Ir Sarjito MT PhD
DAFTAR ISI
BAB 1. UNIT DAN DIMENSI_________________________________________4
1.1. Dimensi dan Unit (Satuan) Dasar______________________________________________________4
1.2. Pembagi dan Pengali dari Satuan______________________________________________________4
1.3. Satuan Untuk Besaran-Besaran Fisik___________________________________________________5
1.4. Analisis Dimensional_________________________________________________________________6
1.5. Daftar Acuan_______________________________________________________________________9
BAB 2. ATMOSFIR________________________________________________10
2.1. Pendahuluan______________________________________________________________________10
2.2. Internasional Standar Atmosfir_______________________________________________________11
2.2.1. Persamaan Buoyancy dan Pengukuran Tekanan________________________________________13
2.2.2. Perhitungan di Stratosfir (11 km sampai 20 km)_______________________________________14
2.2.3. Perhitungan di Troposfir (0 km sampai 11 km)________________________________________14
2.2.4. Program Komputer untuk membuat Tabel ISA_________________________________________14
2.2.5. Tabel ISA______________________________________________________________________15
2.3. Daftar Acuan______________________________________________________________________18
ii
iii
Kegiatan pengukuran dan perhitungan akan selalu diperlukan di semua bidang ilmu
sains. Untuk pelaksanaan kegiatan tersebut suatu sistem yang menyatakan besaran sangat
dibutuhkan. Saat ini sudah ada satu sistem yang bisa digunakan disemua cabang ilmu
pengetahuan dan teknologi.
K menyatakan Kelvin.
1.2. Pembagi dan Pengali dari Satuan
Seringkali unit dasar yang sudah dituliskan diatas kurang sesuai apabila untuk
menyatakan ukuran yang terlalu besar atau yang terlalu kecil. Pada kasus-kasus yang
demikian, satuan bisa diberikan simbol pembagi atau pengali. Pengali atau pembagi
dituliskan didepan satuan dasar.
Sebagai ilustrasi, dibawah ini diberikan beberapa pengali dan pembagi satuan.
Pengali:
M (mega) : pengali satu juta,
k (kilo)
: pengali seribu.
Pembagi:
m (mili)
: pembagi seperseribu.
contoh:
1 MW = 1000000 W
1 mm = 0.001 m
1.3. Satuan Untuk Besaran-Besaran Fisik
Dengan menggunakan empat dimensi dasar dapat digunakan untuk mendifinisikan
dimensi dan satuan besaran-besarn fisik lainnya. Beberapa dimensi dan unit yang sudah
sering digunakan, khususnya dalam Aerodinamika bisa dilihat di .
Untuk mencari unit dan dimensi kuantitas yang lebih kompleks, harus menerapkan
prinsip homogenitas dimensi, yaitu dimensi di kedua suku persamaan harus sama.
Sebagai contoh untuk menemukan dimesi Gaya (Force), persamaannya ditulis terlebih
dahulu:
Gaya = massa x percepatan
dengan percepatan = kecepatan / waktu
Apabila dituliskan dimensinya:
Gaya = [M] x [(LT-1) / T] = [MLT-2]
Dari dimensi ini kemudian bisa dituliskan satuannya yaitu kg m s-2.
Oleh karena gaya satuannya biasa dinyatakan dalam N (Newton) maka dapat disimpulkan
1 N = 1 kg m s-2
5
Dimensi
L
M
T
L2
L3
LT-1
LT-2
1
T-1
T-2
T-1
ML-3
MLT-2
ML-1T-2
1
ML-1T-2
ML2T-2
ML2T-3
ML2T-2
ML-1T-1
L2T-1
ML-1T-2
Asumsi: osilasi bandul dipengaruhi oleh panjang tali bandul, l, percepatan gravitasi, g,
dan massa bandul, m. Anggapan ini bisa ditulis dengan cara matematika
P = f(l,g,m) ,
Pers. 1-1
1 -1
Pers. 1-2
Pers. 1-3
M0 L0 T1 = L L T-2 M
Pers. 1-4
atau
Pers. 1-5
-2 = 1 , dan
Pers. 1-6
=0
Pers. 1-7
l
g
Pers. 1-8
Dari contoh ini bisa memberikan gambaran bahwa analisis dimensional sangatlah
penting untuk menemukan hubungan antara parameter-parameter yang mempengaruhi
suatu besaran fisik.
Mesin-UMS
Contoh Soal 1- 2:
Apabila aliran fluida melalui suatu silinder yang sumbunya tegak lurus terhadap arah
aliran, maka akan terjadi pusaran fluida dibelakang silinder yang disebut pusaran Eddy
yang frekuensinya tergantung beberapa faktor yaitu ukuran silinder (d), kecepatan aliran
(v), masa jenis fluida () dan viskositas fluida .
Pers. 1-9
Pers. 1-10
Pers. 1-11
M0 L0 T-1 = L L T- M L-3 L2 T-
Pers. 1-12
Pers. 1-13
0=
Pers. 1-14
Panjang L
0 = +-3+2
Pers. 1-15
Waktu T
-1 = - -
Pers. 1-16
Disini ada tiga persamaan dengan empat variabel yang tidak diketahui, oleh karena itu
ada salah satu variabel yang tidak bisa diketahui, dipilh . Dengan demikian variable
lainnya masih dinyatakan dalam .
=0
=1-
= -1 -
Selanjutnya dimasukkan ke Pers. 1 -10 menjadi:
n = k d(-1-) v(1-) 0 .
Pers. 1-17
8
Mesin-UMS
v vd
Pers. 1-18
Pers. 1-19
dimana g merupakan fungsi pengganti k dan indeks yang masih belum diketahui.
BAB 2. ATMOSFIR
2.1. Pendahuluan
Perilaku suatu benda aerodinamik dalam fluida yang mengalir dipengaruhi oleh sifat
fisik dari fluida itu sendiri. Pesawat, sebagai benda aerodinamik, beroperasi dalam massa
fluida yang berada disekeliling dan diatas permukaan bumi.
permukaan bumi inilah yang disebut Atmosfir. Oleh karena itu, sebelum mempelajari
benda aerodinamik, perlu terlebih dahulu mengenal sifat-sifat atmosfir sebagai media
operasi dari pesawat.
Atmosfir pada dasarnya merupakan suatu campuran gas yang unsure utamanya berupa
Oxygen dan Nitrogen.
termasuk hydrogen, helium, argon, krypton, dan neon. Dalam perhitungan aerodinamika,
sampai ketinggian tertentu, campuran gas tersebut variasinya sangat kecil sehingga
dianggap campuran gas homogen dengan komposisi seragam.
Atmosfir dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu Troposfir dan Stratosfir. Troposfir
merupakan lapisan atmosfir yang rendah dan dekat permukaan bumi sampai 11 km. Pada
lapisan bawah ini, suhu udara akan turun secara linier sebanding dengan kenaikan
ketinggian. Diatas lapisan bawah merupakan lapisan stratosfir (diatas 11 km). Pada
lapisan ini suhu udara tidak banyak mengalami perubahan, bahkan bisa dikatakan
konstan. Batas kedua lapisan tersebut dikenal dengan Tropopause. Ilustrasi pembagian
atmosfir dapt dilihat pada Gbr. 2 -1.
Diantara sifat-sifat atmosfir, yang paling penting untuk dikenal adalah:
a. Suhu. Disamping satuan Celsius, seringkali dinyatakan juga dalam Kelvin.
b. Tekanan. Terminologi tekanan menyatakan gaya per satuan luas yang ditimbulkan
udara ke benda pada keadaan statik tetapi bukan karena adanya gerakan benda.
Tekanan lain akibat adanya gerak akan digunakan terminology secara spesifik seperti
teanan dinamik. Oleh karena itu apabila disebut tekanan selalu berarti tekanan statik.
c. Massa jenis. Massa jenis yaitu jumlah massa per satuan volume.
d. Viskositas. Berupa tegangan tangensial terdistribusi yang terjadi pada fluida saat ada
gerakan relatif terhadap fluida.
2.2. Internasional Standar Atmosfir
Untuk membantu para perancang dan operator pesawat terbang, satu persetujuan
tentang sifat-sifat atmosfir dituangkan dalam ISA 1976 (International Standard
Atmosphere). ISA ini didefinisikan menggunakan perhitungan referensi tekanan dan
suhu di permukaan laut, kemudian dihitung variasinya sebagai fungsi ketinggian. Data
dalam ISA merupakan data rata-rata yang diambil sepanjang tahun.
Tekanan, massa jenis dan suhu udara di permukaan laut yang digunakan standard adalah:
Tekanan (p0)
= 101325.0 N/m2
= 1.2250 kg/m3
Suhu (T0)
= 288.13 OK
11
Khusus untuk suhu udara dibagi menjadi 7 lapisan berdasarkan tingkat penurunan
suhunya (lapse rate). Di lapisan pertama (0 sampai 11 km) terjadi penurunan suhu
dengan tingkat penurunan sebesar 6.5 K/km. Dilapisan kedua (11 sampai 20 km) tidak
ada penurunan suhu, sedangkan di lapisan ketiga justru ada kenaikan suhu. Adapun data
lengkap penurunan suhu (lapse time) di ketujuh lapisan dapat dilihat di Tabel 2 -2.
Tabel 2-2. ISA Temperature Lapse rate
Ketinggian
Lapse rate
geopotensial (km)
0 11
-6.5
11 20
0.0
20 32
1.0
32 - 47
2.8
47 51
0.0
51 71
-2.8
71 84.852
-2.0
Catatan: 84.552 km(geopotential) = 86 km(gemetric)
Sebagai gambaran variasi suhu dari ketinggian 0 km sampai 16 km menurut ISA dan
dua standard lainnya (Tropical Maximum Atmosphere Standard dan Arctic Minimum
Atmosphere) dapat dilihat pada Gbr. 2 -1.
Gbr. 2-2. Variasi suhu menurut ISA, Tropical Maximum Atmosphere Standard dan
Arctic Minimum Atmosphere.
12
gAh
pA
Gbr. 2-3. Benda silinder kecil dalam media fluida
Oleh karena silinder tersebut dalam keadaan kesetimbangan, maka hubungan persamaan
gaya-gaya yang bekerja
(p p)A A h g - p A 0 .
Pers. 2-20
Pers. 2-21
Pers. 2-22
yang menunjukkan bahwa tekanan bervariasi dengan berubahnya ketinggian dalam fluida.
Persamaan diatas dapat disusun menjadi
dp g dh
Pers. 2-23
2 dp 1
g dh ,
Pers. 2-24
13
Pers. 2-25
exp
p1 1
RTs
Pers. 2-26
dimana
R
p1 1
g /(g LR )
Pers. 2-27
Bab 2. Atmosfir
Mesin-UMS
sigma
1.2067E+0
1.0000E+0
8.2168E-1
6.6885E-1
5.3887E-1
4.2921E-1
3.3756E-1
2.5464E-1
1.8600E-1
1.3589E-1
9.9302E-2
7.2578E-2
5.2660E-2
3.8316E-2
2.7964E-2
2.0470E-2
1.5028E-2
1.1065E-2
8.0709E-3
5.9245E-3
4.3806E-3
3.2615E-3
2.4445E-3
1.8438E-3
1.3992E-3
1.0748E-3
8.3819E-4
6.5759E-4
5.2158E-4
4.1175E-4
3.2344E-4
2.5276E-4
1.9647E-4
1.5185E-4
1.1668E-4
8.9101E-5
6.7601E-5
5.0905E-5
3.7856E-5
2.8001E-5
2.0597E-5
1.5063E-5
1.0950E-5
7.9106E-6
5.6777E-6
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
delta
1.2611E+0
1.0000E+0
7.8462E-1
6.0854E-1
4.6600E-1
3.5185E-1
2.6153E-1
1.9146E-1
1.3985E-1
1.0217E-1
7.4662E-2
5.4569E-2
3.9945E-2
2.9328E-2
2.1597E-2
1.5950E-2
1.1813E-2
8.7740E-3
6.5470E-3
4.9198E-3
3.7218E-3
2.8337E-3
2.1708E-3
1.6727E-3
1.2961E-3
1.0095E-3
7.8728E-4
6.1395E-4
4.7700E-4
3.6869E-4
2.8344E-4
2.1668E-4
1.6468E-4
1.2439E-4
9.3354E-5
6.9593E-5
5.1515E-5
3.7852E-5
2.7635E-5
2.0061E-5
1.4477E-5
1.0384E-5
7.4002E-6
5.2391E-6
3.6835E-6
theta
temp
degK
press
N/sq.m
1.0451
1.0000
0.9549
0.9098
0.8648
0.8198
0.7748
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7585
0.7654
0.7723
0.7792
0.7861
0.7930
0.8112
0.8304
0.8496
0.8688
0.8880
0.9072
0.9263
0.9393
0.9393
0.9336
0.9145
0.8954
0.8763
0.8573
0.8382
0.8191
0.8001
0.7811
0.7620
0.7436
0.7300
0.7164
0.7029
0.6893
0.6758
0.6623
0.6488
301.2
288.1
275.2
262.2
249.2
236.2
223.3
216.6
216.6
216.6
216.6
216.6
218.6
220.6
222.5
224.5
226.5
228.5
233.7
239.3
244.8
250.4
255.9
261.4
266.9
270.6
270.6
269.0
263.5
258.0
252.5
247.0
241.5
236.0
230.5
225.1
219.6
214.3
210.3
206.4
202.5
198.6
194.7
190.8
186.9
1.278E+5
1.013E+5
7.950E+4
6.166E+4
4.722E+4
3.565E+4
2.650E+4
1.940E+4
1.417E+4
1.035E+4
7.565E+3
5.529E+3
4.047E+3
2.972E+3
2.188E+3
1.616E+3
1.197E+3
8.890E+2
6.634E+2
4.985E+2
3.771E+2
2.871E+2
2.200E+2
1.695E+2
1.313E+2
1.023E+2
7.977E+1
6.221E+1
4.833E+1
3.736E+1
2.872E+1
2.196E+1
1.669E+1
1.260E+1
9.459E+0
7.051E+0
5.220E+0
3.835E+0
2.800E+0
2.033E+0
1.467E+0
1.052E+0
7.498E-1
5.308E-1
3.732E-1
geometric altitude
density/sea-level standard density
pressure/sea-level standard pressure
temperature/sea-level standard temperature
temperature
pressure
density
speed of sound
viscosity /10-6
kinematic viscosity
15
dens
a
visc k.visc
kg/cu.m m/sec kg/m-s sq.m/s
1.478E+0
1.225E+0
1.007E+0
8.193E-1
6.601E-1
5.258E-1
4.135E-1
3.119E-1
2.279E-1
1.665E-1
1.216E-1
8.891E-2
6.451E-2
4.694E-2
3.426E-2
2.508E-2
1.841E-2
1.355E-2
9.887E-3
7.257E-3
5.366E-3
3.995E-3
2.995E-3
2.259E-3
1.714E-3
1.317E-3
1.027E-3
8.055E-4
6.389E-4
5.044E-4
3.962E-4
3.096E-4
2.407E-4
1.860E-4
1.429E-4
1.091E-4
8.281E-5
6.236E-5
4.637E-5
3.430E-5
2.523E-5
1.845E-5
1.341E-5
9.690E-6
6.955E-6
347.9
340.3
332.5
324.6
316.5
308.1
299.5
295.1
295.1
295.1
295.1
295.1
296.4
297.7
299.1
300.4
301.7
303.0
306.5
310.1
313.7
317.2
320.7
324.1
327.5
329.8
329.8
328.8
325.4
322.0
318.6
315.1
311.5
308.0
304.4
300.7
297.1
293.4
290.7
288.0
285.3
282.5
279.7
276.9
274.1
18.51
17.89
17.26
16.61
15.95
15.27
14.58
14.22
14.22
14.22
14.22
14.22
14.32
14.43
14.54
14.65
14.75
14.86
15.14
15.43
15.72
16.01
16.29
16.57
16.85
17.04
17.04
16.96
16.68
16.40
16.12
15.84
15.55
15.26
14.97
14.67
14.38
14.08
13.87
13.65
13.43
13.21
12.98
12.76
12.53
1.25E-5
1.46E-5
1.71E-5
2.03E-5
2.42E-5
2.90E-5
3.53E-5
4.56E-5
6.24E-5
8.54E-5
1.17E-4
1.60E-4
2.22E-4
3.07E-4
4.24E-4
5.84E-4
8.01E-4
1.10E-3
1.53E-3
2.13E-3
2.93E-3
4.01E-3
5.44E-3
7.34E-3
9.83E-3
1.29E-2
1.66E-2
2.10E-2
2.61E-2
3.25E-2
4.07E-2
5.11E-2
6.46E-2
8.20E-2
1.05E-1
1.34E-1
1.74E-1
2.26E-1
2.99E-1
3.98E-1
5.32E-1
7.16E-1
9.68E-1
1.32E+0
1.80E+0
Bab 2. Atmosfir
Mesin-UMS
sigma
delta
theta
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0
9.5
10.0
10.5
11.0
11.5
12.0
12.5
13.0
13.5
14.0
14.5
15.0
15.5
16.0
16.5
17.0
17.5
18.0
18.5
19.0
19.5
20.0
1.0489
1.0000
0.9529
0.9075
0.8638
0.8217
0.7812
0.7422
0.7048
0.6689
0.6343
0.6012
0.5694
0.5389
0.5096
0.4816
0.4548
0.4292
0.4047
0.3813
0.3589
0.3376
0.3172
0.2978
0.2755
0.2546
0.2354
0.2176
0.2012
0.1860
0.1720
0.1590
0.1470
0.1359
0.1256
0.1162
0.1074
0.0993
0.0918
0.0849
0.0785
0.0726
1.0607
1.0000
0.9421
0.8870
0.8345
0.7846
0.7372
0.6920
0.6492
0.6085
0.5700
0.5334
0.4988
0.4660
0.4350
0.4057
0.3780
0.3519
0.3272
0.3040
0.2821
0.2615
0.2422
0.2240
0.2071
0.1915
0.1770
0.1636
0.1513
0.1398
0.1293
0.1195
0.1105
0.1022
0.0945
0.0873
0.0808
0.0747
0.0690
0.0638
0.0590
0.0546
1.0113
1.0000
0.9887
0.9774
0.9662
0.9549
0.9436
0.9324
0.9211
0.9098
0.8986
0.8873
0.8760
0.8648
0.8535
0.8423
0.8310
0.8198
0.8085
0.7973
0.7860
0.7748
0.7635
0.7523
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
Note:
alt
sigma
delta
theta
temp
press
dens
a
visc
kvisc
vratio
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
geometric altitude
density/sea-level standard density
pressure/sea-level standard pressure
temperature/sea-level standard temperature
temperature
pressure
density
speed of sound
viscosity /10-6
kinematic viscosity
(ratio of speed of sound to kinematic viscosity) /106
16
k.visc
sq.m/s
vratio
1/m
1.40E-5
1.46E-5
1.52E-5
1.58E-5
1.65E-5
1.71E-5
1.79E-5
1.86E-5
1.94E-5
2.03E-5
2.12E-5
2.21E-5
2.31E-5
2.42E-5
2.53E-5
2.65E-5
2.77E-5
2.90E-5
3.05E-5
3.20E-5
3.36E-5
3.53E-5
3.71E-5
3.90E-5
4.21E-5
4.56E-5
4.93E-5
5.33E-5
5.77E-5
6.24E-5
6.75E-5
7.30E-5
7.90E-5
8.54E-5
9.24E-5
9.99E-5
1.08E-4
1.17E-4
1.26E-4
1.37E-4
1.48E-4
1.60E-4
24.36
23.30
22.27
21.28
20.32
19.39
18.50
17.64
16.81
16.01
15.24
14.50
13.78
13.10
12.44
11.80
11.19
10.61
10.05
9.51
8.99
8.50
8.02
7.57
7.00
6.47
5.99
5.53
5.12
4.73
4.37
4.04
3.74
3.46
3.19
2.95
2.73
2.52
2.33
2.16
2.00
1.85
Bab 2. Atmosfir
Mesin-UMS
17
x
Gbr. 3-4. Aliran Steady: Aliran udara kecepatan V melalui aerofoil
Satu ilustrasi lain diberikan pada .
sedangkan udara tetap dengan koordinat x dan y. Parameter aliran diukur pada lokasi
P(x,y) relatif terhadap udara tetap. Pada saat t1 sayap masih berada di A1. Saat itu P
jaraknya masih jauh terhadap sayap sehingga pengaruhnya sangat kecil. Pada saat t 2 di
18
A2, sayap berada di bawah P sehingga pengaruh sayap terhadap pengukuran di lokasi P
jauh lebih besar dibanding A1. Pada saat t3 pengaruhnya kembali mengecil karena sudah
jau dari P. Dari contoh sederhana ini bisa diambil kesimpulan bahwa hasil pengukuran
di P tidaklah konstan dengan demikian merupakan persoalan tidak steady (unsteady).
Apabila koordinat referensi diubah dari relatif terhadap udara menjadi relatif terhadap
sayap maka menjadi aliran steady seperti yang terjadi di . Persoalan dengan mengubah
referensi koordinat sehingga menyederhanakan dari unsteady ke steady seringkali diberi
istilah persoalan quasi-steady.
y
P(x,y)
A2
A3
A1
t2
t3
t1
x
wake. Di daerah ini parameter aliran berubah dengan cepat sehingga disebut unsteady.
Di lokasi Q, meskipun sebenarnya terjadi wake, namun sangat kecil sehingga masih bisa
dianggap steady.
Disamping aliran steady dan unteady, dalam Aerodinamika juga mempertimbangkan
incompressible dan compressible. Aliran incompressible menggangap massa jenis udara
selalu konstan. Penyederhanaan ini tampak sekali tidak sesuai dengan kenyataan karena
udara mempunyai molekul-molekul sangat renggang sehingga sudah pasti sangat mudah
dapat dimampatkan (compressible). Namun demikian apabila aliran udara mempunyai
kecepatan rendah (kurang dari setengah kecepatan suara) pemampatan udara bisa
dikatakan sangat kecil atau perubahan massa jenis udara diabaikan sehingga diabaikan.
Apabila di suatu lokasi aliran ada yang mempunyai kecepatan diatas setengah kecepatan
suara maka udara akan benar-benar termampatkan dan konsekuensinya massa jenis akan
terjadi perubahan signifikan.
Oleh karena tidak ada fluida yang keluar dinding dalam media fluida kontinyu maka
aliran massa di kedua lokasi akan sama.
1 V1 A1 = 2 V2 A2
Pers. 3-28
2
A2
V2
1
1
A1
V1
Pers. 3-29
Secara umum untuk aliran incompressible dan compressible bisa dinyatakan dalam
bentuk umum:
Aliran Incompressible:
VdA
= konstan
Pers. 3-30
Aliran Compressible
VdA
= konstan
Pers. 3-31
21
p2
V1t
2
2
A2
1
1
p1
V1
V2
V1t
A1
h2
h1
Pers. 3-32
1
V 2 gh konstan.
2
Pers. 3-33
1
V 2 konstan.
2
Pers. 3-34
22
Mesin-UMS
VA = 60 m/s
(relatif terhadap sayap)
A
Vw =150km/h
1000 m
Pengamat
Pengamat
Vw=Vair =150km/h
VA = 60 m/s
(relatif terhadap sayap)
1000 m
23
Mesin-UMS
1
V 2 konstan
2
1
1
2
p air Vair
p A VA2
2
2
Pers. 3-35
Untuk mengetahui tekanan dan massa jenis udara di ketinggian 1000 m, digunakan ISA
dari Tabel 2 -4.
p
air 0.8870
po
0.9075
o
1
2
p A p air Vair
VA2
2
1
V 2 po.
2
Pers. 3-36
Pada lokasi dimana kecepatannya nol disebut titik stagnasi, tekanan di lokasi ini juga
disebut tekanan stagnasi.
24
Mesin-UMS
Apabila ada aliran udara ke suatu benda akan selalu terjadi fenomena di suku sebelah
kiri Pers. 3 -36 dan di setiap lokasi mempunyai tekanan konstan. Tekanan ini merupakan
tekanan total yang terjadi karena tekanan statik karena ketinggian dan tekanan dinamik
karena adanya aliran udara. Tekanan statik umumnya hanya disebut tekanan saja.
p
1
V 2 tekanan total (konstan)
2
Tekanan dinamik
Tekanan statik (tekanan)
Pers. 3-37
dimana
Cp = koefisien tekanan (pressure coefficient),
p1 = tekanan statik di sembarang lokasi dalam bidang aliran yang mempunyai
kecepatan q,
p = tekanan statik di aliran bebas (free stream) yang tidak terganggu benda lain,
v
1
( v 2 q 2 ) ,
2
Pers. 3-38
25
Mesin-UMS
1
v2 q2
2
Cp
1
v 2
2
Pers. 3-39
atau
2
q
v
Cp 1
Pers. 3-40
Dari kedua persamaan kefisien tekanan (Pers. 3 -40 dan Pers. 3 -37) dapat diambil
beebrapa kesimpulan:
a. Apabila Cp positif, maka p >
dan V <
dan V =
dan V >
V .
Di titik stagnasi harga koefisien tekanan Cpo harganya akan selalu sama dengan satu.
Cpo = 1 (selalu)
3.6. Aliran Melalui Tabung Venturi
Tabung Venturi merupakan suatu tabung yang mempunyai penampang bervariasi
dengan konfigurasi penampang mengecil kemudian membesar lagi di ujungnya. Ilustrasi
tabung venturi bisa dilihat pada Gbr. 3 -11.
throat
V1
A1
p1
Vt
A2
At
pt
V2
p2
: A1 V1 = At Vt = A2 V2
26
Pers. 3-41
Bernoulli
Mesin-UMS
1
2
1
2
1
2
2
2
2
: p1 V1 p t Vt p 2 V2
Pers. 3-42
V
B
A
1
1
2
2
VA
= p B V
2
2
Pers. 3-43
2 p A p B
Pers. 3-44
27
Mesin-UMS
atau
2p
Pers. 3-45
Contoh Soal 3- 4
Seorang mahasiswa Teknik Mesin UMS di pedesaan diminta untuk mengukur
kecepatan aliran air yang mengalir dalam suatu pipa. Oleh karena tidak mempunyai airspeed indicator (pitot-static tube) dia memutuskan untuk membuat cara pengukuran
sendiri dengan prinsip pitot-static tube menggunakan satu rangkaian pipa kecil yang diisi
air raksa. Satu ujung ditempatkan ditengah aliran air yang diukur, ujung lainnya dipasang
di dinding (lihat Gbr. 3 -13). Setelah dilakuan pengukuran, terjadi perubahan ketinggian
air raksa setinggi 40 mm. Berapakah kecepatan aliran air tersebut. Spesifik gravity air
raksa SGHg = 13.6, percepatan gravitasi g = 9.81 m/s2.
Jawab:
40 mm
Air raksa
2p
2 air gh (SG Hg 1)
air
2gh (SG Hg 1)
28
Mesin-UMS
manometer dengan media zar cair. Untuk pesawat terbang, sistem manometer dengan zat
cair tidak bisa diterapkan, sebagai gantinya biasa menggunakan aneroid barometric
capsule atau menggunakan pressure transducer.
Aneroid barometer capsule berupa suatu kapsul berlubang.
perbedaan tekanan total dan statik, akan menyebabkan kapsul tersebut akan mengembang.
Expansi kapsul kemudian dihubungkan ke mekanisme jarum penunjuk kecepatan.
Kecepatan ini merupakan kecepatan yang terbaca atau Indicated Air Speed (IAS).
Pressure transducer merupakan sensor elektronik pembaca perbedaan tekanan yang
kemudian bisa dikalibrasi ke penunjuk kecepatan aliran udara.
Kecepatan suatu pesawat terbang relatif terhadap udara dinamakan kecepatan
sesungguhnya atau True Air Speed (TAS). Apabila TAS sebesar V m/s namun masih
delam katagori kecepatan rendah di udara dengan massa jenis kg/m3, maka perbedaan
tekanan yang terjadi di aneroid capsule
p =
1
V 2
2
Pers. 3-46
1
o VE2 .
2
Pers. 3-47
Dari Pers. 3 -46 dan Pers. 3 -46 diperoleh hubungan EAS (VE) dari TAS (V).
VE V
V
o
Pers. 3-48
dimana = /o, yaitu rasio massa jenis udara sekitar terhadap massa jenis di permukaan
laut.
29
Mesin-UMS
cp
cv
Pers. 3-49
Harga rasio panas spesifik tergantung pada suhu, namum demikian dalam
perhitungan aerodinamika biasa dianggap konstan sebesar 1.4, yaitu harga teoritis untuk
gas ideal.
Panas spesifik (cp dan cv) bisa juga dinyatakan dalam konstanta gas R yang besarnya
1
30
Mesin-UMS
R = cp - cv .
Pers. 3-50
Dalam satuan SI, besarnya R sama dengan 287.26 J/kg oK atau 287.26 J/kg oC.
Dengan menggunakan konstanta gas R, maka panas spesifik bisa dituliskan
cp
R
1
Pers. 3-51
cv
1
R
1
Pers. 3-52
RT
1 c p T .
Pers. 3-53
v
.
a
Pers. 3-54
compressible yang tidak ada gesekannya dan tidak terjadi perpindahan panas.
Penerapan aliran isentropik sangat luas dan cukup valid meskipun untuk hal-hal
khusus perlu modifikasi untuk memperhitungan pengaruh gesekan.
Dalam aliran compressible berlaku hubungan:
dp 1 2
v konstan
Pers. 3-55
Mach diambil dari nama fisikawan Austria Ernst Mach. Angka Mach di pesawat terbang merupakan
perbandingan kecepatan pesawat terhadap kecepatan suara di atmosfir sekitar.
31
Untuk menghitung
Mesin-UMS
dp
terlebih dahulu diperkirakan bahwa tekanan p akan berbanding
Pers. 3-56
1/
1 c
Pers. 3-57
1
1/
dp
c1 / p1 (1 / )
1 2
v konstan
2
Pers. 3-58
1
1
v 2 konstan
1 (1 / ) 2
Pers. 3-59
Pers. 3-60
Persamaan ini bukan hanya bisa digunakan pada aliran isentropik tetapi juga aliran
adiabatik seperti misalnya untuk shock waves.
p
Oleh karena = a2 , maka Pers. 3 -60 dapat dinyatakan kedalam bentuk lain
a2
1
v 2 konstan ,
1 2
Pers. 3-61
2
M 2 a 2 konstan .
( 1)
Pers. 3-62
3.8.3. Rasio tekanan, rasio massa jenis dan rasio suhu pada aliran isentropik
Untuk mengetahui rasio tekanan digunakan Pers. 3 -60
p1 1 2
p2 1 2
v1
v2 ,
1 1 2
1 2 2
v 2 2 v12
p1 p 2
2
1 1 2
Pers. 3-63
p
1
p 2
p2
1 2
32
( 1) /
1 .
Pers. 3-64
Mesin-UMS
p1 1
p 2 2
p1
1 v 22 v12
1
p 2
2
a 22
2
dan a 2
p 2
, diperoleh hasil akhir
2
/( 1)
Pers. 3-65
po
1 2
M2
1
M
1
p
2
5
Pers. 3 -65
3.5
Pers. 3-66
1 p1
2 p 2
1/
1 v 22 v12
1
2
a 22
1 /( 1)
Pers. 3-67
o
M2
1
Pers. 3-68
2.5
Pers. 3-69
To/T
Rho0/Rho
Po/P
8
7
Ratio
6
5
4
3
2
1
0
0
0,2
0,4
0,6
0,8
1,2
1,4
1,6
1,8
Gbr. 3-14. Kurva rasio po/p, To/T dan o/, kecepatan 0 s/d 2 Mach.
33
Mesin-UMS
4,5
Rho0/Rho (primary)
Po/P (primary)
To/T (secondary)
120
4
3,5
3
100
2,5
80
2
60
1,5
40
Ratio (secondary)
140
20
0,5
0
2
2,2
2,4
2,6
2,8
3,2
3,4
3,6
3,8
Gbr. 3-15. Kurva rasio po/p, To/T dan o/, kecepatan 2 s/d 4 Mach.
Untuk mencari rasio suhu, digunakan hubungan bahwa T berbanding lurus dengan p/,
sehingga bisa langsung menggunakan perbandingan
T1 p1
T2 p 2
( 1) /
1 v 22 v12
1
2
a 22
Pers. 3-70
To
M 2
1
T
5
Pers. 3-71
, untuk udara (=1.4).
Pers. 3-72
Kurva rasio tekanan, massa jenis dan suhu untuk kecepatan 0 s/d 2 Mach dapat dilihat
pada Gbr. 3 -14, sedangkan untuk kecepatan 2 sampai 4 Mach dilukiskan pada Gbr. 3
-15.
34
Mesin-UMS
Pers. 3-73
Pers. 3-74
Koefisien tekanan stagnasi kemudian bisa dituliskan dalam fungsi angka Mach
C po
po p
0.7 p M
po
1
0.7 M p
Pers. 3-75
po
M 2
1
p
5
7/2
po
M2
1
p
5
7/2
7 M 2
2 5
75 1 M
2 2 2! 5
753 1 M
2 2 2 3! 5
7M 2
7M 4
7M 6
7M 8
10
40
400
16000
7531 1 M
2 2 2 2 4! 5
Pers. 3-76
1
0.7 M
7M 2
7M 4
7M 6
7M 8
10
40
400
16000
M2
M4
7M 6
1
4
40
1600
35
Pers. 3-77
Mesin-UMS
Dari sini bisa dilihat dengan jelas kesalahan koefisien tekanan pada kecepatan tinggi.
Untuk titik stagnasi, koefisien apabila aliran dianggap incompressible hasilnya akan
selalu satu (lihat 3.5).
koefisien tekanan mempunyai harga lebih dari satu dan cenderung meningkat makin
tinggi angka Mach. Harga Cpo menurut Pers. 3 -77 dapat dilihat pada Tabel 3 -5.
Tabel 3-5
Variasi koefisien tekanan di titik stagnasi
M
Cpo
0
1
0.2
1.01
0.4
1.04
0.6
1.09
0.7
1.13
0.8
1.16
0.9
1.22
1.0
1.28
Pada kecepatan M=0.2 kesalahan hanya 1%. Kesalahan ini makin meningkat dengan
meningkatnya kecepatan.
1
M2 M4
v 2 1
2
4
40
seringkali disederhanakan
Tekanan dinamik =
1
M 2
v 2 1
2
4
1
v 2
v 2 1
2
4a 2
36
Mesin-UMS
outlet
inlet
Jawab:
p1 = 350 kPa
T1 = 60 C
V1 = 183 m/s
1
kecepatan suara di saaluran masuk a1 =
a1
RT
v
183
M1 1
0.5
a 1 366
po
M 2
1
p
5
7/2
Saluran masuk 1:
37
p o1
M 2
1 1
p1
5
7/2
M 2
p o1 1 1
M 2
To1 1 1
Mesin-UMS
7/2
0.5 2
p1 1
0.5 2
T1 1
3.5
Saluran keluar 2:
p o 2
M 2
1 2
p 2
5
M 2
p2 1 2
M 2
T2 1 2
7/2
3.5
p o2
1
To 2
385
kPa 139 kPa
2.77
350 o K
262 o K
1.338
Contoh Soal 3- 6:
Alat pengukur kecepatan yang dipasang di pesawat sudah dikalibrasi dengan
menganggap udara incompressible dengan referensi udara standard. Pada saat pesawat
terbang, alat menunjukkan angka 950 km/h.
a. Berapakah kecepatan EAS (Equivalent Air Speed),
b. Berapakah kecepatan sesungguhnya TAS (True Air Speed)
Jawab:
a. Oleh karena alat ukur sudah dikalibrasi dan tidak ada kesalahan instrumen, maka angka
yang ditunjuk sudah merupakan EAS
vE = 950 km/h = 263.9 m/s
b. Menghitung kecepatan sesungguhnya TAS
Perbedaan tekanan di alat ukur
38
po p
Mesin-UMS
1
v E 2
2
Karena kalibrasi menganggap udara incompressible pada massa jenis dan tekanan
udara standard, maka =1.226 kg/m3 dan p=101325 N/m2.
po
1
1
N
v E 2 p (1.226)263.9 101315 144016
2
2
m2
po
M 2
1
p
5
7/2
, maka
2
1 M 1.4212 / 7
M = 0.728
Oleh karena M=v/a ; a=340.3 m/s (udara standard)
maka kecepatan sesungguhnya (TAS) v = M.a = 247.7 m/s = 891.9 km/h
Contoh Soal 3- 7:
Pesawat Garuda DC-9 sedang terbang di atas UMS. Altimeter pesawat tersebut
menunjukkan ketinggian 9 km. Kecepatan sesungguhnya (TAS) pesawat DC-9 tersebut
270 m/s.
a. Berapakah tekanan, massa jenis dan suhu udara menurut ISA, gunakan Tabel 2 -4.
b. Hitunglah kecepatan suara pada ketinggian tersebut.
c. Hitunglah kecepatan TAS menurut angka Mach.
d. Hitunglah kecepatan ekivalen EAS dengan anggapan udara incompressible.
e. Hitunglah kecepatan ekivalen EAS dengan anggapan udara compressible.
Jawab:
a. Menurut ISA (Tabel 2 -4) pada ketinggian 9 km
Tekanan p = 30800 N/m2
39
Mesin-UMS
270
0.89
303.9
po
M 2
1
p
5
7/2
0.89 2
1
7/2
1.673
Tekanan stagnasi:
p o 1.673 p 1.673 (30800) N/m2
Perbedaan tekanan:
p o p 1.673(30800) 30800 20728 N/m 2
po p
vE
2 p o p /
0.3813
=166.7 m/s
40
Mesin-UMS
41
Pada bab sebelumnya sudah diberikan dasar-dasar aliran satu dimensi baik aliran
incompressible maupun compressible khususnya aliran isentropik. Dalam bab ini akan
dibahas fenomena fisik bagaimana aliran udara melalui benda diam.
Disini akan
Pers. 4-78
q
C
ds
q cos ds
Pers. 4-79
42
q=k/r
k
2r 2k
r
Pers. 4-80
43
Garis ABCD disebut garis streamline pembagi karena memisahkan aliran yang
melewati bagian atas dan bagian baah lingkaran.
stagnasinya.
Garis-garis streamline dibagian atas dan bawah lingkaran mempunyai jarak antara
yang saling berdekatan, sedangkan di depan dan belakang lingkaran jarak antaranya lebih
renggang.
Hali ini menunjukkan kecepatan dibagian atas dan bawah lebih tinggi
besarnya sirkulasi dan kecepatan aliran bebasnya, atau tergantung dari rasio /V.
b. Pengaruh adanya sirkulasi biasanya dengan meningkatnya kecepatan diatas permukaan
silinder dan menurunnya kecepatan di bawah silinder.
Meningkatnya kecepatan
44
c. Bagian bawah silinder terjadi kenaikan tekanan sedangkan bagian atasnya ada
penurunan tekanan, sehingga timbul lift, yaitu gaya angkat terhadap benda.
Timbulnya lift karena adanya sirkulasi dapat didemonstrasikan dengan pemutaran
silinder yang permukaannya kasar di udara yang mengalir. Dengan pemutaran silinder
kasar ini, udara akan ikut berputar dan kecepatannya bertambah, sehingga terjadi
fenomena sirkulasi. Hal ini dikenal dengan Magnus effect.
4.2. Pembagian Daerah Kecepatan Aliran Udara
Kesuksesan penerbangan berawak dimulai sejak 17 Desember 1903, ketika dua
bersaudara Orville dan Wilbur Wright berhasil terbang ke udara diatas bukit pasir di
North Carolina dengan pesawatnya Flier I yang sangat bersejarah. Kesuksesan mereka
berlanjut sampai sekarang dengan munculnya pesawat-pesawat subsonic, supersonic
bahkan hypersonic. Diabad ke duapuluh, penerapan udara compressible semakin banyak
di permasalahan teknik secara umum meskipun yang paling sering dijumpai hanya di
dunia pesawat dan peroketan.
Dengan semakin bervariasinya kecepatan, maka perlu didefinisikan daerah kecepatan
aliran berdasarkan kecepatan udara yang melewati bendar aerodinamis seperti yang
ditampilkan pada Gbr. 4 -20 sampai Gbr. 4 -23.
Untuk membedakan daerah kecepatan, yang digunakan sebagai kriteria adalah
kecepatan aliran di daerah sekitar benda aerodinamik, dalam skala angka Mach (M).
Sedangkan yang digunakan sebagai pembeda daerah kecepatan adalah kecepatan aliran
bebas (free-stream) V dalam skala menurut angka Mach (M).
Kecepatan aliran disekitar benda aerodinamik:
M
V
,
a
V
a
Pers. 4-81
,
Pers. 4-82
dimana indeks menunjukkan aliran bebas (jauh dari benda), sedangkan yang tanpa
indeks menunjukkan aliran disekitar benda.
45
Daerah kecepatan aliran dapat dibedakan menjadi 4 kelompok aliran yaitu aliran
subsonic, aliran transonic, aliran supersonic dan aliran hypersonic.
4.2.1. Aliran Subsonic
Aliran subsonic dapat didefinisikan dengan ilustrasi pada Gbr.
4 -20.
Apabila
kecepatan aliran udara bebas yang jauh dari benda (M) kurang dari 0.8 maka kecepatan
aliran di semua tempat disekitar aerofoil (M) akan kurang dari 1.
46
depan (leading edge) akan muncul lonjakan kecepatan yang kedua yang biasa disebut
bow shock. Ilustrasi aliran keceptan ini dapat dilihat pada Gbr. 4 -21(b).
Di depan bow shock, aliran udara masih tetap paralel terhadap aliran bebas. Setelah
melewati bow shock yang mempunyai bidang normal terhadap arah aliran bebas, aliran
udara kemudian menjadi lebih kecil dari 1 M, kemudian akan kembali supersonic hapir
diseluruh lokasi yang diakhiri dengan trailing-edge shock.
Pada Gbr.
kecepatan subsonic dan supersonic di sekitar aerofoil. Karakteristik ini kemudian disebut
aliran transonic yaitu apabila disekitar aerofoil mempunyai campuran ekcepatan subsonic
dan supersonic.
47
Didepan oblique shock, streamlines merupakan garis-garis lurus yang paralel terhadap
aliran bebas, sedangkan dibelakangnya streamlines juga berupa garis-garis lurus tetapi
arahnya sejajar dengan permukaan benda tajam.
48
Apabila terjadi sirkulasi (searah jarum jam), maka pola streamline akan berubah sesuai
dengan seberapa besar sirkulasi yang terjadi. Pola streamline dengan berbagai variasi
sirkulasi dapat dilihat pada Gbr. 4 -25. Pada saat sirkulasi kecil polanya akan seperti
gambar Gbr. 4 -25(a), akan tetapi dengan meningkatnya sirkulasi akan diikuti dengan
turunnya kedua titik stagnasi bagian depan dan belakang aerofoil, lihat Gbr. 4 -25(b).
Dari sini maka dapat dipahami bahwa pada suatu sirkulasi tertentu, garis aliran
dibelakang aerofoil akan tepat berada diujung aerofoil, seperti terlukis pada Gbr. 4
-25(c). Kondisi ini yang disebut dengan kondisi Kutta (Kutta condition).
49
50
51
52
Airfoil atau seringkali dikenal dengan nama Aerofoil merupakan hal yang penting
dipelajari dalam aerodinamika oleh karena sebagian besar analisis akan berkisar di sekitar
airfoil ini. Airfoil adalah suatu bentuk geometri yang apabila ditempatkan di suatu aliran
fluida akan memproduksi gaya angkat (lift) lebih dari gaya hambatan (drag).
Saat ini bentuk geometri yang sangat bervariasi sudah mempunyai standard penamaan
tertentu. Salah satu yang paling sering digunakan di dunia internasional adalah standard
airfoil menurut National Advisory Committee for Aeronautics (NACA).
c
t
Y
d
Untuk mendefinisikan geometri airfoil, ada beberapa ukuran yang sering digunakan
sebagai acuan, yaitu:
a. Chord line, garis XX
Merupakan garis lurus yang menghubungkan pusat kelengkungan leading edge dan
trailing edge.
b. Chord length, c
Merupakan jarak dari titik di kurva leading edge ke titik di trailing edge yang
diperoleh dari perpanjangan garis XX (chord line).
c. Maximum thickness (ketebalan maksimum), t
Merupakan ketebalan maksimum yang diukur tegak lurus terhadap chord line.
Ketebalan airfoil dinyatakan sebagai rasio ketebalan terhadap chord, t/c. Biasanya
untuk kecepatan subsonic besarnya t/c sekitar 12-14%, sedangkan untuk kecepatan
supersonic sangat tipis, sekitar 3-4%.
Apabila geometri airfoil tidak simetris terhadap garis chord, XX, maka ada tambahan
informasi untuk menjelaskan ketidak simetrisan.
Informasi tambahan itu berupa:
a. Camber line, garis YY
Garis ini diperoleh dengan menghubungkan titik-titik tengahan antara bagian atas dan
bawah airfoil.
b. Camber, d
Merupakan jarak maksimum camber line yang diukur dari garis chord. Biasanya
dinyatakan sebagai rasio terhadap chord, d/c. Untuk airofoil kecepatan subsonic, harga
d/c sekitar 2-3%, sedangkan untuk keceptan supersonic bentuknya simetris sehingga
tidak memiliki camber. Rasio d/c seringkali diberi simbol p.
Informasi tambahan lain menyangkut geometri airfoil berupa:
a. Lokasi ketebalan maksimal dan camber dinyatakan dalam persentase chord dari leading
edge. Informasi ini lokasi camber maksimal biasanya diberi simbol m, sedangkan
lokasi ketebalan maksimal diberi simbol k.
b. Incidence atau angle of attack, sudut serang
Memberikan informasi posisi airfoil terhadap aliran udara, diukur berdasarkan sudut
garis chord terhadap aliran bebas.
5.2. Penamaan Airfoil NACA
Nama atau kode penulisan airfoil dapat secara langsung memberikan informasi utama
mengenai bentuk geometri airfoil. Cara pemberian nama airfoil sudah distandardkan
secara internasional menggunakan cara penamaan menurut NACA (National Advisory
Committee for Aeronautics). Berbagai variasi geometri airfoil kemudian bisa dituliskan
dengan kode-kode tertentu menurut NACA.
Ada tujuh jenis cara penamaan menurut NACA yaitu: NACA 4-digit, 4digit modified,
5-digit, 5-digit modified, 16-series, 6-series dan 6A-series.
Secara garis besar akan dijelaskan bagaimana membaca informasi NACA airfoil.
5.2.1. NACA 4-digit
Cara penamaan dengan pemberian kode 4 angka (digit) merupakan cara yang paling
sederhana dan palingmudah.
Penulisan NACA 4 digit mempunyai bentuk: NACA xxxx
Dua digit pertama digunakan untuk memberikan kesimetrisan airfoil sedangkan dua
digit terakhir digunakan sebagai informasi kerampingan penampang airfoil.
Oleh karena informasi ketidaksimetrisan yang biasanya dinyatakan dalam informasi
camber, hanya 2 angka saja pertama, maka dalam sistem NACA 4 digit ini
ketidaksimetrisan dikenal dengan camber 2-digit.
Secara diagram NACA 4-digit bisa diterangkan sebagai berikut:
NACA pmxx
kerampingan
ketidaksimetrisan camber 2 digit
Kerampingan:
Dinyatakan dalam ukuran tidak berdimensi yaitu rasio ketebalan maksimum airfoil
terhadap panjang chord, t/c, yang dinyatakan dalam persen.
Ketidaksimetrisan:
Dijelaskan dengan dua informasi yaitu p dan m. Simbol p merupakan perbandingan
camber maksimal d terhadap panjang chord c, d/c, dalam persen. Sedangkan simbol m
menunjukkan lokasi camber (d) maksimal yang dinyatakan dalam persepuluh chord, dari
leading edge.
Apabila Airfoilnya simetris, maka tidak mempunyai camber, sehingga p=0 dan m=0.
Contoh Soal 5- 8:
Apakah informasi yang ditunjukkan oleh kode NACA 4-digit:
a. NACA 0014
b. NACA 2312
Jawab:
a. Merupakan airfoil yang simetris antara bagian bawah dan atas chord.
Ukuran
Agar memperoleh
informasi yang lebih akurat tentang suatu airfoil, maka NACA 4-digit dimodifikasi
menjadi NACA 4-digit modified dengan ditambahkan garis tengah (dash) dan dua angka
(digit) dibelakangnya.
Bentuknya menjadi: NACA pmxx-ik
Empat digit pertama sama seperti yang sudah dijelaskan si bab sebelumnya (5.2.1).
Angka pertama setelah garis tengah (i) merupakan nomor indeks untuk menjelaskan
radius kelengkungan leading edge. Indeks ini akan digunakan radius leading edge, yang
merupakan fungsi nomor indeks:
( t / c) i
R le 0.5 0.2969
0 .2 6
Pers. 5-83
Apabila nomor indeks i=0 menunjukkan bahwa radiusnya 0 atau di leading edge runcing.
Untuk penggunaan normal indeksnya sama dengan 6.
Angka kedua setelah garis tengah (k) memberikan informasi letak ketebalan (t)
maksimum diukur dari leading edge, dinyatakan dalam persepuluh chord.
Contoh Soal 5- 9:
Terangkan informasi apa yang bisa diambil dari kode airfoil NACA 2312-63
Jawab:
Airfoil ini merupakan airfoil yang tidak simetris. Ukuran ketebalan maksimal besarnya
12 persen dari panjang chord. Lokasi ketebalan maksimal berada pada jarak 0.3 chord,
dari leading edge.
Ukuran camber (d) sebesar 2 persen panjang chord, sedangkan lokasi camber terbesar ada
di 3 persepuluh (0.3) chord.
Radius kelengkungan di leading edge mempunyai nomor indeks 6
5.2.3. NACA 5-digit
Pada sistem NACA 4-digit ukuran ketidaksimetrisan airfoil dinyatakan dengan camber
2-digit, yang kodenya dituliskan di dua angka pertama. Pada sistem NACA 5 digit,
ketidak simetrisan airfoil dinyatakan dengan sistem 3 digit, oleh karena itu kodenya
terderi 3 digit untuk ketidak simetrisan dan 2 digit tetap sama untuk kerampingan.
Bentuknya NACA 5-digit menjadi NACA yyyxx
Angka pertama menunjukkan dua pertiga dari koefisien angkat (corfficient of lift),
yang dinyatakan dalam persepuluh. Biasanya angkanya 2.
Angka kedua menunjukkan lokasi camber (d) maksimal yang dinyatakan dalam
persepuluh chord, dari leading edge.
Angka ketiga menunjukkan reflex trailing edge. Apabila harganya 0, nonreflex traling
edge, sedangkan 1 berarti reflex trailing edge. Pada sistem reflex terjadi pembalikan
radius camber line menjelang trailing edge. Apabila radius kurva garis camber negatif,
maka menjelang akhir airfoil di trailing edge akan membalik menjadi positif.
Dua angka terakhir menunjukkan kerampingan airfoil yang dinyatakan dalam rasio t/c
(dalam persen).
Airfoil yang umum dalam NACA 5-digit mempunyai 3 digit pertama seperti pada
Tabel 5-6
3-digit pertama NACA 5-digit dan 5-digit modified
Non-Reflex
210
220
230
240
250
Reflex
221
231
241
251
Angka pertama setelah angka 16- menunjukkan koefisien gaya angkat (lift coefficient).
Informasi ketidak simetrisan lainnya sama sekali tidak dimunculkan dalam sistem ini.
Bila airfoil simetris angka pertama ini sama dengan 0.
Dua angka terakhir menunjukkan kerampingan airfoil yaitu persentase t/c.
Contoh Soal 5- 11:
Tuliskan ke dalam sistem NACA 4-digit modified: NACA 16-014
Jawab:
NACA 16-014 identik dengan NACA 0014-45
5.2.6. NACA 6-series
Profil ketebalan dinyatakan dengan kode mulai 63 sampai 67. Kemudian tiga angka
terakhir penjelasannya sama dengan dengan NACA 16-series. Data mengenai profil
ketebalan tidak dimunculkan dalam sistem ini, tetapi hanya diganti dengan kode 63
sampai 67.
Sebagai contoh penulisan: NACA 63-010, NACA 65-012, NACA 64-212
5.2.7. NACA 6A-series
Profil ketebalan dinyatakan dengan kode 63A, 64A dan 65A. Kemudian tiga angka
terakhir penjelasannya sama dengan dengan NACA 16-series dan NACA 6-series. Pada
sistem ini garis tengan (dash) diganti dengan huruf A.
Sebagai contoh penulisan: NACA 63A010, NACA 65A012, NACA 64A212.
5.3. Program komputer untuk menggambar airfoil
Banyak program-program komputer yang dikembangkan di berbagai penjuru dunia
untuk memudahkan para perancang airfoil melaksanakan tugasnya.
Salah satu diantaranya adalah yang ditulis oleh Ralph Carmichael dari PDAS (Public
Domain Aeronautical Software). Program ini baik sekali bagi yang mempelajari Airfoil
tingkat dasar karena data masukannya benar-benar harus dikontrol oleh pemakainya,
artinya pemakai harus mengerti benar parameter-parameter untuk menggambarkan airfoil.
Sebagai salah satu contoh masukan yang diperlukan untuk menggambarkan airfoil
NACA 23012-64 dapat dilihat dibawah ini:
This is a 0012-64 thickness (four-digit-modified) with a 230 mean line.
&INPUT4
NAME
= 'NACA 23012-64',
PROFILE = '4-DIGITMOD',
TOC = 0.12,
RLE = 0.01587,
XM = 0.4,
D1 = 0.315,
CAMBER = '3-DIGIT',
CMB = 15.957,
CM = 0.2025,
&END
Hasil visualisasi geometri NACA 23012-64 dapt dilihat pada Gbr. 5 -29.
Gbr. 5-29. Bentuk geometri NACA 23012-64 dalam poscript (ps) file
Contoh lainnya adalah program komputer NVFoil yang dikembangkan Faculty of
Engineering of the University of Napoli, Italy. Interaksi pemakai untuk mengkontrol
masukan-masukan sudah tidak penuh. Program ini mudah digunakan tetapi memerlukan
pengetahuan agar memperoleh hasil yang diharapkan. Selain memberikan ukuran dan
visualisasi geometri airfoil standard NACA, juga memberikan prediksi koefisien gaya-
gaya aerodinamik dengan variasi besar sudut serang. Penampilan program ini bisa dilihat
pada Gbr. 5 -30.
Gbr. 5-30. Program komputer NVFoil untuk menggambar NACA airfoil dan menghitung
koefisien gaya aerodinamiknya.
5.4. Daftar Acuan
1. Ladson,C.L.; Brooks,C.W.Jr.;Hill,A.S., Computer Program to Obtain Ordinates for
NACA Aerofoils, National Aeronautics and Space Administration (NASA) Technical
Memorandum 4741, December 1996.
2. Clancy,L.J., Aerodynamics, Pitman Publishing Limited, 2nd, 1978.
3. Ladson,C.L.;Brooks,C.W.Jr., Development of a Computer Program to Obtain
Ordinates for NACA-6 and 6A-Series Airfoils, NASA TM X-3069, 1974.
4. Ladson,C.L.;Brooks,C.W.Jr., Development of a Computer Program to Obtain
Ordinates for NACA 4-Digit, 4-Digid Modified, 5-Digid, and 16-Series Airfoils, NASA
TM-3284, 1975.
5. Carmichael,R.L., Public Domain Computer Programs for the Aeronautical Engineer,
1998.