Anda di halaman 1dari 61

AERODINAMIKA

Ir Sarjito MT PhD

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERISITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

DAFTAR ISI
BAB 1. UNIT DAN DIMENSI_________________________________________4
1.1. Dimensi dan Unit (Satuan) Dasar______________________________________________________4
1.2. Pembagi dan Pengali dari Satuan______________________________________________________4
1.3. Satuan Untuk Besaran-Besaran Fisik___________________________________________________5
1.4. Analisis Dimensional_________________________________________________________________6
1.5. Daftar Acuan_______________________________________________________________________9

BAB 2. ATMOSFIR________________________________________________10
2.1. Pendahuluan______________________________________________________________________10
2.2. Internasional Standar Atmosfir_______________________________________________________11
2.2.1. Persamaan Buoyancy dan Pengukuran Tekanan________________________________________13
2.2.2. Perhitungan di Stratosfir (11 km sampai 20 km)_______________________________________14
2.2.3. Perhitungan di Troposfir (0 km sampai 11 km)________________________________________14
2.2.4. Program Komputer untuk membuat Tabel ISA_________________________________________14
2.2.5. Tabel ISA______________________________________________________________________15
2.3. Daftar Acuan______________________________________________________________________18

BAB 3. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI_19


3.1. Beberapa Istilah Dasar Dalam Aerodinamika___________________________________________19
3.2. Persamaan Kontinuitas_____________________________________________________________21
3.3. Teorema Bernoulli untuk aliran incompressible_________________________________________23
3.4. Tekanan Dinamik, Tekanan Statik dan Tekanan Total____________________________________25
3.5. Koefisien Tekanan__________________________________________________________________26
3.6. Aliran Melalui Tabung Venturi_______________________________________________________27
3.7. Pengukuran Kecepatan (kecepatan rendah)____________________________________________28
3.7.1. Prinsip alat pengukur kecepatan____________________________________________________28
3.7.2. Beberapa definisi kecepatan_______________________________________________________30
3.8. Aliran kecepatan tinggi______________________________________________________________31
3.8.1. Rasio panas spesifik, kecepatan suara dalam gas dan angka Mach_________________________31
3.8.2. Aliran Isentropik________________________________________________________________32
3.8.3. Rasio tekanan, rasio massa jenis dan rasio suhu pada aliran isentropik______________________34
3.8.4. Koefisien tekanan untuk kecepatan tinggi____________________________________________36
3.8.5. Pengukuran aliran kecepatan tinggi_________________________________________________38

ii

3.9. Contoh Persoalan__________________________________________________________________38


3.10. Daftar Acuan_____________________________________________________________________43

BAB 4. FENOMENA ALIRAN UDARA________________________________44


4.1. Sirkulasi__________________________________________________________________________44
4.1.1. Silinder tanpa sirkulasi___________________________________________________________45
4.1.2. Silinder dengan sirkulasi__________________________________________________________46
4.2. Pembagian Daerah Kecepatan Aliran Udara____________________________________________47
4.2.1. Aliran Subsonic_________________________________________________________________48
4.2.2. Aliran Transonic________________________________________________________________48
4.2.3. Aliran Supersonic_______________________________________________________________49
4.2.4. Aliran Hypersonic_______________________________________________________________50
4.3. Aliran melalui sayap pesawat (airfoil)_________________________________________________50
4.4. Keserupaan geometri dan keserupaan dinamik_________________________________________52
4.5. Daftar Acuan______________________________________________________________________53

BAB 5. STANDARD PENAMAAN AIRFOIL____________________________54


5.1. Dimensi dan geometri airfoil_________________________________________________________54
5.2. Penamaan Airfoil NACA____________________________________________________________56
5.2.1. NACA 4-digit__________________________________________________________________56
5.2.2. NACA 4-digit modified___________________________________________________________57
5.2.3. NACA 5-digit__________________________________________________________________58
5.2.4. NACA 5-digit modified___________________________________________________________59
5.2.5. NACA 16-series________________________________________________________________59
5.2.6. NACA 6-series_________________________________________________________________60
5.2.7. NACA 6A-series________________________________________________________________60
5.3. Program komputer untuk menggambar airfoil__________________________________________60
5.4. Daftar Acuan______________________________________________________________________62

iii

BAB 1. UNIT DAN DIMENSI

Kegiatan pengukuran dan perhitungan akan selalu diperlukan di semua bidang ilmu
sains. Untuk pelaksanaan kegiatan tersebut suatu sistem yang menyatakan besaran sangat
dibutuhkan. Saat ini sudah ada satu sistem yang bisa digunakan disemua cabang ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Sistem tersebut dikenal dengan Systeme International

dUnites, atau biasa dikenal dengan singkatan sistem SI.


Dalam sistem perhitungan, perlu dibedakan antara Dimensi dan Unit (satuan). Unit
(satuan) menyatakan sejumlah ukuran kuantitas, sedangkan Dimensi menunjukkan
kualitas ukuran. Dengan konsep ini untuk menunjukkan perpindahan benda dari satu
tempat ke tempat lain, biasanya dalam x meter. Disini meter merupakan unit (satuan)
karena menunjukkan ukuran kuantitas sedangkan kualitas yang diukur merupakan
panjang, yaitu sebesar x meter.
1.1. Dimensi dan Unit (Satuan) Dasar
Dimensi mempunyai 4 dasar yang bisa digunakan untuk menunjukkan besaran fisik.
Keempat dimensi dasar tersebut yaitu: massa [M], panjang [L], waktu [T] dan suhu [].
Unit (Satuan) dasar biasanya dinyatakan dengan singkatan, misalnya:
kg menyatakan kilogram,
m menyatakan meter,
s untuk detik,
O

C untuk derajat Celsius, serta

K menyatakan Kelvin.
1.2. Pembagi dan Pengali dari Satuan
Seringkali unit dasar yang sudah dituliskan diatas kurang sesuai apabila untuk
menyatakan ukuran yang terlalu besar atau yang terlalu kecil. Pada kasus-kasus yang

demikian, satuan bisa diberikan simbol pembagi atau pengali. Pengali atau pembagi
dituliskan didepan satuan dasar.
Sebagai ilustrasi, dibawah ini diberikan beberapa pengali dan pembagi satuan.
Pengali:
M (mega) : pengali satu juta,
k (kilo)

: pengali seribu.

Pembagi:
m (mili)

: pembagi seperseribu.

contoh:
1 MW = 1000000 W
1 mm = 0.001 m
1.3. Satuan Untuk Besaran-Besaran Fisik
Dengan menggunakan empat dimensi dasar dapat digunakan untuk mendifinisikan
dimensi dan satuan besaran-besarn fisik lainnya. Beberapa dimensi dan unit yang sudah
sering digunakan, khususnya dalam Aerodinamika bisa dilihat di .
Untuk mencari unit dan dimensi kuantitas yang lebih kompleks, harus menerapkan
prinsip homogenitas dimensi, yaitu dimensi di kedua suku persamaan harus sama.
Sebagai contoh untuk menemukan dimesi Gaya (Force), persamaannya ditulis terlebih
dahulu:
Gaya = massa x percepatan
dengan percepatan = kecepatan / waktu
Apabila dituliskan dimensinya:
Gaya = [M] x [(LT-1) / T] = [MLT-2]
Dari dimensi ini kemudian bisa dituliskan satuannya yaitu kg m s-2.
Oleh karena gaya satuannya biasa dinyatakan dalam N (Newton) maka dapat disimpulkan
1 N = 1 kg m s-2
5

Tabel 1-1. Satuan dan Dimensi


Kuantitas
Length
Mass
Time
Temperature
Area
Volume
Speed
Acceleration
Angle
Angular velocity
Angular acceleration
Frequency
Density
Force
Stress
Strain
Pressure
Energy Work
Power
Moment
Absolute viscosity
Kinematic viscosity
Bulk elasticity

Dimensi
L
M
T

L2
L3
LT-1
LT-2
1
T-1
T-2
T-1
ML-3
MLT-2
ML-1T-2
1
ML-1T-2
ML2T-2
ML2T-3
ML2T-2
ML-1T-1
L2T-1
ML-1T-2

Unit (nama dan singkatan)


Metre (m)
Kilogram (kg)
Second (s)
Degree Celcius (OC), Kelvin (OK)
Square metres (m2)
Cubic metre (m3)
Metre per second (ms-1)
Metre per second per second (ms-2)
Radian or degree (O), dimensionless
Radians pe second (s-1)
Radians per second per second (s-2)
Cycles per second, Hertz (s-1)
Kilogram per cubic metre (kg m-3)
Newton N (kg m s-2)
Newton per square metre (N m-2)
Expressed as %
Newtons per square metre (N m-2)
Joule (J)
Joule/Sec = Watt (W)
Newton metre (N m)
Kilogram per metre second (kg m-1 s-1)
Metre squared per second (m2 s-1)
Newtons per square metre (N m-2)

1.4. Analisis Dimensional


Dimensi seringkali digunakan untuk menentukan atau menguji hubungan suatu
parameter fisik dengan parameter-parameter lainnya. Agar lebih memahami bagaimana
analisis dimensional dilakukan, akan diberikan beberapa contoh penerapannya.
Contoh Soal 1- 1:
Persamaan untuk menentukan periode osilasi bandul sederhana akan dilakukan dengan
analisis dimensional.
Jawab:
Sebagai awal memerlukan suatu anggapan yang masuk akal tentang parameter yang
memperngaruhi periode osilasi bandul.
6

Asumsi: osilasi bandul dipengaruhi oleh panjang tali bandul, l, percepatan gravitasi, g,
dan massa bandul, m. Anggapan ini bisa ditulis dengan cara matematika
P = f(l,g,m) ,

Pers. 1-1

dimana f merupakan fungsi yang belum diketahui.


Langkah berikutnya adalah fungsi diatas (Pers. 1 -1) dianggap dapt dinyatakan dalam
bentuk pangkat perubah bebas (indepentdent variables).

Disamping itu Pers.

1 -1

dikalikan dengan suatu konstanta. Persamaan yang baru menjadi:


P = k. l g m ,

Pers. 1-2

dimana , , dan merupakan perubah bebas dan k adalah konstanta.


Langkah selanjutnya menyamakan dimensi suku kiri dan suku kanan dari Pers. 1 -2.
Periode osilasi sudah diketahui yaitu dalam detik (second) dengan dimensi T.
T = L [LT-2] M

Pers. 1-3

M0 L0 T1 = L L T-2 M

Pers. 1-4

atau

Dengan prinsip homogenitas dimensi, persamaan ini pangkatnya harus disamakan


+=0,

Pers. 1-5

-2 = 1 , dan

Pers. 1-6

=0

Pers. 1-7

Dari hubungan ketiga persamaan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa


= - dan = .
Hasilnya kemudian dimasukkan kedalam Pers. 1 -2 menjadi persamaan untuk menhitung
perioda osilasi bandul.
P k l1/2 g 1 / 2 k

l
g

Pers. 1-8

Dari contoh ini bisa memberikan gambaran bahwa analisis dimensional sangatlah
penting untuk menemukan hubungan antara parameter-parameter yang mempengaruhi
suatu besaran fisik.

Bab 1. Unit dan Dimensi

Mesin-UMS

Contoh Soal 1- 2:
Apabila aliran fluida melalui suatu silinder yang sumbunya tegak lurus terhadap arah
aliran, maka akan terjadi pusaran fluida dibelakang silinder yang disebut pusaran Eddy
yang frekuensinya tergantung beberapa faktor yaitu ukuran silinder (d), kecepatan aliran
(v), masa jenis fluida () dan viskositas fluida .

Diminta untuk mendefinisikan

persamaan untuk menghirung frekuensi pusaran Eddy.


Jawab:
Frekuensi pusaran Eddy merupakan fungsi d, v, dan ,
n = f(d,v,,) ,

Pers. 1-9

kemudian dituliskan dalam bentuk umum:


n = k d v .

Pers. 1-10

Dari persamaan ini baru dilakukan analisis dimensional


T-1 = L [LT-1] [ML-3] [L2T-1], atau

Pers. 1-11

M0 L0 T-1 = L L T- M L-3 L2 T-

Pers. 1-12

M0 L0 T-1 = L+-3+2 T-- M

Pers. 1-13

Dimensi suku sebelah kiri dan sebelah kanan harus sama


Massa M

0=

Pers. 1-14

Panjang L

0 = +-3+2

Pers. 1-15

Waktu T

-1 = - -

Pers. 1-16

Disini ada tiga persamaan dengan empat variabel yang tidak diketahui, oleh karena itu
ada salah satu variabel yang tidak bisa diketahui, dipilh . Dengan demikian variable
lainnya masih dinyatakan dalam .
=0
=1-
= -1 -
Selanjutnya dimasukkan ke Pers. 1 -10 menjadi:
n = k d(-1-) v(1-) 0 .

Pers. 1-17
8

Bab 1. Unit dan Dimensi

Mesin-UMS

Akhirnya persamaan ini bisa disusun kembali


nk

v vd

Pers. 1-18

atau bisa juga ditulis


vd
nd
,
g
v

Pers. 1-19

dimana g merupakan fungsi pengganti k dan indeks yang masih belum diketahui.

1.5. Daftar Acuan


1. Houghton,E.L.; Carruthers,N.B., Aerodynamics for Engineering Students, Edward
Arnold A division of Hodder & Stoughton, Third Edition, 1982.
2. Clancy,L.J., Aerodynamics, Pitman Publishing Limited, 1978.

BAB 2. ATMOSFIR

2.1. Pendahuluan
Perilaku suatu benda aerodinamik dalam fluida yang mengalir dipengaruhi oleh sifat
fisik dari fluida itu sendiri. Pesawat, sebagai benda aerodinamik, beroperasi dalam massa
fluida yang berada disekeliling dan diatas permukaan bumi.

Massa udara diatas

permukaan bumi inilah yang disebut Atmosfir. Oleh karena itu, sebelum mempelajari
benda aerodinamik, perlu terlebih dahulu mengenal sifat-sifat atmosfir sebagai media
operasi dari pesawat.
Atmosfir pada dasarnya merupakan suatu campuran gas yang unsure utamanya berupa
Oxygen dan Nitrogen.

Selain kedua unsur gas tersebut juga mengandung gas lain

termasuk hydrogen, helium, argon, krypton, dan neon. Dalam perhitungan aerodinamika,
sampai ketinggian tertentu, campuran gas tersebut variasinya sangat kecil sehingga
dianggap campuran gas homogen dengan komposisi seragam.

Gbr. 2-1. Pembagian lapisan International Standard Atmosphere


10

Atmosfir dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu Troposfir dan Stratosfir. Troposfir
merupakan lapisan atmosfir yang rendah dan dekat permukaan bumi sampai 11 km. Pada
lapisan bawah ini, suhu udara akan turun secara linier sebanding dengan kenaikan
ketinggian. Diatas lapisan bawah merupakan lapisan stratosfir (diatas 11 km). Pada
lapisan ini suhu udara tidak banyak mengalami perubahan, bahkan bisa dikatakan
konstan. Batas kedua lapisan tersebut dikenal dengan Tropopause. Ilustrasi pembagian
atmosfir dapt dilihat pada Gbr. 2 -1.
Diantara sifat-sifat atmosfir, yang paling penting untuk dikenal adalah:
a. Suhu. Disamping satuan Celsius, seringkali dinyatakan juga dalam Kelvin.
b. Tekanan. Terminologi tekanan menyatakan gaya per satuan luas yang ditimbulkan
udara ke benda pada keadaan statik tetapi bukan karena adanya gerakan benda.
Tekanan lain akibat adanya gerak akan digunakan terminology secara spesifik seperti
teanan dinamik. Oleh karena itu apabila disebut tekanan selalu berarti tekanan statik.
c. Massa jenis. Massa jenis yaitu jumlah massa per satuan volume.
d. Viskositas. Berupa tegangan tangensial terdistribusi yang terjadi pada fluida saat ada
gerakan relatif terhadap fluida.
2.2. Internasional Standar Atmosfir
Untuk membantu para perancang dan operator pesawat terbang, satu persetujuan
tentang sifat-sifat atmosfir dituangkan dalam ISA 1976 (International Standard
Atmosphere). ISA ini didefinisikan menggunakan perhitungan referensi tekanan dan
suhu di permukaan laut, kemudian dihitung variasinya sebagai fungsi ketinggian. Data
dalam ISA merupakan data rata-rata yang diambil sepanjang tahun.
Tekanan, massa jenis dan suhu udara di permukaan laut yang digunakan standard adalah:
Tekanan (p0)

= 101325.0 N/m2

Massa jenis (0)

= 1.2250 kg/m3

Suhu (T0)

= 288.13 OK

Kecepatan suara (a0) = 340.3 m/s

11

Khusus untuk suhu udara dibagi menjadi 7 lapisan berdasarkan tingkat penurunan
suhunya (lapse rate). Di lapisan pertama (0 sampai 11 km) terjadi penurunan suhu
dengan tingkat penurunan sebesar 6.5 K/km. Dilapisan kedua (11 sampai 20 km) tidak
ada penurunan suhu, sedangkan di lapisan ketiga justru ada kenaikan suhu. Adapun data
lengkap penurunan suhu (lapse time) di ketujuh lapisan dapat dilihat di Tabel 2 -2.
Tabel 2-2. ISA Temperature Lapse rate
Ketinggian
Lapse rate
geopotensial (km)
0 11
-6.5
11 20
0.0
20 32
1.0
32 - 47
2.8
47 51
0.0
51 71
-2.8
71 84.852
-2.0
Catatan: 84.552 km(geopotential) = 86 km(gemetric)
Sebagai gambaran variasi suhu dari ketinggian 0 km sampai 16 km menurut ISA dan
dua standard lainnya (Tropical Maximum Atmosphere Standard dan Arctic Minimum
Atmosphere) dapat dilihat pada Gbr. 2 -1.

Gbr. 2-2. Variasi suhu menurut ISA, Tropical Maximum Atmosphere Standard dan
Arctic Minimum Atmosphere.
12

2.2.1. Persamaan Buoyancy dan Pengukuran Tekanan


Dengan menganggap suatu benda dalam keadaan kesetimbangan di media fluida yang
valumenya sangat besar, dapat digambarkan sebagai sebuah silinder kecil. Diameter
benda silinder A dan tingginya h.
(p+p)A

gAh

pA
Gbr. 2-3. Benda silinder kecil dalam media fluida
Oleh karena silinder tersebut dalam keadaan kesetimbangan, maka hubungan persamaan
gaya-gaya yang bekerja
(p p)A A h g - p A 0 .

Pers. 2-20

Setelah dibagi dengan A kemudian disederhanakan menjadi


p
g .
h

Pers. 2-21

Oleh karena benda kecil (h mendekati 0), maka


dp
g ,
dh

Pers. 2-22

yang menunjukkan bahwa tekanan bervariasi dengan berubahnya ketinggian dalam fluida.
Persamaan diatas dapat disusun menjadi
dp g dh

Pers. 2-23

Untuk mencari perbedaan tekanan di dua ketinggian maka dapat langsung


diintegralkan
2

2 dp 1

g dh ,

Pers. 2-24
13

sehingga diperoleh persamaan umum pengukuran tekanan


p1 p 2 g (h 2 h 1 )

Pers. 2-25

2.2.2. Perhitungan di Stratosfir (11 km sampai 20 km)


Variasi tekanan dan massa jenis dalam lapisan stratosfir mengikuti persamaan
g (h 1 h 2
p2 2

exp
p1 1
RTs

Pers. 2-26

dimana
R

: konstanta gas (=287.26 J/kg OK),

Ts : suhu konstan di stratosfir (=216.6OK).


2.2.3. Perhitungan di Troposfir (0 km sampai 11 km)
Di lapisan troposfir, perubahan tekanan dan massa jenis mengikuti persamaan
p2 2

p1 1

g /(g LR )

Pers. 2-27

: Lapse rate di daerah troposfir,

2.2.4. Program Komputer untuk membuat Tabel ISA


Untuk mempermudah dan memasyarakatkan ISA ke kalangan akademi dan
professional, sekarang sudah ada beberapa program komputer yang bisa didapat secara
bebas untuk keperluan pendidikan. Salah satunya yaitu yang dikeluarkan oleh PDAS
(Public Domain Computer Programs for Aeronautical Engineers). Untuk perhitungan
standard atmosfir, dapat menggunakan satu program komputer yang dilampirkan di
Lampiran A (dalam Fortran 90) dan Lampiran B (dalam FORTRAN 77).
Hasil keluaran dapat dilihat di Tabel 2 -3 dan Tabel 2 -4.
2.2.5. Tabel ISA
Pada Tabel 2 -3, merupakan table umum yang mencakup ketinggian mulai 2 km
sampai 86 km dengan data dimunculkan setiap 2 km. Pada Tabel 2 -4, dapat dilihat sifatsifat atmosfir mulai 0 sampai 20 km dengan penulisan data setiap 0.5 km.
14

Bab 2. Atmosfir

Mesin-UMS

Tabel 2-3. ISA data setiap 2 km, ketinggian sampai 86 km


alt
Km
-2
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
26
28
30
32
34
36
38
40
42
44
46
48
50
52
54
56
58
60
62
64
66
68
70
72
74
76
78
80
82
84
86
Note:
alt
sigma
delta
theta
temp
press
dens
a
visc
kvisc

sigma
1.2067E+0
1.0000E+0
8.2168E-1
6.6885E-1
5.3887E-1
4.2921E-1
3.3756E-1
2.5464E-1
1.8600E-1
1.3589E-1
9.9302E-2
7.2578E-2
5.2660E-2
3.8316E-2
2.7964E-2
2.0470E-2
1.5028E-2
1.1065E-2
8.0709E-3
5.9245E-3
4.3806E-3
3.2615E-3
2.4445E-3
1.8438E-3
1.3992E-3
1.0748E-3
8.3819E-4
6.5759E-4
5.2158E-4
4.1175E-4
3.2344E-4
2.5276E-4
1.9647E-4
1.5185E-4
1.1668E-4
8.9101E-5
6.7601E-5
5.0905E-5
3.7856E-5
2.8001E-5
2.0597E-5
1.5063E-5
1.0950E-5
7.9106E-6
5.6777E-6
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

delta
1.2611E+0
1.0000E+0
7.8462E-1
6.0854E-1
4.6600E-1
3.5185E-1
2.6153E-1
1.9146E-1
1.3985E-1
1.0217E-1
7.4662E-2
5.4569E-2
3.9945E-2
2.9328E-2
2.1597E-2
1.5950E-2
1.1813E-2
8.7740E-3
6.5470E-3
4.9198E-3
3.7218E-3
2.8337E-3
2.1708E-3
1.6727E-3
1.2961E-3
1.0095E-3
7.8728E-4
6.1395E-4
4.7700E-4
3.6869E-4
2.8344E-4
2.1668E-4
1.6468E-4
1.2439E-4
9.3354E-5
6.9593E-5
5.1515E-5
3.7852E-5
2.7635E-5
2.0061E-5
1.4477E-5
1.0384E-5
7.4002E-6
5.2391E-6
3.6835E-6

theta

temp
degK

press
N/sq.m

1.0451
1.0000
0.9549
0.9098
0.8648
0.8198
0.7748
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7585
0.7654
0.7723
0.7792
0.7861
0.7930
0.8112
0.8304
0.8496
0.8688
0.8880
0.9072
0.9263
0.9393
0.9393
0.9336
0.9145
0.8954
0.8763
0.8573
0.8382
0.8191
0.8001
0.7811
0.7620
0.7436
0.7300
0.7164
0.7029
0.6893
0.6758
0.6623
0.6488

301.2
288.1
275.2
262.2
249.2
236.2
223.3
216.6
216.6
216.6
216.6
216.6
218.6
220.6
222.5
224.5
226.5
228.5
233.7
239.3
244.8
250.4
255.9
261.4
266.9
270.6
270.6
269.0
263.5
258.0
252.5
247.0
241.5
236.0
230.5
225.1
219.6
214.3
210.3
206.4
202.5
198.6
194.7
190.8
186.9

1.278E+5
1.013E+5
7.950E+4
6.166E+4
4.722E+4
3.565E+4
2.650E+4
1.940E+4
1.417E+4
1.035E+4
7.565E+3
5.529E+3
4.047E+3
2.972E+3
2.188E+3
1.616E+3
1.197E+3
8.890E+2
6.634E+2
4.985E+2
3.771E+2
2.871E+2
2.200E+2
1.695E+2
1.313E+2
1.023E+2
7.977E+1
6.221E+1
4.833E+1
3.736E+1
2.872E+1
2.196E+1
1.669E+1
1.260E+1
9.459E+0
7.051E+0
5.220E+0
3.835E+0
2.800E+0
2.033E+0
1.467E+0
1.052E+0
7.498E-1
5.308E-1
3.732E-1

geometric altitude
density/sea-level standard density
pressure/sea-level standard pressure
temperature/sea-level standard temperature
temperature
pressure
density
speed of sound
viscosity /10-6
kinematic viscosity

15

dens
a
visc k.visc
kg/cu.m m/sec kg/m-s sq.m/s
1.478E+0
1.225E+0
1.007E+0
8.193E-1
6.601E-1
5.258E-1
4.135E-1
3.119E-1
2.279E-1
1.665E-1
1.216E-1
8.891E-2
6.451E-2
4.694E-2
3.426E-2
2.508E-2
1.841E-2
1.355E-2
9.887E-3
7.257E-3
5.366E-3
3.995E-3
2.995E-3
2.259E-3
1.714E-3
1.317E-3
1.027E-3
8.055E-4
6.389E-4
5.044E-4
3.962E-4
3.096E-4
2.407E-4
1.860E-4
1.429E-4
1.091E-4
8.281E-5
6.236E-5
4.637E-5
3.430E-5
2.523E-5
1.845E-5
1.341E-5
9.690E-6
6.955E-6

347.9
340.3
332.5
324.6
316.5
308.1
299.5
295.1
295.1
295.1
295.1
295.1
296.4
297.7
299.1
300.4
301.7
303.0
306.5
310.1
313.7
317.2
320.7
324.1
327.5
329.8
329.8
328.8
325.4
322.0
318.6
315.1
311.5
308.0
304.4
300.7
297.1
293.4
290.7
288.0
285.3
282.5
279.7
276.9
274.1

18.51
17.89
17.26
16.61
15.95
15.27
14.58
14.22
14.22
14.22
14.22
14.22
14.32
14.43
14.54
14.65
14.75
14.86
15.14
15.43
15.72
16.01
16.29
16.57
16.85
17.04
17.04
16.96
16.68
16.40
16.12
15.84
15.55
15.26
14.97
14.67
14.38
14.08
13.87
13.65
13.43
13.21
12.98
12.76
12.53

1.25E-5
1.46E-5
1.71E-5
2.03E-5
2.42E-5
2.90E-5
3.53E-5
4.56E-5
6.24E-5
8.54E-5
1.17E-4
1.60E-4
2.22E-4
3.07E-4
4.24E-4
5.84E-4
8.01E-4
1.10E-3
1.53E-3
2.13E-3
2.93E-3
4.01E-3
5.44E-3
7.34E-3
9.83E-3
1.29E-2
1.66E-2
2.10E-2
2.61E-2
3.25E-2
4.07E-2
5.11E-2
6.46E-2
8.20E-2
1.05E-1
1.34E-1
1.74E-1
2.26E-1
2.99E-1
3.98E-1
5.32E-1
7.16E-1
9.68E-1
1.32E+0
1.80E+0

Bab 2. Atmosfir

Mesin-UMS

Tabel 2-4. ISA data setiap 0.5 km, ketinggian sampai 20 km


alt
Km

sigma

delta

theta

temp press dens


a
visc
degK N/sq.m kg/cm m/sec kg/ms

-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
5.0
5.5
6.0
6.5
7.0
7.5
8.0
8.5
9.0
9.5
10.0
10.5
11.0
11.5
12.0
12.5
13.0
13.5
14.0
14.5
15.0
15.5
16.0
16.5
17.0
17.5
18.0
18.5
19.0
19.5
20.0

1.0489
1.0000
0.9529
0.9075
0.8638
0.8217
0.7812
0.7422
0.7048
0.6689
0.6343
0.6012
0.5694
0.5389
0.5096
0.4816
0.4548
0.4292
0.4047
0.3813
0.3589
0.3376
0.3172
0.2978
0.2755
0.2546
0.2354
0.2176
0.2012
0.1860
0.1720
0.1590
0.1470
0.1359
0.1256
0.1162
0.1074
0.0993
0.0918
0.0849
0.0785
0.0726

1.0607
1.0000
0.9421
0.8870
0.8345
0.7846
0.7372
0.6920
0.6492
0.6085
0.5700
0.5334
0.4988
0.4660
0.4350
0.4057
0.3780
0.3519
0.3272
0.3040
0.2821
0.2615
0.2422
0.2240
0.2071
0.1915
0.1770
0.1636
0.1513
0.1398
0.1293
0.1195
0.1105
0.1022
0.0945
0.0873
0.0808
0.0747
0.0690
0.0638
0.0590
0.0546

1.0113
1.0000
0.9887
0.9774
0.9662
0.9549
0.9436
0.9324
0.9211
0.9098
0.8986
0.8873
0.8760
0.8648
0.8535
0.8423
0.8310
0.8198
0.8085
0.7973
0.7860
0.7748
0.7635
0.7523
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519
0.7519

291.4 107478 1.285 342.2 18.05


288.1 101325 1.225 340.3 17.89
284.9 95461 1.167 338.4 17.74
281.7 89876 1.112 336.4 17.58
278.4 84559 1.058 334.5 17.42
275.2 79501 1.007 332.5 17.26
271.9 74691 0.957 330.6 17.10
268.7 70121 0.909 328.6 16.94
265.4 65780 0.863 326.6 16.78
262.2 61660 0.819 324.6 16.61
258.9 57752 0.777 322.6 16.45
255.7 54048 0.736 320.5 16.28
252.4 50539 0.697 318.5 16.12
249.2 47217 0.660 316.5 15.95
245.9 44075 0.624 314.4 15.78
242.7 41105 0.590 312.3 15.61
239.5 38299 0.557 310.2 15.44
236.2 35651 0.526 308.1 15.27
233.0 33154 0.496 306.0 15.10
229.7 30800 0.467 303.8 14.93
226.5 28584 0.440 301.7 14.75
223.3 26499 0.414 299.5 14.58
220.0 24540 0.389 297.4 14.40
216.8 22699 0.365 295.2 14.22
216.6 20984 0.337 295.1 14.22
216.6 19399 0.312 295.1 14.22
216.6 17933 0.288 295.1 14.22
216.6 16579 0.267 295.1 14.22
216.6 15327 0.246 295.1 14.22
216.6 14170 0.228 295.1 14.22
216.6 13100 0.211 295.1 14.22
216.6 12111 0.195 295.1 14.22
216.6 11197 0.180 295.1 14.22
216.6 10352 0.166 295.1 14.22
216.6
9571 0.154 295.1 14.22
216.6
8849 0.142 295.1 14.22
216.6
8182 0.132 295.1 14.22
216.6
7565 0.122 295.1 14.22
216.6
6994 0.112 295.1 14.22
216.6
6467 0.104 295.1 14.22
216.6
5979 0.096 295.1 14.22
216.6
5529 0.089 295.1 14.22

Note:
alt
sigma
delta
theta
temp
press
dens
a
visc
kvisc
vratio

:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:

geometric altitude
density/sea-level standard density
pressure/sea-level standard pressure
temperature/sea-level standard temperature
temperature
pressure
density
speed of sound
viscosity /10-6
kinematic viscosity
(ratio of speed of sound to kinematic viscosity) /106

16

k.visc
sq.m/s

vratio
1/m

1.40E-5
1.46E-5
1.52E-5
1.58E-5
1.65E-5
1.71E-5
1.79E-5
1.86E-5
1.94E-5
2.03E-5
2.12E-5
2.21E-5
2.31E-5
2.42E-5
2.53E-5
2.65E-5
2.77E-5
2.90E-5
3.05E-5
3.20E-5
3.36E-5
3.53E-5
3.71E-5
3.90E-5
4.21E-5
4.56E-5
4.93E-5
5.33E-5
5.77E-5
6.24E-5
6.75E-5
7.30E-5
7.90E-5
8.54E-5
9.24E-5
9.99E-5
1.08E-4
1.17E-4
1.26E-4
1.37E-4
1.48E-4
1.60E-4

24.36
23.30
22.27
21.28
20.32
19.39
18.50
17.64
16.81
16.01
15.24
14.50
13.78
13.10
12.44
11.80
11.19
10.61
10.05
9.51
8.99
8.50
8.02
7.57
7.00
6.47
5.99
5.53
5.12
4.73
4.37
4.04
3.74
3.46
3.19
2.95
2.73
2.52
2.33
2.16
2.00
1.85

Bab 2. Atmosfir

Mesin-UMS

2.3. Daftar Acuan


1. Houghton,E.L.; Carruthers,N.B., Aerodynamics for Engineering Students, Edward
Arnold A division of Hodder & Stoughton, Third Edition, 1982.
2. Clancy,L.J., Aerodynamics, Pitman Publishing Limited, 1978.
3. Kermode,A.C., Flight Without Formulae, How and Why an Aeroplane Flies Explained
in Simple Language, Ptiman Publishing, 4th Ed., 1975.
4. Carmichael,R.L., Public Domain Computer Programs for the Aeronautical Engineer,
1998.

17

BAB 3. ALIRAN COMPRESSIBLE DAN


INCOMPRESSIBLE SATU DIMENSI

3.1. Beberapa Istilah Dasar Dalam Aerodinamika


Sebagai dasar ilmu Aerodinamika dimulai dari aliran satu dimensi ideal dengan media
udara yang mempunyai karakteristik: aliran inviscid, steady dan incompressible.
Yang dimaksud aliran inviscid disini adalah udara dianggap coefisien viskositasnya
nol. Anggapan ini akan benar untuk kondisi tertentu saja. Sebagai contoh apabila ada
aliran udara melewati suatu benda, maka udara dapat dianggap tidak mempunyai
viskosistas di daerah yang jauh dari permukaan benda. Akan tetapi di sekitar permukaan
benda dan dibelakang benda dimana kemungkinan terjadi pusaran viskositas jelas tidak
bisa diabaikan.
Pada aliran steady yaitu pola aliran di seluruh bidang aliran tidak pernah berubah
sebagi fungsi waktu, dengan kata lain kecepatan lokal di setiap titik pada bidang aliran
selalu konstan. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada Gbr. 3 -4, parameter aliran yang
diukur di lokasi P(x,y) tidak akan berubah, walupun aliran terus menerus relatif terhadap
aerofoil tetap.
y
P(x,y)

x
Gbr. 3-4. Aliran Steady: Aliran udara kecepatan V melalui aerofoil
Satu ilustrasi lain diberikan pada .

Aerofoil sekarang dianggap yang bergerak

sedangkan udara tetap dengan koordinat x dan y. Parameter aliran diukur pada lokasi
P(x,y) relatif terhadap udara tetap. Pada saat t1 sayap masih berada di A1. Saat itu P
jaraknya masih jauh terhadap sayap sehingga pengaruhnya sangat kecil. Pada saat t 2 di

18

A2, sayap berada di bawah P sehingga pengaruh sayap terhadap pengukuran di lokasi P
jauh lebih besar dibanding A1. Pada saat t3 pengaruhnya kembali mengecil karena sudah
jau dari P. Dari contoh sederhana ini bisa diambil kesimpulan bahwa hasil pengukuran
di P tidaklah konstan dengan demikian merupakan persoalan tidak steady (unsteady).
Apabila koordinat referensi diubah dari relatif terhadap udara menjadi relatif terhadap
sayap maka menjadi aliran steady seperti yang terjadi di . Persoalan dengan mengubah
referensi koordinat sehingga menyederhanakan dari unsteady ke steady seringkali diberi
istilah persoalan quasi-steady.

y
P(x,y)
A2

A3

A1

t2

t3

t1
x

Gbr. 3-5. Aliran quasi-steady: Aerofoil berkecepatan V melalui udara

Gbr. 3-6. Aliran unsteady


Aliran lainnya adalah aliran unsteady. Untuk menjelaskan aliran ini digunakan contoh
di Gbr. 3 -6. Udara mengalir dari kiri ke kanan melewati silinder. Dibelakang silinder
terjadi pusaran udara yang juga bergerak dengan arah sama dengan arah aliran tetapi
dengan kecepatan lebih rendah. Daerah dibelakang silinder ini (lokasi P) disebut terjadi
19

wake. Di daerah ini parameter aliran berubah dengan cepat sehingga disebut unsteady.
Di lokasi Q, meskipun sebenarnya terjadi wake, namun sangat kecil sehingga masih bisa
dianggap steady.
Disamping aliran steady dan unteady, dalam Aerodinamika juga mempertimbangkan
incompressible dan compressible. Aliran incompressible menggangap massa jenis udara
selalu konstan. Penyederhanaan ini tampak sekali tidak sesuai dengan kenyataan karena
udara mempunyai molekul-molekul sangat renggang sehingga sudah pasti sangat mudah
dapat dimampatkan (compressible). Namun demikian apabila aliran udara mempunyai
kecepatan rendah (kurang dari setengah kecepatan suara) pemampatan udara bisa
dikatakan sangat kecil atau perubahan massa jenis udara diabaikan sehingga diabaikan.
Apabila di suatu lokasi aliran ada yang mempunyai kecepatan diatas setengah kecepatan
suara maka udara akan benar-benar termampatkan dan konsekuensinya massa jenis akan
terjadi perubahan signifikan.

Dari dua penjelasan diatas diperoleh dua perbedaan:

anggapan aliran incompressible hanya untuk low-speed flow, sedangkan aliran


compressible pada high-speed flow.
Untuk menjelaskan aliran udara ada beberapa terminologi yang sering digunakan:
Streamline, Particle Path, Stream Tube dan Stream filament.
Streamline didefinisikan sebagai suatu garis imajiner yang melalui setiap titik pada
bidang aliran. Oleh karena juga berarti batas benda pejal, maka bisa diartikan batas
permukaan yang dilewati aliran.
Particle path merupakan lintasan yang dilalui setiap partikel aliran udara (fluida).
Pada aliran steady vektor kecepatan selalu tangensial (menyinggung) dari particle path
ini, sehingga partcle path akan sama dengan steamline.
Stream tube merupakan permukaan tertutup melalui bidang aliran, sedangkan stram
filament merupakan stream tube yang kecil sekali untuk tiap-tiap partikel aliran.
3.2. Persamaan Kontinuitas
Pada Gbr. 3 -7 menunjukkan aliran inviscid di stream filament. A1 adalah penampang
di lokasi 1 dan A2 penampang lokasi 2. Massa jenis di lokasi 1 dan lokasi 2 yaitu 1 dan
2. Di lokasi 1 kecepatannya V1 dan di lokasi 2, V2.
20

Oleh karena tidak ada fluida yang keluar dinding dalam media fluida kontinyu maka
aliran massa di kedua lokasi akan sama.
1 V1 A1 = 2 V2 A2

Pers. 3-28

2
A2

V2

1
1

A1

V1

Gbr. 3-7. Aliran inviscid di stream filament


Persamaan ini merupakan persamaan kontinuitas, menyatakan bahwa harga V A akan
selalu konstan di semua lokasi.
V A = konstan disepanjang stream filament.

Pers. 3-29

Secara umum untuk aliran incompressible dan compressible bisa dinyatakan dalam
bentuk umum:
Aliran Incompressible:

VdA

= konstan

Pers. 3-30

Aliran Compressible

VdA

= konstan

Pers. 3-31

21

3.3. Teorema Bernoulli untuk aliran incompressible


Bernoulli memberikan teorema untuk aliran inviscid incompressible untuk keadaan
seperti ilustrasi

p2
V1t
2

2
A2

1
1

p1

V1

V2

V1t

A1

h2

h1

Gbr. 3-8. Aliran inviscid incompressible Bernoulli


1
1
p1 V12 gh1 p 2 V22 gh 2 .
2
2

Pers. 3-32

Secara umum bisa dikatakan


p

1
V 2 gh konstan.
2

Pers. 3-33

Untuk perhitungan pesawat terbang yang melayang di atmosfir, harga gh angkanya


sangat kecil dibanding dengan dua suku lainnya. Oleh karena itu bisa diringkas menjadi:
p

1
V 2 konstan.
2

Pers. 3-34

22

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

Contoh Soal Soal 3- 3:


Sebuah pesawat terbang dengan kecepatan 150 km/h di ketinggian 1000 m. Di suatu
titik (titik A) di sayap, kecepatan relatif terhadap sayap adalah 60 m/s. Hitunglah tekanan
yang dialami titik A tersebut.
Jawab:
Persoalan sesungguhnya (Gbr. 3 -9)
Vair = 0 km/h

VA = 60 m/s
(relatif terhadap sayap)

A
Vw =150km/h

1000 m

Pengamat

Gbr. 3-9. Pesawat bergerak, udara tetap.


Pada kasus ini sebenarnya merupakan persoalan unsteady apabila apabila
menggunakan koordinat tetap, yaitu koordinat bumi dimana seorang pengamat berdiri.
Namun demikian persoalan ini bisa diubah menjadi persoaalan steady (quasi-steady) bila
menggunakan koordinat bergerak sesuai dengan gerak sayap pesawat. (penjelasannya
lihat sub-bab 3.1). Dengan pendekatan tersebut, sayap sekarang dianggap tetap tetap
udara yang bergerak (Gbr. 3 -10).

Pengamat

Vw=Vair =150km/h

VA = 60 m/s
(relatif terhadap sayap)

1000 m

Gbr. 3-10. Pesawat tetap, udara bergerak.

23

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

Persaoalan sekarang menjadi persoalan steady, incompressible (kecepatan rendah),


inviscid flow dan perbedaan ketinggian diabaikan. Oleh karena itu Pers. 3 -34 bisa
langsung digunakan.
p

1
V 2 konstan
2

1
1
2
p air Vair
p A VA2
2
2

Pers. 3-35

Untuk mengetahui tekanan dan massa jenis udara di ketinggian 1000 m, digunakan ISA
dari Tabel 2 -4.
p
air 0.8870
po

0.9075
o

Tekanan di permukaan laut po = 101325 N/m2,


massa jenis di permuaan laut o = 1.225 kg/m3.
Maka akan diperoleh tekanan dan massa jenis di ketinggian 1000 m.
Dari Tabel 2 -4 juga bisa diperoleh secara langsung
pair = 89876 N/m2 dan massa jenis = 1.112 kg/m3.
Dengan demikian tekanan di titik A bisa dihitung:

1
2
p A p air Vair
VA2
2

sehingga akan diperoleh pA = 88.6 kPa.


3.4. Tekanan Dinamik, Tekanan Statik dan Tekanan Total
Pada saat kecepatan nol akan terjadi tekanan terbesar. Dengan menghubungkan ke
persamaan Bernoulli, maka akan diperoleh
p

1
V 2 po.
2

Pers. 3-36

Pada lokasi dimana kecepatannya nol disebut titik stagnasi, tekanan di lokasi ini juga
disebut tekanan stagnasi.

24

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

Apabila ada aliran udara ke suatu benda akan selalu terjadi fenomena di suku sebelah
kiri Pers. 3 -36 dan di setiap lokasi mempunyai tekanan konstan. Tekanan ini merupakan
tekanan total yang terjadi karena tekanan statik karena ketinggian dan tekanan dinamik
karena adanya aliran udara. Tekanan statik umumnya hanya disebut tekanan saja.
p

1
V 2 tekanan total (konstan)
2
Tekanan dinamik
Tekanan statik (tekanan)

Dari hubungan dapat diambil esimpulan penting mengenai tekanan:


a. Tekanan total = tekanan statik + tekanan dinamik,
b. Tekanan total selalu konstan di bidang aliran,
c. Tekanan statik dan tekanan dinamik bisa berubah-ubah,
d. Pada titik stagnasi tekanan total sama dengan tekanan statik karena tekanan dinamiknya nol,
e. Di lokasi manapun, tekanan statik atau tekanan dinamik tidak akan melampaui tekanan
total.
3.5. Koefisien Tekanan
Koefisien tekanan aliran incompressible didefinisikan sebagai:
p p
Cp 1
1
v 2

Pers. 3-37

dimana
Cp = koefisien tekanan (pressure coefficient),
p1 = tekanan statik di sembarang lokasi dalam bidang aliran yang mempunyai
kecepatan q,

p = tekanan statik di aliran bebas (free stream) yang tidak terganggu benda lain,
v

= kecepatan aliran di aliran bebas (free stream).

Dari persamaan Bernoulli untuk aliran incompressible:


p1 p

1
( v 2 q 2 ) ,
2

Pers. 3-38
25

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

Memasukkan Pers. 3 -38 ke Pers. 3 -37, koefisien tekanan menjadi:

1
v2 q2
2
Cp
1
v 2
2

Pers. 3-39

atau
2

q
v

Cp 1

Pers. 3-40

Dari kedua persamaan kefisien tekanan (Pers. 3 -40 dan Pers. 3 -37) dapat diambil
beebrapa kesimpulan:
a. Apabila Cp positif, maka p >

dan V <

b. apabila Cp berharga 0, maka p =

dan V =

c. apabila Cp berharga negatif, p <

dan V >

V .

Di titik stagnasi harga koefisien tekanan Cpo harganya akan selalu sama dengan satu.
Cpo = 1 (selalu)
3.6. Aliran Melalui Tabung Venturi
Tabung Venturi merupakan suatu tabung yang mempunyai penampang bervariasi
dengan konfigurasi penampang mengecil kemudian membesar lagi di ujungnya. Ilustrasi
tabung venturi bisa dilihat pada Gbr. 3 -11.

throat

V1

A1
p1

Vt

A2

At
pt

V2

p2

Gbr. 3-11. Tabung Venturi.


Apabila aliran melalui tabung Venturi incompressible, persamaan kontinuitas dan
Bernoulli akan berlaku di ketiga penampangnya.
kontunuitas

: A1 V1 = At Vt = A2 V2

26

Pers. 3-41

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Bernoulli

Mesin-UMS

1
2

1
2

1
2

2
2
2
: p1 V1 p t Vt p 2 V2

Pers. 3-42

Massa udara yang melalui tabung sebanyak A V.


Kecepatan di bagian penampang terkecil (throat) adalah yang tercepat dan tekanannya
terendah.
Penerapan tabung Venturi ini pada terowongan angin (Wind Tunnel) untuk mencapai
kecepatan tinggi, atau untuk mengkontrol kecepatan aliran.
3.7. Pengukuran Kecepatan (kecepatan rendah)
3.7.1. Prinsip alat pengukur kecepatan
Kecepatan pesawat terbang diukur dengan alat pitot-static tube (Gbr. 3 -12) yang
merupakan gabungan pitot tube dan static tube. Kedua tabung dijadikan satu dalam satu
sumbu aksial. Static tube ada dibagian luar sedangkan pitot tube di bagian dalam. Kedua
ujung tabung digabungkan menjadi satu untuk mengukur perbedaan tekanan statik dari
static tube dan tekanan total dari pitot tube.

V
B
A

Gbr. 3-12. Pitot-static tube.


Instrument pitot-static tube, atau pengukur kecepatan (air speed indicator) dipasang di
aliran udara dengan ujung lubang mengarah langsung ke aliran.
pA

1
1
2
2
VA
= p B V
2
2

Pers. 3-43

Oleh karena VA = 0, maka kecepatan aliran udara bisa dihitung


V

2 p A p B

Pers. 3-44

27

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

atau
2p

Pers. 3-45

Contoh Soal 3- 4
Seorang mahasiswa Teknik Mesin UMS di pedesaan diminta untuk mengukur
kecepatan aliran air yang mengalir dalam suatu pipa. Oleh karena tidak mempunyai airspeed indicator (pitot-static tube) dia memutuskan untuk membuat cara pengukuran
sendiri dengan prinsip pitot-static tube menggunakan satu rangkaian pipa kecil yang diisi
air raksa. Satu ujung ditempatkan ditengah aliran air yang diukur, ujung lainnya dipasang
di dinding (lihat Gbr. 3 -13). Setelah dilakuan pengukuran, terjadi perubahan ketinggian
air raksa setinggi 40 mm. Berapakah kecepatan aliran air tersebut. Spesifik gravity air
raksa SGHg = 13.6, percepatan gravitasi g = 9.81 m/s2.
Jawab:

40 mm
Air raksa

Gbr. 3-13. Rangkaian sederhana pengukuran kecepatan


Kecepatan dihitung menurut Pers. 3 -45: V

2p

Spesific gravity SGHg = (Hg/air) = 13.6


p = Hg g h - air g h = air g h (SGHg 1)
V

2 air gh (SG Hg 1)
air

2gh (SG Hg 1)

V = 2 (9.81) 0.004 (13.6-1) = 3.14 m/s

28

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

3.7.2. Beberapa definisi kecepatan


Alat pengukur kecepatan dengan pitot-static tube yang digunakan di labboratorium dan
di pesawat terbang mempunyai perbedaan.

Di laboratorium biasanya digunakan

manometer dengan media zar cair. Untuk pesawat terbang, sistem manometer dengan zat
cair tidak bisa diterapkan, sebagai gantinya biasa menggunakan aneroid barometric
capsule atau menggunakan pressure transducer.
Aneroid barometer capsule berupa suatu kapsul berlubang.

Oleh karena adanya

perbedaan tekanan total dan statik, akan menyebabkan kapsul tersebut akan mengembang.
Expansi kapsul kemudian dihubungkan ke mekanisme jarum penunjuk kecepatan.
Kecepatan ini merupakan kecepatan yang terbaca atau Indicated Air Speed (IAS).
Pressure transducer merupakan sensor elektronik pembaca perbedaan tekanan yang
kemudian bisa dikalibrasi ke penunjuk kecepatan aliran udara.
Kecepatan suatu pesawat terbang relatif terhadap udara dinamakan kecepatan
sesungguhnya atau True Air Speed (TAS). Apabila TAS sebesar V m/s namun masih
delam katagori kecepatan rendah di udara dengan massa jenis kg/m3, maka perbedaan
tekanan yang terjadi di aneroid capsule
p =

1
V 2
2

Pers. 3-46

Misalnya indicator pengukur kecepatan yang dipasang di pesawat terbang dibuat


dengan baik sekali sehingga bisa dikatakan perbedaan tekanan yang diukur dan
dikonversi ke jarum penunjuk kecepatan sangat akurat. Kecepatan yang terbaca bisa di
kalibrasi menjadi kecepatan ekivalen VE atau Equivalent Air Speed (EAS) menggunakan
asumsi udara mempunyai masa jenis standar o = 1.225 kg/m3, melalui persamaan
p =

1
o VE2 .
2

Pers. 3-47

Dari Pers. 3 -46 dan Pers. 3 -46 diperoleh hubungan EAS (VE) dari TAS (V).
VE V

V
o

Pers. 3-48

dimana = /o, yaitu rasio massa jenis udara sekitar terhadap massa jenis di permukaan
laut.
29

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

Secara ringkas ketiga definisi kecepatan bisa disimpulkan sebagai berikut:


a. Indicated Air Speed (IAS) merupakan yang ditunjukkan indikator kecepatan udara yang
masih mengandung kesalahan-kesalahan karena ketidak akuratan alat.
b. Equivalent Air Speed (EAS) merupakan kecepatan yang ditunjukkan oleh alat
pengukur kecepatan yang tidak mempunyai kesalahan dan sudah dikalibrasi.
c. True Air Speed (TAS) merupakan kecepatan pesawat terbang sesungguhnya relatif
terhadap udara.
Operator pesawat terbang (pilot/navigator) perlu mengetahui TAS. Namun demikian
EAS yang diperoleh dengan kalibrasi terhadap asumsi o merupakan suatu pendekatan
yang cukup baik. Agar diperoleh TAS kalibrasi terhadap compressibilitas udara perlu
dipertimbangkan.
3.8. Aliran kecepatan tinggi
3.8.1. Rasio panas spesifik, kecepatan suara dalam gas dan angka Mach
Untuk kecepatan tinggi ada beberapa definisi yang sering digunakan dalam
perhitungan aerodinamika berkecepatan tinggi yaitu rasio panas spesifik (the ratio of
specific heats1), kecepatan sura dalam gas (acoustic speed) dan angka Mach (Mach
number).
Rasio panas spesifik ( )
Rasio panas spesifik merupakan perbandingan panas spesifik pada tekanan konstan
terhadap panas spesifik volume konstan.

cp
cv

Pers. 3-49

Harga rasio panas spesifik tergantung pada suhu, namum demikian dalam
perhitungan aerodinamika biasa dianggap konstan sebesar 1.4, yaitu harga teoritis untuk
gas ideal.
Panas spesifik (cp dan cv) bisa juga dinyatakan dalam konstanta gas R yang besarnya
1

Seringkali juga disebut adiabatic index of the gas

30

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

R = cp - cv .

Pers. 3-50

Dalam satuan SI, besarnya R sama dengan 287.26 J/kg oK atau 287.26 J/kg oC.
Dengan menggunakan konstanta gas R, maka panas spesifik bisa dituliskan
cp

R
1

Pers. 3-51

cv

1
R
1

Pers. 3-52

Kecepatan suara dalam gas (acoustic speed) a


Kecepatan suara dalam gas dinyatakan dalam fungsi rasio panas spesifik, tekanan dan
massa jenis.
a

RT

1 c p T .

Pers. 3-53

Angka Mach (Mach number) M


Angka Mach2 merupakan suatu angka yang menunjukkan kelipatan kecepatan terhadap
kecepatan suara.
M=

v
.
a

Pers. 3-54

3.8.2. Aliran Isentropik


Pada alairan dengan kecepatan tinggi yang terjadi adalah aliran compressible. Salah
satu aliran compressible yang penting dalam cabang ilmu aerodinamika adalah aliran
yang disebut isentropik (isentropic flow).

Aliran isentropik ini merupakan aliran

compressible yang tidak ada gesekannya dan tidak terjadi perpindahan panas.
Penerapan aliran isentropik sangat luas dan cukup valid meskipun untuk hal-hal
khusus perlu modifikasi untuk memperhitungan pengaruh gesekan.
Dalam aliran compressible berlaku hubungan:

dp 1 2
v konstan

Pers. 3-55

Mach diambil dari nama fisikawan Austria Ernst Mach. Angka Mach di pesawat terbang merupakan
perbandingan kecepatan pesawat terhadap kecepatan suara di atmosfir sekitar.

31

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Untuk menghitung

Mesin-UMS

dp
terlebih dahulu diperkirakan bahwa tekanan p akan berbanding

lurus dengan , atau bila ditulis


p c

Pers. 3-56

1/

1 c

Pers. 3-57

dimana c adalah suatu konstanta.


Kemudian apabila Pers. 3 -55 ditulis lagi menggunakan persamaan diatas akan diperoleh
c1 /

1
1/

dp

c1 / p1 (1 / )

1 2
v konstan
2

Pers. 3-58

1
1
v 2 konstan
1 (1 / ) 2

Pers. 3-59

akhirnya akan diperoleh:


p 1 2
v konstan .
1 2

Pers. 3-60

Persamaan ini bukan hanya bisa digunakan pada aliran isentropik tetapi juga aliran
adiabatik seperti misalnya untuk shock waves.
p

Oleh karena = a2 , maka Pers. 3 -60 dapat dinyatakan kedalam bentuk lain
a2
1
v 2 konstan ,
1 2

Pers. 3-61

atau apabila menggunakan angka Mach M2 = v2/a2 bisa ditulis

2
M 2 a 2 konstan .
( 1)

Pers. 3-62

3.8.3. Rasio tekanan, rasio massa jenis dan rasio suhu pada aliran isentropik
Untuk mengetahui rasio tekanan digunakan Pers. 3 -60
p1 1 2
p2 1 2
v1
v2 ,
1 1 2
1 2 2
v 2 2 v12
p1 p 2

2
1 1 2

Pers. 3-63
p
1
p 2

p2

1 2

32

( 1) /

1 .

Pers. 3-64

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

Akhirnya dengan menggunakan

p1 1

p 2 2

p1
1 v 22 v12
1
p 2
2
a 22

2
dan a 2

p 2
, diperoleh hasil akhir
2

/( 1)

Pers. 3-65

Pada titik stagnasi v1=0, p1 = po , p2 = p


/( 1)

po
1 2
M2

1
M
1

p
2
5

Pers. 3 -65

3.5

untuk udara (=1.4).

Pers. 3-66

dapat dinyataan ke dalam persamaan massa jenis :

1 p1

2 p 2

1/

1 v 22 v12
1

2
a 22

1 /( 1)

Pers. 3-67

Dengan cara yang sama seperti rasio tekanan


1 /( 1)
o
1 2
1
M
.

o
M2
1

Pers. 3-68

2.5

, untuk udara (=1.4).

Pers. 3-69

Rasio Po/P, Rho0/Rho, To/T untuk angka Mach:0 s/d 2


9

To/T
Rho0/Rho
Po/P

8
7

Ratio

6
5
4
3
2
1
0
0

0,2

0,4

0,6

0,8

1,2

1,4

1,6

1,8

Mach Num ber

Gbr. 3-14. Kurva rasio po/p, To/T dan o/, kecepatan 0 s/d 2 Mach.
33

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

Rasio Po/P, Rho0/Rho, To/T untuk angka Mach:2 s/d 4


160

4,5

Rho0/Rho (primary)
Po/P (primary)
To/T (secondary)

Ratio (prim ary)

120

4
3,5
3

100

2,5
80
2
60

1,5

40

Ratio (secondary)

140

20

0,5

0
2

2,2

2,4

2,6

2,8

3,2

3,4

3,6

3,8

Mach Num ber

Gbr. 3-15. Kurva rasio po/p, To/T dan o/, kecepatan 2 s/d 4 Mach.
Untuk mencari rasio suhu, digunakan hubungan bahwa T berbanding lurus dengan p/,
sehingga bisa langsung menggunakan perbandingan
T1 p1

T2 p 2

( 1) /

1 v 22 v12
1

2
a 22

Pers. 3-70

Rasio temperatur menjadi


To
1 2
1
M
T
2

To
M 2
1

T
5

Pers. 3-71
, untuk udara (=1.4).

Pers. 3-72

Kurva rasio tekanan, massa jenis dan suhu untuk kecepatan 0 s/d 2 Mach dapat dilihat
pada Gbr. 3 -14, sedangkan untuk kecepatan 2 sampai 4 Mach dilukiskan pada Gbr. 3
-15.

34

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

3.8.4. Koefisien tekanan untuk kecepatan tinggi


Pada Pers. 3 -37 untuk udara incompressible, sudah diperkenalkan Cp. Pada bab ini
akan diperiksa seberapa besar kesalahan asumsi incompresible bila diterapkan pada
kecepatan tinggi.
Dari Pers. 3 -37, penyebut persamaan itu bisa dituliskan dalam bentuk lain sebagai
fungsi panas spesifik rasio (ratio of specific heats) untuk kecepatan tinggi dan kecepatan
suara dalam gas (acoustic speed) a.
1 2 1
1
v2
pv 2 p
v
,
2
2 p
2
a2

Pers. 3-73

atau bisa juga dituliskan dalam angka Mach.


1 2 1
v pM 2 0.7 p M 2 .
2
2

Pers. 3-74

Koefisien tekanan stagnasi kemudian bisa dituliskan dalam fungsi angka Mach
C po

po p
0.7 p M

po

1
0.7 M p

Pers. 3-75

Menurut Pers. 3 -66, rasio tekanan po/p pada kecepatan tinggi

po
M 2
1

p
5

7/2

Berdasarkan teorema binomial,

po
M2
1

p
5

7/2

7 M 2
2 5

75 1 M

2 2 2! 5

753 1 M

2 2 2 3! 5

7M 2
7M 4
7M 6
7M 8

10
40
400
16000

7531 1 M

2 2 2 2 4! 5

Pers. 3-76

Kemudian disubstitusi ke Pers. 3 -75 menjadi


C po

1
0.7 M

7M 2

7M 4
7M 6
7M 8


10

40
400
16000

M2
M4
7M 6
1

4
40
1600

35

Pers. 3-77

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

Dari sini bisa dilihat dengan jelas kesalahan koefisien tekanan pada kecepatan tinggi.
Untuk titik stagnasi, koefisien apabila aliran dianggap incompressible hasilnya akan
selalu satu (lihat 3.5).

Namun demikian Pers.

3 -77 jelas memperlihatkan bahwa

koefisien tekanan mempunyai harga lebih dari satu dan cenderung meningkat makin
tinggi angka Mach. Harga Cpo menurut Pers. 3 -77 dapat dilihat pada Tabel 3 -5.
Tabel 3-5
Variasi koefisien tekanan di titik stagnasi
M
Cpo
0
1
0.2
1.01
0.4
1.04
0.6
1.09
0.7
1.13
0.8
1.16
0.9
1.22
1.0
1.28
Pada kecepatan M=0.2 kesalahan hanya 1%. Kesalahan ini makin meningkat dengan
meningkatnya kecepatan.

Misalnya saat M=0.6 kesalahannya 9% dan saat M=1

menunjukkan angka kesalahan yang sangat tinggi yaitu 28%.


Sebagai acuan kasar, kompresibilitas dapat diabaikan apabila kecepatan tidak
melampaui100 m/s.
3.8.5. Pengukuran aliran kecepatan tinggi
Seperti pengukuran aliran kecepatan rendah (lihat bab 3.7), peralatan yang digunakan
tetap sama yaitu pitot-static tube untuk mengukur tekanan dinamiknya. Namun demikian
apabila kalibrasi alat ukur untuk kecepatan rendah, maka bila digunakan mengukur
kecepatan tinggi akan membaca lebih tinggi.
Tekanan dinamik =

1
M2 M4
v 2 1

2
4
40

seringkali disederhanakan
Tekanan dinamik =

1
M 2
v 2 1

2
4

1
v 2
v 2 1

2
4a 2

36

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

3.9. Contoh Persoalan


Contoh Soal 3- 5:
Udara mengalir melalui saluran seperti pada gambar dibawah. Di saluran udara masuk
tekanan absolutenya 350kPa, suhu 60oC sedangkan kecepatannya 183 m/s. Di saluran
keluar kecepatannya 1.3 Mach dengan tekanan stagnasi 385 kPa pada suhu 350 oK.
Hitunglah tekanan stagnasi isentropik dan suhunya di saluran masuk. Hitung tekanan di
saluran keluar dan suhunya.
Flow

outlet

inlet

Jawab:

po2 = 385 kPa


To2 = 350 K
M2 = 1.3

p1 = 350 kPa
T1 = 60 C
V1 = 183 m/s

1
kecepatan suara di saaluran masuk a1 =
a1

RT

(1.4).(287 ).(273 60 366 m/s

v
183
M1 1
0.5
a 1 366

Untuk menghitung tekanan stagnasi isentropik bisa digunakan persamaan rasio


tekanan pada kecepatan tinggi.
Persamaan umumnya:

po
M 2
1

p
5

7/2

Saluran masuk 1:
37

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

p o1
M 2
1 1
p1
5

7/2

M 2
p o1 1 1

M 2
To1 1 1

Mesin-UMS

7/2

0.5 2
p1 1

0.5 2
T1 1

3.5

350 415 kPa

( 273 60) 350 o K

Saluran keluar 2:
p o 2
M 2
1 2
p 2
5

M 2
p2 1 2

M 2
T2 1 2

7/2

3.5

p o2
1

To 2

385
kPa 139 kPa
2.77

350 o K
262 o K
1.338

Contoh Soal 3- 6:
Alat pengukur kecepatan yang dipasang di pesawat sudah dikalibrasi dengan
menganggap udara incompressible dengan referensi udara standard. Pada saat pesawat
terbang, alat menunjukkan angka 950 km/h.
a. Berapakah kecepatan EAS (Equivalent Air Speed),
b. Berapakah kecepatan sesungguhnya TAS (True Air Speed)
Jawab:
a. Oleh karena alat ukur sudah dikalibrasi dan tidak ada kesalahan instrumen, maka angka
yang ditunjuk sudah merupakan EAS
vE = 950 km/h = 263.9 m/s
b. Menghitung kecepatan sesungguhnya TAS
Perbedaan tekanan di alat ukur
38

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

po p

Mesin-UMS

1
v E 2
2

Karena kalibrasi menganggap udara incompressible pada massa jenis dan tekanan
udara standard, maka =1.226 kg/m3 dan p=101325 N/m2.
po

1
1
N
v E 2 p (1.226)263.9 101315 144016
2
2
m2

Bila dibagi dengan p maka diperoleh rasio tekanan po/p


po
1.421
p

Kemudian menggunakan hubungan bahwa

po
M 2
1

p
5

7/2

, maka

2
1 M 1.4212 / 7

, akhirnya akan diperoleh

M = 0.728
Oleh karena M=v/a ; a=340.3 m/s (udara standard)
maka kecepatan sesungguhnya (TAS) v = M.a = 247.7 m/s = 891.9 km/h
Contoh Soal 3- 7:
Pesawat Garuda DC-9 sedang terbang di atas UMS. Altimeter pesawat tersebut
menunjukkan ketinggian 9 km. Kecepatan sesungguhnya (TAS) pesawat DC-9 tersebut
270 m/s.
a. Berapakah tekanan, massa jenis dan suhu udara menurut ISA, gunakan Tabel 2 -4.
b. Hitunglah kecepatan suara pada ketinggian tersebut.
c. Hitunglah kecepatan TAS menurut angka Mach.
d. Hitunglah kecepatan ekivalen EAS dengan anggapan udara incompressible.
e. Hitunglah kecepatan ekivalen EAS dengan anggapan udara compressible.
Jawab:
a. Menurut ISA (Tabel 2 -4) pada ketinggian 9 km
Tekanan p = 30800 N/m2

39

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

Suhu T = 229.7 oK = -43.3 oC


Massa jenis = 0.467 kg/m3
b. Kecepatan suara pada ketinggian 9 km dapat dihitung dari informasi suhu
a 20.05 T 20.05( 229.7) 303.9 m/s

c. TAS dalam Mach M = v/a


M

270
0.89
303.9

d. Menghitung kecepatan ekivalen dengan anggapan udara incompressible.


Rasio Tekanan dapat dihitung

po
M 2
1

p
5

7/2

0.89 2
1

7/2

1.673

Tekanan stagnasi:
p o 1.673 p 1.673 (30800) N/m2

Perbedaan tekanan:
p o p 1.673(30800) 30800 20728 N/m 2

Perbedaan tekanan ini harus memenuhi hubungan (udara incompressible):


1
v E 2
2

po p
vE

2 p o p /

2( 20728) / 1.225 184 m/s

e. Menghitung kecepatan ekivalen EAS dengan anggapan udara compressible


Apabila memperhitungkan udara compressible TAS dapat dikoreksi menggunakan
vE v

dapat dilihat dari Tabel 2 -4, yaitu 0.3813


o

sehingga TAS dengan anggapan udara compressible


vE = 270

0.3813

=166.7 m/s

40

Bab 3. Dasar Aliran Satu Dimensi

Mesin-UMS

3.10. Daftar Acuan


1. Houghton,E.L.; Carruthers,N.B., Aerodynamics for Engineering Students, Edward
Arnold A division of Hodder & Stoughton, 3rd Edition, 1982.
2. Clancy,L.J., Aerodynamics, Pitman Publishing Limited, 2nd, 1978.
3. Fox,R.W.; McDonald,A.T., Introduction to Fluid Mechanics, John Wiley and Sons, 2nd
Edition, 1978.
4. Carmichael,R.L., Public Domain Computer Programs for the Aeronautical Engineer
Version 3.0, 1998

41

BAB 4. FENOMENA ALIRAN UDARA

Pada bab sebelumnya sudah diberikan dasar-dasar aliran satu dimensi baik aliran
incompressible maupun compressible khususnya aliran isentropik. Dalam bab ini akan
dibahas fenomena fisik bagaimana aliran udara melalui benda diam.

Disini akan

dijelaskan bagaimana gambaran aliran melalui benda, mekanisme terjadinya gaya


aerodinamik serta berbagai fenomena aliran udara. Walaupun perhitungan matematik
dibalik penjelasan sangat diperlukan, namun dalam bab ini tinjauan matematika belum
diberikan.
Ada sesuatu anggapan yang perlu diketahui yaitu aliran udara mempunyai arah
horisontal dengan pertimbangan pesawat pada keadaan terbang datar (level flight).
4.1. Sirkulasi
Apabila ada sembarang benda yang berpenampang kurva C (lihat Gbr. 4 -18), maka
kecepatan di titik P besarnya q dengan sudut .
Hasil perkalian komponen kecepatantangensial qs dengan panjang elemen ds
qs . s = q cos s

Pers. 4-78

Sirkulasi didefinisikan sebagai integral hasil perkalian persamaan diatas ke seluruh


kurva C

q
C

ds

q cos ds

Pers. 4-79

42

Gbr. 4-16. Vektor kecepatan di kurva sembarang


Contoh paling sederhana mengenai aliran sirkulasi adalah aliran mengitari lingkaran
sempurna (free vortex). Aliran mengitari lingkaran juga beripa garis-garis lingkran yang
kecepatannya berbanding terbalik dengan jarak dari pusat lingkaran (lihat Gbr. 4 -18)

q=k/r

Gbr. 4-17. Free vortex


Sirkulasi dapat dihitung dengan sangat sederhana yaitu perkalian tangensial kecepatan
ke seluruh kurva.

k
2r 2k
r

Pers. 4-80

dimana k suatu konstanta dan r jarak ke pusat lingkaran.


4.1.1. Silinder tanpa sirkulasi
Untuk menjelaskan teori sirkulasi, yang paling mudah dipahami adalah dengan
mengamati aliran melalui tabung berpenampang lingkaran penuh (circular), seperti
terlihat pada Gbr. 4 -18.

Gbr. 4-18. Aliran melalui tabung berpenampang lingkaran penuh

43

Garis ABCD disebut garis streamline pembagi karena memisahkan aliran yang
melewati bagian atas dan bagian baah lingkaran.

Titik B dan C merupakan titik

stagnasinya.
Garis-garis streamline dibagian atas dan bawah lingkaran mempunyai jarak antara
yang saling berdekatan, sedangkan di depan dan belakang lingkaran jarak antaranya lebih
renggang.

Hali ini menunjukkan kecepatan dibagian atas dan bawah lebih tinggi

dibandingkan kecepatan di depan dan belakang.


Pada kasus ini, pola garis-garis streamline simetri terhadap subu vertikal (garisEF) dan
horisontal (garis BC).
4.1.2. Silinder dengan sirkulasi
Suatu silinder bersirkulasi searah jarum jam berada pada aliran udara. Aliran udara
yang terjadi akan seperti yang dilukiskan di Gbr. 4 -19.

Gbr. 4-19. Aliran udara pada silinder bersirkulasi


Dengan adanya siirkulasi maka akan terjadi beberapa karekateristik sebagai berikut:
a.Kedua titik stagnasi akan bergeser ke bawah.

Tingkat pergeseran tergantung dari

besarnya sirkulasi dan kecepatan aliran bebasnya, atau tergantung dari rasio /V.
b. Pengaruh adanya sirkulasi biasanya dengan meningkatnya kecepatan diatas permukaan
silinder dan menurunnya kecepatan di bawah silinder.

Meningkatnya kecepatan

ditandai dengan semakin rapatnya streamlines bagian atas permukaan penampang


silinder.

44

c. Bagian bawah silinder terjadi kenaikan tekanan sedangkan bagian atasnya ada
penurunan tekanan, sehingga timbul lift, yaitu gaya angkat terhadap benda.
Timbulnya lift karena adanya sirkulasi dapat didemonstrasikan dengan pemutaran
silinder yang permukaannya kasar di udara yang mengalir. Dengan pemutaran silinder
kasar ini, udara akan ikut berputar dan kecepatannya bertambah, sehingga terjadi
fenomena sirkulasi. Hal ini dikenal dengan Magnus effect.
4.2. Pembagian Daerah Kecepatan Aliran Udara
Kesuksesan penerbangan berawak dimulai sejak 17 Desember 1903, ketika dua
bersaudara Orville dan Wilbur Wright berhasil terbang ke udara diatas bukit pasir di
North Carolina dengan pesawatnya Flier I yang sangat bersejarah. Kesuksesan mereka
berlanjut sampai sekarang dengan munculnya pesawat-pesawat subsonic, supersonic
bahkan hypersonic. Diabad ke duapuluh, penerapan udara compressible semakin banyak
di permasalahan teknik secara umum meskipun yang paling sering dijumpai hanya di
dunia pesawat dan peroketan.
Dengan semakin bervariasinya kecepatan, maka perlu didefinisikan daerah kecepatan
aliran berdasarkan kecepatan udara yang melewati bendar aerodinamis seperti yang
ditampilkan pada Gbr. 4 -20 sampai Gbr. 4 -23.
Untuk membedakan daerah kecepatan, yang digunakan sebagai kriteria adalah
kecepatan aliran di daerah sekitar benda aerodinamik, dalam skala angka Mach (M).
Sedangkan yang digunakan sebagai pembeda daerah kecepatan adalah kecepatan aliran
bebas (free-stream) V dalam skala menurut angka Mach (M).
Kecepatan aliran disekitar benda aerodinamik:
M

V
,
a

V
a

Pers. 4-81
,

Pers. 4-82

dimana indeks menunjukkan aliran bebas (jauh dari benda), sedangkan yang tanpa
indeks menunjukkan aliran disekitar benda.

45

Daerah kecepatan aliran dapat dibedakan menjadi 4 kelompok aliran yaitu aliran
subsonic, aliran transonic, aliran supersonic dan aliran hypersonic.
4.2.1. Aliran Subsonic
Aliran subsonic dapat didefinisikan dengan ilustrasi pada Gbr.

4 -20.

Apabila

kecepatan aliran udara bebas yang jauh dari benda (M) kurang dari 0.8 maka kecepatan
aliran di semua tempat disekitar aerofoil (M) akan kurang dari 1.

Gbr. 4-20. Aliran Subsonic


Pada aliran subsonic, streamline mempunyai karakteristik garis yang halus dan terbagi
secara merata. Diadaerah bagian atas aerofoil akan mempunyai kecepatan lebih tinggi
dari kecepatan bebas, tetapi tetap tidak melebihi 1 Mach.
Dengan demikian aliran subsonic bisa didefinisikan sebagai aliran yang semua
kecepatan sekitar benda aerodinamik (aerofoil) tidak melebihi 1 Mach.
4.2.2. Aliran Transonic
Apabila kecepatan aliran bebas (M) kurang dari 1 Mach tetapi sangat dekat dengan 1
(lebih besar dari 0.8 Mach), maka sebagian aliran diatas aerofoil akan mempunyai
kecepatan dikatas 1 Mach, seperti terlihat pada Gbr. 4 -21(a). Meskipun kecepatan aliran
tidak melebihi 1 Mach namun sangat memungkinkan terjadi kecepatan lokal disekitar
aerofoil yang melebihi 1 Mach. Hal ini sangat mungkin terjadi karena keceptan diatas
aerofoil mempunyai kecepatan diatas kecepatan aliran bebasnya.
Biasanya daerah kecepatan yang lebih dari 1 M dilingkupi dengan shock wave dimana
terjadi diskontinuitas dan terjadi perubahan sifat-sifat udara.
Apabila kecepatan aliran bebas lebih dari 1 M tetapi kurang dari 1.2 M, pola lonjakan
(shock wave) akan bergeser ke belakang (trailing edge) aerofoil, sedangkan di bagian

46

depan (leading edge) akan muncul lonjakan kecepatan yang kedua yang biasa disebut
bow shock. Ilustrasi aliran keceptan ini dapat dilihat pada Gbr. 4 -21(b).
Di depan bow shock, aliran udara masih tetap paralel terhadap aliran bebas. Setelah
melewati bow shock yang mempunyai bidang normal terhadap arah aliran bebas, aliran
udara kemudian menjadi lebih kecil dari 1 M, kemudian akan kembali supersonic hapir
diseluruh lokasi yang diakhiri dengan trailing-edge shock.
Pada Gbr.

4 -21(a) dan Gbr.

4 -21(b) menunjukkan adanya daerah campuran

kecepatan subsonic dan supersonic di sekitar aerofoil. Karakteristik ini kemudian disebut
aliran transonic yaitu apabila disekitar aerofoil mempunyai campuran ekcepatan subsonic
dan supersonic.

Gbr. 4-21. Aliran Transonic


4.2.3. Aliran Supersonic
Apabila seluruh kecepatan aliran disekitar benda aerodinamik (aerofoil) merupakan
kecepatan supersonic maka disebut aliran supersonic (lihat Gbr. 4 -22). Biasanya hal ini
terjadi bila kecepatan aliran bebas yang besarnya lebih dari 1.2 M melalui benda yang
ujungnya tajam. Akan terjadi fenomena oblique shock dimulai dari ujung benda tajam.

47

Didepan oblique shock, streamlines merupakan garis-garis lurus yang paralel terhadap
aliran bebas, sedangkan dibelakangnya streamlines juga berupa garis-garis lurus tetapi
arahnya sejajar dengan permukaan benda tajam.

Gbr. 4-22. Aliran Supersonic


4.2.4. Aliran Hypersonic
Apabila aliran udara bebas tinggi sekali (diatas 5 M), kenaikan suhu, udara, tekanan
dan massa jenis disepanjang oblique shock benar-benar menimbulkan suatu ledakan.
Oblique shock juga akan sangat dekat dengan permukaan benda tajam, seperti terlihat
pada Gbr. 4 -23.
Pada kondisi ini suhu udara di permukaan benda akan sangat tinggi, bahkan karena
tingginya akan menyebabkan terjadinya ionisasi udara.

Gbr. 4-23. Aliran Hypersonic


4.3. Aliran melalui sayap pesawat (airfoil)
Suatu penampang sayap pesawat (aerofoil) berada di suatu ketinggian tertentu dengan
aliran seragam dan inviscid dan tanpa adanya sirkulasi, pola streamline akan seperti yang
terlukis pada Gbr. 4 -24. Pada kondisi ini terjadi dua titik stagnasi di depan dan
belakang, serta tidak ada lift dan drag di aerofoilnya.

48

Apabila terjadi sirkulasi (searah jarum jam), maka pola streamline akan berubah sesuai
dengan seberapa besar sirkulasi yang terjadi. Pola streamline dengan berbagai variasi
sirkulasi dapat dilihat pada Gbr. 4 -25. Pada saat sirkulasi kecil polanya akan seperti
gambar Gbr. 4 -25(a), akan tetapi dengan meningkatnya sirkulasi akan diikuti dengan
turunnya kedua titik stagnasi bagian depan dan belakang aerofoil, lihat Gbr. 4 -25(b).
Dari sini maka dapat dipahami bahwa pada suatu sirkulasi tertentu, garis aliran
dibelakang aerofoil akan tepat berada diujung aerofoil, seperti terlukis pada Gbr. 4
-25(c). Kondisi ini yang disebut dengan kondisi Kutta (Kutta condition).

Gbr. 4-24. Aliran udara melewati aerofoil

49

Gbr. 4-25. Streamline aerofoil dengan sirkulasi


Pada semua Gbr. 4 -25 sirkulasi arahnya searah jarum jam yang berarti diatas aerofoil
terjadi peningkatan kecepatan dan penurunan tekanan, sedangkan dibawah aerofoil terjadi
penurunan kecepatan karena adanya kenaikan tekanan.

Dengan adanya perbedaan

tekanan ini maka timbul gaya keatas (lift) terhadap aerofoil.


Kondisi Kutta menganggap bahwa sama sekali tidak ada gesekan sehingga sliran
meninggalkan aerofoil dengan mulus sekali. Namun demikian dalam prakteknya hal ini
jarang sekali mendapatkan aerofoil yang benar-benar sangat mulus. Yang terjadi adalah
sedikit turbulensi dibelakang aerofoil (Gbr. 4 -26) sampai pada jarak tertentu baru hilang.
Daerah ini dinamakan wake yaitu daerah turbulensi akibat pengaruh gesekan tidak bisa
diabaikan.

50

Gbr. 4-26. Wake dibelakang aerofoil


Pengaruh adanya wake ini akan mengurangi besarnya sirkulasi dari yang
diperkirakan sebagai harga kondisi Kutta, sehingga tidik stagnasi berada diatas aerofoil
dan mengurangi lift.
Sebelumnya sudah diperkenalkan dengan kondisi Kutta yaitu aliran udara
meninggalkan aerofoil dengan mulus, dengan anggapan tidak ada gesekan.
Biasanya besarnya pengurangan lift sekitar 10% dibawah harga yang diperoleh dari
teori sirkulasi.
4.4. Keserupaan geometri dan keserupaan dinamik
Dua benda dikatakan mempunyai keserupaan geometri (geometrical similarity) jika
mempunyai bentuk yang sama (identik) meskipun ukurannya berbeda. Apabila kedua
benda selain mempunyai bentuk serupa juga rasio kecepatan local disekitar benda
terhadap kecepatan aliran bebas sama, maka kedua benda tersebut disebut mempunyai
keserupaan dinamik (dynamic similarity). Pada kondisi keserupaan dinamik, besarnya
koefisien gaya-gaya aerodinamik akan sama. Keserupaan dinamik akan terjadi pada
aliran incompressible dan inviscid.
Namun demikian, pada kasus aliran bukan inviscid, terjadinya boundary layer perlu
diperhitungkan oleh karena di model yang satu boundary layernya laminar tetapi di model
lainnya yang berbeda skala sudah terjadi boundary layer turbulen. Apabila transisinya
boundary layer terjadi di lokasi sepertiga dari ukuran aerofoil (lihat Gbr. 4 -27), maka
masih tetap dianggap mempuinyai keserupaan dinamik. Pada kondisi ini angka Reynold
besarnya masih tetap sama.

51

Gbr. 4-27. Transisi boundary layer di lokasi sepertiga ukuran aerofoil


Dari penjelasan diatas kemudian diberikan suatu definisi keserupaan dinamik yaitu
harus memenuhi keserupaan geometri serta mempunyai angka Reynold sama.
4.5. Daftar Acuan
1. Houghton,E.L.; Carruthers,N.B., Aerodynamics for Engineering Students, Edward
Arnold A division of Hodder & Stoughton, 3rd Edition, 1982.
2. Clancy,L.J., Aerodynamics, Pitman Publishing Limited, 2nd, 1978.
3. Anderson,J.D., Modern Compressible Flow, Mc Graw Hill, 2nd Ed., 1997.
4. Ladson,C.L., et. all, Computer Program to Obtain Ordinates for NACA Aerofoils,
National Aeronautics and Space Administration (NASA) Technical Memorandum
4741, December 1996.

52

BAB 5. STANDARD PENAMAAN AIRFOIL

Airfoil atau seringkali dikenal dengan nama Aerofoil merupakan hal yang penting
dipelajari dalam aerodinamika oleh karena sebagian besar analisis akan berkisar di sekitar
airfoil ini. Airfoil adalah suatu bentuk geometri yang apabila ditempatkan di suatu aliran
fluida akan memproduksi gaya angkat (lift) lebih dari gaya hambatan (drag).
Saat ini bentuk geometri yang sangat bervariasi sudah mempunyai standard penamaan
tertentu. Salah satu yang paling sering digunakan di dunia internasional adalah standard
airfoil menurut National Advisory Committee for Aeronautics (NACA).

5.1. Dimensi dan geometri airfoil


Agar tujuan mendapatkan gaya angkat (lift) lebih besar dari gaya hambatan (drag),
penampang benda dibentuk dengan geometri seperti dilukiskan pada Gbr. 5 -28. Dengan
geometri seperti ini maka aliran menjadi streamline.

c
t

Y
d

Gbr. 5-28. Bentuk dan dimensi airfoil


Dibagian depan (leading edge), bentuknya berupa kurva sehingga udara akan mengalir
dengan halus. Dibagian belakang (trailing edge), mempunyai geometri runcing agar
kondisi Kutta bisa terpenuhi, dan wake yang terjadi dibelakang airfoil menjadi minimal
atau sangat tipis.

Untuk mendefinisikan geometri airfoil, ada beberapa ukuran yang sering digunakan
sebagai acuan, yaitu:
a. Chord line, garis XX
Merupakan garis lurus yang menghubungkan pusat kelengkungan leading edge dan
trailing edge.
b. Chord length, c
Merupakan jarak dari titik di kurva leading edge ke titik di trailing edge yang
diperoleh dari perpanjangan garis XX (chord line).
c. Maximum thickness (ketebalan maksimum), t
Merupakan ketebalan maksimum yang diukur tegak lurus terhadap chord line.
Ketebalan airfoil dinyatakan sebagai rasio ketebalan terhadap chord, t/c. Biasanya
untuk kecepatan subsonic besarnya t/c sekitar 12-14%, sedangkan untuk kecepatan
supersonic sangat tipis, sekitar 3-4%.
Apabila geometri airfoil tidak simetris terhadap garis chord, XX, maka ada tambahan
informasi untuk menjelaskan ketidak simetrisan.
Informasi tambahan itu berupa:
a. Camber line, garis YY
Garis ini diperoleh dengan menghubungkan titik-titik tengahan antara bagian atas dan
bawah airfoil.
b. Camber, d
Merupakan jarak maksimum camber line yang diukur dari garis chord. Biasanya
dinyatakan sebagai rasio terhadap chord, d/c. Untuk airofoil kecepatan subsonic, harga
d/c sekitar 2-3%, sedangkan untuk keceptan supersonic bentuknya simetris sehingga
tidak memiliki camber. Rasio d/c seringkali diberi simbol p.
Informasi tambahan lain menyangkut geometri airfoil berupa:

a. Lokasi ketebalan maksimal dan camber dinyatakan dalam persentase chord dari leading
edge. Informasi ini lokasi camber maksimal biasanya diberi simbol m, sedangkan
lokasi ketebalan maksimal diberi simbol k.
b. Incidence atau angle of attack, sudut serang
Memberikan informasi posisi airfoil terhadap aliran udara, diukur berdasarkan sudut
garis chord terhadap aliran bebas.
5.2. Penamaan Airfoil NACA
Nama atau kode penulisan airfoil dapat secara langsung memberikan informasi utama
mengenai bentuk geometri airfoil. Cara pemberian nama airfoil sudah distandardkan
secara internasional menggunakan cara penamaan menurut NACA (National Advisory
Committee for Aeronautics). Berbagai variasi geometri airfoil kemudian bisa dituliskan
dengan kode-kode tertentu menurut NACA.
Ada tujuh jenis cara penamaan menurut NACA yaitu: NACA 4-digit, 4digit modified,
5-digit, 5-digit modified, 16-series, 6-series dan 6A-series.
Secara garis besar akan dijelaskan bagaimana membaca informasi NACA airfoil.
5.2.1. NACA 4-digit
Cara penamaan dengan pemberian kode 4 angka (digit) merupakan cara yang paling
sederhana dan palingmudah.
Penulisan NACA 4 digit mempunyai bentuk: NACA xxxx
Dua digit pertama digunakan untuk memberikan kesimetrisan airfoil sedangkan dua
digit terakhir digunakan sebagai informasi kerampingan penampang airfoil.
Oleh karena informasi ketidaksimetrisan yang biasanya dinyatakan dalam informasi
camber, hanya 2 angka saja pertama, maka dalam sistem NACA 4 digit ini
ketidaksimetrisan dikenal dengan camber 2-digit.
Secara diagram NACA 4-digit bisa diterangkan sebagai berikut:
NACA pmxx

kerampingan
ketidaksimetrisan camber 2 digit

Kerampingan:
Dinyatakan dalam ukuran tidak berdimensi yaitu rasio ketebalan maksimum airfoil
terhadap panjang chord, t/c, yang dinyatakan dalam persen.
Ketidaksimetrisan:
Dijelaskan dengan dua informasi yaitu p dan m. Simbol p merupakan perbandingan
camber maksimal d terhadap panjang chord c, d/c, dalam persen. Sedangkan simbol m
menunjukkan lokasi camber (d) maksimal yang dinyatakan dalam persepuluh chord, dari
leading edge.
Apabila Airfoilnya simetris, maka tidak mempunyai camber, sehingga p=0 dan m=0.
Contoh Soal 5- 8:
Apakah informasi yang ditunjukkan oleh kode NACA 4-digit:
a. NACA 0014
b. NACA 2312
Jawab:
a. Merupakan airfoil yang simetris antara bagian bawah dan atas chord.

Ukuran

ketebalan maksimal airfoil sebesar 14 persen dari panjang chord.


b. Airfoil ini merupakan airfoil yang tidak simetris. Ukuran ketebalan maksimal besarnya
12 persen dari panjang chord. Ukuran camber (d) sebesar 2 persen panjang chord,
sedangkan lokasi camber terbesar ada di 3 persepuluh (0.3) chord.
5.2.2. NACA 4-digit modified
Standard NACA 4-digit merupakan cara paling sederhana.

Agar memperoleh

informasi yang lebih akurat tentang suatu airfoil, maka NACA 4-digit dimodifikasi
menjadi NACA 4-digit modified dengan ditambahkan garis tengah (dash) dan dua angka
(digit) dibelakangnya.
Bentuknya menjadi: NACA pmxx-ik
Empat digit pertama sama seperti yang sudah dijelaskan si bab sebelumnya (5.2.1).
Angka pertama setelah garis tengah (i) merupakan nomor indeks untuk menjelaskan

radius kelengkungan leading edge. Indeks ini akan digunakan radius leading edge, yang
merupakan fungsi nomor indeks:
( t / c) i

R le 0.5 0.2969

0 .2 6

Pers. 5-83

Apabila nomor indeks i=0 menunjukkan bahwa radiusnya 0 atau di leading edge runcing.
Untuk penggunaan normal indeksnya sama dengan 6.
Angka kedua setelah garis tengah (k) memberikan informasi letak ketebalan (t)
maksimum diukur dari leading edge, dinyatakan dalam persepuluh chord.
Contoh Soal 5- 9:
Terangkan informasi apa yang bisa diambil dari kode airfoil NACA 2312-63
Jawab:
Airfoil ini merupakan airfoil yang tidak simetris. Ukuran ketebalan maksimal besarnya
12 persen dari panjang chord. Lokasi ketebalan maksimal berada pada jarak 0.3 chord,
dari leading edge.
Ukuran camber (d) sebesar 2 persen panjang chord, sedangkan lokasi camber terbesar ada
di 3 persepuluh (0.3) chord.
Radius kelengkungan di leading edge mempunyai nomor indeks 6
5.2.3. NACA 5-digit
Pada sistem NACA 4-digit ukuran ketidaksimetrisan airfoil dinyatakan dengan camber
2-digit, yang kodenya dituliskan di dua angka pertama. Pada sistem NACA 5 digit,
ketidak simetrisan airfoil dinyatakan dengan sistem 3 digit, oleh karena itu kodenya
terderi 3 digit untuk ketidak simetrisan dan 2 digit tetap sama untuk kerampingan.
Bentuknya NACA 5-digit menjadi NACA yyyxx
Angka pertama menunjukkan dua pertiga dari koefisien angkat (corfficient of lift),
yang dinyatakan dalam persepuluh. Biasanya angkanya 2.
Angka kedua menunjukkan lokasi camber (d) maksimal yang dinyatakan dalam
persepuluh chord, dari leading edge.

Angka ketiga menunjukkan reflex trailing edge. Apabila harganya 0, nonreflex traling
edge, sedangkan 1 berarti reflex trailing edge. Pada sistem reflex terjadi pembalikan
radius camber line menjelang trailing edge. Apabila radius kurva garis camber negatif,
maka menjelang akhir airfoil di trailing edge akan membalik menjadi positif.
Dua angka terakhir menunjukkan kerampingan airfoil yang dinyatakan dalam rasio t/c
(dalam persen).
Airfoil yang umum dalam NACA 5-digit mempunyai 3 digit pertama seperti pada
Tabel 5-6
3-digit pertama NACA 5-digit dan 5-digit modified
Non-Reflex
210
220
230
240
250

Reflex
221
231
241
251

Contoh Soal 5- 10:


Terangkan informasi apa yang bisa diambil dari kode airfoil NACA 23012
Jawab:
Airfoil mempunyai design lift coefficient 0.2. Lokasi camber maksimal (d) pada jarak 0.3
chord dari leading edge. Kerampingan airfoil itu ketebalannya (t) sebesar 12 % ukuran
chord.
5.2.4. NACA 5-digit modified
Pada NACA 5-digit modified mempunyai tambahan garis tengah dan dua digit
tambahan dibelakangnya, seperti pada NACA 4-digit modified (lihat 5.2.2).
5.2.5. NACA 16-series
NACA 16-series pada dasarnya sama dengan NACA 4-digit modified dengan kasus
khusus, yaitu mempunyai nomor indeks untuk radius leading edge sama dengan 4 dan
lokasi ketebalan maksimal (t) pada jarak 0.5 chord.
Bentuk NACA 16-series : NACA 16-yxx

Angka pertama setelah angka 16- menunjukkan koefisien gaya angkat (lift coefficient).
Informasi ketidak simetrisan lainnya sama sekali tidak dimunculkan dalam sistem ini.
Bila airfoil simetris angka pertama ini sama dengan 0.
Dua angka terakhir menunjukkan kerampingan airfoil yaitu persentase t/c.
Contoh Soal 5- 11:
Tuliskan ke dalam sistem NACA 4-digit modified: NACA 16-014
Jawab:
NACA 16-014 identik dengan NACA 0014-45
5.2.6. NACA 6-series
Profil ketebalan dinyatakan dengan kode mulai 63 sampai 67. Kemudian tiga angka
terakhir penjelasannya sama dengan dengan NACA 16-series. Data mengenai profil
ketebalan tidak dimunculkan dalam sistem ini, tetapi hanya diganti dengan kode 63
sampai 67.
Sebagai contoh penulisan: NACA 63-010, NACA 65-012, NACA 64-212
5.2.7. NACA 6A-series
Profil ketebalan dinyatakan dengan kode 63A, 64A dan 65A. Kemudian tiga angka
terakhir penjelasannya sama dengan dengan NACA 16-series dan NACA 6-series. Pada
sistem ini garis tengan (dash) diganti dengan huruf A.
Sebagai contoh penulisan: NACA 63A010, NACA 65A012, NACA 64A212.
5.3. Program komputer untuk menggambar airfoil
Banyak program-program komputer yang dikembangkan di berbagai penjuru dunia
untuk memudahkan para perancang airfoil melaksanakan tugasnya.
Salah satu diantaranya adalah yang ditulis oleh Ralph Carmichael dari PDAS (Public
Domain Aeronautical Software). Program ini baik sekali bagi yang mempelajari Airfoil
tingkat dasar karena data masukannya benar-benar harus dikontrol oleh pemakainya,
artinya pemakai harus mengerti benar parameter-parameter untuk menggambarkan airfoil.

Sebagai salah satu contoh masukan yang diperlukan untuk menggambarkan airfoil
NACA 23012-64 dapat dilihat dibawah ini:
This is a 0012-64 thickness (four-digit-modified) with a 230 mean line.
&INPUT4
NAME
= 'NACA 23012-64',
PROFILE = '4-DIGITMOD',
TOC = 0.12,
RLE = 0.01587,
XM = 0.4,
D1 = 0.315,
CAMBER = '3-DIGIT',
CMB = 15.957,
CM = 0.2025,
&END

Hasil visualisasi geometri NACA 23012-64 dapt dilihat pada Gbr. 5 -29.

Gbr. 5-29. Bentuk geometri NACA 23012-64 dalam poscript (ps) file
Contoh lainnya adalah program komputer NVFoil yang dikembangkan Faculty of
Engineering of the University of Napoli, Italy. Interaksi pemakai untuk mengkontrol
masukan-masukan sudah tidak penuh. Program ini mudah digunakan tetapi memerlukan
pengetahuan agar memperoleh hasil yang diharapkan. Selain memberikan ukuran dan
visualisasi geometri airfoil standard NACA, juga memberikan prediksi koefisien gaya-

gaya aerodinamik dengan variasi besar sudut serang. Penampilan program ini bisa dilihat
pada Gbr. 5 -30.

Gbr. 5-30. Program komputer NVFoil untuk menggambar NACA airfoil dan menghitung
koefisien gaya aerodinamiknya.
5.4. Daftar Acuan
1. Ladson,C.L.; Brooks,C.W.Jr.;Hill,A.S., Computer Program to Obtain Ordinates for
NACA Aerofoils, National Aeronautics and Space Administration (NASA) Technical
Memorandum 4741, December 1996.
2. Clancy,L.J., Aerodynamics, Pitman Publishing Limited, 2nd, 1978.
3. Ladson,C.L.;Brooks,C.W.Jr., Development of a Computer Program to Obtain
Ordinates for NACA-6 and 6A-Series Airfoils, NASA TM X-3069, 1974.
4. Ladson,C.L.;Brooks,C.W.Jr., Development of a Computer Program to Obtain
Ordinates for NACA 4-Digit, 4-Digid Modified, 5-Digid, and 16-Series Airfoils, NASA
TM-3284, 1975.
5. Carmichael,R.L., Public Domain Computer Programs for the Aeronautical Engineer,
1998.

Anda mungkin juga menyukai