari
tinggi mata pengemudi (1,2m) ke tinggi kendaraan penumpang yang datang (1,3m).
c) Alinemen vertikal
Buatlah sketsa penampang vertikal jalan dengan skala memanjang yang sama dengan
alinemen horisontal di atasnya. Tunjukkan kelandaian dalam % jika tersedia. Masukkan
informasi tentang naik+turun total dari segmen (m/km) jika tersedia.
Jika segmen
merupakan kelandaian khusus, isikan keterangan tentang kelandaian rata-rata dan panjang
kelandaian.
34 dari 84
d) Tipe alinemen
Tentukan tipe alinemen umum dari Tabel 12 dengan menggunakan informasi tercatat untuk
lengkung horisontal (rad/km) dan naik serta turun vertikal (m/km), dan masukkan hasilnya
dengan melingkari tipe alinemen yang sesuai (datar, bukit, atau gunung) pada formulir.
Tabel 12. Tipe alinemen umum
Tipe alinemen
Naik + turun
(m/km)
Datar
Bukit
Gunung
< 10
10 - 30
> 30
Lengkung horisontal
(rad/km)
< 1,0
1,00 - 2,5
> 2,5
Jika lengkung horisontal dan nilai naik + turun dari ruas yang diteliti tidak sesuai dengan
penggolongan alinemen umum pada Tabel 12, maka tidak ada tipe alinemen umum yang
dipilih (Tabel 19 akan dipergunakan untuk menentukan kecepatan arus bebas). Jika data
alinemen tidak ada, gunakan penggolongan tipe medan (Bina Marga) atau pengamatan
visual untuk memilih tipe alinemen umum.
e) Penampang melintang jalan
Buatlah sketsa penampang lintang jalan rata-rata dan tunjukkan lebar jalur lalu lintas, lebar
median, lebar bahu dalam dan luar tak terhalang (jika jalan terbagi), penghalang samping
jalan seperti pohon, saluran, dan sebagainya. Perhatikan bahwa sisi A dan Sisi B ditentukan
oleh garis referensi penampang melintang pada sketsa alinemen horisontal.
5.1.3
36 dari 84
Gunakan formulir F2-JLK untuk mencatat dan mengolah data masukan mengenai arus dan
komposisi lalu lintas. Untuk kelandaian khusus, ikuti langsung butir b).
a) Arus dan komposisi lalu lintas untuk alinemen umum
a.1)
Tentukan arus jam perencanaan dalam kendaraan/jam
Dua alternatif diberikan di bawah, tergantung pada banyaknya rincian masukan yang
tersedia. Alternatif B sebaiknya diikuti bila mungkin.
A:
A.1
A.2
A.3
B:
B.1
a.2)
Tentukan emp
Ekr untuk Kendaraan Berat Menengah (KBM), Bus Besar (BB), Truk Besar (TB, termasuk
Truk kombinasi) dan Sepeda Motor (SM) diberikan dalam Tabel 13 s/d Tabel 15 di bawah,
sebagai fungsi tipe jalan, tipe alinemen (Formulir F1-JLK) dan arus lalu lintas (kend./jam).
Ekr SM tergantung kepada lebar jalur lalu lintas. Untuk Kendaraan Ringan (KR), ekr selalu
1,0. Arus kendaraan tak bermotor (KTB) dicatat pada Formulir F2-JLK sebagai komponen
hambatan (kendaraan lambat). Tentukan ekr masing-masing tipe kendaraan dari tabel yaitu
dengan interpolasi arus lalu lintasnya, atau menggunakan diagram pada Gambar 11.
Masukkan hasilnya ke dalam Formulir F2-JLK, Tabel data penggolongan arus lalu lintas
perjam, baris 1.1 dan 1.2 (untuk jalan tak-terbagi ekr sama pada kedua jurusan, untuk jalan
terbagi dengan arus yang tidak seimbang ekr mungkin berbeda).
Tabel 13. Ekr untuk jalan 2/2TT
Tipe
alinemen
Arus total
(kend./jam)
Ekr
KBM
BB
37 dari 84
TB
SM
6 - 8m
> 8m
Datar
0
800
1350
> 1900
1,2
1,8
1,5
1,3
1,2
1,8
1,6
1,5
1,8
2,7
2,5
2,5
0,8
1,2
0,9
0,6
0,6
0,9
0,7
0,5
0,4
0,6
0,5
0,4
Bukit
0
650
1100
> 1600
1,8
2,4
2,0
1,7
1,6
2,5
2,0
1,7
5,2
5,0
4,0
3,2
0,7
1,0
0,8
0,5
0,5
0,8
0,6
0,4
0,3
0,5
0,4
0,3
Gunung
0
450
900
> 1350
3,5
3,0
2,5
1,9
2,5
3,2
2,5
2,2
6,0
5,5
5,0
4,0
0,6
0,9
0,7
0,5
0,4
0,7
0,5
0,4
0,2
0,4
0,3
0,3
Tipe
alinemen
TB
SM
Datar
0
1000
1800
> 2150
0
1700
3250
> 3950
1,2
1,4
1,6
1,3
1,2
1,4
1,7
1,5
1,6
2,0
2,5
2,0
0,5
0,6
0,8
0,5
Bukit
0
750
1400
> 1750
0
1350
2500
> 3150
1,8
2,0
2,2
1,8
1,6
2,0
2,3
1,9
4,8
4,6
4,3
3,5
0,4
0,5
0,7
0,4
Gunung
0
550
1100
> 1500
0
1000
2000
> 2700
3,2
2,9
2,6
2,0
2,2
2,6
2,9
2,4
5,5
5,1
4,8
3,8
0,3
0,4
0,6
0,3
38 dari 84
39 dari 84
Arus lalu
lintas
per arah
(kend./jam)
ekr
KBM
BB
TB
SM
Datar
0
1500
2750
> 3250
1,2
1,4
1,6
1,3
1,2
1,4
1,7
1,5
1,6
2,0
2,5
2,0
0,5
0,6
0,8
0,5
Bukit
0
1100
2100
> 2650
1,6
2,0
2,3
1,9
4,8
4,6
4,3
3,5
0,4
0,5
0,7
0,4
1,8
2,0
2,2
1,8
40 dari 84
Gunung
a.3)
-
0
800
1700
> 2300
3,2
2,9
2,6
2,0
2,2
2,6
2,9
2,4
5,5
5,1
4,8
3,8
0,3
0,4
0,6
0,3
b) Arus dan komposisi lalu lintas untuk kelandaian khusus pada jalan 2/2TT
Gunakan formulir F2-JLK seperti diterangkan di bawah. Data arus lalu lintas per kendaraan
per jam harus tersedia.
b.1)
-
Tentukan emp untuk arah mendaki (arah 1) dan masukkan pada Baris 1.1
Ekr Kendaraan Ringan (KR) selalu 1,0.
Ekr Bus Besar (BB) adalah 2,5 untuk arus lebih kecil dari 1.000 kend./jam dan 2,0
untuk keadaan lainnya.
Gunakan Tabel 16 atau Gambar 13 di bawah untuk menentukan ekr Kendaraan
Berat Menengah (KBM) dan Truk Besar (TB). Jika arus lalu lintas dua arah lebih
besar dari 1.000 kend./jam nilai tersebut dikalikan 0,7.
Ekr untuk Sepeda Motor (SM) adalah 0,7 untuk arus lebih kecil dari 1.000 kend./jam
dan 0,4 untuk keadaan lainnya.
Gambar 13. Ekr KBM dan TB, pada kelandaian khusus mendaki
41 dari 84
0,50
0,75
1,00
1,50
2,00
3,00
4,00
5,00
b.2)
b.3)
b.4)
KBM
TB
KBM
TB
2,00
2,50
2,80
2,80
2,80
2,80
2,80
2,80
4,00
4,60
5,00
5,00
5,00
5,00
5,00
5,00
3,00
3,30
3,50
3,60
3,60
3,60
3,60
3,60
5,00
6,00
6,20
6,20
6,20
6,20
6,20
6,20
ekr
Gradient (%)
5
6
KBM
TB
KBM
TB
KBM
TB
3,80
4,20
4,40
4,40
4,40
4,20
4,20
4,20
5,00
5,30
5,40
5,40
5,20
5,00
5,00
5,00
8,00
9,30
9,30
9,10
8,90
8,90
8,90
8,90
6,40
7,50
7,60
7,60
7,50
7,50
7,50
7,50
4,50
4,80
5,00
5,00
4,90
4,60
4,60
4,60
7,30
8,60
8,60
8,50
8,30
8,30
8,30
8,30
Tentukan ekr untuk arah menurun (arah 2) dan masukkan pada Baris 1.2
Tentukan ekr untuk arah menurun dari Tabel 13 atau Gambar 11 dengan anggapan
sama seperti untuk alinemen datar.
Masukkan data arus lalu lintas yang telah digolongkan
Masukkan nilai arus lalu lintas (Q kend./jam) untuk setiap tipe kendaraan kedalam
Kolom 2, 4, 6, 8, dan 10, Baris 3 arah 1 mendaki, Baris 4 arah 2 menurun.
Hitung parameter lalu lintas yang diperlukan untuk analisis
Hitung parameter berikut dengan cara yang sama seperti untuk alinemen umum langkah
a.3):
Nilai arus lalu lintas dalam skr/jam untuk arah 1 (mendaki) dan untuk arah 2 (menurun) dimasukkan pada Kolom 3, 5, 7, 9 dan 11; Baris 3 dan 4. Tambahkan Baris 3
dan 4 untuk mendapatkan arus total pada Arah 1+2 dalam skr/jam, yang dimasukkan
pada Baris 5.
Pemisahan arah.
5.1.4
Tentukan Kelas Hambatan Samping sebagai berikut dan masukkan hasilnya pada Formulir
F2-JLK dengan melingkari kelas yang sesuai di dalam tabel pada bagian terbawah:
Jika tersedia data rinci tentang hambatan samping, ikuti langkah 1-4 di bawah:
1.
Masukkan pengamatan (atau perkiraan jika analisis adalah untuk tahun yang akan
datang) mengenai frekuensi kejadian hambatan samping per jam per 200 m pada
kedua sisi segmen yang dipelajari, ke dalam Kolom (23) Formulir F2-JLK:
- Jumlah pejalan kaki berjalan sepanjang atau menyeberang jalan.
- Jumlah penghentian kendaraan dan gerakan parkir.
- Jumlah kendaraan bermotor yang masuk/keluar dari lahan samping jalan dan jalan
samping.
- Arus kendaraan lambat, yaitu arus total (kend./jam) sepeda, becak, delman, pedati
dan kendaraan lambat lainnya.
42 dari 84
2.
3.
4.
Kalikan frekuensi kejadian pada Kolom 23 dengan bobot relatif dari jenis kejadian
tersebut pada Kolom 22 dan masukkan frekuensi berbobot dari kejadian pada Kolom
24.
Hitung jumlah kejadian berbobot, termasuk semua jenis kejadian dan masukkan
hasilnya pada baris terbawah Kolom (24).
Tentukan kelas hambatan samping dari Tabel 17 berdasarkan hasil dari langkah 3.
Tabel 17. Kelas hambatan samping
Frekuensi ber
bobot dari
kejadian di kedua
sisi jalan
< 50
Kondisi khas
150 249
250 350
50 149
> 350
SR
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Jika data rinci kejadian hambatan samping tidak tersedia, kelas hambatan samping dapat
ditentukan sebagai berikut:
1.
Periksa uraian tentang 'kondisi khas' dari tabel A-4:1 dan pilih salah satu yang terbaik
untuk menggambarkan keadaan dari segmen jalan yang dianalisis.
2.
Pelajari foto pada Gambar 14 s.d. Gambar 18 yang mewakili kekhasan, kesan
pandangan rata-rata dari masing-masing kelas hambatan samping, dan pilih salah satu
yang paling sesuai dengan kondisi sesungguhnya, kondisi rata-rata lokasi untuk
periode yang dipelajari.
3.
Pilih kelas hambatan samping berdasarkan gabungan pertimbangan pada langkah 1)
dan 2) di atas.
43 dari 84
ST
44 dari 84
45 dari 84
5.2
Untuk jalan tak-terbagi, semua analisis (kecuali analisis pada jalan dengan kelandaian
khusus) dilakukan pada kedua arah, menggunakan satu set formulir. Untuk jalan terbagi,
analisis dilakukan pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-masing arah adalah
jalan satu arah yang terpisah.
Kecepatan arus bebas kendaraan ringan digunakan sebagai ukuran kinerja. Kecepatan arus
bebas jenis kendaraan lainnya ditunjukkan juga pada Tabel 18, dan dapat digunakan untuk
keperluan lainnya seperti analisis biaya pemakai jalan. Lihat juga langkah B-5 b).
Mulai dengan langkah B-1, apabila segmen yang dipelajari adalah segmen alinemen biasa.
Jika segmen adalah kelandaian khusus, lanjutkan langsung ke langkah B-6.
Gunakan Formulir F3-JLK untuk analisis menentukan kecepatan arus bebas, dengan data
masukan dari Langkah A (Formulir F1-JLK dan F2-JLK).
(
keterangan:
VB
VBD
FVB-W
FVB-HS
FVB-FJ
....................................................................7)
5.2.1
Tentukan kecepatan arus bebas dasar kendaraan ringan untuk kondisi lapangan dengan
menggunakan Tabel 18. Perhatikan bahwa untuk jalan dua-lajur dua-arah, kecepatan arus
bebas dasar adalah fungsi dari kelas jarak pandang (dari Formulir F1-JLK). Jika kelas jarak
pandang tidak tersedia, anggaplah pada jalan tersebut kelas jarak pandang adalah B.
Masukkan kecepatan arus bebas dasar ke dalam Kolom 2 dari Formulir F3-JLK.
Tabel 18. Kecepatan arus bebas dasar (VBD) untuk Jalan Luar Kota pada alinemen
biasa
Tipe jalan/
Kecepatan arus bebas dasar (km/jam)
Tipe alinemen/
KR
KBM
BB
TB
SM
(Kelas jarak pandang)
Enam-lajur terbagi
- Datar
64
64
83
67
86
- Bukit
52
58
71
56
68
- Gunung
40
55
62
45
55
Empat-lajur terbagi
- Datar
- Bukit
- Gunung
78
68
60
65
55
44
74
66
58
63
54
43
60
57
54
52
42
62
51
39
64
58
55
78
65
52
60
50
39
60
56
53
73
69
63
62
50
58
55
52
49
38
55
54
53
53
51
81
66
53
Kecepatan arus bebas untuk jalan delapan-lajur dapat dianggap sama seperti jalan enam-lajur dalam sesuai Tabel 18.
Untuk jalan dua-lajur dua-arah pengaruh alinemen horisontal dan vertikal adalah lebih besar
dari pada terhadap tipe jalan lainnya. Jika tersedia data rinci tentang naik+turun (m/km) dan
lengkung horisontal (rad/km) untuk segmen jalan yang dipelajari, Tabel 19 dapat digunakan
sebagai alternatif dari Tabel 18 untuk mendapatkan kecepatan arus bebas dasar yang
lebih tepat pada kondisi datar (gunakan naik+turun = 5 m/km) dan pada kondisi lapangan.
47 dari 84
Tabel 19. Kecepatan arus bebas dasar (VBD) KR sebagai fungsi dari alinemen dengan
kelandaian khusus, pada tipe jalan 2/2TT
Naik +
turun
(m/km)
5
15
25
35
45
55
65
75
85
95
0,5 - 1
65
64
64
63
61
58
56
54
52
50
1-2
63
62
62
61
60
57
55
53
51
49
2-4
58
58
57
57
56
53
51
50
48
46
4-6
52
52
51
50
49
48
46
45
43
42
6-8
47
47
47
46
45
44
43
42
41
40
8-10
43
43
43
42
42
41
40
39
38
37
Nilai kecepatan arus bebas sesungguhnya bagi tipe jalan yang lain sebagai fungsi dari
alinemen horisontal dan vertikal dapat didekati dengan mengalikan perbedaan antara
kecepatan arus bebas dasar dan sesungguhnya dari tipe jalan 2/2TT dengan suatu
konstanta (lihat di bawah) dan kemudian mengurangkan hasilnya dari kecepatan arus dasar
tipe jalan tersebut. (Lihat sub-bagian 5.4.2 untuk masalah dasar dari setiap tipe jalan)
Nilai konstanta adalah:
- Konstanta untuk 6/2T = 1,45
- Konstanta untuk 4/2T = 1,3
- Konstanta untuk 4/2TT = 1,2
Contoh:
Hitung VB untuk jalan 4/2TT dengan kondisi fisik naik+turun = 15m/km dan lengkung
horisontal = 1,5rad/km.
Dari Tabel 18, untuk tipe jalan 4/2TT, VBD = 74 km/jam; dan untuk tipe jalan 2/2TT (KJP = A),
VBD = 68 km/jam.
Dari Tabel 19, untuk alinemen 2/2TT, VBD = 62 km/jam.
Faktor penyesuaian untuk tipe jalan 4/2TT, FVB = (68 - 62) x 1,2 = 7,2 km/jam
VB untuk 4/2TT = 74 - 7,2 = 66,8 km/jam.
5.2.2
Langkah B-2: Penyesuaian kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalu lintas
Tentukan faktor penyesuaian akibat lebar lajur lalu lintas dari Tabel 20 berdasarkan lebar
lajur efektif (LLE) yang dicatat pada Formulir F1-JLK dan tipe alinemen. Masukkan faktor
penyesuaian tersebut pada Kolom (3). Hitung jumlah kecepatan arus bebas dasar dan
penyesuaian (VBD + VBW) dan masukkan hasilnya pada Kolom 4.
48 dari 84
Tabel 20. Faktor penyesuaian akibat perbedaan lebar efektif lajur lalu lintas (FVLE)
terhadap kecepatan arus bebas KR pada berbagai tipe alinemen
Tipe jalan
Lebar
lajur efektif (LLE)
(m)
4/2T
dan
6/2T
4/2TT
2/2TT
Per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
Per lajur
3,00
3,25
3,50
3,75
Total
5
6
7
8
9
10
11
FVW (km/jam)
Datar: KJP= A,B
Bukit : KJP=A,B,C
Datar : KJP=C
-3
-1
0
2
-3
-1
0
2
-2
-1
0
2
-3
-1
0
2
-2
-1
0
2
-1
-1
0
2
-11
-3
0
1
2
3
3
-9
-2
0
1
2
3
3
-7
-1
0
0
1
2
2
Gunung
Untuk jalan dengan lebih dari enam lajur, nilai-nilai pada Tabel 20 untuk jalan 6-lajur terbagi
dapat digunakan.
5.2.3
Tentukan faktor penyesuaian akibat hambatan samping sebagai fungsi dari lebar bahu
efektif sesuai Tabel 21 berdasar pada lebar bahu efektif dan tingkat hambatan sampingnya
dari Formulir F2-JLK. Masukkan hasilnya kedalam Kolom 5 Formulir F3-JLK.
49 dari 84
Tabel 21. Faktor penyesuaian hambatan samping dan lebar bahu terhadap kecepatan
arus bebas KR (FVB-HS)
Tipe jalan
4/2T
4/2TT
2/2TT
Kelas hambatan
samping
(KHS)
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
> 2m
1,00
0,99
0,98
0,97
0,86
1,00
0,98
0,97
0,96
0,95
1,00
0,98
0,97
0,95
0,93
Faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan dengan enam lajur dapat ditentukan
dengan menggunakan nilai FVBHS untuk tipe jalan 4/2TT dan 4/2T yang diberikan dalam
Tabel 21, dengan modifikasi sebagai berikut:
(
keterangan:
FVB6-HS
FVB4-HS
5.2.4
) .................................................................................8)
adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas untuk tipe jalan enam-lajur
(km/jam) akibat hambatan samping
adalah penyesuaian kecepatan arus bebas untuk jalan empat-lajur (km/jam)
akibat hambatan samping
Tentukan faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan (dan tata guna lahan = pengembangan samping jalan) sesuai Tabel 22, dan masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK
Kolom 6.
50 dari 84
Tabel 22. Faktor penyesuaian akibat kelas fungsi jalan dan tata guna lahan (FVB,KFJ)
terhadap kecepatan arus bebas KR
FVB,KFJ
Fungsi
Tipe Jalan
Pengembangan samping jalan
Jalan
0%
25%
50%
75%
100%
4/2T
Arteri
1,00
0,99
0,98
0,96
0,95
Kolektor
0,99
0,98
0,97
0,95
0,94
Lokal
0,98
0,97
0,96
0,94
0,93
4/2TT
Arteri
1,00
0,99
0,97
0,96
0,945
Kolektor
0,97
0,96
0,94
0,93
0,915
Lokal
0,95
0,94
0,92
0,91
0,895
2/2TT
Arteri
1,00
0,98
0,97
0,96
0,94
Kolektor
0,94
0,93
0,91
0,90
0,88
Lokal
0,90
0,88
0,87
0,86
0,84
Untuk jalan dengan lebih dari empat lajur (banyak-lajur), FVB,KFJ dapat diambil sama seperti
untuk jalan 4-lajur dalam Tabel 22.
5.2.5
a)
Hitung kecepatan arus bebas KR dengan mengalikan faktor-faktor pada Kolom (4), (5) dan
(6) dari Formulir F3-JLK dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom 7:
.........................................................................9)
keterangan:
VB
VBD
FVBW
FVBHS
FVBFJ
b)
Walaupun tidak digunakan sebagai ukuran kinerja lalu lintas dalam pedoman ini, kecepatan
arus bebas tipe kendaraan lain, dapat ditentukan mengikuti prosedur sebagai berikut:
1.
Hitung penyesuaian kecepatan arus bebas kendaraan ringan, (km/jam) yaitu perbedaan antara Kolom 2 dan Kolom 7:
.................................................................................................10)
keterangan:
FVB
VBD
VB
2.
Hitung kecepatan arus bebas Kendaraan Berat Menengah (KBM) sebagai berikut:
keterangan:
VBD,KBM
VBD
FVB
5.2.6
..........................................................11)
adalah kecepatan arus bebas dasar KBM, km/jam (dari Tabel 18)
adalah kecepatan arus bebas dasar KR, km/jam
adalah faktor penyesuaian kecepatan arus bebas KR, km/jam
3%
Arah 1: Tanjakan
4%
5%
6%
7%
3%
Arah 2: Turunan
4%
5%
6%
7%
0,5
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
68,0
67,7
67,6
67,5
67,4
67,4
65,7
64,3
63,4
63,1
62,9
62,8
55,2
51,4
49,5
48,9
48,5
48,5
68,0
68,0
68,0
68,0
68,0
68,0
68,0
68,0
68,0
68,0
68,0
68,0
62,6
60,3
58,9
58,5
58,2
58,0
62,6
60,3
58,9
58,5
58,2
58,0
59,5
56,0
54,3
53,8
53,4
53,2
52 dari 84
68,0
67,7
67,6
67,5
67,4
67,4
65,7
64,3
63,4
63,1
62,9
62,8
5.
Bandingkan kecepatan arus bebas untuk kondisi datar pada Kolom 7 dengan
kecepatan mendaki dasar pada Kolom 2. Tentukan kecepatan mendaki (VB,NAIK)
sebagai berikut:
a) Jika VB_DATAR < VBD_NAIK maka VBD_NAIK = VB,DATAR
Masukkan VB,NAIK pada Kolom 7 Baris 1.
b) Jika VB,DATAR > VBD,NAIK maka hitung kecepatan arus bebas mendaki untuk
kelandaian khusus sebagai berikut dan masukkan hasilnya pada Kolom 7:
(
keterangan:
VB,NAIK
VB,DATAR
Kelandaian
L
..............12)
6.
Bandingkan kecepatan arus bebas sesungguhnya untuk kondisi datar pada Kolom 7
dengan kecepatan menurun dasar pada Kolom 2. Tentukan kecepatan menurun
(VB,TURUN) sebagai berikut:
a) Jika VB,DATAR < VBD,TURUN maka VB,TURUN = VB,DATAR
Masukkan VB,DATAR pada Kolom 7 Baris 2.
b) Jika VB,DATAR > VBD,TURUN maka VB,TURUN = VBD,DATAR
Masukkan FVB,TURUN pada Kolom 7 Baris 2.
7.
...............................................................................................13)
Kecepatan arus bebas truk besar pada jalan 2/2TT dengan kelandaian khusus harus
dihitung dengan prosedur yang sama untuk kendaraan ringan seperti diuraikan di atas.
Mula-mula, tentukan kecepatan arus bebas dasar pada kondisi datar VBD,TB,DATAR bagi
Truk Besar dari Tabel 18 dan masukkan hasilnya dalam kolom 2 baris 0.
Hitung kecepatan arus bebas datar bagi truk besar (VB,TB,DATAR) seperti pada langkah B5b. Masukkan hasilnya dalam kolom 7 baris 0.
Untuk menentukan kecepatan arus bebas dasar mendaki ((VBD,TB,NAIK) gunakan tabel B6:2 di bawah, bukan Tabel 23, dan untuk hal 5b gunakan rumus berikut untuk
menentukan kecepatan arus bebas mendaki yang disesuaikan, dan masukkan
hasilnya dalam kolom 7:
)
53 dari 84
...............14)
keterangan:
VBD,TB,NAIK
VB,TB,NAIK
VB,TB,DATAR
Kelandaian
L
adalah kecepatan dasar arus bebas mendaki untuk truk besar (km/jam)
adalah kecepatan arus bebas mendaki truk besar yang disesuaikan
(km/jam)
adalah kecepatan arus bebas truk besar untuk kondisi datar seperti
dihitung di atas
adalah kelandaian rata-rata (%) dari kelandaian khusus
adalah kelandaian khusus (km)
Tabel 24. Kecepatan arus bebas dasar mendaki truk besar VBD,TB,NAIK pada kelandaian
khusu, jalan 2/2TT
Truk Besar, TB
Panjang
Kelandaian tanjakan
(km)
3%
4%
5%
6%
7%
0,5
50,0
45,0
39,5
34,3
29,4
1,0
47,6
40,9
34,6
30,2
26,1
2,0
45,2
38,6
32,5
28,5
24,7
3,0
44,4
37,9
31,8
27,9
24,3
4,0
44,1
37,6
31,5
27,7
24,1
5,0
43,8
37,3
31,3
27,5
23,9
5.3
Analisis Kapasitas
Untuk jalan tak-terbagi, semua analisis (kecuali analisis pada kelandaian khusus) dilakukan
pada kedua arah, menggunakan satu set formulir. Untuk jalan terbagi, analisis dilakukan
pada masing-masing arah dan seolah-olah masing-masing arah adalah jalan satu arah yang
terpisah.
Jika segmen adalah kelandaian khusus, lanjutkan langsung ke langkah C-6 dan gunakan
Formulir F3-JLK-KK dan bukan Formulir F3-JLK.
Gunakan data masukan dari Formulir F1-JLK dan F2-JLK untuk menentukan kapasitas,
dengan menggunakan Formulir F3-JLK.
......................................................................................15)
keterangan:
C
C0
FCW
FCPA
FCHS
54 dari 84
5.3.1
Tentukan kapasitas dasar (C0) dari Tabel 25 atau Tabel 26 dan masukkan nilainya ke dalam
Formulir F3-JLK, Kolom (11). (Perhatikan bahwa pengaruh tipe alinemen pada kapasitas
juga dapat dihitung dengan penggunaan emp yang berbeda seperti yang diuraikan pada
langkah A-3).
Tabel 25. Kapasitas dasar tipe jalan 4/2TT
Kapasitas dasar
Tipe Jalan
Tipe alinemen
(smp/jam/lajur)
4/2TT
Datar
1900
Bukit
1850
Gunung
1800
4/2TT
Datar
1700
Bukit
1650
Gunung
1600
2/2TT
Tipe alinemen
Datar
Bukit
Gunung
Kapasitas dasar
total kedua arah
(smp/jam)
3100
3000
2900
Kapasitas dasar jalan dengan lebih dari empat lajur (banyak lajur) dapat ditentukan dengan
menggunakan kapasitas per lajur yang diberikan dalam Tabel 25, meskipun lajur yang
bersangkutan tidak dengan lebar yang standar (koreksi akibat lebar dibuat dalam langkah
C-2 di bawah).
5.3.2
Langkah C-2: Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas
Tentukan faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas dari Tabel 27 berdasar pada lebar
efektif jalur atau lajur lalu lintas (LJE) (lihat Formulir F1-JLK) dan masukkan hasilnya ke dalam
Formulir F3-JLK, Kolom (12).
55 dari 84
Tabel 27. Faktor penyesuaian kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FCLj)
Tipe jalan
4/2T
&
6/2T
4/2TT
2/2TT
FCLj
0,91
0,96
1,00
1,03
0,91
0,96
1,00
1,03
0,69
0,91
1,00
1,08
1,15
1,21
1,27
Faktor penyesuaian kapasitas jalan dengan lebih dari enam lajur dapat ditentukan dengan
menggunakan angka-angka per lajur yang diberikan untuk jalan empat-dan enam-lajur
dalam Tabel 27.
5.3.3
Hanya untuk jalan tak-terbagi, tentukan faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah
dari Tabel 28 di bawah berdasar pada data masukan untuk kondisi lalu lintas dari Formulir
F2-JLK, Kolom 13, dan masukkan nilainya ke dalam Kolom 13 Formulir F3-JLK.
50-50
55-45
60-40
65-35
70-30
1,00
0,97
0,94
0,91
0,88
Empat-lajur: 4L2A
1,00
0,975
0,95
0,925
0,90
FCSP
Untuk jalan terbagi, faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah tidak dapat
diterapkan dan nilai 1,0 harus dimasukkan ke dalam Kolom 13.
5.3.4
Tentukan faktor penyesuaian kapasitas akibat hambatan samping dari Tabel 29 berdasar
pada lebar efektif bahu LBE dari Formulir F1-JLK dan kelas hambatan samping (KHS) dari
Formulir F2-JLK , dan masukkan hasilnya ke dalam Formulir F3-JLK, Kolom 14.
56 dari 84
(
keterangan:
FC6,HS
FC4,HS
5.3.5
) ....................................................................................16)
Tentukan kapasitas segmen jalan pada kondisi lapangan dengan bantuan data yang diisikan
ke dalam Formulir F3-JLK Kolom (11) - (14) dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom (15).
.....................................................................................17)
keterangan:
C
C0
FCLi
FCPA
FCHS
Kapasitas dasar dua-arah (C0) ditentukan dari Tabel 30. Masukkan nilainya kedalam
Formulir F3-JLK-KK, Kolom 11.
57 dari 84
Tabel 30. Kapasitas dasar dua arah pada kelandaian khusus pada jalan 2/2TT
Kapasitas dasar dua arah
Panjang kelandaian, Km
% Kelandaian
(skr/jam)
< 0,5 km
Semua kelandaian
3.000
0,8 Km
4,5%
2900
Keadaan-keadaan lain
2800
Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas (FCLJ) adalah sama seperti pada Tabel 30 di
atas untuk jalan dua-lajur tak-terbagi. Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK,
Kolom 12.
Faktor penyesuaian akibat pemisahan arah (FCPA) ditentukan dari Tabel C-6:2 di bawah. Ini
didasarkan pada persentase lalu lintas pada arah mendaki (arah 1, Formulir F2-JLK Kolom
13). Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom (13).
Tabel 31. Faktor penyesuaian pemisahan arah pada kelandaian khusus pada jalan dua
lajur (FCPA)
Persen lalu lintas mendaki
(arah 1)
70
65
60
55
50
45
40
35
30
FCPA
0,78
0,83
0,88
0,94
1,00
1,03
1,06
1,09
1,12
Faktor penyesuaian akibat hambatan samping (FCHS) adalah sama seperti dalam Tabel 31 di
atas. Masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK-KK, Kolom (14).
Tentukan kapasitas kelandaian khusus pada kondisi sesungguhnya dari nilai-nilai dalam
Formulir F3-JLK-KK Kolom (11) - (14) dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom (15).
5.4
58 dari 84
5.4.1
1.
Lihat nilai arus total lalu lintas Q (smp/jam) dari Formulir F2-JLK Kolom 14 Baris 5
untuk jalan tak-terbagi, dan Kolom 14 Baris 3 dan 4 untuk masing-masing arah
perjalanan dari jalan terbagi dan masukkan nilainya ke dalam Formulir F3-JLK Kolom
21.
Dengan menggunakan kapasitas dari Kolom (15) Formulir F3-JLK, hitung rasio
antara Q dan C yaitu derajat kejenuhan (DJ) dan masukkan nilainya ke dalam Kolom
(22),
2.
.................................................................................................18)
5.4.2
1.
Tentukan kecepatan pada keadaan lalu lintas, hambatan samping dan kondisi
geometrik lapangan sebagai berikut dengan bantuan Gambar 19 (jalan dua-lajur takterbagi) atau Gambar 20 (jalan empat lajur atau jalan satu-arah) sebagai berikut:
a) Masukkan nilai Derajat Kejenuhan (dari Kolom 22) pada sumbu horisontal (x)
pada bagian bawah gambar.
b) Buat garis sejajar dengan sumbu vertikal (Y) dari titik ini sampai memotong
tingkatan kecepatan arus bebas (VB dari Kolom 7).
c) Buat garis horisontal sejajar dengan sumbu (X) sampai memotong sumbu vertikal
(Y) pada bagian sebelah kiri gambar dan baca nilai untuk kecepatan kendaraan
ringan untuk kendaraan ringan pada kondisi yang dianalisis.
d) Masukkan nilai ini ke dalam Kolom 23 Formulir F3-JLK.
Masukkan panjang segmen L (km) pada Kolom 24 (Formulir F1-JLK).
Hitung waktu tempuh rata-rata kendaraan ringan dalam jam untuk soal yang
dipelajari, dan masukkan hasilnya ke dalam Kolom 25:
2.
3.
..............................................................................19)
59 dari 84
Gambar 19. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan 2/2TT
Gambar 20. Kecepatan sebagai fungsi dari derajat kejenuhan pada jalan empat lajur
5.4.3
(Pada jalan dengan empat lajur atau lebih, iringan tidak diperhitungkan)
Tentukan DI (hanya pada tipe jalan 2/2TT) berdasarkan derajat kejenuhan dalam Kolom 22
dengan menggunakan Gambar 21, dan masukkan nilainya ke dalam Kolom 31 Formulir F3JLK. DI didefinisikan sebagai rasio antara jumlah kendaraan yang bergerak dalam peleton
60 dari 84
(kend./jam) dan arus total (kend./jam) pada arah yang dipelajari, (Peleton didefinisikan
sebagai arus kendaraan dengan waktu antara, headway (h), < 5detik terhadap kendaraan di
depannya). DI adalah:
(
...................................................................20)
Gambar 21. DI (hanya pada tipe jalan 2/2TT) sebagai fungsi dari DJ
5.4.4
a)
Tanpa lajur pendakian
Pada umumnya, fokus kasus pada kelandaian khusus adalah kecepatan arus pada arah
mendaki. Untuk perhitungan ini, gunakan Formulir F3-JLK-KK dan ikuti prosedur sebagai
berikut:
1.
Hitung derajat kejenuhan (DJ) dengan cara yang sama dalam Langkah D-1. Gunakan
Kolom (21) dan (22) Formulir F3-JLK-KK.
2.
Kecepatan mendaki pada kondisi kapasitas (VC,NAIK, km/jam) ditentukan berdasarkan
kecepatan mendaki arus bebas dari Langkah B-6 dengan bantuan Gambar 19 (tipe
jalan 2/2TT). Tentukan kecepatan pada kapasitas sebagai berikut:
a) Masukkan nilai DJ=1 pada sumbu horisontal (x) pada bagian bawah gambar.
b) Buat garis sejajar dengan sumbu vertikal (y) dari titik ini sampai memotong
tingkatan kecepatan arus bebas (VB dari langkah B-6).
c) Buat garis horisontal sejajar dengan sumbu (x) sampai memotong sumbu vertikal
(y) pada bagian sebelah kiri gambar dan baca nilai kecepatan kendaraan ringan
pada kondisi yang dianalisis.
d) Masukkan nilai ini ke dalam Kolom 23 Formulir F3-JLK-KK.
61 dari 84
3.
4.
5.
6.
Hitung perbedaan kecepatan antara kecepatan arus bebas mendaki VB,NAIK dan
kecepatan mendaki pada kapasitas VC,NAIK. Kecepatan arus bebas mendaki telah
dihitung pada langkah B-6 di atas dan telah dimasukkan ke dalam Formulir F3-JLKKK Kolom 7, arah 1. Masukkan perbedaan kecepatan (VB,NAIK - VC,NAIK) dalam Kolom
(24) Formulir F3-JLK-KK.
Hitung kecepatan mendaki KR menggunakan rumus dibawah ini:
(
) .............................................21)
Masukkan hasilnya dalam kolom 25 Formulir F3-JLK-KK.
Waktu tempuh rata-rata dihitung dengan cara yang sama seperti pada Langkah D-2
di atas. Gunakan Kolom (26) dan (27) Formulir F3-JLK-KK.
Tentukan kecepatan truk besar pada kondisi lapangan sebagai berikut dan masukkan
hasilnya kedalam Kolom 25, Formulir F3-JLK-KK:
(
keterangan:
VTB,NAIK
VB,TB,NAIK
VC,NAIK
7.
) ......................................22)
Jika kecepatan keseluruhan untuk kedua arah dikehendaki, maka Gambar 19 dalam
Langkah D-2 dapat digunakan dengan ketelitian yang layak dengan menggunakan
kombinasi kecepatan arus bebas mendaki+menurun seperti dihitung pada Langkah
B-6 bagian 7, dan isikan hasilnya pada Formulir F3-JLK Kolom 20-25.
b)
Dengan lajur pendakian
Jika kelandaian tersebut mempunyai lajur pendakian, anggaplah arah yang mendaki sebagai
satu arah dari jalan empat lajur tak-terbagi pada alinemen gunung apabila menghitung
kapasitas dan kinerja lalu lintas dengan menggunakan Formulir F3-JLK-KK sebagai berikut:
1.
Mulailah menghitung seperti diuraikan di atas pada keadaan tanpa lajur pendakian.
2.
Anggap bahwa arus lalu lintas (Q, skr/jam) adalah sama seperti untuk keadaan tanpa
lajur pendakian.
3.
Tentukan kapasitas dasar sebesar 3/4 kapasitas dasar pada jalan empat lajur
tak-terbagi pada alinemen gunung (Tabel C-1:1).
4.
Tentukan penyesuaian untuk kapasitas akibat lebar jalur lalu lintas (FCW) dan
hambatan samping (FCSF) dengan menganggap bahwa jalan adalah empat lajur
tak-terbagi dengan lebar lajur sama dengan lebar jalur lalu lintas dibagi tiga (CW/3).
5.
Tentukan faktor penyesuaian kapasitas akibat pemisahan arah (FCPA) dengan
anggapan bahwa jalan adalah dua-lajur tak-terbagi biasa (Tabel 28).
6.
Hitung kapasitas (skr/jam) dan derajat kejenuhan.
7.
Gunakan Gambar 19 untuk menentukan kecepatan pada arah mendaki (VNAIK) dengan
anggapan bahwa kecepatan arus-bebas mendaki adalah sama dengan kecepatan
mendaki arus bebas dasar (VBD,NAIK) pada keadaan tanpa lajur pendakian (Kolom 2
Baris 1).
62 dari 84
8.
9.
Tentukan kecepatan mendaki Truk Besar sama seperti pada penentuan nilai kecepatan
bebas dasar mendaki Truk Besar (FVBD,TB,NAIK) untuk situasi tanpa lajur pendakian
(Kolom 2 Baris 1).
Jika VTB,NAIK > VNAIK, maka VTB,NAIK = VNAIK
(VNAIK dari Langkah 7 di atas).
Jika "kecepatan rata-rata" kedua arah diminta, maka kombinasi Gambar 19 dan
Gambar 20 dapat digunakan untuk mendapatkan hasil yang cukup teliti. Dalam hal ini
gunakan kombinasi kecepatan arus bebas dasar mendaki+menurun yang dihitung
dengan cara yang sama pada Langkah B-6. Gunakan nilai mendaki dan menurun dari
kolom 2 baris 1 dan 2.
Lakukan perhitungan "kecepatan rata-rata" sebagai berikut:
a) Hitung kecepatan maksimum VMAX dari Gambar 20 dengan nilai DJ dari Kolom 22.
b) Hitung kecepatan minimum VMIN dari Gambar 19, tetapi dengan nilai DJ sesuai
untuk situasi tanpa lajur pendakian. Tentukan kapasitas sebagai kapasitas dasar
dari Tabel 30.
Jika DJ > 1, maka gunakan DJ = 1,0.
c) Hitung "kecepatan rata-rata" kedua arah (V) sebagai
(
.....................................................................................................23)
Isikan hasilnya dalam Formulir F3-JLK, Kolom 20-25.
5.4.5
Pedoman ini, direncanakan terutama untuk memperkirakan kapasitas jalan dan kinerja lalu
lintas akibat kondisi tertentu yang berkenaan dengan rencana geometrik jalan, lalu lintas,
dan lingkungan.
Agar diperoleh kinerja lalu lintas yang dikehendaki berkenaan dengan kapasitas, kecepatan,
dan lingkungan tertentu, yang biasanya tidak dapat diperkirakan sebelumnya, diperlukan
beberapa perbaikan pada kondisi jalan sejauh pengetahuan para ahli, khususnya pada
kondisi geometrik.
Cara tercepat menilai hasil adalah melihat derajat kejenuhan (DJ), dan membandingkannya
dengan pertumbuhan lalu lintas tahunan dan "umur" fungsi jalan yang dikehendaki dari
segmen jalan tersebut. Jika nilai DJ yang didapat terlalu tinggi (> 0,75), perencana mungkin
ingin merubah penampang melintang jalan, dsb., dan memulai perhitungan baru. Hal ini
membutuhkan formulir baru dengan soal baru. Perhatikan bahwa untuk jalan terbagi,
penilaian kinerja lalu lintas harus dikerjakan terlebih dahulu untuk setiap arah, agar dapat
sampai pada penilaian menyeluruh.
lingkungan harus dibuat. Hubungan antara arus jam puncak atau arus jam perencanaan
(QJP) dengan LHRT harus ditetapkan. Hubungan ini biasanya dinyatakan sebagai faktor k,
sebagai berikut:
..............................................................................................................................24)
Analisis perancangan biasanya dikerjakan untuk kombinasi dua arah, meskipun diperkirakan
jalan tersebut akan mempunyai median. (Tidak ada masalah dengan ini karena anggapan
pemisahan arah 50:50 dapat digunakan untuk perancangan).
6.1
6.1.1
Anggapan umum untuk perancangan tipikal jalan 2/2TT yang ideal adalah sebagai berikut:
Fungsi jalan
: Arteri (nasional atau propinsi)
Penampang melintang : Jalur lalu lintas 7 m. Pada medan datar dan perbukitan, lebar efektif
bahu 1,5 m pada kedua sisi, pada medan pegunungan lebar efektif
bahu 1,0 m pada kedua sisi.
Jarak pandang
: 50% dari segmen mempunyai jarak pandang minimum 300m (KJP
= B), pada medan pegunungan KJP = C.
Tipe alinemen
: Datar, bukit atau gunung (lihat Bagian 1.3)
Lingkungan
: Daerah pedalaman dengan pengembangan tata guna lahan di sisi
jalan 25%
Hambatan samping
: Rendah (lihat Bagian 1,3)
Komposisi lalu lintas
: Kendaraan Ringan (KR)
: 57%
Kendaraan Menengah Berat (KMB)
: 23%
Bis Besar (BB)
: 7%
Truk Besar + Truk Kombinasi (TB)
: 4%
Sepeda Motor (SM)
: 9%
Faktor-k
: k= 0,11
(Arus jam perencanaan, QJP = 0,11 LHRT)
Pemisahan arah
: 50/50
6.1.2
Anggapan umum untuk perancangan tipikal jalan 4/2TT dan 4/2T yang ideal adalah sebagai
berikut:
Fungsi jalan
: Arteri (nasional atau propinsi)
Jalur lalu lintas
: 22 lajur, dengan masing-masing lebar lajur 3,50m
Bahu jalan
: Jalan tak-terbagi (4/2TT)
Lebar bahu efektif rata-rata 1,50m pada kedua sisi pada medan
datar dan perbukitan, dan 1,0m pada medan pegunungan.
Jalan terbagi (4/2TT)
Lebar bahu efektif rata-rata:
1,0m (dalam 0,25m dan luar 1,75m) per arah pada medan
datar dan perbukitan
64 dari 84
Jarak pandang
Tipe alinemen
Lingkungan
Hambatan samping
Komposisi lalu lintas
Faktor-k
Pemisahan arah
6.1.3
1,50m (dalam 0,25m dan luar 1,25m) per arah pada medan
pegunungan.
: 75% dari segmen mempunyai jarak pandang 300m (KJP = A)
: Datar, bukit atau gunung (lihat Bagian 1.3)
: Daerah perkampungan dengan pengembangan tata guna lahan di
sisi jalan 50%
: Sedang (lihat Bagian 1,3)
: Kendaraan Ringan (KR)
: 57%
Kendaraan Menengah Berat (KMB)
: 23%
Bis Besar (BB)
: 7%
Truk Besar + Truk Kombinasi (TB)
: 4%
Sepeda Motor (SM)
: 9%
: k= 0,11
(Arus jam perencanaan, QJP = 0,11 LHRT)
: 50/50
Anggapan umum untuk perancangan tipikal jalan 6/2T yang ideal adalah sebagai berikut:
Fungsi jalan
: Arteri (nasional atau propinsi)
Jalur lalu lintas
: 32 lajur, dengan masing-masing lebar lajur 3,50m
Median
: Ada
Bahu jalan
: Lebar bahu efektif rata-rata 2,0m (dalam 0,25m dan luar 1,75m)/per
arah pada medan datar dan perbukitan, 1,50m pada medan
pegunungan (dalam 0,25m dan luar 1,25m).
Jarak pandang
: 75% dari segmen mempunyai jarak pandang 300m (KJP = A)
Tipe alinemen
: Datar, bukit atau gunung (lihat Bagian 1.3)
Lingkungan
: Daerah perkampungan dengan pengembangan tata guna lahan di
sisi jalan 50%
Hambatan samping
: Sedang (lihat Bagian 1,3)
Komposisi lalu lintas
: Kendaraan Ringan (KR)
: 57%
Kendaraan Menengah Berat (KMB)
: 23%
Bis Besar (BB)
: 7%
Truk Besar + Truk Kombinasi (TB)
: 4%
Sepeda Motor (SM)
: 9%
Faktor-k
: k= 0,11
(Arus jam perencanaan, QJP = 0,11 LHRT)
Pemisahan arah
: 50/50
6.2
Dengan dasar anggapan-anggapan yang tercatat pada Bagian 4.1 di atas, prosedur yang
diusulkan untuk analisis operasional dan perencanaan telah digunakan untuk membuat
Tabel 32 di bawah, yang menghubungkan LHRT atau QJP dengan kinerja lalu lintas berupa:
Kecepatan arus bebas (sama dengan kecepatan pada arus mendekati 0),
Derajat kejenuhan, dan
Kecepatan (km/jam) pada berbagai nilai arus dan derajat kejenuhan.
Khusus untuk tipe jalan 2/2TT, kinerja lalu lintasnya ditambah dengan Derajat Iringan.
65 dari 84
Tabel 32. Kinerja lalu lintas sebagai fungsi dari tipe jalan, tipe alinemen, dan LHRT
3.
4.
Tidak diperlukan formulir kerja untuk melaksanakan evaluasi yang disebutkan di atas.
Meskipun demikian, jika kondisinya berbeda cukup berarti dari kondisi anggapan yang
diberikan pada Bagian 4.1 di atas, maka harus digunakan nilai-nilai yang sesuai, dan analisis
operasional/perencanaan dilakukan sebagaimana diuraikan dalam Bagian 3. Hal pertama
adalah konversi dari LHRT ke jam puncak, dengan menggunakan faktor k (nilai normal: k =
0,11). Contoh masalah di mana analisis operasional diperlukan adalah:
jika lalu lintas sangat berbeda dari yang dianggap, misalnya, dalam nilai-k, komposisi
lalu lintas, dan pemisahan arah. Formulir F2-JLK oleh karenanya harus digunakan
untuk menghitung arus jam rencana, dan Formulir F3-JLK digunakan untuk perhitungan ukuran kinerja (jalan) yang berbeda.
jika lebar jalur lalu lintas segmen rencana yang dianalisis sangat berbeda dari
anggapan dasar.
jika alinemen horisontal dan vertikal sangat berbeda dari tipe alinemen yang dianggap.
jika guna lahan dan hambatan samping berbeda lebih dari satu kelas dari anggapan
yang dibuat.
67 dari 84
= 0,99 rad/km
3 km
Penyelesaian:
Data dan perhitungan ditunjukkan pada formulir-formulir di bawah:
1. Soal A: 1994:
- Kecepatan arus bebas = 58 km/jam
- Kapasitas
= 2.709 skr/jam
- Derajat kejenuhan
= 0,81
- Kecepatan
= 34 km/jam
- Derajat iringan
= 0,86
2. Soal A: 2000
- Lalu lintas pada tahun 2000
69 dari 84
KR
= 1.168 (1+0,07)6
= 1.753
6
KMB
= 455 (1+0,07)
= 683
6
BB
= 139 (1+0,07)
= 209
TB
= 59 (1+0,07)6
=
89
6
SM
= 159 (1+0,07)
= 239
Jumlah
= 2.973 kend./jam
- Fskr = 1.109; Jadi QTahun 2000 = 3.296 skr/jam
- Derajat kejenuhan, DJ = Q/C = 3.296/2.709 = 1,22
- Kecepatan: tidak dapat dihitung pada kondisi dengan derajat kejenuhan yang
melampaui 1,00 (lewat jenuh)
- Derajat iringan: tidak dapat dihitung pada kondisi lewat-jenuh.
Perhatikan bahwa derajat kejenuhan yang dihitung menunjukkan kebutuhan lalu lintas untuk
jam rencana benar-benar melampaui kapasitas. Dalam kenyataannya, hal ini menunjukkan
kondisi macet.
3. Soal B: 2000
- Kecepatan arus bebas
= 63 km/jam
- Kapasitas
= 3.602 skr/jam
- Fskr = 1,101; Q = 2.973 1,101
= 3.273
- Derajat kejenuhan, DJ = Q/C = 3.273/3.602 = 0,91
- Kecepatan
= 33 km/jam
- Derajat iringan
= 0,89
4. Soal C: 2000
- Kecepatan arus bebas
= 71 km/jam
- Kapasitas
= 6.564 skr/jam
- Fskr = 1,197; Q = 2.973 1,197
= 3.560
- Derajat kejenuhan, DJ = Q/C = 3.560/6.564 = 0,54
- Kecepatan
=60,5 km/jam
- Derajat iringan hanya berlaku untuk 2/2TT
70 dari 84
71 dari 84
72 dari 84
73 dari 84
74 dari 84
75 dari 84
76 dari 84
77 dari 84
Guna lahan
: Arteri
: Datar
: LHRT 2.750 kend./hari pada tahun 1995
Anggapan komposisi lalu lintas
Jenis kendaraan%
- Kendaraan ringan
: 53
- Kendaraan berat menengah : 22
- Bus besar
: 10
- Truk besar
:4
- Sepeda motor
: 11
Pemisahan arah
: 55 - 50
Pertumbuhan lalu lintas tahunan : 8%
: Daerah pedalaman melalui beberapa kampong kecil dengna aktivitas
samping jalan terbatas
Pertanyaan:
1.
Tipe jalan mana yang paling ekonomis untuk kondisi ini? (umur rencana = 23 tahun)
2.
Tipe jalan mana yang diperlukan untuk mempertahankan kecepatan rata-rata minimum
50 km/jam selama umur rencana?
3.
Pada tahun 1 dan pada akhir tahun ke 23 untuk soal 1 dan 2, berapakah nilai:
- Kecepatan?
- Derajat kejenuhan?
- Derajat iringan?
Penyelesaian:
Penyelesaian pertanyaan 1
Untuk menjawab soal ini, gunakan Tabel 7 untuk konstruksi baru (Panduan rekayasa lalu
lintas).
QJP
= LHRT k
= 2.750 0,11 = 303 kend./jam
Sebelum memilih tipe jalan yang diperlukan yang sesuai analisis Biaya Siklus Hidup (BSH),
arus jam rencana harus disesuaikan karena ada perbedaan pertambahan lalu lintas.
(Analisis BSH menggunakan 6,5% pertambahan lalu lintas). Komposisi lalu lintas dalam hal
ini tidak banyak berbeda dengan nilai yang digunakan dalam analisis BSH, sehingga
perbedaan ini dapat diabaikan.
QJP *
Berdasarkan Tabel 7, tipe jalan yang diperlukan untuk arus 418 kend./jam adalah 2/2TT
dengan lebar jalur 7,0 m (lebar bahu = 1,5m pada kedua sisi)
Penyelesaian pertanyaan 2
Untuk menjawab soal ini, gunakan Gambar 7.
1995
: QJP = 303 kend./jam
2018
: QJP = 303 (1 + 0.08)23 = 1779 kend./jam
Berdasarkan Tabel 7, tipe jalan alinemen bukit dan hambatan samping rendah, tipe jalan
minimum yang diperlukan adalah 4/2TT dengan lebar lajur 12,0 m.
Penyelesaian pertanyaan 3
Tidak diperlukan formulir untuk menjawab soal ini, gunakan Tabel 32 atau Gambar 7-10
secara langsung. (Komposisi lalu lintas, pemisahan arah dan hambatan samping sama
dengan anggapan dasar untuk tujuan perancangan)
* Soal 1A : 2/2TT 7m - tahun-1
Q = 303 kend./jam
:
- Kecepatan
= 54,6 km/jam
- Derajat kejenuhan = 0,152
- Derajat iringan
= 0,372
* Soal 1B : 2/2TT 7m - tahun ke 23:
A = 1779 kend./jam :
- Kecepatan
= 36,5 km/jam
- Derajat kejenuhan = 0,761
- Derajat iringan
= 0,842
* Soal 2A : 4/2TT 12m - tahun ke 1
Karena tidak ada tipe jalan 4/2TT dengan lebar 12m dalam tabel perancangan (Tabel 32),
maka dapat digunakan tipe jalan 4/2TT 14m sebagai pendekatan. Untuk tipe jalan 4/2TT
14m, didapatkan:
Q` = 303 kend./jam :
- Kecepatan
= 63,36 km/jam
- Derajat kejenuhan = 0,064 (6,4%)
Harus dilakukan penyesuaian untuk mendapatkan nilai-nilai 4/2TT dengan lebar 12m.
Gunakan Tabel 20, untuk menyesuaikan kecepatan dan Tabel 27 untuk menyesuaikan DJ.
Tipe jalan
FVW
FCW
4/2TT 12 m
-2
0,91
4/2TT 14 m
1,00
* Penyelesaian Soal 2B
: 4/2TT 12m - tahun ke 23
Untuk 4/2TT 14m, didapatkan:
Q = 1779 kend./jam :
- Kecepatan
= 57,84 km/jam
- Derajat kejenuhan = 0,397
Untuk 4/2TT 12m, didapatkan :
- Kecepatan
= 57,84 - 2 = 55,84 km/jam
- Derajat kejenuhan = 0,397/0,91 = 0,436
79 dari 84
Pertanyaan:
1.
Soal A: 1995
a) Kecepatan mendaki berapakah dapat diharapkan untuk kendaraan ringan (VLV,UH)?
b) Berapakah kapasitas dari kelandaian khusus tersebut?
2.
Soal B: 1995
Sebagai tindakan untuk memperbaiki jalan, suatu lajur pendakian tambahan dengan
lebar 3,5m direncanakan untuk ditambahkan. Bahu tetap 1m.
Berapakah kecepatan mendaki kendaraan ringan yang dapat diharapkan sekarang?
Penyelesaian:
Lihat formulir di bawah
1.
a) VKR-NAIK = 35,5 km/jam
b) C
= 2.707 skr/jam
2.
VKR-NAIK = 46 km/jam
80 dari 84
81 dari 84
82 dari 84
83 dari 84
BIBLIOGRAFI
TRB, Highway Capacity Manual, Special Report 209. Third edition updated October 1994.
Transportation Research Board; Washington D.C. USA 1995.
May, A.D. Traffic Flow Fundamentals. Prentice-Hall, Inc; 1990.
Easa, S.M. Generalized Procedure for Estimating
May, A.D. Single- and Two-Regime Traffic-Flow Models. Transportation Research Records
772; Washington D.C. USA 1980.
Hoban, C.J. Evaluating Traffic Capacity and Improvements to Road Geometry. World Bank
Technical Paper Number 74; Washington D.C. USA 1987.
OECD
of Interur-
Bng, K-L., Harahap, G., Lindberg, G. Development of Life Cycle Cost Based Guide-lines
Replacing the Level of Service Concept in Capacity Analysis. Paper submitted for
presentation at the annual meeting of Transportation Research Board,
Washington D.C., January 1997.
85 dari 84