Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

STUDI MANUSKRIP PESANTREN


JUDUL BUKU NUR BUAT

OLEH : BUSTANUL ULUM

INSTITUT ILMU KEISLAMAN AN NUQAYAH


GULUK-GULUK SUMENEP
2014

NUR BUAT

A. Pendahuluan
Dengan terselesainya penelitian tentang manuskrip pesantren, saya selaku
peneliti sangat berterima kasih kepada semua pihak khususnya kepada bapak
dosen yang telah memotivasi dan membimbing saya untuk melakukan penelitian
tentang manuskrip, tak lupa pula kepada pemilik manuskrip yang telah sudi
mengijinkan saya untuk mengambil gambar dari manuskrip yang saya teliti, dan
kepada teman-temanku yang selalu membantu dalam kesulitan kami.
Sehubungan dengan manuskrip yang telah saya teliti bahwa manuskrip
tersebut merupakan manuskrip yang dirawat dan dijaga oleh Sanwani yang
termasuk salah satu anak dari alm. K. Asmoni yang berdomisili di Desa Ambunten
Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep. Untuk lebih jelasnya saya
akan mendeskripsikan manuskrip tersebut sesuai dengan hasil wawancara saya
dengan teman saya yaitu Sanwani sebagai berikut:
B. Nama Kitab
Nama dari sebuah kitab menunjukkan isi dari kitab itu sendiri dimana
nama tersebut biasanya disesuaikan dengan faedah yang dikandungnya,
seperti halnya manuskrip yang saya temukan yaitu membunyai nama Nur
Buat, yang diambil dari sebutan mayoritas masyarakat setempat yaitu Desa
Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep, dengan melihat
nama yang dimiliki manuskrip tersebut biasanya digunakan untuk kitab-kitab
mujarobat yang isinya tentang doa-doa keselamatan bagi yang meyakininya.
Akan tetapi, setelah saya wawancara dengan pemiliknya ternyata sampul
depannya sudah hilang, sehingga saya kesulitan untuk menentukan nama
manuskrip tersebut, untungnya pihak pemilik mempunyai waktu untuk
menjelaskan walaupun hanya sekedar tentang manuskrip tersebut sehingga
saya dapat mengetahui tentang nama dari manuskrip tersebut. Demikianlah
nama manuskrip yang saya temukan.
Selain dari itu, ada juga naskah yang dikarang oleh KH. Ali Wafa Muharrar
yang ada di Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten
Sumenep, di antaranya doa barokah yang diistilahkan dengan doa
pangrokat 1 naskah, tahlil 2 naskah, kitab-kitab fiqh 2 naskah, ushul fiqh 1
naskah, tashawuf 4 naskah, nahwu sharaf 3 naskah dan filsafat 1 naskah yang
semua itu berada pada jilid yang berbeda, hanya saja saya tidak diberi idzin
untuk mengambil gambarnya oleh yang bertanggung jawab karena kata beliau

takut cangkolang / suul adab (tidak mempunyai akhlak terhadap gurunya)


dan apabila tetap ingin mengambil gambarnya harus sowan dulu ke
pusarannya katanya, karena beliau takut seperti yang terjadi di kalimantan
yang pada saat itu di salah satu rumah warga terjadi kebakaran yang di
dalamnya ada foto KH. Ali Wafa Muharrar ternyata foto itu tetap utuh dan tidak
ada yang dilahap api sedikitpun, dengan demikian yang bertanggung jawab
takut untuk mengijinkan saya dalam mengambil foto karangannya selain dari
yang saya foto yaitu Nur Buat. Jadi jumlah karangannya terdiri dari 15
naskah, dari karangan yang merupakan kepunyaan beliau.
C. Nama Pengarang Kitab
Nama pengarang dari sebuah manuskrip terletak dibagian sampul depan,
akan tetapi kelemahannya apabila setelah sampul depan itu hilang atau rusak,
maka nama dari sebuah manuskrip tersebut akan ikut hilang seperti yang saya
temukan, yaitu sebuah manuskrip yang sampul depannya sudah hilang dan
begitu juga sampul belakannya, sehingga saya kesulitan untuk menentukan
pengarangnya dengan tanpa ada bantuan dari pemiliknya.
Setelah saya terus mewawancarai pemiliknya akhirnya pemiliknya
menyebutkan nama pengarangnya sehingga saya dapat mengetahui siapa
pengarangnya hanya saja sang pemilik tidak begitu detil menjelaskan tentang
nama yang mengarang manuskrip tersebut, beliau hanya menyebutkan bahwa
adanya manuskrip tersebut diperoleh dari ayahnya yang ayahnya katanya
pernah mengaji kepada KH. Imam yang termasuk salah satu menantu KH. Ali
Wafa Muharrar.
D. Sejarah Manuskrip
Manuskrip tersebut saya temukan di salah satu teman saya di Desa
Ambunten Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep yang bernama
Sanwani, beliau merupakan salah seorang yang menjaga dan merawat
manuskrip tersebut karena beliau merupakan salah satu anak dari alm. K.
Asmoni dimana adanya K. Asmoni sendiri merupakan salah satu santri dari KH.
Imam dimana KH. Imam sendiri termasuk salah satu menantu KH. Ali Wafa
Muharrar. Selama hidupnya K. Asmoni terus mendampingi gurunya tapi di satu
sisi K. Asmoni membantu KH. Ali Wafa Muharrar dalam menjalankan
pemerintahan di Kabupaten Sumenep karena beliau termasuk salah satu
pahlawan Kabupaten Sumenep dalam melawan penjajah Belanda dan dalam
melawan penjajah beliau melakukannya bersama KH. Usmuni Terate Pandian
Sumenep dan KH. Sujak Asta Tinggi karena beliau hidup dalam satu zaman.
Dan dalam melawan Belanda beliau masih sempat mendirikan pesantren yang
diberi nama Pondok Pesantren Ahlussunnah Waljamaah Ambunten pada tahun
1932, setelah itu beliau mendirikan sebuah madrasah karena atas permintaan
dan kebutuhan masyarakat akan pendidikan yang mempelajari dan mendalami
akan pendidikan yang berbasis keagamaan sehingga beliau termotifasi untuk
mendirikannya dalam menyebarkan agama islam melalui pendidikan tersebut
yang diberi nama MI. Nahdlatul Ulama dimana nama tersebut diperoleh dari
mimpi beliau setelah melakukan tawasul kepada guru-gurunya yang kemudian
dari usahanya tersebut beliau bermimpi gurunya yaitu KH. Kholil Bangkalan
dan KH. Hasyim Asyari jombang, dengan nama tersebut beliau mendapat

kecaman dari belanda, sampai-sampai beliau di serang mati-matian oleh


Belanda.
Mengenai manuskrip, dimana adanya manuskrip tersebut dulunya
digunakan untuk keselamatan masyarakat yang berada di Desa Ambunten
Timur Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep seperti selamatan laut,
perahu secara besar-besaran hal ini merupakan salah satu kepercayaan yang
tetap mengental di masyarakat Desa Ambunten Timur Kecamatan Ambunten
Kabupaten Sumenep yang dikomandani oleh KH. Suhail Imam bin KH. Imam AlKarawi (Karay Ganding Sumenep) dengan kata lain KH. Ali Wafa Muharrar
mengambil menantu keponakannya sendiri, dimana beliau sendiri dijodohkan
dengan sepupunya yaitu Ny. Nurdina. Jadi KH. Suhail Imam merupakan
keponakan dari KH. Thaifur Ali Wafa Muharrar, dimana dalam melaksanakan
selamatan tidak hanya melibatkan sebagian masyarakat melainkan semua
lapisan masyarakat yang berada di Kecamatan Ambunten Kabupaten Sumenep
khsusnya yang berlokasi di pinggiran laut.
E. Keadaan Manuskrip di Lapisan Masyarakat
Setelah saya berbicara tentang manuskrip tersebut dengan yang
menyimpannya, maka ternyata manuskrip tersebut sampai pada saat
sekarang ini masyarakat Ambunten Timur masih tetap mempercayai akan
manuskrip tersebut karena dianggap mempunyai kelebihan tersendiri, dimana
biasanya setelah melaksanakan selamatan dan dibacakan Nur Buat dengan
barokahnya rizkinya akan lebih mudah didapat dan lebih gampang diperoleh.
F. Jenis Kertas
Mengenai kertas yang digunakan adalah menggunakan kertas dob (kertas
yang terdiri dari kulit kepompong), karena pada saat itu menurut ceritanya
masih belum ada kertas selain dari kertas dob tersebut.
G. Halaman Kitab
Manuskrip yang saya temukan tidak menggunakan halaman baik nomor
maupun tanda-tanda yang lain.
H. Jenis Tulisan
Mengenai jenis tulisannya adalah khat Naskh. Dan di halaman pertama
sisinya berwarna merah, ternyata setelah saya tanyakan beliau menjawab
mungkin untuk membedakan antara halaman pertama dan yang selanjutnya.
I. Baris Kitab
Setiap kertas mempunyai 13 baris kecuali pada awal kitab yaitu terdiri
dari 9 baris.
J. Penutup
Demikian penelitian saya yang tentunya masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh sebab itu, saya selaku peneliti dari manuskrip tersebut mohon maaf

sebanyak-banyaknya karena setiap manusia pasti mempunyai akan sifat


kelebihan dan kekurangan.

Anda mungkin juga menyukai