DAFTAR ISI.................................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................3
BAB III LAPORAN KASUS........................................................................................................6
BAB IV ANALISA KASUS.........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................17
Page 1 of 17
BAB I
PENDAHULUAN
Emfisema Subkutis adalah terdapatnya udara bebas di bawah jaringan subkutis. Keadaan ini
biasanya disebabkan oleh komplikasi dari berbagai penyakit seperti asma serangan akut, infeksi
gangrene, ekstraksi gigi atau komplikasi saat memasang thorax tube.
Prinsip penatalaksanaan emfisema subkutis adalah mengatasi penyakit primer dan
mengeluarkan udara bebas di subkutis dengan jalan membuat insisi langsung di daerah emfisema
subkutis. Cara ini banyak kelemahan seperti meninggalkan sikatrik, sumber infeksi dan insisi cepat
menutup sehingga fungsinya sebagai saluran untuk keluarnya udara tidak berfungsi lagi. Teknik yang
lebih baru dengan menggunakan IV kateter yang telah di modifikasi merupakan metode yang
sederhana yang tidak memberikan gejala sisa seperti sikatrik pada kulit. Pada l
Emfisema subkutis merupaka suatu keadaan yang jarang menimbulkan masalah pada system
pernafasan seperti tension pneumomediastinum pneumothorax, atau pneumoperikardium. Namun
emfisema subkutis yang bersifat masif harus diterapi guna mengurangi ketidaknyamanan dan untuk
mencegah terjadinya gagal nafas.
Page 2 of 17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Emfisema Subkutis
Emfisema diartikan sebagai terkumpulnya udara secara patologik dalam jaringan atau organ.
Subkutis merupakan suatu lapisan kulit setelah dermis, sehingga definisi emfisema subkutis adalah
emfisema interstisial yang ditandai dengan adanya udara dalam jaringan subkutan, biasanya
disebabkan oleh cedera intratoraks, dan pada kebanyakan kasus disertai dengan pneumothoraks dan
pneumomediastinum, disebut juga pneumoderma.
Etiologi Emfisema Subkutis
Emfisema subkutis dapat disebabkan oleh trauma pada sistem respirasi ataupun sistem
gastrointestinal. Umumnya trauma yang terjadi pada dada dan leher, dimana udara dapat terperangkap
sebagai hasil dari trauma tajam seperti luka tembak atau luka tikam, maupun luka tumpul.
Emfisema subkutis juga dapat disebabkan oleh prosedur dan tindakan medis, yang
menyebabkan tekanan pada alveoli, sehingga alveoli menjadi rupture. Hal ini biasanya disebabkan
oleh pneumothoraks dan kateterisasi paru (chest tube). Keadaan ini disebut sebagai surgical
emphysema. Beberapa kondisi yang yang menyebabkan terjadinya emfisema subkutis dijelaskan pada
bagian dibawah ini :
1. Trauma
Trauma tumpul maupun trauma penetrasi merupakan kondisi yang dapat menyebabkan
terjadinya emfisema subkutis. Trauma pada bagian dada merupakan penyebab umum terjadinya
emfisema subkutis, dimana udara yang berasal dari dada dan paru-paru dapat masuk ke kulit dinding
dada. Sebagai contoh adalah terjadinya luka tusuk atau luka tembak pada dada yang menyebabkan
robeknya pleura, sehingga udara yang berasal dari paru-paru menyebar ke otot-otot dan lapisan
subkutan. Emfisema subkutis juga dapat terjadi pada pasien dengan patah tulang iga, dimana iga
melukai parenkim paru yang menyebabkan rupturnya alveolus.
2. Tindakan Medis
Emfisema subkutis merupakan suatu komplikasi yang umum disebabkan pada berbagai
tindakan operasi, seperti operasi dada, operasi daerah sekitar esophagus, operasi gigi dengan
menggunakan teknik berkecepatan tinggi, tindakan laparoscopy, cricothyrotomy, dan sebagainya.
3. Infeksi
Udara dapat terperangkap di bawah kulit yang mengalami infeksi nekrosis seperti pada
gangren. Gejala emfisema subkutis dapat dihasilkan ketika organisme infeksius memproduksi gas
Page 3 of 17
sebagai hasil dari fermentasi. Kemudian gas ini menyebar ke sekitar lokasi awal pembentukan infeksi,
maka terbentuklah emfisema subkutis.
Patogenesis Emfisema
Emfisema subkutis merupakan hasil dari peningkatan tekanan di dalam paru-paru dikarenakan
rupturnya alveoli. Udara dapat masuk ke jaringan lunak pada leher dari mediastinum dan
retroperitonium. Pada emfisema subkutis, udara menyebar dari alveoli yang ruptur masuk ke
interstitium dan sepanjang pembuluh darah paru-paru, masuk ke mediastinum dan berlanjut ke
jaringan lunak pada leher dan kepala.
Emfisema pada daerah subkutan, servikofasial, mediastinum terjadi karena udara yang masuk
ke jaringan fasial kepala dan daerah leher. Daerah ini mempunyai suatu rongga yang memungkinkan
untuk terisi dengan udara. Daerah ini dibatasi oleh fasia otot, organ, dan struktur lainnya. Udara yang
masuk ke daerah leher dapat masuk ke retrofaringeal yang terletak antara dinding posterior dan
kolumna vertebra, dari sini akan dapat terus ke posterior fasial kemudian ke Grodinsky dan Holyokes
yang disebut sebagai daerah yang berbahaya karena berhubungan langsung ke posterior mediastinum.
Jika udara mengalir pada daerah ini akan menekan vena trunks yang bisa menyebabkan gagal jantung
atau asfiksia karena adanya tekanan di trakea.
Gambaran Klinis
Tanda dan gejala dari emfisema subkutis bervariasi tergantung pada penyebab dan lokasi
terjadinya, tetapi sering berhubungan dengan pembengkakan pada leher dan nyeri dada, dan
terkadang juga terjadi nyeri tenggorokan, nyeri leher, wheezing (mengi) dan kesulitan bernafas.
Pada hasil inspeksi tampak jaringan di sekitar emfisema subkutis biasanya membengkak. Jika
kebocoran udara sangat banyak, wajah dapat menjadi bengkak sehingga kelopak mata tidak dapat
dibuka. Kasus emfisema subkutis yang terjadi di sekitar leher terkadang menimbulkan perubahan
suara pasien menjadi lebih tinggi, hal ini dikarenakan pengumpulan udara pada mukosa faring.
Kasus emfisema subkutis mudah dideteksi dengan melakukan palpasi pada permukaan kulit.
Hasil palpasi akan teraba seperti kertas atau krispies. Jika disentuh maka teraba seperti balon yang
berpindah dan kadang-kadang timbul bunyi retakan crack.
Gambaran Radiologi
Pencitraan perlu dilakukan untuk mendiagnosa emfisema subkutis atau untuk menkonfirmasi
diagnosa berdasarkan temuan klinis. Pada radiologi dada, emfisema subkutis mungkin terlihat sebagai
gambaran radiolusen pada otot pektoralis mayor. Emfisema subkutis lebih baik dikonfirmasikan
Page 4 of 17
dengan pemeriksaan CT Scan, dimana tampak kantung udara yang berwarna hitam pada daerah
subkutan.
Penatalaksanaan Emfisema Subkutis
Emfisema subkutis biasanya bersifat jinak, sehingga tidak membutuhkan penanganan karena
dalam 3 atau 4 hari bahkan sampai seminggu pembengkakan akan berkurang secara menyeluruh
karena udara diserap secara spontan dan terjadi penyembuhan. Pada kasus emfisema subkutis yang
berat, kateter dapat dipasangkan di jaringan subkutan untuk mengeluarkan udara. Irisan kecil atau
lubang kecil dapat dibuat di permukaan kulit untuk mengeluarkan udara.
Penanganan emfisema subkutis tidak hanya dengan istirahat total, tetapi juga dengan
penggunaan obat-obatan penghilang rada nyeri, serta pemberian sejumlah oksigen. Dengan pemberian
sejumlah oksigen dapat membantu tubuh untuk mempercepat penyerapan udara di lapisan subkutan.
Monitor dan observasi ulang juga merupakan hal penting dalam tatalaksana emfisema subkutis.
Prognosis
Udara di jaringan subkutan biasanya tidak menimbulkan kematian, sejumlah kecil udara dapat
direabsorpsi oleh tubuh. Terkadang pneumothoraks atau pneumomediastinum yang menyebabkan
emfisema subkutis, dengan atau tanpa tindakan medis emfisema subkutis ini biasanya akan hilang
sendiri. Meskipun jarang, emfisema subkutis dapat menjadi suatu kondisi yang emergensi, seperti
terjadinya gagal nafas dan henti jantung, sehingga diperlukan tindakan medis.
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama Pasien : Tn. R.
Page 5 of 17
Umur
: 75 tahun
: Petani
Agama
: Islam
Alamat
: Sesak Nafas
Keluhan tambahan
PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Page 6 of 17
Nadi
: 120 x/menit
Suhu
: 36 oC
Respirasi
: 36 x/menit
Saturasi O2
: 98 %
PEMERIKSAAN REGIONAL
Kepala
: Normocephali
Calvarium
Mata
: Konjungtiva kanan dan kiri tidak anemis, sclera kanan dan kiri tidak ikterik
Hidung
Mulut
Telinga
Toraks
Ins
Pal
Per
Aus
: Bunyi nafas dasar menurun di paru dextra, Rh -/-, Wh -/Bunyi jantung I & II normal, regular, murmur ( - ), gallop ( - )
Abdomen
Ins
Aus
Pal
Per
: Timpani
Vesica Urinaria
: Bulging -
Genitalia Eksterna
: Tidak dilakukan
Ekstremitas
1. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Page 7 of 17
PEMERIKSAAN
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Foto Thorax
HASIL
11,1 mg/dL
33,6 %
15.900 / uL
326.000 / uL
1%
1%
58 %
34 %
6%
PEMERIKSAAN
GDS
Urea
Kreatinin
SGOT
SGPT
Golongan darah
Masa Perdarahan
Masa Pembekuan
HASIL
112 mg/dL
52 mg/dL
1,61 mg/dL
34 UI / L
48 UI / L
O
2 Menit 30 Detik
4 Menit
2. DIAGNOSIS
Diagnosis : Pneumothorax
Emfisema Subcutis Regio Thorax
Fr. Costae 5,6,7,8,9 Lateral Dextra
3. TERAPI
-
Diet
: Lunak
Page 8 of 17
IVFD
: RL 21 tpm makro
Pasang DC
4. PEMERIKSAAN ANJURAN
-
FOLLOW UP
Tanggal
Nama
: Tn. R.
PH
:1
Tanggal masuk
: 30-6-2015
: 1-7-2015
STATUS GENERALIS
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 100 / 60 mmHg
Nadi
: 80 kali / menit
Suhu
: 36O C
RR
: 24 kali / menit
PEMERIKSAAN REGIONAL
Toraks
Ins
Pal
Per
Aus
: Bunyi nafas dasar menurun di paru dextra, Rh -/-, Wh -/Bunyi jantung I & II normal, regular, murmur ( - ), gallop ( - )
Abdomen
Ins
Aus
Pal
Per
: Timpani
Vesica Urinaria
: Bulging -
Genitalia Eksterna
: Tidak dilakukan
Ekstremitas
Page 10 of 17
A / Diagnosis
: Hematopneumothorax Dextra
Contusio Pulmonum
Emfisema Subcutis
Fr. Costae 5,6,7,8,9 Lateral Dextra
P/ Diet
IVFD
: Lunak
: RL : D10% : Pan Amin ( 1 : 2 : 1 )
Page 11 of 17
FOLLOW UP
Tanggal
Nama
: Tn. R.
PH
:2
Tanggal masuk
: 30-6-2015
: 2-7-2015
Page 12 of 17
O/
STATUS GENERALIS
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah
: 130 / 70 mmHg
Nadi
: 84 kali / menit
Suhu
: 36,1O C
RR
: 22 kali / menit
PEMERIKSAAN REGIONAL
Toraks
Ins
Pal
Per
Aus
: Bunyi nafas dasar menurun di paru dextra, Rh -/-, Wh -/Bunyi jantung I & II normal, regular, murmur ( - ), gallop ( - )
Abdomen
Ins
Aus
Pal
Per
: Timpani
Vesica Urinaria
: Bulging -
Genitalia Eksterna
: Tidak dilakukan
Ekstremitas
A / Diagnosis
: Hematopneumothorax Dextra
Emfisema Subcutis
Page 13 of 17
: Lunak
IVFD
BAB IV
ANALISA KASUS
Emfisema subkutis adalah emfisema interstisial yang ditandai dengan adanya udara dalam
jaringan subkutan, biasanya disebabkan oleh cedera intratoraks, dan pada kebanyakan kasus disertai
dengan pneumothoraks dan pneumomediastinum, disebut juga pneumoderma.
Page 14 of 17
Berdasarkan kasus yang didapat, Tn. R, umur 75 tahun, jenis kelamin laki-laki, dibawa ke
IGD RSUD Dr. Murjani Pasien dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari yang lalu. Sesak dirasakan
ketika menarik nafas. Sesak yang dirasakan makin lama makin bertambah parah. Sesak yang
dirasakan pasien tidak berkurang dengan perubahan posisi. Dua hari sebelum masuk rumah sakit,
pasien terjatuh dari pohon dengan ketinggian + 5-6 meter. Setelah jatuh pasien tidak pingsan, tidak
muntah, tangan dan kaki masih bisa digerakkan dengan baik, dan tidak terdapat luka robek. Pasien
hanya mengeluh nyeri pada bagian samping dada kanan namun tidak sesak. Keesokan harinya, pasien
baru merasakan sesak nafas. Selain sesak, pasien mengeluh nyeri pada bagian samping dada kanan.
Pada bagian samping dada kanan terdapat memar berwarna kebiruan. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan :
Toraks
Ins
Pal
Per
Aus
: Bunyi nafas dasar menurun di paru dextra, Rh -/-, Wh -/Bunyi jantung I & II normal, regular, murmur ( - ), gallop ( - )
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini diduga diagnosa awalnya adalah
pneumothorax dextra dan emfisema subkutis. Diduga diagnosis tersebut karena pasien mengeluh
sesak dan nyeri. Pneumothorax dinilai berdasarkan pemeriksaan thorax yang hipersonor di paru
dextra dan bunyi nafas dasar menurun di paru dextra. Lalu untuk emfisema subkutis dinilai
berdasarkan pemeriksaan palpasi ditemukan krepitasi subkutis di seluruh region thorax. Lalu untuk
memastikan diagnosa, dilakukan pemeriksaan foto rontgen thorax.
Pada hasil rontgen thorax didapatkan gambaran radiolusen pada bagian jaringan lunak lateral
dinding dada. Ini menunjukkan gambaran emfisema subkutis. Selain itu terdapat gambaran pleural
line yang minimal pada paru dextra. Ini menunjukkan terdapat pneumothorax dextra. Selain itu
terdapat gambaran fraktur pada costae 3-9 tapi tidak begitu jelas. Namun pada pemeriksaan rontgen
evaluasi pada tanggal 1-7-2015 menurut hasil bacaan radiologi, fraktur terdapat pada costae 5-9.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, dapat disimpulkan bahwa emfisema subkutis regio thorax
yang terjadi pada pasien ini dapat disebabkan oleh cedera intratoraks yaitu fraktur costae dan
pneumothorax. Namun pada follow up hari perawatan kedua ( 2-7-2015 ) emfisema meluas teraba
sampai ke brachii dextra dan sinistra. Perluasan emfisema ini bisa disebabkan komplikasi dari
pemasangan WSD.
Pada penatalaksanaan, diberikan O2 nasal kanul 2-4 lpm. Pasien tidak diberikan mask untuk
mengurangi sesak akibat pneumothorax. Selain itu mencegah makin banyakknya O2 yang masuk ke
Page 15 of 17
intrapleura yang akan menyebabkan pneumothorax makin berat. Selain itu diberikan obat-obatan
berupa antibiotik dan analgetik. Untuk mengurangi sesak yang dialami, pasien harus dipasang WSD.
Namun untuk pemasangan WSD dilakukan oleh spesialis bedah sehingga harus dikonsulkan ke
spesialis bedah. Selain itu pasien dipasang DC untuk mengurangi mobilisasi pasien ke kamar mandi.
Penatalaksanaan emfisema pada pasien ini dilakukan bersamaan dengan penatalaksanaan
pneumothorax, yaitu pemasangan WSD karena emfisema yang dialami pasien begitu luas sehingga
tidak memungkinkan bila harus dilakukan insisi kecil pada seluruh region thorax pasien. Selain itu,
emfisema sendiri dapat hilang secara perlahan-lahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland WAN. Alih bahasa : Setiawan A dkk. Kamus Kedokteran Dorland. EGC. 2002. Hal. 723724
Page 16 of 17
2. Omar YA, Catarino PA. Progressive Subcutaneous Emphysema and Respiratory Arrest. J R Soc
Med 2022; 95: 90-91
3. Rusdy H, Nurwiyadh A. Empisiema Sebagai Komplikasi Pembedahan Molar Tiga Bawah dengan
Menggunakan High Speed Turbine. Dentika Dental Journal, Vol. 13, No.1, 2008 : 90-92
4. Rosadi A, Swidarmoko B, Astowo P. Survei Pemasangan Kateter Toraks dan Komplikasinya
pada Berbagai Penyakit Pleura. Data Tesis Pulmonologi FK UI. 2008
5. Sherif HM, Ott DA. The Use of Subcutaneous Drains to Manage Subcutaneous Emphysema. Tex
Heart Inst J 1999; 26: 129-131
Page 17 of 17