Nyeri Perut Kanan Atas Skenario 2 Neoplasia
Nyeri Perut Kanan Atas Skenario 2 Neoplasia
WRAP UP
KELOMPOK B-8
Ketua
: Yudha Ferriansyah
1102010299
Sekretaris
: Medya Septina T.
1102010160
Anggota
1.Muhammad Ardly
1102010176
2.Muhammad Badar
1102009181
1102010190
4. Pranindya Hadiwidjojo
1102010216
5. Rindayu Ambarsih
1102010242
1102010294
FK Universitas YARSI
2012-2013
SKENARIO 2
NYERI PERUT KANAN ATAS
Seorang karyawan berumur 54 tahun, berobat ke poli penyakit dalam. Pasien
mengeluhkan nyeri pada perut kanan atas yang dialami sejak 6 bulan yang lalu,
hilang timbul namun dua bulan terakhir nyeri semakin sering. Merasa mual dan
selera makan berkurang sejak 4 bulan yang lalu sehingga berat badan berkurang
15 kg. Dari anamnesis diketahui pasien pernah terkena hepatitis 15 tahun yang
lalu dan sering mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 45 kg dengan TB 165 cm. Tekanan
darah dan tanda vital lainnya normal. Pemeriksaan abdomen hepatomegali,
dengan permukaan hati bernodul, tepi tumpul dan nyeri tekan (+). Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan serum transaminase SGPT dan
SGOT dengan bilirubin normal, Alpha Feto-Protein (AFP) 1000 U/L (normal: <10
U/L), anti-HCV positif. Setelah diberikan analgetik dan hepatoprotektor nyeri
mereda. Setelah dilakukan pemeriksaan USG dan biopsi hati pasien didiagnosis
karsinoma hepatoseluler. Pasien dianjurkan untuk menjalani transplantasi hati.
Pasien meminta waktu untuk berkonsultasi dengan seorang ulama.
SASARAN BELAJAR
LO.1. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler (HCC)
1.1 Menjelaskan definisi
1.2 Menjelaskan epidemiologi
1.3 Menjelaskan etiologi dan faktor resiko
1.4 Menjelaskan klasifikasi
1.5 Menjelaskan patofisiologi dan patogenesis
1.6 Menjelaskan manifestasi klinis
1.7 Menjelaskan diagnosis
1.7.1 Pemeriksaan utama
1.7.2 Pemeriksaan penunjang
1.7.3 Diagnosis banding
1.8 Menjelaskan penatalaksanaan
1.9 Menjelaskan komplikasi
1.10 Menjelaskan prognosis
1.11 Menjelaskan pencegahan
LO.2.
Transplantasi
Organ
Menurut
Faktor resiko
Sirosis hati, merupakan faktor risiko utama HCC dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus. Otopsi pada pasien
sirosis didapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC.
Prediktor utama hepatoma pada sirosis adalah jenis kelamin lakilaki, peningkatan kadar AFP serum, beratnya penyakit dan
tingginya aktifitas proliferasi sel hati.
Obesitas, merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty
liver disease (NAFLD),khususnya nonalcoholicsteatohepatitis (NASH) yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat
berlanjut menjadi HCC.
Diabetes Melitus, merupakan faktor risiko baik untuk penyakit
hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan
hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu,
diabetes mellitus dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin
dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif
potensial untuk kanker.
Alkohol, peminum berat alkohol (>50-70 g/hari dan berlangsung
lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik.
Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-dependent,sehingga asupan
sedikit alkohol tidak meningkatkan risiko terjadinya HCC.
Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain
yang merupakan faktor risiko HCC namun lebih jarang
dibicarakan/ditemukan, antara lain : penyakit hati autoimun
(hepatitis autoimun, sirosis bilier primer), penyakit hati metabolik
(hemokromatosis genetik, defisiensi antitripsin-alfa 1, penyakit
Wilson), kontrasepsi oral, senyawa kimia (thorotrast, vinilklorida,
nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.
Tabel 1. Faktor risiko kanker hati primer
HBV
HCV
Alcohol
Tobacc
o
OCPs
Aflatox
in
Other
Europe and
United States
Estima Rang
te
e
22
4-58
60
12-72
45
8-57
12
0-14
-
<5
Japan
Estimat
e
20
63
20
40
10-50
Range
18-44
48-94
15-33
9-51
Limited exposure
-
Africa and
Asia
Estima Range
te
60
40-90
20
9-56
11-41
22
8
<5
(sumber emedicine.medscape.com)
Patogenesis
Patogenesis pasti HCC tidak diketahui. Namun jelas bahwa
hepatokarsinogenesis merupakan suatu proses bertingkat yang melibatkan
interaksi antara faktor eksogen dan faktor endogen, mekanisme karsinogen
langsung (misalnya bahan kimia tertentu dan karsinogenesis virus (HBV)) dan
karsinogenik tidak langsung (misalnya nekroinflamasi kronis; lihat Gambar 5).
Proses nekroinflamasi kronis ditandai oleh destruksi berulang parenkim hepar
yang disertai stimulasi regenerasi dan remodelling hepar yang terus-menerus.
Bahan-bahan sitokin dan imunomodulator seperti interleukin, interferon, tumor
necrosis factor-, protease, dan faktor-faktor pertumbuhan dilepaskan dan dapat
memicu timbulnyafokus-fokus praganas dari hepatosit yang mengalami displasia
yang dapat berujung padatransformasi ganas.Patogenesis molekuler HCC tidaklah
seragam.HCC adalah tumor yangsecara genetik sangat heterogen, dengan
abnormalitas kromosom yang multipel walaupuntidak semuanya terekspresi pada
suatu HCC. Mutasi gen DNA, modifikasi epigenetik darigen supresor tumor,
kerentanan genetik akibat polimorfisme genetik dalam enzim-enzimyang
memetabolisme obat, berbagai faktor pertumbuhan (seperti misalnya insulin-like
growth factors, epidermal growth factors/EGF, transforming growth factor/TGF-) tampaknyamemiliki peran dalam patogenesis HCC.
10
11
1.
2.
3.
4.
5.
12
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus,
terdapat dalam serum darah janin.Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali
muncul.AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma hepatoselular.
Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/L bertahan 2 bulan, tanpa
bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker embrional
kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis ini dapat
lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma.
AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma,
kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca
operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun
hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau
rekurensi tumor.
2. Petanda tumor lainnya
Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifikuntuk diagnosis
sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untukdiagnosis kasus dengan AFP
negatif memiliki nilai rujukan tertemu,yang relatif umum digunakan adalah: desgama karboksi protrombin(DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil
transpeptidase (GGT-II),CA19-9, antitripsin, feritin, CEA.
3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B
Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis danlatar belakang
penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsihati, petanda hepatitis B
atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasarpenyakit hati untuk hepatoma, itu
dapat membantu dalam diagnosis.
c. Pemeriksaan Pencitraan
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam
diagnosis hepatoma. Kegunaan dari USG adalahmemastikan ada
tidaknya lesi penempat ruang dalam hati;dapat dilakukan
penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagaimetode
diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikansifat
lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan dari yang
padat; membantu memahami hubungan kanker dengan
pembuluhdarah
penting
dalam
hati,
berguna
dalam
mengarahkan
proseduroperasi;
membantu
memahami
penyebaran dan infiltrasi hepatomadalam hati dan jaringan
organ sekitarnya, memperlihatkan adatidaknya trombus tumor
dalam percabangan vena porta intrahepatik;di bawah panduan
USG dapat dilakukan biopsi.
13
2. CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk
diagnosis lokasi dan sifat karsinoma hepatoseluler. CT dapat
membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat,
jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan
pembuluh darah, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah
penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT
rutin dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA),
atau ke dalam arteri hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3
minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT lipiodol
dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm. CT scan sudah dapat
membuat gambar karsinoma dalam 3 dimensi dan 4 dimensi dengan sangat jelas
serta memperlihatkan hubungan karsinoma ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
HCC multipel
15
16
dan kanan, tanpa emboli tumor,tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun
jauh; Child A.
lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh
hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan >5 cm, di kedua belahan hati
kiri dan kanan, tanpa emboli tumor,tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal
ataupun jauh; Child A.Terdapat emboli tumor di percabangan vena portal, vena
hepatic atau saluran empedu dan/atau Child B.
Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluhutama vena
porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfeperitoneal atau jauh, salah
satu daripadanya; Child A atau B.
Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis;Child C.
17
18
19
dehidrasi sel, nekrosis koagulasi, serta trombosis vaskuler yang diikuti iskemia
jaringan.
Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang
dapatterjadi akibat kebocoran etanol ke dalam rongga peritoneal.Kontraindikasi
PEI meliputiadanya asites yang masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang
dapatmeningkatkan risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca tindakan.Angka
survival 3 tahun bagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang ditangani
dengan PEI dilaporkan sebesar70%.
b. Ablasi Radiofrekuensi (RFA Radiofrequency Ablation)
Merupakan metode ablasi lokal yang paling sering dipakai danefektif.Elektroda
RFA ditusukkan ke dalam tumormelepaskan energi radiofrekuensi, hingga
jaringan tumormengalami nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara
selektif membunuh jaringan tumor.Satu kali RFA menghasilkan nekrosisseukuran
bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi tuntasmikrohepatoma,
dengan hasil kuratif.RFA perkutan memilikikeunggulan mikroinvasif, aman,
efektif, sedikit komplikasi.mudah diulangi.
Pemanasan karenatahanan terjadi sebagai akibat dariagitasi ionik di sekitar
elektrodamenjadi energi RF yang berosilasiselama usaha untuk mencapaiground.
(Ellis, 2004)
Sebuah studi yang membandingkan RFA
dengan PEI pada pasien-pasien dengan
HCCberukuran
lesi
hingga
4
cm
menunjukkan bahwa RFA unggul dalam hal
angka survival 3tahun pasien (74%
dibanding 51%). Penelitian yang lain
menunjukkan manfaat RFA samasaja dengan
PEI.Secara umum, hanya sedikit saja
penggunaan
RFA
yang
mencapai
nekrosislengkap tumor, tanpa perbedaan
bermakna dalam morbiditas dan peningkatan
ketahananhidup pasien.
c. Kryoterapi/Kryoablasi (Cryotherapy/Cryoablation)
Kryoterapi merupakan metoda penggunaan sifat termal untuk mengablasi suatu
tumor. Menggunakanpendinginan/pembekuan yang cepat, biasanya menggunakan
gas nitrogen,penghangatan yang lambat, lalu pengulangan siklus pembekuanpenghangatanhingga mencapai titik ablasi yang ditandai oleh terbentuknya kristal
es pada intra dan ekstrasel.
Efek kryoterapi meliputi kerusakan vaskuler, kerusakan organela dandinding sel,
dehidrasi sel, serta perubahan pH dan osmolaritas intrasel.Indikasi kryoterapi pada
HCC untuk pasien dengan tumor multiple yang bilobi yang tidak memungkinkan
bagi tindakan reseksi subsegmental yang multipel.
20
Terapi Sistemik
a. Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin, 5fluorouracil, mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed).
b. Terapi hormonal
Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit,
dansecara in vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar.Obat antiestrogen,
tamoxifen dipakai karena bisa menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.
c. Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide). Somatostatin memiliki aktivitas
antimitosis terhadap berbagai tumor non-endokrin, dan sel-sel HCC memiliki
reseptor somatostatin.
d. Thalidomide, sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan epirubicin atau
dengan interferon menunjukkan aktivitas yang terbatas padapengobatan HCC.
e. Terapi interferon, biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan
untuk pengobatan HCC. Mekanisme terapinya meliputi efek langsung anti
virus,efek imunomodulasi, serta efek antiproliferasi langsung maupun tak
langsung.
f. Molecularly targeted therapy, adalah inhibitor tirosin-kinase multi target dengan
kemampuan antiangio genesis pula.
Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang
relatif terlokalis radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu
sirosis hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi. Radioterapi
umumnya digunakan bersama metode terapi lain seperti ligasi
arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik, kemoembolisasi
arteri hepar.
Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut dengan metastasis
tulang, radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi tersering
dari radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul
ikterus, asites hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis
terapi, dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioti internal
terhadap hepatoma.Saat ini untuk memberikan terapi radiasi eksterna bagi
pasien HCC yang inoperabel,dikembangkan beberapa teknik,antara lain:
*Three dimensional conformal radiotherapy (3-D-CRT)
*Intensity-modulated radiotherapy (IMRT)
*Stereotactic body radiotherapy (SBRT)
*Proton beam dan heavy ion therapy
21
22
23
Menjelaskan
Transplantasi
Organ
Menurut
Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan
donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut,
yaitu :
a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
Seseorangdiperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya
kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti
ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan
kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka
hukumnya tidak diperbolehkan (haram), berdasarkan firman Allah SWT dalam
Al-Quran
surat (Al-Baqorah ayat 195) dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan
(An-Nisa ayat 29) dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri
(Al-Maidah ayat 2)dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran
b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal
Sebelum mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, harus
mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun
beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si pendonor ingin menyumbangkan
organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau
menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
2. Jika terdapat kasus si pendonor organ belum memberikan persetujuan terlebih
dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan
bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga pendonor terdekat yang dalam posisi
dapat membuat keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan
yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup
manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara
prosedur medis bahwa si pendonor organ telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu
lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin
hakim.
Boleh hukumnya memindahkan organ tubuh mayit kepada orang hidup yang
sangat bergantung keselamatan jiwanya dengan organ tubuh tersebut
c. Keadaan Darurat
*Donor anggota tubuh yang bisa pulih kembali
Disimpulkan bahwa darah, kulit hukumnya boleh selama hal itu sangat darurat
dan dibutuhkan. (Fatwa Kibar Ulama Ummah, hal. 939) Adapun dalil-dalilnya
adalah sebagai berikut :
Firman Allah swt :
24
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolaholah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. " ( Qs Al Maidah : 32 )
Dalam ayat ini, Allah swt memuji setiap orang yang memelihara kehidupan
manusia, maka dalam hal ini, para pendonor darah dan dokter yang menangani
pasien adalah orang-orang yang mendapatkan pujian dari Allah swt, karena
memelihara kehidupan seorang pasien, atau menjadi sebab hidupnya pasien
dengan izin Allah swt.
*Donor anggota tubuh yang bisa menyebabkan kematian.
Dalam transplantasi organ ada beberapa organ yang akan menyebabkan kematian
seseorang, seperti: limpa, jantung, ginjal, otak. Maka mendonorkan organ-organ
tubuh tersebut kepada orang lain hukumnya haram karena termasuk dalam
kategori bunuh diri. Dan ini bertentangan dengan firman Allah swt :
"dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " (Qs Al
Baqarah : 195)
Juga dengan firman Allah swt : "Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ,
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ( Qs An Nisa : 29 )
**Donor anggota tubuh yang tunggal
Organ-organ tubuh manusia ada yang tunggal dan ada yang ganda
( berpasangan ). Adapun yang tunggal, diantaranya adalah : mulut, pankreas, buah
pelir dan lainnya. Ataupun yang aslinya ganda (berpasangan) karena salah satu
sudah rusak atau tidak berfungsi sehingga menjadi tunggal, seperti : mata yang
tinggal satu. Mendonorkan organ-organ seperti ini hukumnya haram, walaupun
hal itu kadang tidak menyebabkan kematian. Karena, kemaslahatan yang ingin
dicapai oleh pasien tidak kalah besarnya dengan kemaslahatan yang ingin dicapai
pendonor. Bedanya jika organ tubuh tadi tidak didonorkan, maka maslahatnya
akan lebih banyak, dibanding kalau dia mendonorkan kepada orang lain.
**Donor anggota tubuh yang ada pasangannya.
Sebagaimana yang telah diterangkan di atas, bahwa sebagian organ tubuh manusia
ada yang berpasangan, seperti : ginjal, mata, tangan, kaki, telinga. Jika donor
salah satu organ tubuh tersebut tidak membahayakan pendonor dan kemungkinan
besar donor tersebut bisa menyelamatkan pasien, maka hukumnya
boleh.Sebaliknya jika donor salah satu organ tubuh yang ada pasangannya
tersebut membahayakan atau paling tidak membuat kehidupan pendonor menjadi
sengsara, maka donor anggota tubuh tersebut tidak diperbolehkan, apalagi jika
tidak membawa banyak manfaat bagi pasien penerima donor.
25
DAFTAR PUSTAKA
Budihusodo, Unggul. Karsinoma Hati. Dalam: Sudoyo A, setyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 edisi 5. Jakarta:
InternaPublishing. 2009: Hal 685-691.
Desen, Wan. Onkologi Klinik: Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2008: Hal 408-423.
Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, 2005. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Kowalak, Jennifer P., William Welsh. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Zuhroni. 2010. Pandangan Islam Terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan.
Jakarta. Universitas YARSI.
American liver foundation. 2008.
http://www.liverfoundation.org/downloads/alf_download_649.pdf pada Kamis, 11
April 2013 Pukul 22.48 WIB.
Axelrod, David A.2011. Hepatocellular Carcinoma.Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/197319-overview#aw2aab6b2b4 pada
Kamis, 11 April 2013 Pukul 20.43 WIB.
Bruix, Jordi dan Morris Sherman. 2005. Management of Hepatocelluler
Carcinoma.Diambil
darihttp://www.aasld.org/practiceguidelines/Documents/Bookmarked%20Practice
%20Guidelines/hepatocellular%20carenoma.pdf pada Kamis, 11 April 2013 Pukul
20.44 WIB
Journal of Chinese Clinical Medicine.2010. Hepatocellular
carcinomahttp://old.cjmed.net/upload/pdf/201006290900096470.pdf?
PHPSESSID=d706e46a6842d1228169cb7e4a925856 pada Kamis, 11 April 2013
Pukul 20.48 WIB.
Gurakar, Ahmet. 2011. Hepatocellular Carcinoma (Liver Cancer)
http://www.hopkins-gi.org/GDL_Disease.aspx?
CurrentUDV=31&GDL_Cat_ID=83F0F583-EF5A-4A24-A2AF0392A3900F1D&GDL_Disease_ID=A349F0EC-5C87-4A52-9F2E69AFDB80C3D1 pada Kamis, 11 April 2013 Pukul 20.47 WIB
26