Berkompeten
Kesehatan merupakan salah satu bagian dari kebutuhan dasar bagi setiap umat
manusia di bumi ini. Masalah kesehatan menjadi problema yang krusial bagi setiap
kalangan. Betapa tidak, dalam melakukan aktivitas setiap orang memerlukan
kesehatan jasmani maupun rohani. Maka dari itu, produktivitas dan kreativitas tenaga
kesehatan perlu ditingkatkan demi menunjang kualitas pelayanan kesehatan.
Dengan seiring bertambahnya sumber daya manusia dan tingginya tingkat
kebutuhan ekonomi di era globalisasi sekarang ini, banyak jenis pengobatan maupun
terapi yang bermunculan. Masyarakat mulai melirik teknik pengobatan yang dapat
menjamin namun tetap terjangkau. Satu dari sekian teknik pengobatan yang kini
marak diperbincangkan yaitu pengobatan komplementer.
Terapi komplementer menjadi pilihan yang banyak diminati oleh mereka yang
terkendala biaya pada pengobatan kovensional atau medis. Selain faktor ekonomi,
beberapa faktor yang mendorong masyarakat untuk lebih memilih pengobatan
komplementer adalah faktor sosial, kepercayaan, budaya, psikologis, kejenuhan
terhadap pelayanan medis/pengobatan konvensional, manfaat dan keberhasilan,
pengetahuan, serta persepsi tentang sakit dan penyakit.
Bagi masyarakat awam, istilah komplementer tidak akan terkesan familier,
tetapi pilihan pengobatan alternatif seperti akupuntur, hipnoterapi, cupping (bekam
basah), terapi energi (reiki, chikung, tai chi, prana, terapi suara), terapi biologis
(herbal, terapi nutrisi, food combining, terapi jus, terapi urin, hidroterapi colon dan
terapi sentuhan modalitas seperti akupresur, pijat bayi, refleksi, reiki, rolfing,
merupakan bagian dari terapi komplementer. Masyarakat yang menjalani pengobatan
di berbagai jenjang kesehatan, tidak hanya menjalani proses pengobatan konvensional
atau medis, tetapi mereka memadukannya secara mandiri dengan pengobatanpengobatan alternatif seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Jadi, sebenarnya
oksigen,
perubahan
vaskular
dan
termal,
mempengaruhi
aktivitas
Mintoharjo Jakarta, RSUD Dr. Pringadi Medan, RSUD Saiful Anwar Malang, RS
Orthopedi Prof. Dr. R. Soeharso Solo, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSUP Dr.
Suraji Tirtonegoro Klaten.
Berangkat dari kepuasan pasien terhadap pengobatan komplementer yang
semakin menyuburkan klinik pengobatan komplementer membuat masyarakat
perlahan semakin tergiur dengan teknik pengobatan jenis ini. Isu berbagai jenis
kelebihan dan keuntungan pengobatan komplementer menyebar begitu saja. Terlebih
bila satu pasien merasa sembuh total begitu menjalani pengobatan komplementer,
maka testimoni baik mengenai teknik pengobatan ini akan berdampak pada
masyarakat yang lelah menjalani pengobatan konvensional berbondong-bondong
menjalani pengobatan komplementer. Namun, yang jadi persoalan, tak semua tenaga
medis,
dalam
hal
ini
yang
dipraktikkan
oleh
perawat,
dapat
dijamin
pendidikan vokasi dan profesi harus mengikuti uji kompetensi secara nasional.
Sehingga nantinya akan mendapatkan Sertifikat kompetensi bagi mahasiswa
pendidikan vokasi dan sertifikat profesi bagi mereka yang mengikuti pendidikan
profesi keperawatan.
Dengan adanya undang-undang yang mengatur tentang standarisasi pendidikan
yang harus dicapai bagi calon perawat ini, maka perawat harus lebih meningkatkan
segi keilmuannya dalam keperawatan komplementer guna memajukan profesinya
sehingga tidak hanya berpatokan pada metode pengobatan konvensional yang berupa
medis saja, tetapi harus sudah memulai membuka diri dan memperbaharui pola pikir
kita bahwa kesembuhan klien tidak mutlak hanya dengan berpedoman pada
kehebatan layanan hospitaliti dan kecanggihan alat kesehatan dunia barat saja yang
menggunakan obat-obatan kimia tetapi juga perlu melirik pada metode pengobatan
ketimuran yang lebih bersifat holistik dan aman bagi masyarakat.
Seperti yang sempat disebutkan di bagian awal tadi, beberapa contoh metode
terapi komplementer salah satunya yaitu moteode pengobatan akupuntur. Metode
pengobatan yang biasa disebut dengan metode tusuk jarum dari Tiongkok ini mulai
masuk pelayanan rumah sakit sejak tahun enam puluhan, kemudian dicoba masuk
kurikulum Fakultas Kedokteran.
Tetapi di masa sekarang ini, dengan adanya izin praktik mandiri bagi profesi
perawat, diharapkan tidak hanya dokter saja yang berperan aktif dalam
mengembangkan keilmuannya melalui pengobatan komplementer, melainkan para
perawat maupun mahasiswa calon perawat di masa depan juga dapat ikut serta
mengembangkan dan meningkatkan potensi diri serta mempelajari hal-hal baru dalam
praktik keperawatan komplementer ini, misalnya pada praktik pengobatan akupuntur
ini, jika perawat memiliki skill dan kompetensi dalam bidang tersebut, maka perawat
dapat melakukan intervensi mandiri kepada pasien. Mengingat kembali bahwa
perawat telah memiliki izin praktik mandiri sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Maka dari itu, perawat dapat berperan sebagai pemberi pelayanan langsung dalam
praktik pelayanan kesehatan yang melakukan integrasi terapi komplementer.
Perkembangan terapi komplementer atau alternatif sudah dikenal secara luas,
termasuk didalamnya orang yang terlibat dalam memberi pengobatan karena
banyaknya profesional kesehatan dan terapis selain dokter umum yang terlibat dalam
terapi komplementer. Hal ini dapat meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan
melalui penelitian-penelitian yang dapat memfasilitasi terapi komplementer agar
menjadi lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Tidak selamanya teknik pengobatan komplementer itu membahayakan pasien,
asalkan dapat diparktikkan oleh profesional kesehatan dan orang-orang yang
memiliki lisensi ijin praktik resmi yang dapat dipertanggung jawabkan maka teknik
pengobatan komplementer atau alternatif akan menjadi suatu paradigma baru yang
akan mengganti persepsi lama kita tentang pelayanan kesehatan yang layak di mata
masyarakat. Selama adanya lisensi dan izin yang jelas, kasus-kasus malpraktik akan
dapat kita hindari.
Perawat sebagai salah satu profesional kesehatan, dapat turut serta
berpartisipasi dalam terapi komplementer. Peran yang dijalankan sesuai dengan
peran-peran yang ada. Arah perkembangan kebutuhan masyarakat dan keilmuan
mendukung untuk meningkatkan peran perawat dalam terapi komplementer karena
pada kenyataannya, beberapa terapi keperawatan yang berkembang diawali dari
alternatif atau tradisional terapi.
Dalam Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 12, Nomor 1, Maret 2008,
menyebutkan bahwa terapi komplementer sebagai isu praktik keperawatan abad ke
21.Sehingga diharapkan bagi pengembang kebijakan, praktik keperawatan,
pendidikan, dan riset untuk lebih membuka jalur yang jelas bagi para perawat
maupun calon perawat yang ingin mengembangkan potensi diri guna memajukan
profesi perawat di masa mendatang. Apabila isu ini berkembang dan terlaksana
terutama oleh perawat yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan tentang terapi
komplementer, diharapkan akan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga
kepuasan pasien secara otomatis akan meningkat.
DAFTAR PUSTAKA