SN Guideline
SN Guideline
Disusun oleh:
Prof. Husein Alatas, Dr., Sp.A(K)
Prof. Taralan Tambunan, Dr., Sp.A(K)
Partini P. Trihono, Dr., Sp.A(K) MM(Ped)
Sudung O. Pardede, Dr., Sp.A(K)
Pendahuluan
Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala:
1. Proteinuria massif ( 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin
pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik 2+)
2. Hipoalbuminemia 2,5 g/dL
3. Edema
4. Dapat disertai hiperkolesterolemia
Insidens SN pada anak dalam kepustakaan di Amerika Serikat dan Inggris
adalah 2-4 kasus baru per 100.000 anak per tahun.1 Di negara berkembang
insidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun.2
Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder
mengikuti penyakit sistemik antara lain lupus eritematosus sistemik (LES),
purpura Henoch Schonlein, dan lain lain. Pada konsensus ini hanya akan
dibicarakan SN idiopatik.
Sindrom nefrotik idiopatik pada anak, sebagian besar (80-90%)
mempunyai gambaran patologi anatomi berupa kelainan minimal (SNKM).
Gambaran patologi anatomi lainnya adalah glomerulosklerosis fokal segmental
(GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif difus (MPD) 1,9 2,3%, glomerulonefritis
membranoproliferatif (GNMP) 6,2%, dan nefropati membranosa (GNM) 1,3%.
Pada pengobatan kortikosteroid inisial, sebagian besar SNKM (94%) mengalami
remisi total (responsif), sedangkan pada GSFS 80-85% tidak responsif (resisten
steroid).3
Prognosis jangka panjang SNKM selama pengamatan 20 tahun
menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal, sedangkan pada GSFS
25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun dan pada sebagian besar
lainnya disertai penurunan fungsi ginjal. Pada berbagai penelitian jangka
panjang ternyata respons terhadap pengobatan steroid lebih sering dipakai
untuk menentukan prognosis dibandingkan dengan gambaran patologi anatomi.
Oleh karena itu pada saat ini klasifikasi SN lebih didasarkan pada respons klinik
yaitu:
1. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
2. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
Definisi/batasan
Beberapa definisi/batasan yang dipakai pada SN adalah:
Remisi
: proteinuria negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2 LPB/jam) 3
hari berturut-turut dalam 1 minggu
Relaps
: proteinuria 2+ (proteinuria 40 mg/m2 LPB/jam) 3 hari
berturut-turut dalam 1 minggu
Relaps jarang : relaps terjadi kurang dari 2 kali dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal atau kurang dari 4 kali per tahun
pengamatan
Relaps sering (frequent relaps) : relaps terjadi 2 kali dalam 6 bulan pertama
setelah respons awal atau 4 kali dalam periode 1 tahun
Dependen steroid : relaps terjadi pada saat dosis steroid diturunkan atau
dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dan hal ini terjadi 2
kali berturut-turut
Resisten steroid : tidak terjadi remisi pada pengobatan prednison dosis
penuh (full dose) 2 mg/kgBB/hari selama 4 minggu.
Gambaran klinik
Pasien SN biasanya datang dengan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih
berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema skrotum. Kadang-kadang
disertai oliguria dan gejala infeksi, nafsu makan berkurang, dan diare. Bila
disertai sakit perut hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya peritonitis.
Pada pemeriksaan fisik harus disertai pemeriksaan berat badan, tinggi
badan, lingkar perut, dan tekanan darah. Dalam laporan ISKDC (International
study of kidney diseases in children), pada SNKM ditemukan 22% dengan
hematuria mikroskopik, 15-20% disertai hipertensi, dan 32% dengan
peningkatan kadar kreatinin dan ureum darah yang bersifat sementara.4
Pemeriksaan penunjang
Tata laksana
Pada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk
mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diit, penanggulangan
edema, memulai pengobatan steroid, dan edukasi orangtua. Sebelum
pengobatan steroid dimulai, dilakukan pemeriksaan uji Mantoux. Bila hasilnya
Diitetik
Pemberian diit tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra
indikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa
metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis
glomerulus. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 2 g/kgBB/hari. Diit rendah protein akan
menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan
anak. Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita
edema.
Diuretik
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop
diuretic seperti furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan
spironolakton (antagonis aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari.
Pada pemakaian diuretik lebih lama dari 1-2 minggu perlu dilakukan
pemantauan elektrolit darah (kalium dan natrium).
Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema
refrakter), biasanya disebabkan oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia berat
(kadar albumin 1 g/dL), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1
g/kgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstisial, dan diakhiri
dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB. Bila pasien tidak mampu
dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20 ml/kgBB/hari secara
perlahan-lahan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi
dekompensasi jantung. Bila diperlukan, albumin atau plasma dapat diberikan
selang-sehari untuk memberikan kesempatan pergeseran cairan dan mencegah
overload cairan. Pemberian plasma berpotensi menyebabkan penularan infeksi
hepatitis, HIV, dan lain lain. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu
pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.
Antibiotik profilaksis
Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan antibiotik
profilaksis dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai edema
berkurang.5 Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotik profilaksis,
tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda infeksi
Imunisasi
Pasien SN yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid atau dalam 6 minggu
setelah steroid dihentikan, hanya boleh mendapatkan vaksin mati. Setelah lebih
dari 6 minggu penghentian steroid, dapat diberikan vaksin hidup.6
Pemberian imunisasi terhadap Streptococcus pneumoniae pada beberapa
negara dianjurkan,7 tetapi karena belum ada laporan efektivitasnya yang jelas, di
Indonesia belum dianjurkan. Pada orangtua dipesankan untuk menghindari
kontak dengan pasien varisela. Bila terjadi kontak dengan penderita varisela,
diberikan profilaksis dengan imunoglobulin varicella-zoster, dalam waktu kurang
dari 72 jam. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan suntikan dosis tunggal
imunoglobulin intravena. Bila sudah terjadi infeksi perlu diberikan obat
asiklovir dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara.8
4 MINGGU
Dosis alternating
Remisi (+)
(AD)
Proteinuria (-)
Edema (-)
Remisi (-): Resisten steroid
Imunosupresan lain
Keterangan:
Prednison dosis penuh (full dose) 60 mg/m2 LPB/hari (2 mg/kgBB/hari) dibagi 3 dosis
diberikan setiap hari selama 4 minggu, dilanjutkan dengan prednison 40 mg/m 2 LPB/hari
(2/3 dosis penuh), dapat diberikan secara intermitent (3 hari berturut-turut dalam 1
minggu) atau alternating (selang sehari), selama 4 minggu.
Bila remisi terjadi dalam 4 minggu pertama, maka prednison intermitent/alternating 40
mg/m2 LPB/hari diberikan selama 4 minggu. Bila remisi tidak terjadi pada 4 minggu
pertama, maka pasien tersebut didiagnosis sebagai sindrom nefrotik resisten steroid
SN relaps
Remisi
FD
AD
Keterangan:
Prednison dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian
dilanjutkan dengan prednison intermittent/alternating 40 mg/m2LPB/hari selama 4
minggu.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial, sangat
penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya.4
Berdasarkan relaps yang terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan
steroid inisial, pasien dapat dibagi dalam beberapa golongan:
1. Tidak ada relaps sama sekali (30%)
2. Relaps jarang
: jumlah relaps < 2 kali (10-20%)
3. Relaps sering
: jumlah relaps 2 kali (40-50%)
4. Dependen steroid : (lihat definisi)
Dependen steroid adalah bagian dari relaps sering yang jumlah relapsnya lebih
banyak dan prognosisnya lebih buruk, tetapi masih lebih baik daripada resisten
steroid.
Pasien pada kategori 1 dan 2 mempunyai prognosis paling baik, biasanya
setelah mengalami 2-3 kali relaps tidak akan relaps lagi. Pada kategori 3 dan 4
bila berlangsung lama akan menimbulkan efek samping steroid, antara lain moon
face, hipertensi, striae, dan lain lain. Pasien SN relaps sering dan dependen
steroid sebaiknya dirujuk ke ahli nefrologi anak, atau setidaknya ditata laksana
bersama-sama dengan ahli nefrologi anak.
c. Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
Dahulu pada SN relaps sering dan dependen steroid segera diberikan
pengobatan steroid alternating bersamaan dengan pemberian siklofosfamid
(CPA), tetapi sekarang dalam literatur ada 4 opsi:
1. Dicoba pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian levamisol
3. Pengobatan dengan sitostatik
4. Pengobatan dengan siklosporin (opsi terakhir)
Selain itu, perlu dicari fokus infeksi, seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, atau
kecacingan.
1. Steroid jangka panjang
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian steroid jangka panjang
dapat dicoba lebih dahulu sebelum pemberian CPA, mengingat efek samping
steroid yang lebih kecil.
Jadi bila telah dinyatakan sebagai SN relaps
sering/dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan prednison dosis
penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan
perlahan/bertahap 0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan
relaps yaitu antara 0,1 0,5 mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut dosis
threshold dan dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan
7
(Gambar 3). Umumnya anak usia sekolah dapat mentolerir prednison 0,5
mg/kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgBB secara alternating.12
Bila terjadi relaps pada dosis prednison rumat > 0,5 mg/kgBB alternating,
tetapi < 1,0 mg/kgBB alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba
dikombinasikan dengan levamisol dosis 2,5 mg/kgBB, selang sehari, selama 4-12
bulan, atau langsung diberikan CPA.
Bila ditemukan keadaan di bawah ini:
1. terjadi relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB dosis alternating atau
2. dosis rumat < 1 mg tetapi disertai
a. efek samping steroid yang berat
b. pernah relaps dengan gejala berat, seperti hipovolemia,
trombosis, sepsis
diberikan CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, selama 8-12
minggu.
2. Levamisol
Pemakaian levamisol pada SN masih terbatas karena efeknya masih diragukan.
Efek samping levamisol antara lain mual, muntah, dan neutropenia reversibel.
Dalam sebuah studi kontrol double blind, levamisol dilaporkan dapat
mempertahankan remisi sampai 50%.
Penelitian multisenter oleh British
Association for Paediatric Nephrology pada 61 anak secara randomisasi
mendapatkan pada 14 anak yang diberi levamisol selama 112 hari dan 4 kontrol
masih menunjukkan remisi meskipun prednison sudah dihentikan, tetapi 3
bulan setelah obat dihentikan semua relaps.13 Di Jakarta, penelitian pemberian
levamisol pernah dilakukan, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Oleh karena
itu pada saat ini pemberian levamisol belum dapat direkomendasikan secara
umum, tetapi keputusan diserahkan kepada dokter spesialis anak atau dokter
spesialis anak konsultan yang mengobati pasien.
3. Sitostatika
Obat sitostatika yang paling sering dipakai pada pengobatan SN anak adalah
siklofosfamid (CPA) dosis 2-3 mg/kgBB atau klorambusil dosis 0,2-0,3
mg/kgBB/hari, selama 8 minggu. Sitostatika dapat mengurangi relaps sampai
lebih dari 50%, yaitu 67-93% pada tahun pertama, dan 36-66% selama 5
tahun.14,15 APN melaporkan pemberian CPA selama 12 minggu dapat
mempertahankan remisi lebih lama daripada pemberian CPA selama 8 minggu,
yaitu 67% dibandingkan 30%16, tetapi hal ini tidak dapat dikonfirmasi oleh
peneliti lain.17
Pemberian CPA dalam mempertahankan remisi lebih baik pada SN relaps
sering (70%) daripada SN dependen steroid (30%). Efek samping sitostatika
antara lain depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan
dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu
pemantauan pemeriksaan darah tepi seperti kadar hemoglobin, leukosit,
trombosit, 1-2 kali seminggu. Bila jumlah leukosit kurang dari 3.000/ul, kadar
hemoglobin kurang dari 8 g/dL, atau jumlah trombosit kurang dari 100.000/ul,
sitostatik dihentikan sementara, dan diteruskan kembali bila jumlah leukosit
lebih dari 5.000/ul.
Efek toksisitas pada gonad terjadi bila dosis total kumulatif mencapai
200-300 mg/kgBB.18 Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai dosis total
180 mg/kgBB, dan dosis ini aman bagi anak. CPA dapat diberikan secara oral
atau puls baik pada SN relaps sering atau dependen steroid19, dengan skema
pengobatan seperti tampak pada Gambar 4.
10
SN relaps frekuen
FD
Remisi
AD 8 minggu
Keterangan
Relaps sering: prednison dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian
dilanjutkan
dengan
prednison
intermittent/alternating
40
mg/m2LPB/hari
dan
imunosupresan/sitostatik oral (siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari) dosis tunggal selama 8 minggu
SN dependen steroid
STEROID
Remisi
AD 12 minggu
FD
tap. off
5
atau
FD
AD 12 minggu
tap. off
12 minggu
11
Prednison dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), kemudian
dilanjutkan dengan siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m 2 LPB diberikan
melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan berturut-turut dan prednison
intermttent/alternating 40 mg/m2LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison
ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5
mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering off: 2 bulan).
atau
Prednison dosis penuh setiap hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), kemudian
dilanjutkan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 12
minggu dan prednison alternating
40 mg/m2LPB/hari selama 12 minggu.
Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan,
dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering off: 2 bulan).
4. Siklosporin (CyA)
Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau
sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin dengan dosis 5
mg/kgBB/hari (Gambar 3). Pada SN relaps sering/dependen steroid, CyA
dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid
dapat dikurangi atau dihentikan,20 tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan
relaps kembali (dependen siklosporin).
Efek samping dan pemantauan
pemberian CyA dapat dilihat pada SN resisten steroid.
12
SN resisten steroid
AD 6 bulan
tap off
Prednison AD
CPA Oral
3 - 6 bulan
atau
AD 6 bulan
Prednison AD
6 bulan
CPA puls
CPA puls dilaporkan memberi hasil yang lebih baik daripada CPA
tetapi jumlah kasus yang dilaporkan hanya sedikit. Yang jelas dosis
kumulatif pada pemberian CPA puls lebih kecil daripada CPA oral, dan efek
sampingnya lebih sedikit, tetapi karena harga CPA puls lebih mahal maka
pemakaiannya di Indonesia masih selektif.
oral,19,22
13
2. Siklosporin (CyA)
Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total
sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%.23
Efek samping CyA antara lain hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi
gingiva, dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial.
Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap:
1. Kadar CyA dalam serum (dipertahankan antara 100-200 ug/mL)
2. Kadar kreatinin darah berkala
3. Biopsi ginjal berkala setiap 2 tahun
Penggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam
literatur, tetapi karena harga obat ini mahal maka pemakaian CyA jarang atau
sangat selektif.
3. Metil-prednisolon puls
Mendoza dkk. (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil prednisolon
puls selama 82 minggu bersamaan dengan prednison oral dan siklofosfamid
atau klorambusil 8-12 minggu. Pada pengamatan selama 6 tahun, 21 dari 32
penderita (66%) tetap menunjukkan remisi total dan gagal ginjal terminal hanya
ditemukan pada 5% dibandingkan 40% pada kontrol,24 tetapi hasil ini tidak
dapat dikonfirmasi oleh laporan penelitian lainnya.25 Di samping itu efek
samping metil prednisolon puls juga banyak, sehingga pengobatan dengan cara
ini agak sukar untuk direkomendasikan di Indonesia.
4. Obat imunosupresif lain
Obat imunosupresif lain yang dilaporkan telah dipakai pada SNRS adalah
vinkristin,26 takrolimus,7 dan mikofenolat mofetil.28 Karena laporan dalam
literatur yang masih sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka
obat ini belum direkomendasikan di Indonesia.
Pengobatan komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada semua pasien SN, baik SN responsif steroid
maupun SN resisten steroid. Deteksi dini sangat diperlukan sehingga dapat
dilakukan penanggulangan yang cepat.
a. Infeksi
Pada SN mudah terjadi infeksi dan yang paling sering adalah selulitis dan
peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan komplemen
faktor B dan D di urin. Pemakaian obat imunosupresif menambah risiko
terjadinya infeksi. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh
kuman Gram negatif dan Streptococcus pneumoniae) perlu diberikan pengobatan
penisilin parenteral, dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu
sefotaksim atau seftriakson, selama 10-14 hari.8
b. Tromboemboli
Pada SN dapat terjadi trombosis karena adanya hiperkoagulasi, peningkatan
kadar fibrinogen, faktor VIII, dan penurunan konsentrasi antitrombin III.
Trombosis dapat terjadi di dalam vena maupun arteri. Adanya dehidrasi
meningkatkan kemungkinan terjadinya trombosis.
Pencegahan tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian aspirin
dosis rendah (80 mg) dan dipiridamol, tetapi sampai saat ini belum ada studi
terkontrol terhadap efektivitas pengobatan ini.9 Heparin diberikan bila sudah
terjadi trombosis.
c. Hiperlipidemia
Pada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar kolesterol LDL
dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa), sedangkan kolesterol HDL
menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik.
Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat
sementara, cukup dengan pengurangan diit lemak. Pada SN resisten steroid
dapat dipertimbangan pemberian obat penurun lipid seperti questran, derivat
fibrat dan inhibitor HMgCoA reduktasia (statin), karena biasanya peningkatan
kadar lemak tersebut berlangsung lama, tetapi manfaat pemberian obat tersebut
masih diperdebatkan.31
d. Hipokalsemia
Pada SN dapat terjadi hipokalsemia karena:
15
e. Hipovolemia
Pemberian diuretik yang berlebihan atau dalam keadaan SN relaps dapat
mengakibatkan hipovolemia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas
dingin, dan sering disertai sakit perut. Pasien harus segera diberi infus NaCl
fisiologik dan disusul dengan albumin 1 g/kgBB atau plasma 20 ml/kgBB
(tetesan lambat 10 per menit).18 Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap
oliguria, diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB intravena
Daftar pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
17
18