Anda di halaman 1dari 3

PENGERTIAN DAN DEFINISI MNC/PMN

Perusahaan Multi Nasional (PMN) sesungguhnya belum memiliki definisi yang


baku, dalam arti belum ada suatu kesatuan pandang dari para penstudinya, PMN
sering kali diterjemahkan dari Multi National Corporation (MNC)
ataupunTransnational Corporation (TNC), kadang-kadang konotasi kedua istilah
tersebut dianggap memiliki pengertian yang sama, tetapi banyak pula pakar
ekonomi politik yang berusaha membedakan masing-masing. MNC mengandung
pengertian suatu perusahaan yang bergerak atau beroperasi di luar negerinya
sendiri dengan saham yang terdiri dari beberapa negara (Lebih dari satu negara),
sedangkan TNC pengertiannya adalah lebih luas dari pada hanya sekedar suatu
perusahaan sebagaimana pengertian MNC. Luasnya arti TNC karena dilihat daripada
aktifitasnya, besarnya operasi modal di luar negeri yang mencakup banyak negara
dan memiliki manajemen yang bersifat komprehensif atau menjangkau skala
perdagangan dan industri global.
Dr. Sumantoro dalam tulisannya mengenai MNC/TNC memandang PMN dari
berbagai aspek. Dari segi politik, fokus sentral kepada PMN sebagai subjek dalam
hubungan internasional, terkait dengan kekuatan politiknya di tingkat nasional dan
internasional, serta pola manajemennya yang terpusat sehinnga membawa
pengaruh pada penguasaan informasi sebagai kekuatan politik, pun kekuatan
ekonomi bagi perusahaan tersebut terhadap pihak yang dihadapinya. Dari segi
hukum, fokus sentralnya terletak pada PMN sebagai badan hukum yang dapat
merupakan cabang, usaha patungan atau perusahaan yang dimiliki umum (public
company). Juga struktur pemilikan usaha, anggaran dasar perusahaan, bentuk
hukum pengelolaannya serta penyelesaiannya jika ada sengketa hukum. Hal yang
terakhir ini juga terkait dengan masalah yuridiksi hukum negara penerima modal.
Dari segi ekonomi, fokus sentralnya pada aspek-aspek faktor produksi, modal
keahlian manajemen dan keahlian teknologi, serta praktek-praktek usaha yang
terkait dengan persaingan, besranya pasar, monopoli, dan sebagainya.
Pandangan seperti itu pada dasarnya mengambil sejumlah definisi yang
dikemukakan oleh beberapa pakar hukum seperti: Clive Schmithoff, definisi yang
dikemukakan oleh kalangan PBB /Group of Eminet Persons, kalangan OECD, dan Dr.
Ignaz.S. Hohenveldern. Dari sejumlah definisi yang beraneka ragam itu, pada
prinsipnya Sumantoro mengajukan isu yang menjadi pusat perhatiannya dari
masalah-masalah PMN, khususnya di negara-negara penerima modal yang
dipahami sebagai:
Perusahaan cabang, yang merupakan cabang yang tidak terpisahkan dengan PMN
induknya.
Perusahaan pemilikan subordinari, yang merupakan anak perusahaan yang
berbadan hukum sendiri. Saham perusahaan ini sepenuhnya dimiliki oleh
perusahaan induk.

Perusahaan patungan (joint venture) merupakan perusahaan yang sahamsahamnya dimiliki oleh dua atau lebih perusahaan sebagai partner.
Perusahaan yang berkedudukan lokal dan sebagian sahamnya dipegang oleh
masyarakat (perusahaan yang go public atau public company). Bentuk lainnya yang
pembentukannya didasrkan pada ketentuan perundangan yang ada, seperti bidang
perbankan, pertambangan minyak dan gas bumi dan perdagangan atau jasa
lainnya.
Sementara itu ada beberapa definisi lain yang dikemukakan oleh penulis-penulis
ekonomi politik, diantaranya adalah Stephen Gilland dan David Law. Sedangkan dari
beberapa pandangan lainnya tentang pengertian, definisi, dan istilah yang
digunakan umum bagi PMN ini banyak disebut-sebut sebagai: direct invesment,
international bussiness, the international firm, the international corporated group,
the multinational enterprise, la grande enterprise plurinationale, la gan unite
plurinationale dan the US corporate monster, serta sejumlah nama lain untuk
menyebut hal serupa. Sementara itu, apabila mengambil pemahaman menurut
penggolongannya. Prof. John Dunning, memberikan beberapa kriteria membedakan
PMN atas empat bentuk, yaitu:
Multinational Producting Enterprise (MPE), yakni perusahaan yang memiliki dan
mengontrol berbagai fasilitas produksi lebih dari satu negara.
Multinational Trade Enterprise (MTE), yaitu semata-mata bergerak dalam bidang
perdagangan dengan menjual barang yang diproduksi di dalam negeri, langsung
kepada badan usaha atau orang di negeri lain.
Multinational Internationally owned enterprise (MOE).
Mutinational (Financial) controlled enterprise (MCE); sebagaimana MOE, MCE yang
diawasi oleh lebih dari satu negara.
Menurut penggolongan yang dilakukan oleh Dunning ini, sebagian besar
perusahaan raksasa yang tergolong sebagai MOE seperti contohnya pada
PMNUnilever, Royal Dutch/Shell, dan lain-lain. Dan apabila melihat kepada
pengertian dari definisi yang diajukan oleh Sanjaya Lall ataupun Paul Streeten yang
pada prinsipnya menekankan masalah-masalah PMN dalam perspektif ekonomis,
organisasional dan motivasional. Pemahaman secara ekonomis adalah memberi
penekanan kepada segi ukuran, penyebaran geografis dan tingkat keterlibatannya
di luar negeri. Dari sini kemudian diperoleh suatu pengertian umum mengenai PMN
yang berbeda dengan:
Perusahaan besar domestik yang sedikit melakukan investasi di luar negeri.
Perusahaan domestik yang mungkin melakukan investasi di luar negeri tetapi dalam
unit ekonomi yang lebih kecil.
Perusahaan besar yang melakukan investasi di luar negeri tetapi hanya di satu atau
dua negara saja.

Investor besar portofolio yang tidak berusaha mengontrol investasinya dan


mengambil resiko kewiraswastaan.
Uraian ringkas mengenai perkembangan transnasional proses pertumbuhan PMN/
transnasional mulai tampak sejak lahirnya revolusi industri di Inggris dan kemudian
berkembang melalui proses pentahapan lebih lanjut daripada kapitalisme modern
yang mempengaruhi jalannya revolusi industri itu sendiri. Kegiatan perdagangan
internasional yang memunculkan korporasi-korporasi bisnis yang melewati batasbatas negara, berusaha memakslimalkan aktifitas mereka dalam rangka mengejar
keuntungan yang sebesar-besarnya dimanapun adanya pergerakan modal
berlangsung tanpa banyak menghiraukan dampak buruk bagi negara dimana
mereka menanamkan modalnya. Contoh klasik yang pernah dialami di Indonesia
berlangsung sejak zaman kolonial ketika VOC mulai mengeksploitasi nusantara
dankemudian dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda sampai menjelang Perang
Dunia II. Pada masa sebelum Perang Dunia II (terutama dalam tahun 1930-an),
aktifitas PMN khususnya di negara-negara jajahan mulai menurun karena situasi
internal yang berlangsung di negara-negara pusat PMN yang kebanyakan berada di
Eropa Barat dan Amerika Serikat, terjadi krisis ekonomi yang hebat. Beberapa
indikator lain menunjukan adanya peningkatan perbedaan keinginan konsumen,
standar industri yang diciptakan pemerintahdalam perdagangan internasional
karena keadaan daripada perekonomian dunia yang sedang mengalami depresi.
Ciri-cirinya antara lain:
Terdapat sistem dominasi nasional.
Sistem dasarnya adalah desentralisasi.
Pendirian PMN sedikit (bahkan tidak) diarhkan/dikontrol lagi oleh negara induk
korporasinya.
Model persetujuan-persetujuan ialah berbentuk mother and daughter.
Pasca Perang Dunia II, negara masih merupak aktor yang dominan dalam
hubungan internasional karena adanya atribut kedaulatan, apalagi banyaknya
berdiri negara-negara baru merdeka yang sangat nasionalistik, paradigma yang
sering tampak adalah state centric yang dikembangkan oleh mahzab realisme.
Asumsi dasar yang diajukan oleh para penganut mahzab ini menerangkan bahwa
negara yang dalam bentuk modernnya dipandang sebagai unit politik yang paling
fundamental dalam sistem dunia (World System). Oleh sebab itu, adalah
memungkinkan untuk menganalisis secara luas politik dunia (World Politics) dalam
pengertian hubungan antar-negara (inter-state relations)

Anda mungkin juga menyukai