oleh :
Kelas B
Kelompok 1
Dini Lestari
(1305317)
Elfira Damayanthy
(1305143)
Faiqotul Bariroh
(1305093)
(1304708)
(1305993)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul
Gradasi Intensitas Cahaya, Suhu, Kelembaban, Kecepatan Angin Dan
Evaporasi Dari Mulut Hingga Bagian Dalam Gua Pawon
B. Latar Belakang Masalah
Apabila kita berbicara tentang kondisi klimatik, maka akan erat kaitannya
dengan keberadaan cahaya, suhu, angin, kelembapan dan proses penguapan yang
terdapat pada suatu wilayah. Oleh sebab itu, dapat dipastikan bahwa kondisi
klimatik pada setiap daerah akan berbeda-beda tergantung pada faktor-faktor
klimatik yang mempengaruhi daerah tersebut. Selain itu, setiap daerah ataupun
wilayah juga memiliki karakteristik dan keunikan tersendiri yang akan
menyebabkan terjadinya variasi pada kondisi klimatik, seperti halnya gua yang
merupakan salah satu wilayah yang memiliki kondisi yang sangat unik karena
memiliki bentuk seperti sebuah lubang atau lorong yang panjang berkelok-kelok
pada tanah atau batuan yang mengakibatkan gua menjadi suatu wilayah yang unik
dan berbeda dengan wilayah lainnya. Dengan keunikan bentuk wilayah yang
dimilikinya ini mengakibatkan gua memiliki intensitas cahaya yang berbeda-beda
pada setiap titik wilayahnya. Dengan kondisinya yang menyerupai sebuah lubang
dan berkelok-kelok akan menyebabkan bagian dalam gua tertutupi dan terlindung
dari cahaya matahari yang masuk, sehingga semakin dalam bagian gua akan
semakin gelap karena intensitas cahaya yang semakin kecil dibandingkan dengan
bagian mulut gua yang masih terpapar oleh sinar cahaya matahari secara
langsung.
Dengan keunikan wilayah dan besar intensitas cahaya yang berbeda-beda
pada setiap titik wilayah tersebut, maka akan berpengaruh pula terhadap kondisi
klimatik yang lain seperti suhu, kelembaban, kecepatan angin dan evaporasi. Hal
inilah yang menarik perhatian kami untuk dapat melakukan pengamatan terkait
kondisi klimatik pada bagian mulut dan bagian dalam gua. Kami memilih situs
Gua Pawon sebagai objek pengamatan kami, karena selain Gua Pawon merupakan
gua asli yang terbentuk secara alami oleh alam, Gua Pawon juga merupakan salah
satu gua yang terdapat di wilayah Bandung yang cukup mudah dijangkau serta
memiliki profil wilayah yang menarik karena memliki substrat yang terdiri atas
batu kapur sehingga akan mempengaruhi kondisi klimatik dari gua itu sendiri.
Dengan dipilihnya Gua Pawon sebagai objek pengamatan kami, diharapkan dapat
memberikan pengetahuan yang bermanfaat terkait keunikan kondisi klimatik pada
Gua tersebut.
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan diselesaikan dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimanakah gradasi intensitas cahaya, suhu, kelembaban, kecepatan angin
dan evaporasi dari mulut gua hingga bagian dalam gua pawon ?
D. Pertanyaan penelitian
1. Bagaimana gradasi intensitas cahaya antara bagian mulut dan dalam gua
pawon ?
2. Bagaimana gradasi suhu dari mulut gua hingga bagian dalam gua pawon ?
3. Bagaimana gradasi kelembaban dari mulut gua hingga bagian dalam gua
pawon ?
4. Bagaimana gradasi kecepatan angin dari mulut gua hingga bagian dalam gua
pawon ?
5. Bagaimana gradasi evaporasi dari mulut gua hingga bagian dalam gua
pawon?
E. Batasan masalah
Pengamatan yang kami lakukan dibatasi yaitu hanya mengukur intensitas
cahaya, suhu, kelembaban, kecepatan angin dan evaporasi pada gua pawon. Kami
juga hanya mengukur faktor klimatik tersebut pada siang hari pada interval waktu
pukul 12.00-14.00 WIB. Selain itu, kami membatasi titik pengamatan yaitu pada
bagian mulut gua dan bagian dalam gua pawon.
F. Hipotesis
H1= Terdapat gradasi intensitas cahaya, suhu, kelembaban, kecepatan angin dan
evaporasi dari mulut gua hingga bagian dalam gua pawon.
H0= Tidak terdapat gradasi intensitas cahaya, suhu, kelembaban, kecepatan angin
dan evaporasi dari mulut gua hingga bagian dalam gua pawon.
G. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah memberikan informasi
tentang gradasi intensitas cahaya, suhu, kelembaban, kecepatan angin dan
evaporasi dari mulut gua hingga bagian dalam gua pawon.
H. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang gradasi intensitas cahaya,
suhu, kelembaban, kecepatan angin dan evaporasi dari mulut gua hingga bagian
dalam gua pawon.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Pengertian Gua
Gua merupakan bentukan alami batuan bumi yang membentuk suatu celah
yang tidak biasa terlepas atau berdiri sendiri dari linkungannya. Menurut IUS
(International Union of Speleology), cave atau gua yaitu setiap ruang bawah
tanah yang berbentuk lorong-lorong yang dapat ditelusuri/ dimasuki manusia.
Oleh karena itu istilah caving biasa digunakan yntuk menyebutkan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh manusia terhadap gua dan lingkungannya. Jadi
bentukan-bentukan seperti gua yang dibuat manusia sebenarnya tidak dapat
dikelompokan sebagai gua, tapi lebih tepat sebagai suatu terowongan.
Gua merujuk pada terowongan alami yang terbentuk ke dalam bukit atau
gunung yang disebabkan oleh erosi air atau sebagainya. Panjangnya gua bisa
saja hanya beberapa meter ke dalam atau dapat menjalar sejauh ratusan
kilometer dan terkadang sampai tembus ke pintu gua yang lain. Gua yang biasa
sering ditemukan biasanya berada di bagian atas tanah, tetapi ada pula gua
yang menjalar sampai di bawah tanah, dan di bawah permukaan air yang
menyebabkan gua tersebut berisi air.
Gua adalah ruang bawah tanah alami yang cukup besar bagi manusia. Gua
merupakan rongga alami yang memiliki keadaan yang gelap serta lembab. Gua
adalah suatu bentukan alam yang umumnya terjadi akibat adanya suatu proses
alam yang melubangi batuan. Bisa berbentuk suatu lorong yang panjang, gelap
dan berkelok-kelok, tetapi dapat pula sebagai suatu ceruk dalam. Secara umum
dikenal terjadi pada dua batuan yang jauh berbeda, yaitu pada batu gamping
yang sangat intensif dan luas kejadiannya, dan pada kasus-kasus khusus di
aliran lava basalt, tetapi dapat pula terjadi pada semua jenis batuan yang
mengalami tingkat abrasi / erosi yang kuat melewati struktur-struktur tertentu.
Ilmu pengetahuan gua adalah ilmu eksplorasi dan studi dari semua aspek
gua
dan
lingkungan
yang
mengelilingi
gua-gua.
Pembentukan
dan
Zona mulut atau zona terang (entrance zone) merupakan daerah yang
menghubungkan luar gua dengan lingkungan dalam gua agar cahaya matahari
bisa masuk. Pada zona ini, kondisi lingkungan gua masih sangat dipengaruhi
oleh perubahan lingkungan luar gua. Temperatur dan kelembaban berfluktuasi
tergantung kondisi luar gua. Kondisi iklim mikro di mulut gua masih sangat
dipengaruhi oleh perubahan kondisi di luar gua. Mulut gua mempunyai
komposisi fauna yang mirip dengan komposisi fauna di luar gua seperti rakun,
beruang, salamander, burung hantu, serta siput. Selain itu, ada zona ini juga
ditemukan tanaman, seperti lumut, pakis dan tanaman paku. Kondisi iklim
mikro di mulut gua masih sangat dipengaruhi oleh perubahan kondisi di luar
gua.
Zona peralihan atau zona remang-remang (twilight zone) adalah zona yang
memiliki ciri dengan kondisi lingkungan yang sudah gelap namun masih dapat
terlihat berkas cahaya yang memantul dinding gua yang tergantung pada tipe
gua itu sendiri. Di zona peralihan ini kondisi lingkungan masih dipengaruhi
oleh luar gua, yaitu masih ditemukannya aliran udara. Temperatur dan
kelembaban juga masih dipengaruhi oleh lingkungan luar gua. Komposisi
fauna pada zona ini mulai berbeda baik dari segi jumlah jenis maupun individu.
Kemelimpahan jenis dan individu lebih sedikit dibandingkan di daerah mulut
gua. Pada zona ini akan ditemukan organisme dari jenis trogloxene, seperti
kelelawar, laba-laba, ngengat, kaki seribu, dan jamur. Hewan pada zona ini
bersifat dapat masuk dan keluar dari gua selama siklus hidupnya.
Zona gelap (dark zone) adalah zona dimana tidak ada cahaya sama sekali.
Daerah ini merupakan daerah yang gelap total sepanjang masa, kondisi
temperatur dan kelembaban mempunyai fluktuasi yang sangat kecil sekali.
Jenis fauna yang ditemukan sudah sangat khas dan telah teradaptasi pada
kondisi gelap total. Organisme gua sejati hidup di zona ini, seperti fauna yang
berasal dari golongan Troglobite. Fauna yang ditemukan biasanya mempunyai
jumlah individu yang kecil namun mempunyai jumlah jenis yang besar
(Deharveng dan Bedos, 2000).
Zona yang terakhir adalah zona gelap abadi dimana sama sekali tidak
terdapat aliran udara kondisi temperatur dan kelembaban mempunyai fluktuasi
yang sangat kecil. Biasanya mempunyai kandungan karbondioksida yang
sangat tinggi. Zona ini biasanya terdapat pada sebuah ruangan yang lorongnya
sempit dan berkelokkelok.
3. Gua Pawon
Disebut Gua Pawon karena lokasi temuan kerangka manusia tersebut
berada di dalam gua kars yang terletak di sisi tebing bukit kars Gunung
Masigit. Pawon sendiri dalam bahasa Sunda berarti dapur. Gua Pawon terletak
601 m di atas permukaan laut dan berada di puncak bukit Pawon yang
merupakan daerah penambangan batu kapur sehingga substrat dari gua Pawon
tersebut juga merupakan batu kapur. Gua Pawon sendiri memiliki panjang 38
m dan lebar 16 m, sedang tinggi atap guanya tidak dapat diketahui secara pasti
karena pada saat ditemukan bagian atap gua sudah runtuh. Sedangkan lantai
gua hanya tersisa sebagian kecil saja di sisi barat, karena lantai gua bagian
tengah sudah tertimbun oleh bongkahan runtuhan atap dan sebagian besar
sudah tererosi sehingga membentuk lereng yang cukup terjal. Gua seluas 300
meter persegi lebih ini terdiri dari beberapa rongga, seperti kamar dan juga
beberapa jendela alami yang besar (Tersiandini, 2014).
Berdasarkan analisis geologi, proses pengguaan Gua Pawon berawal dari
terbentuknya mata air di tepian Cekungan Bandung Purba. Kemudian diikuti
proses pelarutan yang membentuk lubang hingga menyebabkan langit-langit
gua itu runtuh dan sebagian gua terbuka. Peristiwa hujan abu dari letusan
Gunung Tangkuban perahu kemudian mengisi lantai gua (Tersiandini, 2014).
4. Faktor-Fakor Klimatik
a. Iklim
Iklim merupakan sintesis kejadian cuaca selama kurun waktu yang
panjang, yang secara statistic cukup dapat dipakai untuk menunjukkan nilai
statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap saatnya (World Climate
Conference, 1979).
Iklim juga dapat didefinisikan sebagai peluang statistic berbagai keadaan
atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban, yang terjadi di suatu
daerah selama kurun waktu yang panjang (Gibbs, 1987) (Pusfatsatklim
LAPAN, 2009).
b. Suhu
Suhu adalah suatu besaran yang menyatakan ukuran derajat panas atau
dinginnya suatu benda (Fadiel, 2011). Posisi lintang di bumi sangat
berhubungan dengan penerimaan intensitas penyinaran matahari yang
berbeda-beda di berbagai wilayah. Daerah-daerah yang berada pada zona
lintang iklim tropis menerima penyinaran matahari setiap tahun relatif lebih
banyak dibandingkan wilayah lain. Perbedaan ini menyebabkan variasi suhu
udara di berbagai kawasan di muka bumi. Perbedaan suhu juga terjadi
karena secara vertical yaitu letak suatu wilayah berdasarkan perbedaan
ketinggian di atas permukaan laut.
Kondisi suhu angin sangat berpengaruh terhadap tumbuh-tumbuhan dan
hewan, karena jenis spesies tertentu memiliki persyaratan suhu lingkungan
yang ideal atau suhu optimum bagi kehidupannya, serta batas suhu
maksimum dan minimum untuk tumbuh yang dinamakan tolerensi spesies
terhadap suhu. Suhu bagi tumbuh-tumbuhan merupakan faktor pengontrol
bagi persebarannya sesuai dengan letak lintang, ketinggian dan sebagainya.
Penamaan habitat tumbuhan biasanya sama dengan nama-nama wilayah
berdasarkan lintang buminya, seperti vegetasi hutan tropik, vegetasi lintang
sedang, dan sebagainya (Triyono,2009).
c. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya adalah jumlah sinar matahari yang sampai pada
permukaan tanaman, biasanya satuan yang digunakan persentase, sedangkan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Hari/tanggal : Kamis/ 25 Februari 2016
Waktu
: Pukul 12.00-14.00
Tempat: Gua Pawon, Desa Gunung Masigit, Bandung Barat (Jawa Barat)
B. Alat dan Bahan
Adapun alat yang diperlukan untuk penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Alat dan Bahan Penelitian
No.
Nama Alat
Gambar Alat
1.
Lux Meter
Gambar 3. Lux Meter
(ndreas, 2012)
2.
Termometer
Gambar 4. Termometer
(Dokumentasi pribadi, 2016)
3.
Anemometer
Gambar 5. Anemometer
(alatukur.web.id)
4.
Termohygrometer
Gambar 6. Termohygrometer
(Dokumentasi pribadi, 2016)
5.
Evaporimeter
Gambar 7. Evaporimeter
(Dokumentasi pribadi, 2016)
6.
Senter
Gambar 8. Senter
(Rudi, 2014)
7.
Meteran
Gambar 9. Meteran gulung
(Indri, 2013)
8.
Alat Tulis
Gambar 10. Alat tulis
(Hari, 2013)
9.
Kamera
Gambar 11. Kamera
(Anjas, 2012)
C. Cara Kerja
1. Menentukan titik lokasi pengamatan
Intensitas cahaya di ukur setiap rentang waktu lima menit sekali sebanyak tiga kali.
4. Mengukur Kelembaban
Sensorpengamatan
pada hygrometer
pada titik
lokasi pengamatan,
kemudian
Kelembapan di setiap titik lokasi
diukurelectric
dengandibiarkan
menggunakan
hygrometer
elektrik setiap
5 menitskala
sekalia
6. Mengukur Evaporasi
Mula-mula tabung diisi dengan air aquades, kemudian ditutup dengan kertas saring deng
Pengamatan dilakukan pada permukaan air didalam tabung.
D. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian deskriptif karena hanya
mendeskripsikan suatu keadaaan beberapa faktor klimatik pada dua daerah tanpa
memberikan perlakuan.
E. Teknik Sampling
Teknik sampling penelitian ini adalah purposive sampling pada setiap daerah
pengamatan. Dimana purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu. Sehingga data yang diperoleh lebih representatif dengan
melakukan proses penelitian yang kompeten dibidangnya (Sugiyono, 2008).
F. Daerah penelitian
1. Peta Gua Pawon
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 2. Perubahan Kondisi Klimatik di Gua Pawon
Jara
k
0
meter
4
meter
8
meter
12
meter
16
meter
20
meter
Pengulanga
n ke1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
Intensitas
cahaya
(Lux)
6890
4890
4690
5490
2137
2187
1974
2099,33
361
367
434
387,33
1,18
1,3
1,21
1,23
0,08
0,06
0,07
0,07
0,03
0,08
0,05
0,053
Suhu
(0C)
25,7
25,9
26,1
25,9
25,2
25,6
25,2
25,33
24,5
24,4
24,5
24,47
24,4
24,6
24,4
24,47
24,4
24,3
24,3
24,33
24,4
24,3
24,2
24,33
Kelembaba
n
(%)
72,1
75,9
74
74
77,9
79,4
81,1
79,47
81,9
81,5
81,2
81,53
82,9
84,6
85
84,17
84,9
85,3
85,4
85,2
85,4
85,1
84,7
85,07
Kecepatan
angin
(m/s)
0
0
0
0
0
0
0
0
0,2
0,8
0,1
0,37
1,1
1
0,8
0,37
0,6
0,7
0,3
0,97
1
1,5
0,9
1,13
Evaporas
i
Ket
Intensitas cahaya
(Lux)
Suhu
(0C)
Kelembaban
(%)
Kecepatan angin
(m/s)
0 meter
5490
25,9
74
4 meter
2099,33
25,33
79,47
8 meter
387,33
24,47
81,53
0,37
12 meter
1,23
24,47
84,17
0,37
16 meter
0,07
24,33
85,2
0,97
20 meter
0,053
24,33
85,07
1,13
Jarak
B. Pembahasan
5490
4000
3000
Intensitas Cahaya (luc)
2000
2099.33
Intensitas Cahaya (Lux)
1000
387.33
1.23
0.07
0.05
Jarak (meter)
Grafik 1. Gradasi Intensitas Cahaya Dari Mulut Hingga Bagian Dalam Goa Pawon
tersebut dapat terlihat perubahan intensitas cahaya yang semakin menurun dari
mulai bagian mulut gua hingga 20 meter ke dalam gua. Sehingga semakin dalam
bagian gua maka keadaannya akan semakin gelap. Hal tersebut dikarenakan
sumber cahaya hanya berasal dari mulut gua tidak dapat masuk seluruhnya ke
bagian dalam gua, maka besar intensitas cahaya di bagian dalam gua akan
semakin rendah daripada bagian mulut gua.
Chart Title
26.5
25.9
26
25.5
Suhu (oC)
25.33
Series 3
25
24.5
24.47
24.47
12
24.33
24.33
16
20
24
23.5
0
Jarak (m)
Grafik 2. Gradasi Suhu Dari Mulut Hingga Bagian Dalam Goa Pawon
Chart Title
88
86
84
82
80
Kelembaban (% ) 78
76
74 74
72
70
68
0
84.17
85.2
85.07
16
20
81.53
79.47
Series 3
12
Jarak (m)
Grafik 3. Gradasi Kelembaban Dari Mulut Hingga Bagian Dalam Goa Pawon
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0
12 16 20
Jarak (m)
Grafik 4. Gradasi Kecepatan Angin Dari Mulut Hingga Bagian Dalam Goa Pawon
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Ballitri. 2012. Intensitas Cahaya Pada Pembibitan Kopi. [Online]. Tersedia:
http://ballitri.deptan.go.id/index.php/ (13 Februari 2016)
Deharveng, L. dan Bedos, A. 2000. The Cave Fauna of Southeast Asia:Origin,
evolution and Ecology dalam Wilkens, H., Culver, D.C, dan Humpreys, W.F.
(ed.), Ecosystem of the World, Vol.30: Subterranean Ecosystem. Amsterdam:
Elsevier.
Fadil,
Meutuah.
2011.
Pengertian
Suhu.
[Online].
Tersedia:
Tersedia:
1.
Goa
Pawon:
http://assetsa2.kompasiana.com/statics/files/1400564
898420629745.jpg?t=o&v=760