Anda di halaman 1dari 78

PEREMAJAAN PERMUKIMAN

MELALUI KESWADAYAAN MASYARAKAT


(Membangun dengan potensi masyarakat di Cigugur Tengah, Cimahi,
Jawa Barat)
Oleh : Gundhi Marwati
Pusat Litbang Permukiman
E-mail: suwan@elga.net.id

Abstrak

Tumbuhnya permukiman kumuh di daerah perkotaan pada umumnya akibat dari


kebutuhan perumahan yang belum terpenuhi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Penerapan penataan kembali kawasan kumuh di Cigugur Tengah-Cimahi diharapkan
sebagai model yang bisa diterapkan di berbagai daerah yang kondisinya sama. Cigugur
Tengah adalah salah satu kawasan di kota Cimahi yang letaknya sangat strategis, terletak
dekat perbatasan kota Bandung dan kota Cimahi. Karena kawasan tersebut
berdampingan dengan kawasan industri, maka keberadaan kaum buruh yang jumlahnya
cukup tinggi menyebabkan banyak yang menyewa atau mendirikan pondok-pondok
secara ilegal. Tidak terkendalinya pembangunan perumahan Cigugur Tengah,
menyebabkan kawasan tersebut mengalami penurunan kualitas lingkungan secara
keseluruhan. Adanya program peremajan kawasan kumuh pemerintah kota Cimahi, akan
memberi peluang untuk peremajaan permukiman kawasan Cigugur Tengah. Dalam
konsep ini, selain menerapkan konsep membangun tidak menggusur, juga diterapkan
konsep membangun keswadayaan masyarakat berkelanjutan.

Kata Kunci : peremajaan permukiman, tanpa menggusur, membangun keswadayaan


masyarakat berkelanjutan.

Abstract

The growth of slum housing in the urban areas is mostly influenced by the housing
demand of the low income group. The rearrangement of slum area in Cigugur-Tengah,
Cimahi, is expected tobe a model, which can be applied in other areas having similar
condition. Cigugur-Tengah is one of the strategic location of slum area in Cimahi city,
because it is close to the boundary of Bandung and Cimahi city. As the location is very
near from industrial area, this condition attracts a big number of industrial workers to live
in slum areas, and it makes the condition become worse. Many illegal uncontrolled
shelters have been built, that make discomfort settlements. Uncontrolled housing
construction in Cigugur-Tengah, has caused the area to become totally degraded in its
quality. The planning program of urban renewal slum area of the government Cimahi
city, therefore, will open an opportunity for an urban renewal in Cigugur-Tengah area. In
this concept, to build without dragging away the dweller, wiil also build sustainable
community where self-help participation will also be apllied.

Keyword: Urban renewal slum area, without dragging away, build sustainable
community

66

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

PENDAHULUAN
Kebutuhan perumahan bagi masyarakat
berpenghasilan rendah sangat terasa
sekali di daerah perkotaan, terutama di
kota-kota besar dan metropolitan.
Akibat kebutuhan perumahan ini,
tumbuh permukiman kumuh di lokasi
yang strategis, berdekatan dengan
daerah komersial, menduduki tanah
negara atau tanah milik masyarakat.
Sesuai dengan kebijakan pada Pelita VI
yang lalu,
untuk menata kembali
kawasan kumuh ini, tidak dilakukan
penggusuran. Karena itu, lahan yang
ada dimanfaatkan seefektif dan seefisien
mungkin dapat menampung penduduk
setempat yang ada, dilengkapi dengan
sarana dan prasarana, dan cukup ruangruang terbuka dan taman, sehingga
memenuhi lingkungan yang sehat.
Konsep skala lapangan Kawasan Cigugur
Tengah-Cimahi sebagai model, diharapkan dapat diterapkan di daerah-daerah
yang kondisinya serupa.
Kawasan Cigugur Tengah adalah salah
satu kawasan kumuh di kota Cimahi
yang masuk dalam program peremajaan
kota. Karena lokasi kawasan tersebut
berdampingan dengan kawasan industri,
maka
desakan
kebutuhan
akan
permukiman terutama kaum pendatang
yang bekerja sebagai buruh,mengakibatkan penduduk dan bangunan menjadi
padat. Lokasi kawasan Cigugur Tengah
merupakan suatu potensi kawasan,
karena berdekatan dengan daerah
industri, daerah bisnis dan perkantoran,
serta jalur angkutan umum. Bagi
penduduk kawasan Cigugur Tengah,
keberadaan industri dan daerah bisnis
mendatangkan tambahan pendapatan,
karena karyawan industri kebanyakan
menyewa kamar atau rumah di kawasan
tersebut. Penambahan penduduk dan
penambahanbangunan-bangunan rumah
Peremajaan Permukiman Melalui (Gundhi M.)

yang
pada
umumnya
liar
tidak
terkendali, menyebabkan penurunan
kualitas kawasan, akibat dari jalan-jalan
setapak semakin sempit, minimnya air
bersih dan sanitasi lingkungan.
Adanya rencana pemerintah kota Cimahi
untuk meremajakan kawasan Cigugur
Tengah, peluang penataan kembali
kawasan ini belum dapat diterima oleh
masyarakat, karena masyarakat akan
merasa kehilangan pendapatan dari
menyewakan kamar atau rumahnya,
atau bahkan penghuni kawasan akan
tergusur dan akan kehilangan ruangruang untuk berdagang atau membuat
industri rumahan.
Telaah peremajan kawasan permukiman
direncanakan
menggalang
semua
potensi masyarakat menjadi kekuatan
bersama
yang
lebih
besar
dan
menguntungkan untuk bersama. Konsep
peremajaan dalam studi ini tidak akan
menggusur penduduk. Cara ini dipilih
dengan pertimbangan pertimbangan
pemerintah kota tidak perlu menyiapkan
lahan bagi penduduk tersebut, dan
penduduk tidak banyak terganggu dalam
mencapai tempat kerja atau aktivitas
lainnya. Konsep peremajaan kota di
Cigugur Tengah akan mendorong
pembangunan
bukan
saja
untuk
penataan fisik kawasan, tetapi lebih luas
akan meningkatkan kualitas kota Cimahi,
serta mendorong ekonomi masyarakat,
dengan cara penataan dengan pola
ekonomi kawasan, yaitu membangun
hunian beserta fasilitas sosial, fasilitas
umum dan fasilitas usaha untuk
menunjang kehidupan ekonomi. Tujuan
pembangunan
seperti
ini
adalah
mendorong
peningkatan
ekonomi
masyarakat, dengancara memberdayakan masyarakat,mengikutsertakan masyarakat secara aktif berperan serta,
pemerintah dan swasta bertindak
sebagai pendorong atau katalisator,
67

turut
membina
dan
memberikan
berbagai kemudahan untuk kelancaran
pembangunan.
Konsep-konsep perbaikan kota telah
dicoba diterapkan di beberapa kota pada
sekitar tahun tujuh puluhan, antara lain
di Jakarta, Bandung dan Surabaya,
diperuntukkan bagi masyarakat miskin.
Salah satu sasaran pemerintah adalah
penyediaan dan perbaikan papan serta
lingkungannya
bagi
masyarakat
menengah ke bawah. Tetapi, ternyata
konsep-konsep Kampung Inprovement
Program (KIP) yang diterapkan di
Indonesia tidak dapat berjalan sesuai
yang diharapkan. Strategi pemerintah
yang diterapkan untuk penyediaan
papan dan KIP dijalankan dengan cara
top down, masyarakat tidak diikut
sertakan dalam penentuan kebutuhan
sarana maupun prasarananya, juga tidak
dilibatkan dalam perencanaan dan
pelaksanaan. Perbaikan kampung kota
ini justru cenderung mendorong pihakpihak bermodal besar membeli rumah
penduduk di lingkungan yang sudah
tertata, selanjutnya karena tekanan
ekonomi, penghuni asli melepaskan
rumahnya, tergusur secara alami pindah
lagi menciptakan daerah kumuh baru.
Konsep peremajaan permukiman dengan
pola keswadayaan masyarakat, membangun dengan potensi masyarakat, diartikan bahwa peremaja-an permukiman ini
diharapkan
dapat
memecahkan
permasalahan secara mendasar. Konsep
ini mengutamakan semua penduduk
lama diusahakan dapat ditampung
kembali dalam rumah yang dibangun di
lokasi yang sama, dengan tujuan agar
masyarakat dapat manfaat dalam
penatan kembali kawasannya, antara
lain perumahan mereka menjadi lebih
baik dan sehat, mereka tidak kehilangan
segi-segi yang positif dari lokasi yang
lama, yang sebelumnya telah mereka
68

nikmati,
karena
masih
tetap
bertetangga, dekat dengan tempat
kerja, tempat sekolah, dan fasilitas
umum lainnya. Dengan peningkatan
kualitas yang lebih baik, penggantian
tanah/rumah
milik,
ataupun
rumah/tanah sewa sesuai dengan
peraturan
yang
jelas
dan
adil,
diharapkan masyarakat penghuni akan
termotivasi untuk lebih meningkatkan
taraf hidup mereka. Tersedianya ruangruang usaha komersial yang bisa dimiliki
maupun disewakan, dapat mendorong
menaikkan taraf ekonomi mereka.
KAJIAN PUSTAKA
Peremajaan Permukiman
Sesuai dengan Undang-Undang RI No. 4
tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman
ditentukan
bahwa,
peremajaan merupakan kegiatan dengan
perombakan mendasar bersifat menyeluruh
dan
memerlukan
peran
serta
masyarakat secara menyeluruh pula (UU
RI No. 4 tahun 1992:55). Sejak Pelita VI
yang
lalu,
telah
diterapkan
strategi,bahwa peremajaan lingkungan
/kawasan permukiman diarahkan tidak
menggusur penduduk. Menurut Joko
Sujarto, peremajaan kota dapat dilihat
dalam tiga lingkup, yaitu sebagai proses,
fungsi dan program.
Sebagai proses peremajaan, diartikan
pengembangan kembali bagian wilayah
terbangun kota untuk meningkatkan
produktivitas dan kegunaan bagian kota
tersebut. Sebagai fungsi peremajaan,
berarti kegiatan untuk menguasai,
menata kembali dan merehabilitasi suatu
kawasan yang dinilai telah rusak atau
menurun kualitasnya untuk dapat
menampung kegiatan-kegiatan yang
sesuai dengan rencana kota. Sebagai
suatu program, peremajaan kota harus
dilakukan secara terkoordinir dan
terpadu.
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Pelibatan Masyarakat dalam


Pembangunan Kawasan
Neal dan Carol, pada awal tahun 1986,

telah mengamati suatu proyek pembangunan yang diselenggarakan oleh Lembaga


Masyarakat
atas
dukungan
Ford
Foundation. Disamping membangun
perumahan, juga membangun ekonomi
masyarakatnya
dengan
menggali
potensi-potensi yang telah ada di
masyarakat tersebut. Dalam kegiatan
pembangunan
ini,
dapat
ditarik
kesimpulan, bahwa untuk meningkatkan
kualitas permukiman dibarengi dengan
meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat
dengan pola pembangunan bertumpu
pada potensi masyarakat, ternyata
merupakan kekuatan utama dalam
pembangunan.
Di Bangladesh, Profesor Muhamad
Yunus,
guru
besar
ekonomi
di
universitas Chittagong, telah mendirikan
Grameen bank pada tahun 1976,
sebagai protes atas sistem perbankan
dan perkreditan yang berlaku di
negaranya, yang tidak dapat berpihak
untuk bisa menyalurkan modal kepada
masyarakat miskin. Tujuan Muhamad
Yunus mendirikan Bank ini adalah : (1)
memperluas fasilitas perbankan bagi
orang-orang miskin baik pria ataupun
wanita. (2) menghapus eksploitasi dari
pelepas
uang.
(3)
menciptakan
kesempatan membuka lapangan kerja.
(4) menghimpun anggota masyarakat
yang kurang beruntung di dalam
organisasi,sehingga mereka mendapatkan kekuatan sosial ekonomi dengan
cara bekerjasama. (5) memotong
lingkaran setan kemiskinan.

Perencanaan
Permukiman

Fisik

Kawasan

Kunci keberhasilan perencanaan dan


perancangan
kawasan
permukiman
adalah bukan terletak pada hasil
Peremajaan Permukiman Melalui (Gundhi M.)

rancangannya, melainkan terutama pada


landasan
sosial
ekonomi
dari
pembangunannya,
serta
wawasan
terhadap sosial masyarakatnya. Howard,
pencetus Garden City (1989), dalam
merancang
kawasan
permukiman
mempunyai tujuan, mengkombinasikan
cara hidup kota dengan lingkungan
pedesaan yang berciri banyaknya
penghijauan.
Kawasan
permukiman
dibagi-bagi menjadi kelompok-kelompok,
satu kelompok (cluster) berpopulasi
kurang lebih 1000 orang, dengan pusat
lingkungan fasilitas pendidikan. Antara
pusat kota dengan kawasan permukiman dipisahkan oleh taman, dan
dilengkapi dengan sarana jalan kaki.
Apabila terdapat bantaran sungai,
bantaran rel kereta api atau tanah di
bawah jalan layang, dimanfaatkan
sebagai jalur hijau atau taman. Untuk
lahan yang tidak kena sinar matahari,
dipilih tanaman yang sesuai, tidak
banyak terkena paparan sinar matahari.
Menurut arsitek John Orinsbe, tujuan
perencanaan
kawasan
permukiman
adalah untuk mendapatkan keseimbangan faktor-faktor alam dan faktor buatan,
sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi masyarakat penghuni. Kriteria
perencanaan menurut J.Orinsbe : (1)
adanya rasa aman di dalam kompleks
kawasan; (2) terciptanya masyarakat
yang rukun, dengan membuat nodenode aktivitas terutama bagi para
remaja dan kaum muda, agar terhindar
dari aktivitas negatif; (3) terciptanya
perasaan betah, dibantu dengan bentuk
rumah, pagar, material, texture, warna
dan cahaya; (4) untuk pergerakan
lingkungan mengutamakan jaringan
jalan
setapak;
(5)
lingkungan
mempunyai karakter tertentu, misalnya
adanya elemen identitas, signage, dan
tanaman; (6) adanya pengikat lingkungan berupa organisasi yang mengatur
69

dan memiliki kekuatan; (7) jenis dan


lokasi aktivitas sebaiknya disetujui oleh
masyarakat pemakai; (8) tersedianya
jalan penghubung yang nyaman dan
aman, misalnya bisa dipakai untuk
jogging, berkendaraan sepeda dan
gerobag.
Dalam merencanakan kawasan permukiman, Clarence Perry lebih mementingkan
jaringan
jalan
kaki.
Jalur
jalan
kendaraan roda empat diusahakan tidak
menembus kawasan perumahan. Jalan
juga dimanfaatkan sebagai pembatas
lingkungan dalam kawasan. Untuk
membatasi
pergerakan
kendaraan
bermotor, jalan dibuat pola cul de sac
dan pola curva. Bagi kelompok
penduduk berjumlah sekitar 5000 jiwa,
dilengkapi pusat lingkungan berupa
Sekolah Dasar, fasilitas pertokoan dan
perpustakaan. Konsep
perencanaan
kawasan permukiman Clarence Stein
hampir sama dengan konsep Perry,
pusat lingkungan permukiman sebaiknya
berupa fasilitas Sekolah Dasar, dan
pertokoan dengan radius pencapaian
perumahan maksimum 900 meter. Tiga
lingkungan permukiman dengan fasilitas
Sekolah Dasar, diikat dengan pusat
fasilitas Sekolah Menengah Pertama.

METODE PENELITIAN

The New Urbanism menurut Peter Kartz

(1992), bertujuan untuk menciptakan


konsep perencanaan lingkungan yang
mempunyai visi ke masa depan dengan
mengkombinasikan
keadaan
masa
lampau, sekarang dan masa yang akan
datang. Memiliki kecenderungan memelihara dan melestarikan lingkungan yang
berkelanjutan. Komponen pembentuk
lingkungan berupa taman, lapangan
terbuka difungsikan sebagai pusat
lingkungan.
Komponen
pertokoan,
sebagai
pembatas
lingkungan
/
kawasan, atau batas-batas lingkungan /
kawasan berupa unsur-unsur alami,
yaitu sungai atau jalan.
70

Mengkaji data sekunder yang


didapat dari Dinas Perumahan dan
Tata Kota Cimahi, kelurahan
Cigugur Tengah, berupa peta
wilayah studi, kepadatan penduduk
dan kepadatan bangunan. Dari
peta wilayah dan data kelurahan,
didapat kejelasan perihal tanah
milik dan tanah negara yang telah
dipakai mendirikan bangunan oleh
penduduk.
Observasi lapangan dan teknik
pengumpulan data : wawancara
dengan tokoh-tokoh masyarakat
dan penduduk asli yang memiliki
tanah warisan turun temurun,
menyewa rumah/tanah ataupun
mendirikan rumah di atasnya.
Melakukan wawancara dengan :
pimpinan pesantren At Taqwa dan
para santri yang menjadi ustadz di
pesantren tersebut, para RW dan
RT, Lurah Cigugur Tengah, Ketua
Bappeda, Kepala Dinas Perumahan
dan Tata Ruang, pengelola rumah
susun di Ciputri Cigugur Tengah,
Guru SD dan SMP, dan masyarakat
lainnya di kawasan tersebut.
Bersama masyarakat melakukan
survei kampung sendiri. Data yang
dikumpulkan berupa potensi dan
permasalahan yang ada, baik fisik
maupun sosial ekonomi.
Telaah data :
informasi yang
didapat di lapangan ditelaah
berdasarkan metode eksploratif dan
teori penataan kawasan permukiman, dibantu dengan teknik-teknik
pengukuran lapangan dan simulasi.
Telaah mengaitkan latar belakang
masyarakat
penghuni,
sosial
ekonomi, kondisi lokasi, keinginan
/usulantokoh-okohmasyarakat,serta
perhitung-an ekonomi kawasan
terbangun dengan cara simulasi.
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

TELAAH DATA
Lokasi penelitian terletak di kelurahan
Cigugur Tengah kota Cimahi, seluas
12,60 Ha, dengan kondisi permukiman
yang sangat kumuh. Permasalahan yang
dihadapi adalah jumlah penduduk dan
bangunan yang sangat padat, sarana
dan sanitasi lingkungan yang tidak
memenuhi kesehatan. Apabila musim
hujan, perumahan yang didirikan di
bantaran sungai terancam banjir, tetapi
sangat kekurangan air bersih. Tumbuh
dan berkembang rumah-rumah bedeng
yang dibangun ilegal oleh para
pendatang yang umumnya buruh
industri
atau
dibangun
penduduk
setempat untuk dikontrakan. Dari jumlah
bangunan yang ada, 80% berdiri tanpa
izin. Bangunan yang memiliki izin
terletak
di
pinggir
jalan
raya.
Berdasarkan analisa sosial ekonomi, dari
7.648 keluarga yang tercatat di Cigugur
Tengah, hanya 4.599 (60%) yang
tercatat
mempunyai
pekerjaan
/
penghasilan teratur, sehingga 40%
diperkirakan belum memiliki pekerjaan.
Kelompok
dominan
sebesar
28%
keluarga bergantung kepada sektor lainlain, berdasarkan pengamatan lapangan
masuk kedalam kelompok buruh industri
dan penyewaan kamar/rumah. Sektor
perdagangan 11%,sektor PNS/TNI/POLRI
dan 6% jasa dan pensiunan dan 4% di
sektor angkutan (termasuk pengemudi
ojek). Pemerintah kotasudah memprogramkan untuk dilakukan penataan kembali
melalui peremajaan kota.
Dari hasil penelitian dengan cara
pendekatan masyarakat di beberapa
lokasi penelitian, yaitu di lokasi kawasan
kumuh
kota
Jakarta,
Yogyakarta,
Semarang dan Cimahi, karakteristik
masyarakat adalah seperti berikut: a)
pada dasarnya masyarakat menginginkan adanya perubahan kehidupan sosial
Peremajaan Permukiman Melalui (Gundhi M.)

ekonominya, yaitu terpenuhinya tiga


dasar kebutuhan hidup : pangan, papan,
dan
sandang.
b)
masyarakat
mengharapkan adanya kemudahankemudahan akses ke arah perubahan,
ke berbagai sistem sumber daya dan
potensi yang diperlukan. c) masyarakat
belum menyadari sepenuhnya terhadap
kondisi potensi dan kemungkinan
peluang yang lebih besar dalam
meningkatkan kualitas kawasannya,
terutama penyatuan lahan sebagai
modal awal pembangunan.
Disamping permukiman kumuh, masih
ada sektor-sektor ekonomi masyarakat
berupa jasa dan perdagangan skala
rumahan. Sektor-sektor ini merupakan
potensi dan memiliki peluang untuk
ditumbuhkembangkan dengan fasilitasi
pemerintah
daerah,
ditingkatkan
menjadi
kawasan
komersial
bagi
masyarakat setempat yang tertata.
Untuk mengubah pemikiran masyarakat
(mindset) bahwa apabila permukimannya ditata, maka lingkungan huniannya
akan lebih sehat, sudah dapat dicerna
dan diterima dengan baik. Tetapi untuk
mengubah pemikiran bahwa apabila
permukimannya ditata kembali, ekonomi
masyarakat akan naik, diperlukan
pembuktian nyata. Karena hal ini belum
pernah ada contohnya di Indonesia,
maka dalam penelitian ini dilakukan
simulasi analisis daya dukung kawasan
dan konsep perencanaan serta analisis
investasi pembangunan, sebagai alat
untuk sosialisasi kepada masyarakat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis Daya Dukung Kawasan
Kawasan Cigugur Tengah seluas 12,60
Ha dengan penduduk sejumlah 7.648
jiwa, terdiri dari 1530 KK serta jumlah
rumah 1071 unit. Untuk memenuhi
kebutuhan rumah, dibutuhkan 43% dari
71

jumlah rumah yang ada. Dalam


menganalisis kawasan, diperhitungkan
kebutuhan rumah untuk 10 tahun yang
akan datang dihitung sejak tahun 2006,
dengan pertumbuhan penduduk setiap
tahun rata-rata 2,63%. Analisis data
lapangan perihal laju pertumbuhan
penduduk sampai dengan tahun 2016,
seperti pada Tabel 1.
Model penataan kawasan dengan
konsep
pola
ekonomi
kawasan,
menciptakan peluang usaha, dengan
menerapkan penatan bangunan mixed
use, diutamakan perumahan rumah
susun
beserta
bangunan
fasilitas
umumnya, dan selebihnya dibangun
bangunan komersial, yang direncanakan

dikelola oleh masyarakat, digunakan


sendiri atau disewakan. Perhitungan
Koefisien Lantai Bangunan (KLB),
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), jumlah
lantai tingkat yang dapat dibangun,
kepadatan bangunan dan kepadatan
orang/jiwa yang dapat ditampung,
dihitung sesuai ketentuan SNI 03-28461992, tentang Tata Cara Perencanaan
Kepadatan
Bangunan
Lingkungan
Perumahan Rumah Susun. Karena
kawasan dilalui jalur pesawat terbang
dengan ketinggian 38 meter, maka
bangunan tertinggi diperbolehkan hanya
sampai 8 lantai. Konsep perencanaan
seperti pada Tabel 2.

Tabel 1.
Perkiraan Jumlah Penduduk Kawasan Cigugur Tengah Tahun 2016 dengan laju
pertumbuhan 2,63%/Tahun
Jumlah
Pertumbuhan
Laju
penduduk
selama 10
pertumbuhan/tahun
tahun 2006
tahun
(%)
(jiwa)
(jiwa)
7.648,00
2,63
2.011
Sumber : Analisis simulasi (2007), GM.

Jumlah penduduk saat ini (2006) adalah


7.648 jiwa, dengan luas lahan 12,60 Ha.
Jadi jumlah penduduk per hektar 606.98
jiwa, dibulatkan menjadi 607 jiwa/Ha.

Tahun 2016
(jiwa)

Jumlah KK

Asumsi
Jiwa/KK

9.659

2.415

Dari standar perencanan kepadatan


bangunan, ditentukan bahwa penduduk
lebih dari 500 jiwa/Ha harus dibangun
rumah kearah vertikal.

Tabel 2.
Konsep Program Pembangunan Kawasan Cigugur Tengah berdasarkan Daya
Dukung Kawasan
No

Tipe
(m2)
2

1
1

F36 MBR

F54 MBM

3
4

F78 MBA
F108 MBA

72

Luas
Luas
Lokasi Jml Jml Seluruh Lantai
(Blok) Unit Blok Lantai Dasar
(m2)
(m2)
3
C1
D3
D4
B
C1
C2
B
B

4
384
864
288
400
160
240
48
36

5
4
9
3
5
2
3
1
1

6
21.384
48.114
16.038
29968
11.988
17.982
10.404
6.912

7
2.376
5.346
1.782
3.662
1.332
1.998
578
768

KDB
(%)

KLB

Luas
Persil
(m2)

8
22
18,26
26,70
21
22
33
21
21

9
1,94
1,40
1,48
1,93
1,94
1,91
1,93
1,93

10
10.800
29.277
6.674
17431
6.055
6.055
2751
3654

Jml
Jml
Org
Orang
/Unit
11
4
4
4
4
4
4
4
4

12
1.536
3.456
1.152
1.600
640
960
192
144

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

No
5
6
7
8
9
10

Tipe
(m2)
Asrama santri
Infrastruktur
Bg. Sekolah
Bg. Masjid
Poliklinik
Bg.Komersil

Luas
Luas
Lokasi Jml Jml Seluruh Lantai
(Blok) Unit Blok Lantai Dasar
(m2)
(m2)
D1
0
D1
D2
D1
A

104
0

15900
(m2)
32
32

1
0
1
1
1
1

3.774
0
1.704
600
400
16800

936
0
568
300
200
2800

KDB
(%)

KLB

Luas
Persil
(m2)

45
0
15,05
20
40
48,00

0,49
0
0,49
0,49
0,49
2,31

2.701
19.078
2.774
1.500
500
3.247

Jml
Jml
Org
Orang
/Unit
4

416

Ruko 56
D4
4
7.200
2.400 26,70 1,48
5.988
3
96
Ruko 75
C2
4
7.200
2.400 33,00 1,91
5.273
4
128
RT Hijau total di luar
1.055
11
kavling bangunan
Rg.Parkir/ruang
12 terbuka-Di luar
1.187
kavling
Jml.orang
10.608
Luas kawasan
126000
MBA : MBM : MBR = 10% : 32% : 58% , mendekati pedoman, yaitu 1:3:6
Rencana jumlah yang dapat ditampung 9.659 jiwa. Dengan perencanAan ini, masih memberikan angka
keamanan, yaitu kawasan masih bisa menampung lagi 10.608 jiwa-9.659 jiwa = 949 jiwa.
Sumber : Analisis simulasi (2007), GM.

Sumber Gambar : Sindu

Gambar 1. Blok Plan Kawasan Cigugur Tengah Cimahi

Peremajaan Permukiman Melalui (Gundhi M.)

73

Gambar 2. Hunian MBR dan Fasilitas Umum Dua blok Rusuna 5 lantai Puslitbang Permukiman
sudah terbangun

Peran Perancang dan Perencana


dalam
Peremajaan
Lingkungan
Kumuh
Permasalahan permukiman kumuh baik
di negara maju maupun di negara
berkembang hampir sama, yaitu akibat
degradasi lingkungan. Dari berbagai
pengalaman yang telah berhasil di
negara-negara
tersebut,
sebaiknya
program peremajaan dilakukan dengan
konsep tanpa menggusur, dilakukan
sekaligus pemberdayaan masyarakat,
dibentuk kelompok dan diajak berperan
aktif sejak prakarsa, dan diberlakukan
sebagai pemeran utama.
Koperasi atau paguyuban yang sudah
ada di masyarakat ditingkatkan dengan
menambahkan kegiatannya yaitu dalam
lingkup perumahan. Dengan diberi peran
lebih, dan difasilitasi oleh pemerintah
daerah setempat, koperasi ataupun
paguyuban
tersebut
ditingkatkan
menjadi
lembaga
penyelenggara
74

pembangunan
perumahan.
Dengan
demikian, lembaga ini dapat menjadi
perantara dalam pencarian dana, yang
bisa didapat dari berbagai sumber,
misalnya infrastruktur dari Pemerintah
Daerah, dari Departemen Pekerjaan
Umum, melalui jalur APBN berupa
prasarana dan sarana dasar (PSD-PU),
bahkan
memungkinkan
pendanaan
untuk membangun rumah susun.
Lembaga ini bekerjasama dengan
lembaga pemerintah yang khususnya
menangani perumahan, yaitu yang
tergabung dalam Badan Pengendalian
Pembangunan Perumahan dan Permukiman Daerah (BP4D), yang anggotaanggotanya antara lain dari Dinas Tata
Ruang Kota dan Perumahan, Dinas
Sarana dan Prasarana Kota, Badan
Pertanahan Nasional, PDAM, PLN, dan
Lembaga Keuangan.
Pada waktu pelaksanaan pembangunan,
membutuhkan tempat sementara untuk
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

menampung warga yang rumahnya


telah dibongkar. Untuk itu, dalam
kegiatan ini, telah dibangun dua blok
rumah susun Puskim sebanyak 64 unit
hunian untuk menampung penghuni
yang perumahannya sedang dibongkar.
Maka, master plan keseluruhan harus
dirancang dan direncanakan secara
matang bersama masyarakat, sedangkan pembangunan bertahap sesuai
rencana tersebut, atau per lisiba.

Perencanaan Fisik lingkungan


Rancangan rumah susun yang dibangun
adalah tipe F36 untuk Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR), tipe F54
untuk
Masyarakat
Berpenghasilan
Menengah (MBM), dan F78 serta F108
untuk Masyarakat Berpenghasilan Atas
(MBA). Pesantren yang telah ada
diperbaiki dengan membangun asrama
santri dan mesjid. Fasilitas umum yang
lain adalah bangunan sekolah dan
poliklinik.
Setiap bangunan ditata berbentuk
cluster, dilengkapi dengan penghijauan
dan tempat bermain. Sesuai dengan
teori Ornsbe, faktor alami dan buatan
harus seimbang. Dibuat node-node
aktivitas untuk menciptakan lingkungan
yang nyaman. Dalam perencanaan, lebih
mementingkan jalur jalan kaki, untuk
menciptakan lingkungan yang tenang
(Ornsbe, Perry). Jalan jalan penghubung
aman buat pejalan kaki, kendaraan
sepeda dan gerobag dorong. Jalur
jalan direncanakan tidak menembus
kawasan. Untuk membatasi pergerakan
kendaraan, direncanakan pola jalan cul
de sac dan curva. Bangunan pendidikan
atau fasilitas umum lainnya, dijadikan
sebagai pusat lingkungan dengan
penduduk 5000 jiwa.

Analisis Investasi Pembangunan

Analisis investasi pembangunan ini untuk


memberikan sosialisasi kepada masyarakat,
Peremajaan Permukiman Melalui (Gundhi M.)

agar masyarakat
diharapkan bisa
mengubah mindset bahwa adanya
penataan dengan pola ekonomi kawasan
dapat
menguntungkan
masyarakat
penghuni. Dengan menerapkan pola
ekonomi kawasan, rencana kawasan
akan dibangun : blok hunian berupa
rumah susun MBR, MBM, dan MBA yang
dapat
menampung
9.659
jiwa,
bangunan fasilitas umum dan fasilitas
sosial, dan bangunan komersial (lihat
Gambar 1 dan 2; jumlah blok dan unit,
lihat Tabel).
Setiap keluarga akan didata dalam hal
kepemilikan / sewa tanah/rumah, luas
tanah / rumah, dan ditaksir harganya.
untuk dikonversikan dengan harga unit
rumah susun. Sesuai PP No. 80/1999
tentang Kawasan Siap Bangun dan
Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri
Sendiri, pada pasal 20 dinyatakan

konsolidasi lahan masyarakat untuk


selanjutnya diganti dengan lahan baru,
atau unit rusun. Dalam hal ini

penggantian diganti dengan surat


berharga berupa lembaran saham. Bagi
yang tidak memiliki tanah, hanya
memiliki bangunan rumah diatasnya,
ataupun hanya menyewa rumah, akan
ditempatkan kembali di rumah susun.
Delapan puluh persen (80%) lahan
kawasan ini adalah milik masyarakat.
Bangunan akan didirikan diatas lahan
bersama tersebut. Dengan bantuan
Pemerintah
daerah
dan
investor,
bangunan
ini
diasumsikan
dalam
tenggang waktu tertentu, akan menjadi
milik bersama dan dikelola bersama,
dengan analisis investasi seperti tertera
pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Perhitungan pembiayaan dengan bunga
sliding rate, bunga bank 8% per tahun,
atau 0,67% per bulan, dalam jangka
waktu 15 tahun atau 180 bulan.
Darihasil analisis investasi pembangunan,
75

dalam hal tambahan income bersama,


diperhitungkan sesuai dengan besarnya
saham mereka
(sebagai pengganti
tanah yang dimiliki) dalam pembangunan
kawasan.
Dengan
demikian,
masyarakat diharapkan dapat mengubah
pikirannya, bahwa kawasan kumuh yang
ditata kembali dengan pola ekonomi
kawasan, dapat memberikan nilai positif
bagi penghuninya.

dengan simulasi seperti rencana gambar


diatas, pengembalian investasi dalam
jangka waktu 15 bulan. Setelah lima
belas bulan mereka tidak menyewa lagi,
bahkan kelebihan unit rusun dan unit
komersial atau bangunan komersial,
yang dapat disewakan ke perorangan /
perusahaan
yang
membutuhkan.
Selanjutnya, dengan dibentuknya Badan
Pengelola, kawasan ini dapat dikelola
untuk kepentingan bersama, terutama

Tabel 3.
Biaya Konstruksi dan Pengembalian Modal
No

A. INVESTASI BANGUNAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Hunian
Sekolah
Komersial Ruko
Komersial (Retail)
Tempat parkir
Mesjid
Pesantren
Poliklinik
Ruang terbuka hijau
Pembongkaran
Instalasi lingkungan
Penyambungan listrik
Infrastruktur jalan, drainase, dan
jaringan listrik
Perizinan

14

LUAS (m2)

HARGA SATUAN (Rp)


/m2/blok/m

162.790,00
1.704
14.400,00
16800
1187
600
3.774
400
1.055
126000
46,00
46,00
2.921,50

1800000/ m2
1000000 /m2
1800000 /m2
1800000 /m2
150000 /m2
1000000 /m2
1000000 /m2
1200000 /m2
150000 /m2
5000 /m2
3000000/blok
1000000/blok
2000000/m

293.022.000.000
1.704.000.000
25.920.000.000
30.240.000.000
178.050.000
600.000.000
3.774.000.000
480.000.000
158.250.000
630.000.000
138.000.000
46.000.000
5.843.000.000

46,0

1000000/blok

46.000.000

Jumlah Harga A
No
1
2
3
4

362.733.300.000

B. BIAYA PENUNJANG
Konsultasi
Manajemen konstruksi
Pengelola teknis
Administrasi umum
Jumlah harga B

PROSENTASE
(%)
7
7
0,50
0,30

C. HARGA LAHAN
Kasiba
Harga
lahan)

TOTAL HARGA
(Rp)

362.733.300.000
362.733.300.000
362.733.300.000
362.733.300.000

LUAS (m2)
126000

(investasi

HARGA TOTAL A
(Rp)

HARGA/m2
(tahun 2006)
700000

HARGA (Rp)
25.391.331.000
25.391.331.000
3.627.333.000
3.627.333.000
58.037.328.000
HARGA
88.200.000.000,00
88.200.000.000,00

Investasi total (A + B + C) = 508.970.628.000

76

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

D. ASUMSI
PEMASUKAN
SEWA
HUNIANDAN
USAHA PER
BULANNo
1
2
3
4
5

TIPE
BANGUNAN

JUMLAH
UNIT

HARGA
SEWA/UNIT
(Rp)

Tipe 36
1.536
125000
Tipe 54
800
200000
Tipe 78
48
350000
Tipe 108
36
650000
Asrama
104
60000
santri
Pemasukan dari hunian
(a)
Ruang usaha
bangunan
komersial
Ruko 56
32
2000000
Ruko 75
32
2000000
Retail (m2)
16800
150000
Pemasukan dari sewa ruang usaha (b)
J u m l a h ( a dan b)

Tabel 4.

Nilai Asumsi Jenis Bangunan Yang


Mendapat Subsidi
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9

ASUMSI JENIS
BANGUNAN YANG
MENDAPAT SUBSIDI
Sekolah
Mesjid
Pesantren
Poliklinik
Ruang terbuka hijau
Pembongkaran
Infrastruktur
Perizinan
Penunjang (Konstruksi,
MK, dll)
Jumlah

NILAI
/HARGA
SUBSIDI (Rp)
1.704.000.000
600.000.000
3.774.000.000
480.000.000
158.250.000
630.000.000
5.843.000.000
46.000.000
58.037.328.000
71.272.578.000

KESIMPULAN DAN SARAN

Kawasan
Cigugur
Tengah
memungkinkan untuk ditata kembali
tanpa menggusur penduduknya,
dengan menerapkan kriteria-kriteria
perencanaan pola ekonomi kawasan
atau pola mixed use.
Penerapan pola bangunan mixed
use akan menguntungkan penghuni
dalam memberikan peluang untuk
mengembangkan usahanya, yaitu
usaha jasa dan perdagangan.

Peremajaan Permukiman Melalui (Gundhi M.)

HARGA (Rp)

192.000.000
160.000.000
16.800.000
23.400.000
6.240.000

PENGHASILAN/BULAN
(Rp)
500000P900000
900000P1500000
P1500000
P1500000

398.440.000

64.000.000
64.000.000
2.520.000.000
2.648.000.000
3.046.440.000

Keberadaan
Koperasi
dan
Paguyuban Warga, dapat menjadi
embriyo untuk menjadi lembaga
yang menangani penyelenggaraan
pembangunan perumahan/ kawasan,
sampai dengan pengelolaannya.

DAFTAR PUSTAKA
1. Abbot, J.,1996, Sharing The CityCommunity Participation in Urban
Management London : Earthscan
Publication.
2. Howard, 1984, The Garden City,

Time Saver Standards for Residential


Development, USA : McGraw Hill,

Inc.
3. John,

O, 1984, Time Saver


Standards
for
Residential
Development, USA : McGraw Hill,

Inc.
4. Neil, Carol, 1986, Process and
Participation,
A
World
Bank
Publication.
5. PP RI No. 69 tahun 1996, tentang
Pelaksanaan Hak dan Kewajiban,
serta Bentuk dan Tata Cara Peran
Serta Masyarakat dalam Penataan
Ruang.
77

6. Perry, Stein, & Sett, J., 1984,


Physical
Elements
In
The
Organization Of The Neighbourhood,
Time
Saver
Standards
For
Residential Development, USA :
McGraw-Hill, Inc
7. SNI 03-2846-1992, tentang Tata
Cara
Perencanaan
Kepadatan

78

Bangunan Lingkungan Perumahan


Rumah Susun.
8. Tim Puslitbang Permukiman, (2006),

Penerapan
Penataan
Kembali
Kawasan Kumuh Melalui Keswadayaan Masyarakat, Puslitbang Permukiman, Bandung.

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

PENINGKATAN MUTU AGREGAT RINGAN BUATAN


UNTUK BETON RINGAN STRUKTURAL
Oleh : Andriati Amir Husin & Bambang Sugiharto
Pusat Litbang Permukiman
E-mail : bambangbob@gmil.com

Abstrak

Kegagalan yang sering terjadi pada pembuatan beton ringan buatan untuk beton ringan
struktural akhir-akhir ini disebabkan pemilihan bahan baku yang tidak memenuhi
persyaratan. Masalah ini apabila tidak diatasi segera akan menghambat kelancaran
penyediaan bahan bangunan terutama untuk perumahan dan bangunan bertingkat.
Penelitian peningkatan mutu agregat ringan dimaksudkan untuk mengembangkan
agregat ringan buatan dan bertujuan untuk mendapatkan inovasi teknologi dalam
pembuatan agregat ringan untuk beton ringan struktural menggunakan bahan baku
lempung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lempung dengan bahan tambahan batu
obsidian dan pembakaran sampai kondisi sintering dapat menghasilkan agregat ringan
yang memenuhi persyaratan untuk pembuatan beton ringan struktural. Untuk campuran
menggunakan 30% batu obsidian dan temperatur pembakaran 1150 oC. Nilai 10%
kehalusan diperoleh sebesar 9,27% dan hasil uji kuat tekan benda uji selinder beton
umur 28 hari mencapai 26,03 MPa. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan
penambahan bahan lain dan pengaturan temperatur pembakaran dapat meningkatkan
mutu agregat ringan buatan. Disarankan bahwa dalam penggunaan bahan baku
sebaiknya dilakukan analisis dahulu agar dapat memenuhi persyaratan.

Kata kunci : Agregat ringan buatan, beton ringan struktural


Abstract

At present the common failure of the lightweight concrete production for structural
lightweight concrete is often attributed to the nonconformance raw materials. Given that
this encountered problem is not soon resolved, it may cause supply management
problems for especially housing and multistory building construction. The research on the
quality improvement of lightweight aggregate is aimed at making artificial clay-based
lightweight materials and introducing innovation technologies in the production process of
the lightweight aggregate. This research demonstrate that the clay material mixed with
addictive obsidian and combusted at the sintered condition results in lightweight
aggregate that meets the specification of structural lightweight concrete materials. A
mixture of 30% obsidian and the combustion temperature at 1.150oC generates a
fineness coefficient of 9.27% based on the 10% value test and 28 day strength of 26.03
MPa. This finding suggests that the use of addictives and setting the temperature can
improve the quality of artificial lightweight aggregate. It is recommended that the raw
materials to use are subject to being analyzed
for ensuring the specification
conformance.
Key word : Artificial lightweight aggregate, structural lightweight concrete
Peningkatan Mutu Agregat ... ( Andriati & B. Sugiharto )

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Program pembangunan perumahan yang
dicanangkan oleh pemerintah perlu
didukung dengan ketersediaaan bahan
dan komponen yang layak secara teknis,
ekonomis dan teknologis, sehingga
dalam pelaksanaannya tidak mengalami
hambatan. Dalam upaya memenuhi
kebutuhan tersebut perlu dikembangkan
suatu bahan dan komponen bangunan
yang bermutu dan dapat menunjang
kelancaran pelaksanaan pembangunan
perumahan dan gedung.
Layak secara teknis berarti memenuhi
persyaratan teknis sesuai dengan
standar yang berlaku. Cukup ekonomis
berarti tersedia deposit yang cukup
besar dan dekat lokasinya sehingga
dapat mengurangi biaya transportasi
dengan
demikian
harganya
akan
menjadi murah dengan teknologi yang
mudah.
Beton bertulang adalah salah satu
bahan yang banyak digunakan untuk
struktur khususnya bangunan gedung.
Namun ada suatu kendala disuatu
daerah tertentu yang sama sekali tidak
memiliki potensi agregat alam, walaupun
ada mutunya kurang baik. Oleh karena
itu masih terbuka kemungkinan untuk
menggunakan agregat buatan yang
menggunakan bahan baku shale atau
lempung. Namun untuk beton ringan,
bahan baku lempung yang memenuhi
persyaratan sudah jarang didapatkan di
Pulau Jawa begitu juga bahan baku
shale.
Penelitian agregat ringan buatan atau
ALWA (Artificial Lightweight Aggregate)
dilakukan pada awal tahun 70-an
dengan tujuan mencari kemungkinan
didapatkannya bahan baku di Indonesia.
Pada saat itu seluruh daerah di Pulau
Jawa telah diteliti. Bahan baku dari
2

Cibinong lebih bagus daripada Cilacap,


namun bahan baku dari daerah Cibinong
sudah dimanfaatkan oleh pabrik semen.
Pabrik ALWA di Ingris dikenal sebagai
Aglite, di Denmark dikenal sebagai Leca
dan di Jepang dikenal sebagai Medalite.
Pada umumnya mereka menggunakan
ALWA untuk bangunan bertingkat
sampai 30 tingkat dan untuk jembatan
layang di Tokyo. Agar diperoleh hasil
yang baik maka temperatur pembakaran
dilakukan sampai temperatur sintering.
Dalam penelitian ini akan dilakukan
pengujian pembekahan dengan menggunakan bahan baku lempung dan bahan
tambahan yang dapat memperkuat dan
memperingan agregat yang dibuat
nantinya untuk beton ringan struktural
yang cocok untuk bangunan bertingkat
di tanah lembek baik di Pulau Jawa
maupun diluar Pulau Jawa.

Permasalahan

Berkembangnya produksi bahan


agregat alami yang berkualitas akan
menghambat pembangunan perumahan dan gedung;
Produksi agregat ringan buatan
pada akhir-akhir ini kebanyakan
tidak memenuhi persyaratan untuk
beton ringan struktural.
Belum optimalnya pemanfaatan
bahan baku lempung sebagai bahan
agregat pengganti, terutama diluar
Pulau Jawa.

Maksud dan Tujuan


Penelitian
ini
dimaksudkan
untuk
mengembangkan agregat ringan buatan
sebagai bahan pembuatan beton ringan
struktural, terutama untuk bidang
perumahan dan gedung bertingkat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendapatkan inovasi teknologi pembuatan agregat ringan buatan menggunakan
bahan baku lempung dan bahan
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

tambahan guna dapat memberikan


rekomendasi bagi pihak yang terkait
dalam penyediaan dan penggunaan
agregat ringan buatan untuk beton
ringan struktural.

Sasaran
Output

Mendapatkan
bahan
bangunan
agregat
ringan
buatan
yang
memenuhi syarat baik kekuatan
maupun keringanannya untuk beton
ringan struktural.
Diperolehnya campuran dan optimal
agregat ringan buatan untuk beton
struktural dan batu obsidian.
Outcome
Tersusunnya panduan cara pembuatan
agregat ringan buatan dan beton ringan
struktural menggunakan bahan baku
lempung yang ada.
Manfaat
Dapat memberikan
kontribusi dalam
penyediaan agregat untuk beton ringan
struktural.
Dampak
Dapat menambah kelancaran pembangunan dibidang ke PU-an dan terbukanya
kesempatan kerja.
Lingkup Penelitian
Pembuatan agregat ringan buatan
yang memenuhi persyaratan.
Pembuatan benda uji selinder beton
ringan yang menggunakan agregat
ringan buatan yang memenuhi
persyaratan.

KAJIAN PUSTAKA
1. Bahan Baku Lempung
Agregat lempung bekah adalah agregat
ringan
buatan
merupakan
hasil
pengolahan lempung yang dipanaskan
sampai temperatur tertentu (sintering),
di mana mulai terjadi keadaan piro
plastis,
akan
membekah
atau
mengembang dan setelah dingin akan

menjadi keras dan ringan, mempunyai


sel-sel berbentuk seperti sarang tawon.
Untuk terjadinya pembekahan menurut
C.M. Riley diperlukan dua kondisi yaitu:
1. Material lempung harus mempunyai
komposisi yang seimbang antara
fluxes (oksida-oksida), silika dan
alumina.
2. Material lempung harus mengandung
beberapa zat yang dapat terurai
atau bereaksi dengan zat-zat lain.
Diagram C.M. Riley menunjukkan batas
daerah yang baik untuk bahan baku
ALWA. Dalam batas daerah tersebut
bahan lempung apabila dibakar akan
menghasilkan ALWA bermutu tinggi
artinya mempunyai kekuatan hancur
tinggi sehingga dapat digunakan untuk
tujuan struktural. Gambar diagram dapat
dilihat pada Gambar 1.
SiO2

90

10

80

20

70

30

60

40

50

50
60

40
30

70

20

80

10

Al 2O3

90

90

80

70

60

50

40

30

20

10

(Fluxing
Agent)

Keterangan
= komposisi diagram C.M. RILEY
= komposisi diagram untuk daerah di
INDONESIA

CaO, Mg
FeO, Fe2O3
(K , Na)2O

Gambar 1. Komposisi diagram bloting Clay


di Indonesia

a. Mekanisme Pemanasan
Perubahan bahan lempung selama
pemanasan dijelaskan secara terperinci
oleh Naokiyo, Tadaki Matsunaga dan
Koji Nitta sebagai berikut :
Apabila lempung dipanaskan, mula-mula
air dikeluarkan pada temperatur antara
500C - 600C, air kristal dihilangkan

Peningkatan Mutu Agregat ... ( Andriati & B. Sugiharto )

dan lempung menjadi reaktif. Proses


sintering mulai pada temperatur tinggi.
Apabila lempung mengandung K 2O dan
atau Na2O, peleburan terjadi sekitar
temperatur 900 C. Makin tinggi
temperatur makin banyak peleburan
terjadi. Kebanyakan pengembangan
atau
pembekahan
terjadi
pada
temperatur 1000 C-1250 C dengan
mengandung 3-6% R2O (K2O dan Na2O).
Al2O3 >10% sebagai fluxing agent, tetapi
apabila <10% menjadi zat penahan
panas.
b. Mekanisme Pengembangan
Pengembangan shale atau lempung
mulai meleleh sebagian dengan naiknya
temperatur dan gas yang ditimbulkan
dari beberapa mineral tertahan oleh
bahan yang telah lunak. Viskositas
bahan yang lunak sampai saat tertentu
dimana pengembangan dimulai sekitar
108109 poises dan tekanan gas didalam
mencapai 5-20 atmosfir. Pada poise
yang lebih rendah, butir ALWA akan
melekat satu sama lain. Apabila
viskositas agak tinggi selama pengembangan sejumlah gelembung terbentuk.
Dalam hal lain, apabila viskositas rendah
selama pengembang-an, gelembung
akan menjadi lebih besar. Hubungan
antara senyawa kimia dengan viskositas
makin tinggi pada temperatur yang
sama. Pada bahan yang banyak Al 2O3
sebaiknya dibakar pada temperatur yang
lebih tinggi atau ditambahkan beberapa
fluxing agent.
c. Gas yang Dihasilkan
Pada umumnya dikenal bahwa gas yang
lepas dari pengembangan bahan karena
terurainya senyawa Fe 2O3. Secara
teoritis Fe2O3 tidak melepaskan O2
sampai 1400 C. Tetapi bahan yang
mengandung beberapa senyawa organik
dapat melepaskan oksigen dari Fe2O3
pada temperatur rendah. Biasanya
4

lempung mengandung sedikit FeS2


(Pirit). Senyawa ini efektif untuk
membuat temperatur bahan lebih
rendah dan mempunyai pengembangan
lebih baik.
Gas hasil analisa yang dilepaskan dari
pengembangan bahan pada temperatur
tinggi, bereaksi sehingga melepaskan
gas CO2. Apabila ada gas Sulfida, gas
SO2 dibentuk sampai temperatur 1000
C. Setelah itu, apabila bahan kehabisan
zat pengembang karena cuaca atau
apabila bahan dipanasi perlahan-lahan
akan kehilangan CO2 dan SO2 sehingga
pengembangan tidak sempurna.
Senyawa-senyawa yang mengeluarkan
gas adalah: Fe2O3, CaSO4 , FeS, CaCO3
MgCO3, senyawa organik, lempung,
zeolit.
d. Pembakaran Lempung
Menurut penelitian di Jepang bahan
baku shale/lempung menjadi lunak
selama pemanasan dan mengembang
pada viskositas antara 108 109 poises.
Beberapa teori yang bersangkutan
dengan pengembangan shale/lempung
telah banyak dilaporkan. Terbukti bahwa
makin cepat bahan dipanaskan, akan
makin baik pengembangannya. Adapun
cara pemanasan ada 2 macam yaitu
pemanasan cepat (rapid flash heat) dan
cara pemanasan lambat (flow flash
heat). Untuk keperluan penelitian
biasanya dilakukan pemanasan dengan
cara lambat, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah
pengontrolan
atau
mencari sifat bekah. Untuk keperluan
produksi secara besar-besaran digunakan cara pembakaran cepat, di mana
diperlukan waktu hanya 5 10 menit
saja dalam tungku yang sudah
mempunyai temperatur yang cukup
tinggi untuk pembekahan lempung.
Pada pembakaran cepat didapatkan hasil
yang lebih baik, antara lain permukaan
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

yang lebih halus, kuat dan dapat


menurunkan temperatur pembekahan
100 C di bawah temperatur optimum
pada pembakaran lambat.
2. Batu Obsidian
Batu
obsidian
merupakan
batuan
vulkanik berupa gelas berwarna abu-abu
gelap sampai hitam, berkilau, juga dapat
menampakkan warna emas atau hijau,
kuning, biru dan atau warna purple
dan kadang-kadang berwarna putih.
Kekerasan 5 5,5. Spesifik Gravity ratarata 2,6 dan kadar air < 2% .
Batu obsidian merupakan batuan yang
terbentuk dari hasil kegiatan erupsi
gunung api bersusunan asam hingga
basa yang pembekuannya sangat cepat
sehingga akan terbentuk gelas atau
kaca.
Obsidian adalah batuan yang
disusun secara keseluruhan dari kaca
amorf dan sedikit felspar, mineral hitam
dan kuarsa. Batu obsidian dapat
digunakan sebagai bahan baku agregat
ringan untuk beton ringan isolasi,
plesteran, isolator temperatur tinggi,
bahan penggosok, saringan/filter, bahan
media dan campuran makanan ternak.
Bahan galian ini ditemukan di Gunung
Kiamis dan sekitarnya, Kecamatan
Pasirwangi, Garut
dengan jumlah
cadangan diperkirakan sebesar 72 juta
ton. Selama beberapa puluh tahun
silam, batu obsidian telah dimanfaatkan
untuk pembuatan perlit dengan cara
memanaskannya
pada
temperatur
tinggi. Menurut standar Australia: AS
1465 1971, tentang Dense Natural
Aggregates for Concrete, dijelaskan
bahwa batu obsidian termasuk batuan
yang riskan terhadap keawetan beton.
Dalam penelitian ini batu obsidian akan
digunakan sebagai bahan tambahan
pada pembuatan agregat ringan.

Pada saat pemanasan tinggi, batu


obsidian yang telah tercampur lempung
akan membentuk senyawa kompleks
sehingga agregat ringan yang terbentuk
akan semakin kuat.
3. Batubara
Batubara merupakan salah satu sumber
energi yang tidak terbarukan dari
kelompok bahan bakar fosil, yang
berasal dari sisa tumbuh-tumbuhan
sehingga terbentuknya secara geologi
suatu campuran kompleks dari senyawasenyawa
organik
berupa
bahan
karbonan yang dapat terbakar dan
anorganik berupa bahan mineral yang
tidak dapat terbakar. Karena itu, unsurunsur yang terbentuk dalam batubara
terdiri dari : unsur-unsur utama
(C,H,O,N,S, kadang-kadang Al, Si),
unsur-unsur kedua (Fe, Ca, Mg, K, Na,
P, Ti) dan unsur-unsur runutan berupa
logam-logam berat dengan berat jenis di
atas 5g/cm3. Potensi sumber daya
batubara Indonesia sekarang ini yang
ditaksir secara geologi sebesar 57,85
milyar ton (2006), terutama terdapat di
Sumatra dan di Kalimantan.
4. Agregat Ringan
Dua jenis agregat yang dapat digunakan
untuk beton ringan struktural adalah:
1) Agregat hasil proses pengembangan, pemanasan atau sintering dan
bahan terak tanur tinggi, lempung,
serpih, batu sabak, abu terbangm
batu obsidian atau batu perlit, tanah
diatome.
2) Agregat alam seperti batu apung
dan skoria.
Adapun persyaratan agregat ringan
untuk beton ringan struktural menurut C
330-2004 adalah sebagai berikut :
1) Persyaratan komposisi kimia :
Agregat ringan yang digunakan tidak
mengandung bahan kimia yang
merusak, yaitu :

Peningkatan Mutu Agregat ... ( Andriati & B. Sugiharto )

a) Kadar zat organis pada agregat


ringan tidakboleh memperlihatkan warna yang lebih gelap dari
pada warna pembanding,
b) Noda warna kandungan besi
oksida yang menyebabkan noda
(Fe2O3) pada agregat tidak
boleh lebih dari 1,5 mg setiap
200 gr contoh,
c) Hilang pijar tidak boleh lebih
besar dari 5%.
2) Persyaratan sifat fisis dan mekanis:

a) Gradasi agregat ringan yang diuji


harus memenuhi syarat gradasi
yang tercantum dalam Tabel 1,
c) Sifat fisis agregat ringan yang
diuji harus memenuhi syarat
seperti yang tercantum dalam
Tabel 2.
3) Persyaratan beton ringan adalah
sebagai berikut:
a) Kuat tekan, kuat tarik beton
ringan harus memenuhi ketentuan dalam Tabel 3.
b) Penyusutan akibat pengeringan
tidak boleh > 0,07%

Tabel 1.
Persyaratan susunan besar butir agregat ringan untuk beton ringan struktural
Ukuran

Prosentasi yang lulus angka (% berat)


25,0

19,0

9,5

4,75

2,36

1,18

0,30

0,15

100

85 -100

40-80

10-35

5-25

Agregat kasar:
(25,0 - 4,75) mm

95-100

25-60

10-50

0-10

(19,0 4,75) mm

100

90-100

40-80

0-15

(12,5 4,75) mm

90-100

80-100

0-20

0-10

(9,5 8) mm

100

5-40

0-20

0-10

Kombinasi agregat
halus dan kasar:
(12,5 8) mm

100

95-100

50-80

5-20

2-15

(9,5 8) mm

100

90-100

65-90

35-65

10-25

5-15

Agregat halus:
(4,75 - 0) mm

12,5

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Tabel 2.
Persyaratan sifat fisis agregat ringan untuk beton ringan struktural
No

Sifat fisis

Persyaratan

1. Berat jenis
2. Penyerapan air setelah direndam 24 jam, maks (%)
3. Berat isi gembur kering oven, maksimum (kg/m3):
- agregat halus
- agregat kasar
- campuran agregat kasar dan halus
4. Nilai 10 % kehalusan (%)
5. Gumpalan lempung dan butir-butir mudah pecah dalam agregat berdasarkan
berat kering (%)
6. Nilai keawetan, jika direndam dalam larutan magnesium sulfat selama 16-18
jam, bagian yang larut maks (%)

1,0-1,8
20
1120
880
1040
7,5-12,5
<2
12

Tabel 3.
Persyaratan kuat tekan dan kuat tarik belah rata-rata
untuk beton ringan struktural
Berat isi kering udara ,
maks ( kg/m3)

Kuat tarik belah (tidak langsung)


rata-rata 28 hari (MPa)

Kuat tekan rata-rata


28 hari, minim (MPa)

Semua agregat ringan


2,2
28
2,1
21
2,0
17
Agregat ringan dan pasir
1840
2,3
28
1780
2,1
21
1680
2,0
17
Catatan 1: Nilai kuat tekan dan berat isi diambil dari rata-rata 3 buah benda uji sedangkan kuat
tarik belah diambil rata-rata dari 8 benda uji.
Catatan 2: Bahan-bahan yang tidak memenuhi persyaratan kuat tarik rata-rata minimum dapat
digunakan bila rancangannya dimodifikasi untuk mengimbangi nilai yang lebih rendah.
1760
1680
1600

Sumber: C 330-04 dan SNI 03-6477-2000 Metode Penentuan Nilai Sepuluh Persen Kehalusan untuk Agregat

METODOLOGI
Penelitian dilakukan secara eksperimental
dengan melakukan uji pembakaran
bahan lempung dengan atau tanpa
bahan tambahan melalui pemanasan
lambat dalam tungku listrik sampai
temperatur sintering, lalu
dilakukan
pengujian sifat fisik dan mekanik
agregat yang dihasilkan. Langkah
selanjutnya
pembekahan dengan
pemanasan cepat dalam tungku gas
terhadap bahan yang dipilih dari uji
bakar
untuk
mengetahui
kondisi

pembakaran yang baik. Kemudian


dilakukan
pembakaran
campuran
lempung hasil pemanasan yang terpilih
dalam bentuk pelet dalam jumlah yang
cukup untuk pembuatan benda uji.
Setelah itu dibuat benda uji beton ringan
berbentuk silinder dengan beberapa
porsi campuran menggunakan pasir,
semen, air dan agregat ringan hasil
pembakaran untuk kekuatan 17,5 Mpa
(persyaratan minimal untuk beton
struktural). Akhirnya
benda uji
berbentuk silinder diuji kuat tekannya.

Peningkatan Mutu Agregat ... ( Andriati & B. Sugiharto )

Identifikasi Masalah:
- bahan baku
- temperatur
pembakaran

Penyebab Masalah:
Komposisi kimia bahan
baku yang belum
memenuhi persyaratan

Hipotesis:
Komposisi kimia lempung
harus memenuhi komposisi
diagram segitiga C.M. Riley

Parameter Penelitian:
Variabel; temperatur,
komposisi campuran
Tipe penelitian: Eksperimental

Uji Pembekahan dengan


tungku gas
Uji bahan butiran bahan dengan
tungku listrik

Pembakaran dengan
tungku pular
Pembuatan Benda Uji dan
pengujian
Analisis Data
Kesimpulan

Bahan dan Peralatan

Gambar 2.
Alur pola pikir penelitian

Bahan yang digunakan adalah :


Lempung
dari
Cikakak, Lumbirdan
Jeruklegi; batu obsidian dari Garut;
batubara; semen portland; agregat
ringan buatan dan pasir alam.
Peralatan yang digunakan adalah :
mesin pemecah; penggiling; saringan;
tungku listrik; tungku gas; oven; mixer
timbangan/takaran; pelletizer; cetakan
dan alat uji kuat tekan dan lain-lain.
Rancangan Campuran
1) Rancangan campuran untuk
bakar adalah sebagai berikut :

uji

Tabel 4.
Rancangan campuran untuk uji bakar
Lempung 1,2,3,4 (% berat)
No
Bahan
I
II
III
IV
1 Lempung
100
80
70
70
2 Batubara
10
20
10
3 Batu Obsidian
0
10
10
20
Catatan : L1 dan L2 = lempung Cikakak
L3 = lempung Lumpir
L4 = lempung Jeruk Legi

2) Pemanasan dilakukan pada temperatur


1100 C, 1150 C dan 1200 C
untuk uji pembekahan
3) Pembakaran
dilakukan
dengan
tungku putar,
4) Pembuatan beton ringan struktural
untuk kekuatan 22,5Mpa menggunakan perhitungan rancangan campuran
menurut SNI 03-3449-1994.
Uji Laboratorium
1. Analisa kimia
Analisa kimia dilakukan terhadap
batu absidian, lempung dari Jeruk
Legi, Cikakak dan Lumbir.
2. Uji bakar
Uji bakar dilakukan dengan cara
pemanasan lambat dalam tungku
listrik (muffle furnace) terhadap
ketiga jenis lempung yang sudah
berbentuk butiran baik yang tanpa
bahan tambahan maupun yang
sudah dicampur dengan bahan
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

tambahan batubara dan batu


obsidian dengan beberapa variasi
campuran.
Pembuatan butiran berukuran 1
cm
diameternya
terdiri
dari
beberapa campuran sesuai dengan
yang direncanakan. Agregat hasil uji
pemanasan lambat masing-masing
dilakukan pengamatan baik sifat
permukaan , penyerapan air, berat
jenis dan uji impak Dari hasil
tersebut diambil nilai yang terbaik
kemudian dilakukan uji pembekahan
atau pemanasan secara cepat.

dilengkapi dengan penyemprot air yang


keluar terus menerus selama mesin
pelletizer berputar. Penambahan bahan
campuran dilakukan sedikit demi sedikit
sehingga terbentuk butiran yang makin
lama makin besar. Butiran yang
besarnya melebihi 1 cm dihancurkan
dengan
tangan.
Setelah
butiran
terkumpul
semua
baru
dilakukan
pembakaran.
Pembakaran
dengan
tungku putar dilakukan pada temperatur
1150 oC selama 5 menit dalam tungku.
1.

Uji keremukan agregat ringan


(Nilai 10 % kehalusan)
Masing-masing
agregat
hasil
pembakaran diuji keremukanya,
menggunakan standar
BS-812,
yang menjabarkan metode untuk
menentukan nilai 10 % kehalusan
dari bahan agregat ringan. Nilai
tersebut memberikan suatu ukuran
relatif dari ketahanan suatu bahan
agregat terhadap keremukan yang
disebabkan oleh beban tekan yang
meningkat
secara
berangsurangsur. Nilai 10 % kehalusan
menunjukkan angka keremukan
agregat menurut persyaratan Tabel
2 adalah antara 7,5 12,5%.

2.

Uji kuat tekan beton ringan


Uji kuat tekan beton ringan
dilakukan dengan membuat benda
uji silinder dengan komposisi
campuran yang direncanakan untuk
beton ringan struktural. Tujuan
pengujian kuat tekan benda uji
silinder untuk mengetahui apakah
beton ringan yang dibuat sudah
memenuhi persyaratan. Komposisi
campuran ditentukan berdasarkan
standar SNI 03-3449-1994 tentang
Tatacara
rencana
pembuatan
campuran beton ringan dengan
agregat ringan.

3. Uji pembekahan
Uji pembekahan dengan pemanasan
cepat
(flash
heating)
untuk
campuran terpilih adalah L3 dan L5.
Temperatur ditentukan tiga variasi
yaitu 1100 oC, 1150 oC dan 1200
oC dengan lama pemanasan selama
5 menit.
Hasil uji pembekahan secara cepat
berupa agregat ringan dan keras
kemudian diuji penyerapan air dan
berat jenisnya. Hasil terbaik dipilih
untuk pembakaran dengan tungku
putar.

Pembakaran
Putar

dengan

Tungku

Pembakaran dengan tungku putar


dilakukan terhadap contoh L3 (80%),
batubara 10%, obsidian 10% dan
lempung L3 (70%) dan 30 % batu
obsidian (L5).
Contoh lempung berbentuk gumpalan
dikeringkan diudara, selanjutnya dipecah
melalui mesin pemecah. Butiran kasar
hasil pemecahan
maksimum 5 cm
langsung dihaluskan menjadi butiran
halus
lewat
saringan
No.100
menggunakan
mesin
penggiling.
Pembuatan pelet dilakukan setelah
bahan-bahan dicampur. Mesin pelet
Peningkatan Mutu Agregat ... ( Andriati & B. Sugiharto )

Pada pembuatan beton ringan yang


perlu diperhatikan adalah cara
pencampurannya.
Cara
yang
termudah untuk mencampurkan
agregat dalam keadaan kering oven
yaitu dengan terlebih dahulu
mencampurkan agregat tersebut
dengan setengah dari jumlah air
yang dibutuhkan dan membiarkannya selama 10 menit sehingga

agregat
tadi
mempunyai
kesempatan untuk menyerap air,
kemudian sisa air dicampurkan.
Air yang mula-mula ditambahkan
kepada agregat haruslah sebanyak
kapasitas
penyerapan
agregat
ringan untuk mencapai keadaan
kering permukaan dan berat air ini
harus dikurangi dari seluruh jumlah
air yang diperlukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisa Kimia
Hasil analisa kimia bahan tercantum pada
Tabel 5 berikut ini.
Tabel 5.
Hasil analisa kimia bahan
Kandungan kimia (% berat)

Jenis
bahan
Lempung
Lempung
Lempung
Lempung
Obsidian

1
2
3
4

SiO2

Al2O3

CaO

MgO

HP

SO4

42,36
37,02
45,73
44,46
63,52

34,58
35,84
28,56
39,60
2,62

5,60
12,44
13,70
9,00
25,64

0,93
1,72
1,39
1,67
1,86

13,26
12,66
17,01
1,20
1,44

0,49
0
0
0
0

Hasil analisa kimia menunjukkan bahwa


ketiga jenis lempung yang diambil
apabila komposisinya diplotkan ke dalam
komposisi diagram C.M. Riley tidak ada
yang masuk didalam daerah yang
ditentukan. Semua berada dibawah
daerah yang dipersyaratkan, berarti
kandungan silikanya rendah dibawah 50
%.
Batu
obsidian
mempunyai
kandungan silika dan kapur lebih tinggi.
Oleh karena itu ketiga lempung tersebut
perlu penambahan silika yang diambil
dari batu obsidian. Salah satu contoh
perhitungan jumlah silika yang harus
ditambahkan agar masuk kedaerah
C.M.Riley diambil titik A dengan
komposisi sebagai berikut:
10

SiO2 = 65 %, Al2O3 =18 % dan


CaO, MgO,Fe2O3= 18 %
Jadi jumlah penambahan silika dari
obsidian untuk masing-masing lempung
adalah sebagai berikut :
Contoh perhitungan untuk lempung 2
- Kadar silika = 37,02 %
- Kekurangan silika yang harus
ditambahkan adalah :
65% - 37,02% = 27,98%
- Jadi kadar obsidian yang harus
ditambahkan adalah :
27,98
----------- X 100 % = 44,25 %
63,52
Dengan perhitungan yang sama dengan
yang di atas maka untuk lempung 3
kadar obsidian yang harus ditambahkan
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

sebesar 30,34% dan untuk lempung 4


kadar obsidian yang harus ditambahkan
sebesar 32,12%
SiO2
10

90
80

20

70

30

60

40

50
4

50

60

40
2
30

70

20

80

10

Al 2O3

90

90

80

70

60

50

40

30

20

10

(Fluxing
Agent)

Keterangan

A = Titik yang diambil sebagai titik yang memenuhi persyaratan.


Nomor 2, 3, dan 4 merupakan titik lokasi lempung. Terletak
diluar daerah yang memenuhi syarat.

=
=

CaO, Mg
FeO, Fe2O3
(K , Na)2O

komposisi diagram C.M. RILEY


komposisi diagram untuk daerah di INDONESIA

Gambar 3. Hasil analisa kimia dari ketiga lempung

Uji Sifat Fisik Hasil Pembakaran


dengan Tungku Listrik
1. Sifat permukaan
Permukaan butiran setelah pembakaran
berubah warna menjadi krem, coklat
tua, coklat kemerahan, bahan ada yang
coklat
tua
tergantung
komposisi
kimianya. Sedangkan permukaan ada
yang kasar, halus, bahkan ada yang
retak-retak, hal ini mungkin disebabkan
temperatur pembakaran untuk masingmasing
berbeda
saat
terjadinya
sintering. Dilihat dari besar butir ada
yang sedikit mengembang ada yang
susut, hal ini kemungkinan pengaruh
banyak sedikitnya bahan tambahan
batubara yang ditambahkan.

besar, hal ini mungkin disebabkan


karena gas yang terbentuk pada
temperatur tinggi membentuk pori-pori
sehingga permukaan agregat menjadi
terbuka maka air dapat masuk ke dalam.
Lempung L3 mempunyai penyerapan air
yang paling kecil, hal ini menunjukkan
bahwa agregat yang dibuat mempunyai
permukaan tertutup. Cairan yang
terbentuk dapat menahan gas, berarti
cukup viskous.
Dari hasil uji berat jenis menunjukkan
bahwa untuk setiap campuran yang
sama dari ketiga jenis lempung
mengalami penurunan dan kenaikkan
berat jenis serupa. Agregat dengan
penambahan
bahan
tambahan
mempunyai berat jenis rata-rata lebih
kecil dari pada agregat yang tanpa
bahan tambahan begitu juga sebaliknya
untuk penyerapan air. Agregat dengan
bahan tambahan batubara sebanyak
20% dan obsidian sebanyak 10%
menunjukkan berat jenis yang paling
kecil. Ini berarti makin ringan beratnya.

2. Penyerapan air dan berat jenis


Penyerapan air agregat tanpa bahan
tambahan rata-rata lebih kecil , hal ini
kemungkinan belum ada pembekahan
walaupun ada baru sedikit. Sedangkan
penyerapan air agregat yang sudah
diberi bahan tambahan hasilnya lebih
Peningkatan Mutu Agregat ... ( Andriati & B. Sugiharto )
14

Tabel 6.
Hasil uji penyerapan air dan berat
jenis
Kode
L1
L1,1
L1,2
L1,3
L2
L2,1
L2,2
L2,3
L3
L3,1
L3,2
L3,3
L4
L4,1
L4,2
L4,3

Penyerapan
air (%)
29,11
31,97
39,44
32,74
11,42
29,57
35,09
26,74
8,76
12,04
15,13
19,70
25,71
35,54
14,29
29,48

Berat
jenis(g/cc)
1,91
1,73
1,65
1,71
1,99
1,54
1,48
1,50
2,09
1,72
1,57
1,74
1,93
1,67
1,57
1,74
11

Peningkatan Mutu Agregat ... ( Andriati & B. Sugiharto )

3. Uji impak
Data hasil uji impak dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 7.
Data hasil uji impak
Kode
L1
L1,1
L1,2
L1,3
L2
L2,1
L2,2
L2,3
L3
L3,1
L3,2
L3,3
L4
L4,1
L4,2
L4,3

% di atas
2,36 mm
0,51
0,77
0,84
1,77
75,46
80,13
71,82
82,73
63,02
83,89
80,00
72,35
82,80
59,13
52,15
70,71

% lewat
2,36 mm
99,49
99,23
99,16
98,23
24,54
19,87
28,18
17,27
36,98
16,11
20,00
27,65
17,20
40,87
47,85
29,29

Setelah uji impak agregat akan hancur,


seberapa banyaknya yang hancur
tergantung pada kekerasan agregat
yang dihasilkan. Untuk itu dilakukan
penyaringan dengan ayakan 2,36mm.
Dari tabel diatas ternyata bahwa agregat
yang diberi bahan tambahan
sisa
agregat diatas ayakan yang paling besar
adalah L3,1 yaitu sebesar 83,89%, ini
berarti agregat tersebut mempunyai
kekerasan paling tinggi.
Dari hasil uji di atas dapat disimpulkan
bahwa agregat hasil pembakaran
lempung dengan komposisi campuran
80% lempung, 10% batubara dan 10%
obsidian mempunyai sifat fisik yang
paling baik. Campuran ini digunakan
untuk uji pembekahan. Uji pembekahan
juga dilakukan terhadap campuran 70%
lempung (L3) dan 30% obsidian.
Komposisi ini yang masuk dalam
diagram C.M. Rilley. (L5)

12

Uji Sifat Fisik Hasil Pembakaran


dengan Tungku Gas
Hasil uji penyerapan air dan berat jenis
dari hasil uji pembekahan adalah
sebagai berikut :
Tabel 8.
Data hasil uji penyerapan air dan
berat jenis
Temperatur
(oC)
1100
L3,2
L5
1150
L3,2
L5
1200
L3,2
L5

Penyerapan
air (%)

Berat
jenis(g/cc)

6,70
20,53

1,98
1,95

10,84
20,69

1,98
1,97

10,64
19,95

1,88
1,88

Dari tabel diatas dapat dikatakan bahwa


dari kedua campuran tersebut nilai berat
jenis menunjukkan hasil yang sama
setelah mengalami pemanasan sampai
temperatur 1200oC . Penyerapan air dari
agregat dapat memenuhi syarat dimana
penyerpan air yang dipersyaratkan
adalah 20%. Perbedaan pembacaan
temperatur pada termokopel dan di
dalam tungku menggunakan seger
berbeda 200oC.
Uji Sifat Fisik Hasil Pembakaran
dengan Tungku Putar
Hasil pembakaran menunjukkan bahwa
temperatur pembakaran sampai 1150 oC
sudah mulai terjadi sintering yang
ditandai dengan terjadinya lengket pada
butiran yang menggunakan bahan
tambahan. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa
batu
obsidian
mempunyai
kandungan kapur cukup tinggi yang
mengakibatkan menurunnya titik leleh
lempung. Untuk pembakaran lebih
menguntungkan karena temperatur leleh
atau sintering akan lebih rendah.
Pembakaran dengan tungku putar
hasilnya lebih seragam dan lebih rata.

Peningkatan Mutu Agregat ... ( Andriati & B. Sugiharto )

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008


15

Hasil uji sepuluh persen kehalusan,


penyerapan air, bobot isi, berat jenis
agregat ringan dan kuat tekan dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 9.
Data hasil pengujian agregat ringan
No.
1.
2.
3.
Ratarata

10%
Kehalus
an (%)
10,27
8,34
9,21
9,27

Penye
rapan
(%)
24,55
24,33
27,23
25,37

Bobot
isi
(kg/L)
1,20
1,00
1,10
1,10

Berat
jenis
(kg/L)
1,634
1,727
1,538
1,633

Tabel 10.
Data hasil pengujian kuat tekan
beton
No.
1.
2.
3.
Rata-rata

Kuat tekan (hari, MPa)


7
14
28
20,76
25,23
26,24
21,91
24,99
24,84
20,38
25,73
27,01
21,02
25,32
26,03

Dari tabel di atas dapat dikatakan bahwa


nilai sepuluh persen kehalusan dapat
memenuhi syarat SNI 03-6477-2000
Metode Penentuan Nilai Sepuluh Persen
Kehalusan untuk Agregat dimana nilai
yang disyaratkan adalah 7,5-12,5 %.
Penyerapan airnya lebih besar dari yang
dipersyaratkan, hal ini kemungkinan
sudah terbentuk pori-pori yang terbuka
dipermukaan agregat. Bobot isi dapat
dikatakan memenuhi syarat karena yang
dipersyaratkan adalah 1,12 gk/L. Berat
jenis dapat memenuhi syarat dimana
berat jenis yang dipersyaratkan adalah
1,800 kg/L. Hasil uji kuat tekan
memenuhi target yang dipersyaratkan
untuk beton ringan struktural yaitu 22,5
MPa.

KESIMPULAN
1. Potensi lempung di daerah Cilacap
dan sekitarnya masih cukup besar,
2. Dari hasil analisa kimia, terbukti

tidak ada lempung yang masuk ke


dalam daerah yang dipersyaratkan
oleh diagram C.M. Rilley,
3. Dari
hasil
pengujian
dan
perhitungan, untuk mendapatkan
agregat
ringan
seperti
yang
dipersyaratkan obsidian yang harus
ditambahkan adalah 30%
4. Pengujian nilai 10% kehalusan dari
agregat yang dibuat didapat nilai
sebesar 9,27%, nilai ini memenuhi
persyaratan sebagai agregat untuk
beton ringan,
5. Pengujian kuat tekan pada umur 28
hari adalah 26,03 Mpa

DAFTAR PUSTAKA
1. ----------, 2000. SNI 03-6477-2000

Metode Penentuan Nilai Sepuluh


Persen Kehalusan untuk Agregat,

SNI 03-6477, BSN.


2. ---------, 1994, Tatacara Rencana
Pembuatan Campuran Beton Ringan
dengan Agregat Ringan, SNI 033449.
3. ----------,2006, Pedoman Pengolahan
Abu Batubara, Kementerian Negara
Lingkungan Hidup.
4. -----------,2004, ASTM, C 330,
Specification
for
Lightwight
Aggregates for Structural Concrete.
5. Andrew Short, Struct E and
WilliamKinburg, 1963, Lightweight
Concrete, first edition.
6. Goodman,
R.E.,
Engineering
Geology, Rock in Engineering
Construction, Chapter IV, Shale,
Sandstones and Associated Rocks,
Department of Civil Engineering,
University of California, Berkley,
John Wiley & Sons, Inc.
7. Masruri, N., 1977, Agregat Lempung
Bekah
untuk
Beton
Ringan,
Simposium Peningkatan Mutu dan
Efisiensi
Penggunaan
Bahan

16
)
Peningkatan Mutu Agregat ... ( Andriati & B.Peningkatan
Sugiharto ) Mutu Agregat ... ( Andriati & B. Sugiharto13

Bangunan pada Bangunan, Teknik


Sipil, ITB.
8. Masruri,
N.,
1994,
Penelitian
Kemungkinan Penggunaan Batu
Obsidian untuk Agregat Beton,
Jurnal Penelitian Permukiman, ISSN
0215-0778, Vol. X, No. 5-6,
Bandung.
9. Rilley, C.M., 1951, Relation of
Chemical Properties to the Bloating
of Clays, Journal of the American
Ceramic Society, SOC, 34,(4).

14

10. Suhendar, 1994/1995, Perlit, dan


Obsidian-Potensi, Teknologi dan
Kegunaan, Laporan Ekonomi Bahan
Galian, No.34,Proyek Pengembangan
Manajemen Sumberdaya, Puslitbang
Teknologi Mineral, Bandung.
11. Tadaki, M et.al., Artificial Lightweight
Aggregate, Technical Report, Onoda
Branch Research Laboratory, Onoda
Cement, Co.Ltd.

Peningkatan Mutu Agregat ... ( Andriati & B. Sugiharto )

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008


17

PENGARUH GETARAN PEMASANGAN PONDASI


TIANG PANCANG TERHADAP LINGKUNGAN PERMUKIMAN
Oleh : Mohamad Ridwan
Pusat Litbang Permukiman
E-mail: eqofi@yahoo.com

Abstrak

Jenis pondasi tiang pancang sudah banyak digunakan untuk gedung bertingkat maupun
jembatan karena mempunyai daya dukung yang sangat baik, tetapi proses yang
dilakukan saat pemancangan akan menimbulkan getaran yang cukup besar dan akan
mengganggu terhadap kenyamanan manusia maupun kerusakan bangunan. Untuk
mengetahui dampak langsung dari getaran saat dilakukan proses pemancangan maka
perlu diketahui intensitas getaran dan dibandingkan dengan standar yang berlaku.
Pengukuran dilakukan pada jarak 25 200 m dari sumber getar dengan interval 25 m
dengan menggunakan alat mikrotremometer yaitu sejenis seismograf dengan sensitivitas
yang sangat tinggi. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan pada beberapa lokasi
diketahui bahwa secara empirik dampak getaran tiang pancang sampai jarak 200 m
adalah kategori B dan C terhadap kenyamanan manusia dan kategori B terhadap
kerusakan bangunan.

Kata Kunci : tiang pancang, getaran, kenyamanan manusia, kerusakan bangunan.


Abstract

Pile fondation has already been used by most of multistory buildings and bridges as it
has a good bearing capacity, however the process of the pilling could caused vibration
that might be disturbed human comfort and effect to the building. To find the effect of
vibration when the pilling process, the vibration intensity and soil type in the location
should be observed. Data measurement is conducted in the range 25 200 m with 25 m
inteval by using microtremometer a kind of seismograph with very high sensitivity. Based
on data analysis on several locations, we got the effect of vibration until 200 m is B and C
categories to human comfort and B to building damage.

Key Words : pile, vibration, human comfort, building damage.


PENDAHULUAN
Seiring dengan semakin meningkatnya
perkembangan pembangunan infrastruktur
perkotaan seperti jembatan dan juga
pembangunan gedung-gedung tinggi
khususnya di kota-kota besar di
Indonesia,maka perkembangan teknologi
pondasi juga semakin meningkat karena
44

bangunan-bangunan tinggi dan jembatan besar sangat membutuhkan jenis dan


sistem pondasi yang kuat untuk
menopang struktur atas. Jenis pondasi
yang sudah umum digunakan di
Indonesia adalah menggunakan pondasi
tiang pancang yang memang sudah
teruji memiliki daya dukung yang sangat
tinggi.
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Tetapi dalam pelaksanaannya, pemasangan pondasi jenis tiang pancang banyak


mengalami kendala terutama bila
kebetulan
berada
dilokasi
dekat
permukiman yang cukup padat. Kendala
yang terjadi saat proses pemancangan
adalah getaran dan kebisingan yang
ditimbulkannya akan mengakibatkan
dampak negatif terhadap lingkungan
disekitarnya yaitu kerusakan bangunan
dan kenyamanan manusia. Dalam upaya
untuk
mencarikan
solusi
untuk
mengurangi dampak getaran tersebut,
perlu diketahui terlebih dahulu data ukur
amplitudo dan frekuensi getaran yang
ditimbulkan sampai radius tertentu dan
dibandingkan dengan standar yang
dipersyaratkan sehingga dapat diketahui
kategori kerusakan dan tingkat gangguan
kenyamanan terhadap manusia.

adalah mengukur dan menganalisis


parameter vibrasi yang mempengaruhi
dampak terhadap lingkungan permukiman yaitu amplitudo dan frekuensi
getaran pada beberapa kondisi yang
berbeda seperti : lokasi, dimensi tiang
pancang, jenis mesin yang digunakan,
dan kondisi tanah setempat. Klasifikasi
dampak yang ditimbulkan akibat getaran
tersebut baik terhadap kenyamanan
manusia maupun terhadap kerusakan
bangunan
dilakukan
berdasarkan
standar yang dikeluarkan oleh Menteri
Negara Lingkungan Hidup Kepmen LH.
Nomor 48/11/96.

Intensitas getaran pada suatu lokasi


yang ditinjau yang ditimbulkan oleh
proses pemancangan akan tergantung
pada beberapa faktor antara lain :
kondisi tanah setempat yang berfungsi
sebagai media rambat gelombang,
intensitas sumber getar, dan jarak
sumber
getar.
Sehingga
dampak
terhadap lingkungan disekitarnya akan
berbeda-beda tergantung pada jenis dan
dimensi tiang pancang, jenis mesin yang
digunakan, jenis tanah setempat, dan
kondisi
bangunan
disekitar
lokasi
pemancangan.

1) Sistem tumbuk (Impact)

Dalam tulisan ini, analisis akan dibatasi


pada masalah getaran saja yang
ditimbulkan oleh proses pemancangan
dan dampak yang ditimbulkannya baik
terhadap kenyamanan manusia maupun
terhadap kondisi fisik bangunan. Selain
itu klasifikasi tanah setempat akan
dianalisis
berdasarkan
karakteristik
getaran mikro yang direkam dalam
kondisi tanpa ada proses pemancangan.
Maksud dan tujuan dari penelitian ini
Pengaruh Getaran Pemasangan . (M. Ridwan)

KAJIAN PUSTAKA
Pemasangan pondasi tiang pancang
dibagi menjadi 2 berdasarkan cara yang
digunakan yaitu :
Sistem tumbuk dibedakan lagi menjadi 3
bagian yaitu :
a. Palu Kerja Tunggal (Single Acting
Hammer).
Palu
besi
diangkat
dengan
menggunakan uap atau tekanan
udara lalu dijatuhkan oleh beban
gravitasi dan energi ini ditransmisikan ke tiang pancang. Pada
umumnya
perbandingan
berat
antara palu dengan taing pancang
adalah 0.5 1.0.
b. Palu Kerja Rangkap (Double Acting
Hammer)
Tenaga uap digunakan untuk
mengangkat palu dan percepatan
jatuhan. Jumlah energi akan lebih
tinggi disbanding palu kerja tunggal.
Panjang palu akan lebih pendek
dengan jangkauan antara 2 4.5 m.
c.

Palu Diesel (Diesel Hammer)


Tenaga mesin diesel digunakan
untuk mengangkat palu kemudian
45

dilepaskan mengikuti gravitasi. Palu


diesel sangat mudah bergerak,
pemakaian bahan bakar rendah
yaitu sekitar 4 16 liter/jam.
Panjang palu antara 4.5 6 m, dan
perbandingan berat palu terhadap
tiang pancang adalah 0.25 1.0.
2) Sistem
pendorong
bergetar
(Vibratory Drivers)
Sistem
ini
menggunakan
prinsip
mendorong dengan memutar berat
eksentris dalam arah relatif. Pendorong
mempunyai
dua
impuls
vertical
sebanyak 700kN pada amplitudo sebesar
6 50 mm untuk setiap siklik. Cara ini
sangat cocok untuk jenis tanah kohesif.

Klasifikasi Jenis Tanah

Klasifikasi jenis tanah dapat dilakukan


berdasarkan hasil uji beberapa metoda
konvensional
yang
sudah
umum
dilakukan yaitu uji SPT, sondir, atau
kecepatan rambat gelombang geser
rata-rata. Dengan hasil uji tersebut,
tanah dapat diklasifikasikan menjadi tiga
seperti yang tercantum pada SNI-17262002 sebagai berikut :

Jenis Tanah
Jenis
Tanah
Tanah
Keras
Tanah
Sedang
Tanah
Lunak

Vs rata2
(m/det)
Vs 350
175 Vs <
350
Vs < 175

N SPT
Su (kPa)
rata-rata rata-rata
N 50
Su 100
15 N <
50
N < 15

50 Su
< 100
Su < 50

Tetapi karena dalam operasionalnya


metoda uji tersebut cukup berat dan
mahal, maka dalam penelitian ini
digunakan metoda yang relatif lebih
simpel dan murah yaitu analisis
mikrotremor. Metoda ini dikembangkan
oleh Kanai dengan memanfaatkan
gelombang alami yang setiap saat
terjadi pada tanah/batuan.
Berdasarkan karakteristik gelombang
mikrotremor Kanai mengklasifikasikan
jenis tanah menjadi empat yaitu tipe 1,
2, 3, dan 4 seperti terlihat pada gambar
1 (kurva A dan B). Kurva A berdasarkan
hubungan antara perioda maksimum
dan perioda rata-rata, sedangkan kurva
B berdasarkan hubungan amplitudo
maksimum dan perioda predominant.

Tebel 1.

Gambar 1. Kurva klasifikasi jenis tanah berdasarkan analisis Mikrotremor

46

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Omote dan Nakajima mengidentikan


tanah tipe 1 dan 2 dengan tanah keras,
jenis 3 dengan tanah sedang, dan jenis
4 dengan tanah lunak.

METODOLOGI
Metoda yang digunakan dalam penelitian
ini adalah studi eksperimental dilapangan dengan cara melakukan pengukuran
langsung dilokasi pemancangan pada
beberapa kota yang sedang melakukan
pemancangan
baik untuk pondasi
jembatan maupun untuk bangunan.
Pengukuran dilakukan pada jarak-jarak
tertentu
yang
sudah
dirancang
sebelumnya.
Proses perekaman data dilakukan dengan
menggunakan alat mikrotremometer yaitu
sejenis seismograf dengan sensitivitas
tertentu. Dikarenakan kondisi peralatan
masih menggunakan system analog
maka dalam proses analisis harus
dilakukan terlebih dahulu konversi
analog digital.
Analisis dampak yang ditimbulkan oleh
vibrasi tiang pancang ini dilakukan
dengan cara membandingkan hasil uji
dengan standar vibrasi yang dikeluarkan
oleh Departemen Lingkungan Hidup
tahun 1990 untuk mengetahui tingkat
atau
klasifikasi
bahaya
terhadap
manusia maupun bangunan.
Teknik Pengukuran
Pada penelitian ini pengukuran vibrasi
tiang pancang dilakukan di empat lokasi
yang sedang melakukan pemancangan
yaitu di Surabaya, Cikarang, Jatibarang,
dan Bandung. Teknik pengukuran
dilakukan dengan cara meletakan alat
diatas permukaan tanah dengan jarak
terdekat 50 m sampai sampai 150 m
dengan interval 25 m.
Setting peralatan dilakukan dilokasi
pengukuran sesuai dengan tujuan yang
Pengaruh Getaran Pemasangan . (M. Ridwan)

diinginkan dalam kesempatan ini dipilih


parameter kecepatan terhadap deret
waktu
dengan
maksud
untuk
memudahkan proses pengolahan data.
Perekaman data untuk setiap titik ukur
dilakukan dengan durasi selama proses
satu
pemancangan
berlangsung.
Perpindahan
ke
titik
berikutnya
dilakukan setelah selesai satu proses
pemancangan.
Untuk mengetahui klasifikasi jenis tanah
dilokasi pengukuran, dilakukan analisis
mikrotremor pada saat kondisi diam
(tidak ada pemancangan), dan dilakukan
analisis predominant frekuensi dan
amplitude maksimum (menggunakan
kurva B gambar 1)
Teknik Pengolahan Data
Untuk mengetahui berapa parameter
vibrasi
dari
proses
pemancangan
diperlukan teknik pengolahan data yang
tergantung kepada sistem kerja alat.
Secara umum system kerja alat dapat
digambarkan dalam diagram alir sebagai
berikut :
Sensor

Amp.

Pen
Recorder

Data Recorder

AD
Converter

Curve Reader

Computer

Gambar 2. Diagram alir sistem kerja


alat mikrotremometer

Proses
digitasi
dilakukan
dengan
menggunakan Analog Digital Converter
(ADC) dengan frekuensi natural 100 Hz.
Data digital yang berupa deret waktu
terhadap kecepatan harus dikalikan
dengan faktor koreksi sensor, setting
recorder dan linear corder pada saat
proses pengukuran.
47

Amplitudo maksimum dapat diperoleh


dengan cara proses integrasi data
kecepatan dengan menggunakan software
hasil pengembangan dari ADFFT-2
keluaran Katsujima. Begitupun untuk
memperoleh frekuensi atau perioda
predominan
dapat
menggunakan
software ini dengan cara mentransfer
data dari domain waktu ke domain
frekuensi/perioda dengan menggunakan
metoda Fast Fourier Transform (FFT)
dengan persamaan sebagai berikut :

f*( p ) eipt dp
2 -
1

f(t)=

yang mana invers dari f* ( p ) adalah :

f *( p ) =
f ( t ) e-ipt dt
-
Dari hasil transformasi Fourier diperoleh
kurva distribusi frekuensi terhadap
Amplitudo Fourier sehingga akan didapat
frekuensi atau perioda predominant.
Peralatan
Peralatan
yang
digunakan
untuk
perekaman data vibrasi adalah satu set
mikrotremometer (foto 1). Alat ini terdiri
dari: tiga komponen sensor(seismometer),
amplifier, recorder, linear corder, dan
sumber arus battery kering.

ANALISIS DATA DAN


PEMBAHASAN
Analisis data
Hasil analisis data getaran tiang pancang
dan jenis tanah pada setiap lokasi
terlihat pada tabel 2 6. Jenis tanah
berdasarkan
analisis
mikrotremor
merupakan nilai rata-rata untuk lapisan
tanah diatas batuan dasar. Karena
berdasarkan latar belakang teorinya
mikrotremor
merupakan
multiple
gelombang seismic pada lapisan tanah
permukaan diatas batuan dasar.
1. Lokasi : Jl Jend. A. Yani, Surabaya
Dimensi Tiang Pancang : Segitiga,
32x32 cm panjang 6 m.
Jenis alat pancang : Palu biasa
dengan berat 1.5 ton.
Tabel 2.
Hasil uji vibrasi tiang pancang
di Jl. Ahmad Yani, Surabaya
Kecepa
Simpang
tan
Keda- Jenis
No Jarak
f (Hz) an (x10- (x10
laman Tanah
6 m)
mm/dt
k)
1
25
0 17 Tipe-1
15.6
102
9.98
T=
2
50
0 18
11.18
139
9,79
3
75
0 12 0.07 sec 4.98
313
9.78
4
100 0 18 dan A = 3.71
393
9.16
5
150 0 16 0.28 m 7.6
192
9.14
6
200 0 17
6.25
227
8.90

Spektrum Fourier gelombang mikrotremor


dilokasi yang berjarak sekitar 100 m dari
lokasi titik pancang :
1
N-S
E -W

Amp.mm/det2

0.8

0.6
0.4
0.2

Foto 1. Peralatan mikrotremometer

48

0
0

10

20

Freq-Hz

30

40

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Spektrum Fourier gelombang mikrotremor


dilokasi yang berjarak sekitar 100 m dari
lokasi titik pancang :
1
N- S

Tabel 3.
Hasil uji vibrasi tiang pancang
di Surabaya
Kecepata
Simpang
Keda- Jenis
f
n
No Jarak
an (x10laman Tanah (Hz)
(x10
6 m)
mm/dtk)
1
25
0 6 Tipe-3 5.32
295
9.85
2
50
0 12 T = 0.05 4.00
390
9.79
3
75
0 12 sec dan 4.90
213
6.55
4
100 0 12 A = 0.25 4.78
114
3.42
m
5
125 0 12
4.98
103
3.22

Spektrum Fourier gelombang mikrotremor


dilokasi yang berjarak sekitar 100 m dari
lokasi titik pancang :

0.4
0.2
0
0

E- W
V

No Jarak Kedalaman
2
1
0
0

10

20

Freq-Hz

30

20

Freq-Hz

30

40

Tabel 5.
Hasil uji vibrasi tiang pancang
di J. Barang

40

3. Lokasi : Cikarang Bekasi


Dimensi Tiang Pancang : Bulat
diameter 40 cm panjang 12 m Jenis
alat pancang : Palu Diesel berat 3.5
ton.
Tabel 4.
Hasil uji vibrasi tiang pancang
di Cikarang
Kecepatan
Kedalam- Jenis f Simpangan
No Jarak
(x10
an
Tanah (Hz) (x10-6 m)
mm/dtk)
1 25
0 24 Tipe-3 4.40
359
9.93
T = 4.70
2 50
0 20
336
9.92
0.13 2.39
3 75
0 23
619
9.30
sec 4.24
4 100
0 22
331
8.82
A = 4.32
5 150
0 18
314
8.52
0.32 3.98
6 200
0 22
329
8.23
m

Pengaruh Getaran Pemasangan . (M. Ridwan)

1
2
3
4
5

50
75
100
150
200

0
0
0
0
0

29
27
30
29
28

Jenis f Simpangan
Tanah (Hz) (x10-6 m)
Tipe-3 3.9
T = 3.6
0.27 5.42
sec A 3.66
= 0.58 3.72
m

385
213
119
144
137

Kecepatan
(x10
mm/dtk)
9.43
4.82
4.05
3.31
3.20

Spektrum Fourier gelombang mikrotremor


dilokasi yang berjarak sekitar 100 m dari
lokasi titik pancang :
3
N-S

2.5

Amp-mm/det2

Amp-mm/det2

10

4. Lokasi : Jati Barang Indramayu


Dimensi Tiang Pancang : Segi empat
40 x 40 cm panjang 15 m
Jenis alat pancang : Palu Diesel
berat 4.5 ton.

N- S

0.6

5
4

E- W

0.8

Amp-mm/det2

2. Lokasi : Galaxi Bumi Permai,


Surabaya
Dimensi Tiang Pancang : Segiempat,
20x20 cm panjang 6m
Jenis alat pancang : Palu Diesel
berat 3.5 ton.

E -W

1.5
1

0.5
0
0

10

20

Freq-Hz

30

40

49

5. Lokasi : Setrasari Mall, Bandung


Dimensi Tiang Pancang : Segitiga 28
x 28 cm cm panjang 6 m
Jenis alat pancang : Palu Diesel
berat 1.5 ton.
Tabel 6.
Hasil uji vibrasi tiang pancang
di Bandung
No Jarak
1
2
3
4
5

Kedalam- Jenis f Simpangan


an
Tanah (Hz) (x10-6 m)

25
50
75
100
150

0
0
0
0
0

12
12
12
12
12

Tipe-2
T=
0.10
sec
A=
0.25
m

2.58
4.00
3.71
5.24
4.26

615
392
419
273
318

Kecepatan
(x10
mm/dtk)
9.96
9.85
9.77
9.00
8.5

Spektrum Fourier gelombang mikrotremor


dilokasi yang berjarak sekitar 100 m dari
lokasi titik pancang :

Amp.mm/det2

Frek. Simpangan dalam mikron (10-6 meter)


(Hz) Kategori Kategori Kategori Kategori
A
B
C
D
100 500 500 1000 > 1000
4
< 100
5
< 80
80 350 350 - 1000 > 1000
6.3
< 70
70 275 275 1000 > 1000
8
< 50
50 160 160 500
> 500
10
<37
37 120 120 300
> 300
12.5
< 32
32 90 90 220
> 220
16
< 25
25 60 60 120
> 120
20
< 20
20 40
40 85
> 85
25
< 17
17 30
30 50
> 50
31.5
< 12
12 20
20 30
> 30
40
<9
9 15
15 20
> 20
50
<8
8 12
12 15
> 15
63
<6
6-9
9 12
> 12

0.6
0.4

N-S
E-W

0.8

0.2
0
0

10

20

Freq-Hz

30

40

Pembahasan
Untuk menganalisis dampak getaran
tiang pancang, penulis menggunakan
standar getaran yang telah dikeluarkan
oleh Departemen Lingkungan Hidup No.
KEP 48/MENLH/11/96. Berdasarkan
standar tersebut dampak getaran dibagi
dua
yaitu
terhadap
kenyamanan
manusia dan terhadap kerusakan fisik
bangunan.
Dampak getaran terhadapkenyamanan dan kesehatan manusia.
Dampak getaran terhadap kenyamanan
manusia dibagi menjadi empat kategori
berdasarkan besaran frekuensi dan
50

Tabel 7.
Standar getaran terhadap kenyamanan
manusia

Keterangan :
Kategori A = tidak mengganggu
Kategori B = mengganggu
Kategori C = tidak nyaman
Kategori D = menyakitkan

amplitudo maksimum seperti terlihat


pada tabel standar dibawah ini :

Dampak getaran terhadap kerusakan fisik bangunan


Dampak getaran terhadap kerusakan
fisik bangunan dibagi menjadi empat
kategori berdasarkan besaran frekuensi
dan cepat rambat gelombang seperti
terlihat pada table standar berikut ini :
Tabel 8.
Standar getaran terhadap kerusakan
bangunan
Frek.
(Hz)
4
5
6.3
8
10
12.5
16
20
25
31.5
40
50

Kecepatan dalam mm/det


Kategori
Kategori Kategori
Kategori B
A
C
D
<2
2 27
27 140
> 140
< 7.5
7.5 25
25 130
> 130
<7
7 21
21 110
> 110
<6
6 19
19 100
> 100
< 5.2
5.2 16
16 90
> 90
< 4.8
4.8 15
15 80
> 80
<4
4 14
14 70
> 70
< 3.8
3.8 12
12 67
> 67
< 3.2
3.2 10
10 60
> 60
<3
39
9 53
> 53
<2
28
8 50
> 50
<1
17
7 42
> 42

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Berdasarkan hasil analisis getaran tiang


pancang pada beberapa lokasi, dapat
diketahui dampak yang ditimbulkan baik
terhadap kenyamanan manusia maupun
kerusakan fisik bangunan pada jarak
dan kondisi tanah tertentu sebagai
berikut :

Ket.:
= Batas maksimum kategori B
= Batas maksimum kategori A
= Hasil pengukuran
Kurva 1. Kategori dampak getaran
terhadapkenyamanan manusia
Sedangkan
pengaruhnya
terhadap
komponen bangunan perumahan sampai
radius 200 m termasuk kategori B yaitu
dapat menimbulkan retakan pada
plesteran dinding bangunan.
30

Kecepatan (cm/det)

Keterangan :
Kategori A = tidak menimbulkan kerusaan.
Kategori B = kemungkinan kerusakan
pada plesteran dinding
bangunan.
Kategori C = kemungkinan kerusakan
pada bagian struktur dan
dinding pemikul beban,
Kategori D = kerusakan pada dinding
pemikul beban.

1) Lokasi : Jl Jend. A. Yani, Surabaya


Pemancangan dengan menggunakan
palu biasa seberat 1.5 ton pada tiang
pancang berdimensi 32 x 32 cm dengan
panjang 6 m sampai jarak 200 m masih
menimbulkan dampak terhadapkenyamanan manusia yang termasuk kategori B
seperti terlihat pada kurva 1. Kategori B
ini bisa diartikan cukup mengganggu.
Pada radius 75 100 m menunjukkan
simpangan yang cukup tinggi dibanding
pada 200 m tetapi frekuensinya sangat
kecil sehingga masih termasuk kategori
B.
500

15
10
5
0
0

50

100

Jarak (m)

150

200

Ket.:
= Batas maksimum kategori B
= Batas maksimum kategori A
= Hasil pengukuran
Kurva 2. Kategori dampak getaran
terhadap bangunan perumahan
2) Lokasi : Galaxi Bumi Permai,
Surabaya
Pemancangan dengan menggunakan
palu diesel seberat 3.5 ton pada tiang
pancang berdimensi 20 x 20 cm dengan
panjang 6 m sampai jarak 125 m,
getarannya masih menimbulkan dampak
negatif terhadap kenyamanan manusia
yaitu termasuk kategori C (kurva 3)
yang menimbulkan rasa tidak nyaman.

400

600

300
200
100
0
0

50

100

Jarak (m )

150

200

Simpangan (x10-6m)

Simpangan (x10-6m)

600

25
20

500
400
300
200
100
0
0

Pengaruh Getaran Pemasangan . (M. Ridwan)

50

Jarak (m )

100

150

51

Ket.:
=
=
=

Ket.:
= Batas maksimum kategori C
= Batas maksimum kategori B
= Hasil pengukuran

Batas maksimum kategori C


Batas maksimum kategori B
Hasil pengukuran

30

Kecepatan (cm/det)

Kurva 5. Kategori dampak getaran


terhadap kenyamanan manusia
Pengaruhnya
terhadap
komponen
bangunan termasuk kategori B (kurva 6)
yaitu dapat menimbulkan retakan pada
plesteran dinding bangunan.
30

Kecepatan (cm/det)

Kurva 3. Kategori dampak getaran


terhadap kenyamanan manusia
Sedangkan
pengaruhnya
terhadap
komponen bangunan termasuk kategori
B (kurva 4) yaitu dapat menimbulkan
retakan
pada
plesteran
dinding
bangunan.
25
20
15
10

25
20
15
10
5

0
0

50

Ket.:
=
=
=

100

150

200

Jarak (m )

0
50

Jarak (m )

100

150

Batas maksimum kategori B


Batas maksimum kategori A
Hasil pengukuran

Kurva 4. Kategori dampak getaran


terhadap bangunan perumahan
3) Lokasi : Cikarang Bekasi
Dilokasi ini digunakan palu diesel
seberat 3.5 ton pada tiang pancang
bulat dengan diameter 40 cm. Dampak
terhadap kenyamanan manusia sampai
radius 75 m termasuk ketegori C yaitu
menimbulkan
rasa
tidak
nyaman
sedangkan sampai jarak 200 m
termasuk kategori B yang artinya sangat
mengganggu (kurva 5).

Ket.:

Batas maksimum kategori B


Batas maksimum kategori A
Hasil pengukuran

Kurva 6. Kategori dampak getaran


terhadap bangunan perumahan
4) Lokasi : Jati Barang Indramayu
Pada pemasangan tiang pancang untuk
pondasi jembatan, digunakan palu diesel
seberat 4.5 ton dan dimensi tiang
pancang 4 0 x 40 cm dengan panjang 15
m.
Pengaruhnya terhadap kenyamanan
manusia yang terjadi sampai radius 200
m termasuk kategori B yang dapat
diartikan cukup mengganggu.
1200

Simpangan (x10-6 m)

Simpangan (x10-6 m)

1200

1000

1000
800
600
400
200

600
400
200
0

0
0

52

800

50

100

Jarak (m )

150

200

50

100

Jarak (m )

150

200

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Ket.:

Batas maksimum kategori C


Batas maksimum kategori B
Hasil pengukuran

Kurva 7. Kategori dampak getaran


terhadap kenyamanan manusia
Sedangkan
pengaruhnya
terhadap
komponen bangunan termasuk kategori
B (kurva 8) yaitu dapat menimbulkan
retakan
pada
plesteran
dinding
bangunan.

Ket.:

Kurva 9. Kategori dampak getaran


terhadap kenyamanan manusia
Sedangkan
pengaruhnya
terhadap
komponen bangunan termasuk kategori
B yaitu adanya kemungkinan retakan
pada plesteran dinding bangunan.
30

Kecepatan (cm/det)

Kecepatan (cm/det)

30
25
20
15
10

25
20
15
10
5

0
0

Ket.:

50

100

Jarak (m )

150

200

Batas maksimum kategori B


Batas maksimum kategori A
Hasil pengukuran

Kurva 8. Kategori dampak getaran


terhadap bangunan perumahan
5) Lokasi : Setrasari, Bandung
Pemancangan di Jl. Setrasari Bandung,
menggunakan tiang pancang dengan
dimensi 28 x 28 cm panjang 6 m,
dipasang dengan menggunakan palu
diesel 1.5 ton. Berdasarkan hasil
pengukuran vibrasi, dampak getaran
yang ditimbulkan sampai radius 200 m
termasuk kategori C (tidak nyaman).
1200

Simpangan (x10-6 m)

Batas maksimum kategori C


Batas maksimum kategori B
Hasil pengukuran

1000
800
600
400
200
0
0

50

100

Jarak (m )

150

Pengaruh Getaran Pemasangan . (M. Ridwan)

50

100

Jarak (m )

150

Ket.:

= Batas maksimum kategori B

= Batas maksimum kategori A

= Hasil pengukuran
Kurva 10. Kategori dampak getaran
terhadap bangunan perumahan

KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan penelitian ini dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
Dampak yang ditimbulkan akibat
getaran tiang pancang pada setiap
lokasi sangat bersifat empiris yaitu
hanya berlaku dilokasi tersebut karena
selain sampel data yang kurang juga
banyak parameter yang mempengaruhinya antara lain : jenis mesin dan
dimensi palu yang digunakan, dimensi
tiang pancang, jenis tanah, dan jarak
dari sumber getar.
Pada lokasi penelitian dengan kondisi
tanah yang relatif lebih lunak (tipe-3)
akan menimbulkan dampak terhadap
kenyamanan manusia yang cenderung
53

lebih tinggi yaitu kategori C dibanding


pada tanah yang lebih keras (tipe-1
dan tipe-2) yang termasuk kategori B.
Jika dilihat dari jenis mesin dan palu
yang digunakan, dari hasil pengukuran
terlihat bahwa palu biasa dengan
berat 1.5 ton menimbulkan dampak
yang lebih besar dibanding palu diesel
dengan berat 3.5 ton. Hal ini terjadi
akibat frekuensi yang ditimbulkannya
sangat tinggi walaupun amplitudonya
lebih kecil.
Secara umum proses pemasangan
pondasi tiang pancang menimbulkan
dampak yang tidak baik sampai jarak
200 m baik terhadap kenyamanan
manusia maupun terhadap kerusakan
fisik bangunan. Untuk itu perlu
dicarikan
solusinya
baik
yang

54

menyangkut proses pemancangan


maupun teknik peredaman getaran.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kanai and Tanaka, On Microtremor
VIII, Bulletin of the Earthquake
Research
Institute,
Vol.
39,
University of Tokyo, 1961.
2. Ishiyama Yuji, Microtremor and
Related Topik, IISEE, Building
Research Institute, 1990.
3. Menteri Negara Lingkungan Hidup,
Baku Mutu Tingkat Getaran, 1996.
4. Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa Untuk Bangunan Gedung,
SNI 03 1726 2002, Badan
Standardisasi
Nasional,
BSN.

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

KAJIAN KUALITAS KOMPOS SAMPAH ORGANIK


RUMAH TANGGA
Oleh: Sri Darwati
Pusat Litbang Permukiman
E-mail : darwa69@yahoo.com

Abstrak

Berdasarkan Peraturan Pemerintah no 16 tahun 2005, tentang Pengembangan Sistem


Penyediaan Air Minum menggariskan kebijakan dalam pengolahan sampah dengan
metode yang ramah lingkungan, terpadu, dengan mempertimbangkan karakteristik
sampah, keselamatan kerja dan kondisi sosial masyarakat setempat. Komposisi sampah di
perkotaan di Indonesia secara umum terdiri atas sampah organik 70% dan an organik
30%. Pengomposan merupakan alternatif pengolahan sampah organik, yang mana dari
70% sampah organik, 40% nya dapat dikomposkan. Kompos mengandung makro dan
mikro nutrein yang sangat bermanfaat sebagai pengkondisi tanah (soil conditioner)
sehingga pengomposan sebagai solusi pengolahan sampah yang ramah lingkungan yang
menghasilkan nilai tambah berupa kompos yang secara ekonomi menguntungkan.
Metode pengumpulan data sekunder kualitas kompos dari berbagai hasil penelitian dan
kompos yang dijual dipasaran. Metode analisis secara deskriptif berdasarkan dengan
pengelompokan kualitas kompos berdasarkan jenis sampah pasar dan rumah tangga;
pengelompokan kualitas kompos berdasar sistem pengolahan dan analisis kualitas
kompos dibandingkan dengan standard Hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas
kompos sampah organik masih belum memenuhi standar spesifikasi kualitas kompos.
Beberapa parameter fisik, kandungan nutrien N dan P masih rendah serta ditemui
kompos yang mengandung logam berat dan bakteri coli. Direkomendasikan kompos harus
disertai dengan pemilahan yang baik untuk mencegah kontaminan yang berbahaya,
pengontrolan kualitas selama proses dan penambahan nutrien untuk meningkatkan
kandungan kualitasnya agar memenuhi standar.

Kata kunci : kompos, kualitas, sampah


Abstract

According to Government Regulation no 16, 2005, about Developing of Water Supply


System, there is a policy about environmentally sound solid waste handling, integrated
solid waste management which. considers solid waste characteristics, work safety and
social economic of local community. Solid waste composition in urban area in Indonesia,
generally consists of organic waste 70% and an organic waste 30%. Composting is an
alternative organic waste handling, in which from 70% of organic waste, 40 % of it can
be composted. Compost contains macro and micro nutrient which is very useful for soil
conditioner so that composting is as an environmentally sound technology for solid waste
handling, besides it produces compost as added value which gives economical benefit.
Methodology of data collection based on secondary data of compost quality from some
researches and from markets and methodology of data analysis is descriptive.. Quality of
compost is classified by the its sources from market and household, and the quality of
30 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

compost based on composting treatment then the compost quality is compared with the
standard quality of compost. Analysis of composts shows that the quality of organic solid
waste have not met the standard of compost specification. Some parameters, physical,
Nitrogen and Phosphorus is still low, it is found that compost still contain heavy metal and
faecal coli. It is recommended that to increase the quality of compost, solid waste have
to be sorted to prevent hazardous contaminant, quality control and nutrient addition to
fulfill the compost standard.

Key words : compost, quality, solid waste


PENDAHULUAN
Jumlah penduduk Indonesia telah
meningkat menjadi hampir dua kali lipat
selama 25 tahun terakhir, yaitu dari
119,20 juta jiwa pada tahun 1971
bertambah menjadi 198,20 juta jiwa
pada tahun 1996 dan bertambah lagi
sampai 204,78 juta jiwa pada tahun
1999. Jika tingkat pertumbuhan penduduk ini tidak mengalami perubahan
positif yang drastis maka pada tahun
2020 jumlah penduduk Indonesia
diperkirakan akan mencapai 262,4 juta
jiwa dengan asumsi tingkat pertumbuhan penduduk alami sekitar 0,9 % per
tahun.
Akibat dari semakin bertambahnya
tingkat konsumsi masyarakat serta
aktivitas lainnya adalah bertambahnya
pula buangan/limbah yang dihasilkan.
Khusus untuk sampah atau limbah padat
rumah tangga, peningkatan jumlah
sampah yang dihasilkan di Indonesia
diperkirakan akan bertambah 5 kali lipat
pada tahun 2020. Rata-rata produksi
sampah tersebut diperkirakan meningkat
dari 800 gram per hari per kapita pada
tahun 1995 menjadi 910 gram per hari
per kapita pada tahun 2003.
Pengolahan sampah organik yang paling
umum adalah pengomposan. Pengomposan direkomendasikan sebagai upaya
Kajian Kualitas Kompos . ( Sri Darwati)

mengurangi
sampah
organik
sekaligus menghasilkan kompos.

dan

Sudah cukup banyak pihak yang


memproduksi kompos yang berasal dari
sampah. Kompos diproduksi untuk
kepentingan pemakaian di lingkungan
sendiri, dijual atau dipasarkan atau
untuk keperluan mengurangi volume
sampah organik.
Maksud kajian adalah untuk mengetahui
kualitas kompos sampah organik yang
dikaitkan dengan spesifikasi kompos
yang disyaratkan dalam standar dan
rekomendasi untuk peningkatan kualitas
kompos untuk berbagai pemanfaatan
sesuai dengan penggunaannya.
KAJIAN PUSTAKA
Kebijakan Pengelolaan
Persampahan
Menurut PP no 16 tahun 2005, tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum Bagian Ketiga, Prasarana dan
Sarana Persampahan, Pasal 20 ayat
2, yang menyebutkan bahwa: pengolahan sampah dilakukan dengan
metode yang ramah lingkungan, terpadu,
dengan
mempertimbangkan
karakteristik sampah, keselamatan kerja
dan kondisi sosial masyarakat setempat.
Komposisi Sampah
Berdasarkan
penelitian
Puslitbang
Permukiman, komposisi sampah organik
70% dan an-organik 30%. Dari sampah
31

organik, 40% nya dapat dikomposkan


dan yang 30%nya merupakan residu.
Sehingga pengomposan merupakan
alternatif pengolahan sampah yang
dapat mereduksi 40% sampah kota.
Proses Pengomposan
Pengomposan bukanlah suatu ide atau
hal yang baru. Pengomposan merupakan suatu proses penguraian mikrobiologis alami dari bahan buangan
organik.
Proses pengomposan dapat diklasifikasikan dalam 2 sistem, yaitu:
Sistem terbuka (Unconfined process) :
o Windrow (Turned windrow)
o Aerated
static
pile
(Forced
aeration static windrow)
o Individual pile
o Extended pile
Sistem tertutup (Confined processses)
Sistem terbuka bukanlah tidak tertutup
sama sekali tetapi masih memerlukan
atap untuk perlindungan terhadap
hujan. Pada sistem terbuka umumnya
digunakan peralatan/ mesin yang
portable untuk proses pencampuran dan
pengadukan/ pembalikan. Sedangkan
pada sistem tertutup digunakan fasilitas
kontainer atau reaktor tertutup.
Meskipun setiap teknik pengomposan
mempunyai ciri tersendiri, tetapi proses
dasarnya serupa. Tahap dasar proses
pengomposan adalah sebagai berikut:

Jika

diperlukan,

ditambahkan
bulking agent sebagai fungsi
pengatur / pengontrol porositas dan
kelembaban
Penambahan bahan organik lain
sebagai sumber nutrisi, umumnya
sumber senyawa Karbon (contohnya
serbuk gergaji, jerami, sekam dan

32 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

kulit padi dll.) yang dicampurkan


Temperatur dapat mencapai 55 - 65
o
C sehingga bakteri pathogen akan
mati, disamping itu juga untuk
mendorong
proses
penguapan
sehingga kandungan air dari produk
akhir akan menurun.
Kompos disimpan selama beberapa
waktu kemudian untuk stabilisasi
pada temperatur rendah, mendekati
temperatur sekeliling.

Pengomposan
merupakan
wujud
aktivitas
kerjasama
dari
berbagai
mikroorganisme (bakteria, actinomycetes dan fungi) yang didukung oleh
berbagai kondisi / faktor penting dari
lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses mikrobiologis, yaitu:

Moisture (kandungan air)

Temperatur
pH
Konsentrasi Nutrien
Ketersediaan dan supplai Oksigen

Metode lain yang digunakan adalah


pengomposan dengan cacing ( vermicomposting)
Proses pengomposan itu sendiri merupakan biodegradasi dari bahan organik
menjadi suatu produk yang stabil.
Proses pengomposan yang sempurna
akan menghasilkan produk yang tidak
mengganggu baik selama penyimpanan
maupun aplikasinya, se-perti bau busuk,
bakteri pathogen.
Untuk mempercepat proses pengomposan biasanya ditambah dengan starter
antara lain yang biasa dipakai adalah
bakteri EM (Effective Microorganism).
Manfaat kompos
Secara umum kompos sangat bermanfaat sebagai soil conditioner dengan
adanya kandungan bahan organik yang
tinggi, karena sifat kestabilannya maka

bahan organik dalam kompos akan


terdegradasi secara perlahan dan tertahan secara efektif untuk waktu yang
lebih lama dibandingkan bahan organik
dari limbah yang belum dikomposkan.
Kandungan makro dan mikro nutrisi
sangat bermanfaat untuk pertumbuhan
tanaman, baik perkebunan, pertanian
maupun
hortikultur
dan
hobby.
Disamping itu produk kompos juga akan
meningkatkan kualitas tanah yang
berpasir, tanah liat maupun kondisi
tanah yang telah jenuh. Sedangkan dari
sisi mikrobanya, aplikasi kompos sangat
bermanfaat untuk reklamasi dari tanah
yang telah kehilangan atau rusak tanah
bagian atasnya, seperti akibat pembukaan lahan untuk industri dan realestate, akibat aktivitas pertam-bangan
terbuka
atau
pada
tanah
yang
sebelumnya terlalu banyak menggunakan pupuk kimia karena akan meningkatkan populasi mikroba tanah yang
berfungsi untuk penyediaan nutrisi yang
siap diserap oleh akar tanaman.

bakteri yang harus dicapai dari hasil


olahan
sampah
organik
domestik
menjadi kompos.

Peningkatan sifat-sifat
tanah dari
penggunaan kompos antara lain:
Meningkatkan kandungan air dan
retensi air untuk kondisi tanah
berpasir.
Meningkatkan sifat agregasi.
Meningkatkan aerasi, permeability
dan sifat infiltrasi air untuk kondisi
tanah liat.
Meningkatkan daya tembus akar.
Meningkatkan
populasi
mikroba
tanah.
Menurunkan
tingkat
kekerasan
lapisan permukaan tanah.

b.Tidak mengandung bahan asing


Tidak mengandung bahan asing seperti
berikut :
Semua bahan pengotor organik atau
anorganik seperti logam, gelas,
plastik dan karet
pencemar lingkungan seperti senyawa logam berat, B3 dan kimia
organik seperti pestisida .

Standar Kualitas Kompos


Puslitbang
Permukiman
menyusun
standar kualitas kompos SNI 19-70302004, Spesifikasi Kompos dari Sampah
Organik
Domestik,
yang
memuat
persyaratan kandungan kimia, fisik, dan
Kajian Kualitas Kompos . ( Sri Darwati)

Spesifikasi ini dapat digunakan sebagai


acuan produsen dalam memproduksi
kompos
dengan
batasan-batasan
kandungan kimia, fisik dan bakteri,
sehingga dapat melindungi pemakai dari
kerusakan penggunaan kompos dan
mencegah terjadinya pencemaran lingkungan.
Standar kualitas kompos dapat dilihat
pada tabel 1:
Persyaratan kompos
Beberapa persyaratan kompos adalah :
a. Kematangan kompos
Kematangan kompos ditunjukkan oleh
hal-hal berikut :
C/N rasio mempunyai nilai(1020): 1
Suhu sesuai dengan suhu air tanih
berwarna kehitaman dan tekstur
seperti tanah
berbau tanah

c. Unsur mikro
Unsur mikro nilai-nilai ini dikeluarkan
berdasarkan :
konsentrasi unsur-unsur mikro yang
penting untuk pertumbuhan tanaman (khususnya Cu, Mo, Zn)
logam berat yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan
tergantung pada konsentrasi maksimum yang diperbolehkan dalam
tanah
33

d. Organisme pathogen
Organisma patogen tidak melampaui
batas berikut :
Fecal Coli 1000 MPN/gr total solid
dalam keadaan kering
Salmonella sp. 3 MPN / 4 gr total
solid dalam keadaan kering.
Hal tersebut dapat dicapai dengan
menjaga kondisi operasi pengomposan pada temperatur 55oC .
e. Pencemar Organik
Kompos yang dibuat tidak mengandung
bahan aktif pestisida yang dilarang
sesuai dengan
KEPMEN PERTANIAN
No. 434.1/Kpts/TP.270 /7/ 2001 tentang
Syarat dan Tata cara Pendaftaran
Pestisida pada Pasal 6 mengenai Jenisjenis Pestisida yang mengandung bahan
aktif yang telah dilarang.
f. Karakteristik lainnya
Kandungan bahan organik dalam
kompos minimal 27 %.
Kadar air yang diperbolehkan dalam
kompos maksimal 50 %
pH dari kompos harus netral.
Konsentrasi unsur humus utama
dalam kompos N, P2O5 dan K2O
dari masing-masing tipe kompos
tergantung dari penggunaan.

METODOLOGI PENELITIAN
Metoda pengumpulan data :
Data sekunder kualitas kompos yang
dijual di pasaran (berdasarkan data
yang tertera pada kemasan kompos)
Data sekunder kualitas kompos
berdasar hasil analisis laboratorium

34 Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Metoda
pengolahan
data
deskriptif sebagai berikut :

secara

Pengelompokan kualitas kompos


berdasarkan jenis sampah pasar dan
rumah tangga
Pengelompokan kualitas kompos
berdasar sistem pengolahan
Analisis
perbandingan
kualitas
kompos
dibandingkan
dengan
standar kompos menurut SNI 197030-2004, Spesifikasi Kompos dari
Sampah Organik Domestik

DATA DAN
KOMPOS

ANALISIS

KUALITAS

Untuk mengetahui kualitas kompos


dilakukan pengumpulan data dan
analisis data sekunder dari :
- Kualitas kompos yang dijual di
pasaran Bandung dan Jakarta dan
mempunyai nama dagang dan
kualitas yang tertera pada kemasannya
- Kualitas kompos yang dijual di
pasaran Bandung dan Jakarta (Analisis Laboratorium Data Sekunder)
- Kualitas kompos dari sampah pasar
dengan pengolahan sistem Windrow
dengan tambahan Effective Micro-

organisme

Kualitas kompos dari sampah rumah


tangga dengan pengolahan sistem
Windrow dengan tambahan Effective

Microorganisme

Kualitas kompos
dari sampah
rumah tangga UDPK dengan sistem
pengolahan Windrow

Tabel 1.
Standar Kualitas Kompos dari Sampah Organik
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Parameter
Kadar air
Temperatur
Warna
Bau
Ukuran partikel
Kemampuan ikat air
pH
Bahan asing
Unsur makro
Bahan organik
Nitrogen
Karbon
Phospor (P2 O5)
C/N rasio
Kalium (K2 O)
Unsur mikro
Arsen (As)
Cadmium (Cd)
Cobalt (Co)
Chromium (Cr)
Tembaga (Cu)
Mercuri (Hg)
Nikel (Ni)
Timbal (Pb)
Selenium (Se)
Seng (Zn)
Unsur lain
Kalsium (Ca)
Magnesium (Mg)
Besi (Fe)
Aluminum (Al)
Mangan (Mn)
Bakteri
Fecal Coli
Salmonella sp

Satuan
%
o
C
mm
%
%

Minimum

Maksimum
50
Suhu air tanah
Kehitaman
Berbau tanah
25
7,49
1,5

%
%
%
%
%
%

0.55
58
6.80
27
0.40
9.80
0.10
10
0.20

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

13
3
34
210
100
0.80
62
150
2
500

%
%
%
%
%

25.50
0.60
2.00
2.20
0.10

MPN/gr
MPN/4gr

1000
3

58
32
20
-

Sumber : SNI 19-7030-2004, Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik, Puslitbangkim PU

Kajian Kualitas Kompos . ( Sri Darwati)

35

Tabel 2.
Data dan analisis kualitas kompos yang dijual di pasaran Bandung dan Jakarta
(Data Sekunder pada Label Kemasan Kompos)
No
1
2

Parameter
Kadar air
Temperatur

Satuan
%
o
C

Kualitas kompos dalam label pada kemasan kompos


MiniMaksimum
1
2
3
4
mum
50
Suhu air
-

Analisis

tanah

3
4
5
6

Kehitaman
Warna
Berbau tanah
Bau
Ukuran partikel
mm
0.55
25
0.5-2
0.5-25
Y
Kemampuan
ikat %
58
163.00
T
air
7
pH
6.80
7,49
8.02
7.85
T
8
Bahan asing
%
1,5
Unsur makro
9
Bahan organik
%
27
58
10
Nitrogen
%
0.40
1.05
1.96
0.01
0.20 T
11
Karbon
%
9.80
32
9.81
22.01
Y
12
Phospor (P2 O5)
%
0.10
0.23
0.53
0.81
0.81 Y
13
C/N rasio
%
10
20
9.38
11.20
T
14
Kalium (K2 O)
%
0.20
0.59
1.70
0.37
0.37 Y
Unsur mikro
15
Arsen
mg/kg
13
0.20
Y
16
Cadmium (Cd)
mg/kg
3
1.10
Y
17
Cobalt (Co)
mg/kg
34
45.90
T
18
Chromium (Cr)
mg/kg
210
23.45
Y
19
Tembaga (Cu)
mg/kg
100
1.09
30.50
0.70
Y
20
Mercuri (Hg)
mg/kg
0.80
0.48
Y
21
Nikel (Ni)
mg/kg
62
8.73
Y
22
Timbal (Pb)
mg/kg
150
81.60
Y
23
Selenium (Se)
mg/kg
2
24
Seng (Zn)
mg/kg
500
137.91
180.30
0.10
Y
Unsur lain
25
Kalsium (Ca)
%
25.50
1.95
0.49
0.49 Y
26
Magnesium (Mg)
%
0.60
0.26
0.48
0.42
0.42 Y
27
Besi (Fe)
%
2.00
0.0002
0.00163 0.0030 Y
28
Aluminum (Al)
%
2.20
0.0022
0.0070 Y
29
Mangan (Mn)
%
0.0010
0.00006 0.0557
0.0011 T
Bakteri
30
Fecal Coli
MPN/gr
1000
31
Salmonell sp
MPN/gr
3
Sumber : Raffei, 1999
Keterangan :
1.
CPIS Centre for Policy and Implementation Studies Jakarta (pengomposan sistem windrow)
2.
PDK Perusahaan Daerah Kebersihan Kota Bandung (pengomposan dengan sistem windrow)
3.
PT Waluku asri (pengomposan dengan vermicompos)
4.
Cakra (PT PINDAD, pengomposan sistem windrow)
Analisis berdasarkan kualitas yang memenuhi atau tidak memenuhi berdasarkan standard kualitas
kompos,
Y = Ya memenuhi standar kompos, T = Tidak memenuhi standar kompos (bagian yang di arsir)
Standar berdasarkan SNI 19-7030-2004, Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik,
Puslitbangkim

36

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Tabel 3
Data dan analisis kualitas kompos yang dijual di pasaran Bandung dan Jakarta
No

Parameter

1
2

Kadar air
Temperatur

Satuan
%
o
C

3
4

Warna
Bau

5
6

Ukuran partikel
Kemampuan ikat
air
pH
Bahan asing
Unsur makro
Bahan organik
Nitrogen
Karbon
Phospor (P2 O5)
C/N rasio
Kalium (K2 O)
Unsur mikro
Arsen
Cadmium (Cd)
Cobalt (Co)
Chromium (Cr)
Tembaga (Cu)
Mercuri (Hg)
Nikel (Ni)
Timbal (Pb)
Selenium (Se)
Seng (Zn)
Unsur lain
Kalsium (Ca)
Magnesium (Mg)
Besi (Fe)
Aluminum (Al)
Mangan (Mn)
Bakteri
Fecal Coli

mm
%

0.55
58

%
%
%
%
%
%
%

6.80
27
0.40
9.80
0.10
10
0.20

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Salmonell sp

Min
-

Maks
50
Suhu air
tanih
Kehitaman
Berbau
tanah
25
-

Data sekunder hasil pengujian laboratorium


1
2
3
4
Analisis
46.60
42.80
28.60
53.20
T
-

7,49
1,5

7.00
-

7.60
-

6.40
-

6.30
-

58
32
20
-

0.78
11.26
6.05
13.00
0.13

2.93
20.51
45.40
8.00
2.96

1.70
15.90
8.45
10.00
0.22

1.48
14.77
10.48
10.00
0.31

T
Y
Y
Y
T

13
3
34
210
100
0.80
62
150
2
500

4.68
1.40
15.21
324.82
2.40
0.73
84.01
327.62
63.60

1.74
0.17
2.50
15.02
4.90
0.26
9.65
13.46
10.60

0.99
11.14
51.97
0.90
0.50
9.65
28.46
13.20

ttd
1.19
3.80
19.97
1.10
0.19
11.41
75.84
23.00

Y
Y
Y
T
Y
Y
T
T
T

%
%
%
%
%

25.50
0.60
2.00
2.20
0.10

5.15
0.32
0.00098
0.0040

14.76
1.26
0.0013
0.0099

10.24
0.43
0.0009
0.0047

13.16
0.55
0.0007
0.0032

Y
T
Y
Y

MPN/gr
MPN/4
gr

1000
3

43.10^5
-

93.10^7

93.10^6

93.10^6

--

T
-

Sumber : Raffei, 1999


1. Cakra PT PINDAD (windrow)
2. Cicabe Bandung (windrow)
3. Ragunan Jakarta (windrow)
4. Leuwigajah Bandung (windrow)
Analisis berdasarkan kualitas yang memenuhi atau tidak memenuhi berdasarkan standard kualitas kompos,
Y = Ya memenuhi standar kompos, T = Tidak memenuhi standar kompos (bagian yang di arsir),ttd = tidak
terdeteksi
Standar berdasarkan SNI 19-7029-2004, Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik, Puslitbangkim
PU

Kajian Kualitas Kompos . ( Sri Darwati)

37

Tabel 4.
Data dan analisis kualitas kompos dari sampah pasar
(Windrow dengan Effective Microorganisme)
No Parameter

5
70.31
-

6
47.80
-

7
46.06
-

T
-

Kadar air
Temperatur

3
4

Warna
Bau

Ukuran
partikel
Kemampuan
ikat air
pH
Bahan asing
Unsur
makro
Bahan
organik
Nitrogen
Karbon
Phospor (P2
O5)
C/N rasio
Kalium (K2
O)
Unsur
mikro
Arsen
Cadmium
(Cd)
Cobalt (Co)
Chromium
(Cr)
Tembaga
(Cu)
Mercuri (Hg)
Nikel (Ni)
Timbal (Pb)
Selenium
(Se)
Seng (Zn)
Unsur lain
Kalsium (Ca)
Magnesium
(Mg)
Besi (Fe)
Aluminum
(Al)
Mangan (Mn)
Bakteri
Fecal Coli
Salmonell sp

mm

0.55

50
Suhu air
tanah
Kehitaman
Berbau
tanah
25

58

6.80
-

7,49
1,5

27

58

%
%
%

0.40
9.80
0.10

32
-

0.08

0.12

0.12

0.83

0.40

0.32

1.84
31.62
1.78

T
Y
T

%
%

10
0.20

20
-

2.728
3.105

2.744
2.923

3.04
2.822

11.23
1.70

13.08
2.4

13.77
2.07

17.18
1.34

T
T

mg/kg
mg/kg

13
3

mg/kg
mg/kg

34
210

32

mg/kg

100

123.37

550.47

97.55

30.48

58.37

28.05

mg/kg
mg/kg
mg/kg
mg/kg

0.80
62
150
2

1
-

Y
-

mg/kg

500

275.54

464.91

200.73

180.2

184.2

104.5

%
%

25.50
0.60

0.22

0.24

0.29

0.48

0.46

0.40

6.24
-

Y
Y

%
%

2.00
2.20

0.0764
-

0.0291
-

0.0781
-

1.063
-

1.036
-

1.350
-

1.24

0.10

ttd

ttd

ttd

0.056

0.062

0.0743

MPN/gr
MPN/
4 gr

1000
3

7
8

9
10
11
12
13
14

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Maks

Data sekunder
2
3
4
41.35
52.83
64.40
-

1
2

Min

1
51.92
-

Satuan
%
o
C

Analisis

Sumber : 1-3 : Muchamad, 1997, 4-6 : PD Kebersihan Bandung, 7 :Puslitbangkim, 1999


Y = Ya memenuhi standar kompos, T = Tidak memenuhi standar kompos (bagian yang di arsir), ttd = tidak
terdeteksi Standar berdasarkan SNI 19-7029-2004, Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik,
Puslitbangkim PU

38

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Tabel 5.
Data dan analisis kualitas kompos dari sampah rumah tangga
(Windrow dengan Effective Microorganisme)
No Parameter

Satuan

Kadar air

Temperatur

Min
-

Maks
50

Data sekunder
4
5

40.00 48.09 53.85 58.30 62.84 63.95

49.56 -

10

Analisis

46.06 49.56 T

Suhu air
tanah

Warna

Kehitaman

Bau

Berbau
tanah

Ukuran
partikel

mm

0.55

25

Kemampuan
ikat air

58

pH

6.80

7,49

7.5

7.7

7.7

7.85

8.30

8.70

7.90

Bahan asing

1,5

Unsur
makro

Bahan
organik

27

58

10

Nitrogen

0.40

1.74

1.84

3.18

11

Karbon

9.80

32

14.02 31.62 24.98

12

Phospor
(P2 O5)

0.10

0.03

0.05

0.01

0.39

0.58

0.66

0.08

6.02

1.78

0.08

13

C/N rasio

10

20

17.18

7.8

14

Kalium (K2
O)

0.20

4.504 5.094 4.307 11.74 12.11 13.96


0.168 0.199 0.174 1.48

1.03

1.11

3.3

1.39

1.34

3.3

Unsur
mikro
15

Arsen

mg/kg

13

16

Cadmium
(Cd)

mg/kg

17

Cobalt (Co)

mg/kg

34

18

Chromium
(Cr)

mg/kg

210

Sumber : 1-3 : Muchamad, 1997, 4-6 : PD Kebersihan Bandung, 7-10 : Puslitbangkim PU


Y = Ya memenuhi standar kompos, T = Tidak memenuhi standar kompos (bagian yang di arsir), ttd = tidak
terdeteksi
Standar berdasarkan SNI 19-7029-2004, Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik, Puslitbangkim PU

Kajian Kualitas Kompos . ( Sri Darwati,)

39

Tabel 5 (lanjutan).
Data dan analisis kualitas kompos dari sampah rumah tangga (Windrow
dengan Effective Microorganisme)
Data sekunder
No Parameter
Satuan

Min

Maks

10

Analisis

19

Tembaga
(Cu)

mg/kg

100

22.97 23.08 29.03 20.56 24.62 23.46

20

Mercuri
(Hg)

mg/kg

0.80

21

Nikel (Ni)

mg/kg

62

22

Timbal (Pb) mg/kg

150

23

Selenium
(Se)

mg/kg

24

Seng (Zn)

mg/kg

500

254.8 257.7 172.2 186.2 177.3 224.1

Unsur lain
25

Kalsium
(Ca)

25.50 -

0.51

6.24

1.05

26

Magnesium
(Mg)

0.60

0.49

0.11

0.38

0.54

0.44

0.52

0.63

0.23

0.63

27

Besi (Fe)

2.00

0.008 0.003 0.006 0.101 0.777 0.961

28

Aluminum
(Al)

2.20

0.0001 -

29

Mangan
(Mn)

0.10

ttd

ttd

Ttd

0.043 0.040 0.046

Bakteri
30

Fecal Coli

MPN/gr

1000

31

Salmonell
sp

MPN/4
gr

Sumber : 1-3 : Muchamad, 1997, 4-6 : PD Kebersihan Bandung, 7-10 : Puslitbangkim PU


Y = Ya memenuhi standar kompos, T = Tidak memenuhi standar kompos (bagian yang di arsir), ttd = tidak
terdeteksi
Standar berdasarkan SNI 19-7029-2004, Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik, Puslitbangkim PU

40

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Tabel 6.
Data dan analisis kualitas kompos dari sampah rumah tangga UDPK
(sistem Windrow)
Data sekunder
No Parameter SatuMin Maks
1
2*
3*
4
5
6
7*
an
Kadar air
36.5
1
%
50
53.55 25.28 20.11 54.00 16.34
12.86
6
Temperatur
Suhu
o
2
C
air
tanih
Warna
Kehita
3
man
Bau
Berba
4
u
tanah
Ukuran
5
mm 0.55 25
partikel
Kemampua
6
%
58
n ikat air
7 pH
6.80 7,49
6.7
6.72 7.37 6.95
8 Bahan asing
%
1,5
Unsur
makro
Bahan
9
%
27
58
organik
10 Nitrogen
%
0.40
1.04
0.6
0.5
0.90 1.25 0.93 0.425
11 Karbon
%
9.80 32
10.16 18.24 14.91 9.42 18.46 17.54 17.99
Phospor
12
%
0.10
0.99 1.34 0.30 0.42 1.16 1.62 0.88
(P2 O5)
32.6 23.07
13 C/N rasio
%
10
20
26.03 23.14 10
15
19
Kalium
14
%
0.20
0.28
0.17 1.57 0.30
(K2 O)
mg/kg
15 As
13
mg/kg
16 Cd
3
mg/kg
17 Co
34
mg/kg
18 Cr
210
mg/kg
19 Cu
100
104
0
0
178
78
99
0
mg/kg
20 Hg
0.80
mg/kg
21 Ni
62
mg/kg
22 Pb
150
mg/kg
23 Se
2
mg/kg
24 Zn
500
248
502
411 440
Unsur lain
25 Ca
%
25.50 2.02 9.34 18.87 2.31 2.53 4.27 13.49
26 Mg
%
0.60 0.19 0.16 0.15 0.23 0.46 0.25 0.12
0.0018 0.0024 0.0018
27 Fe
%
2.00 0.0016
28 Al
%
2.20 0.32
0
0
2.72
4
3.4
0
29 Mn
%
0.10 0.06
0.04 0.08 0.08
Bakteri
30 Fecal Coli
MPN/gr 1000
Salmonell sp MPN/4
31
3
gr

1-3
4
5

: UDPK Jagakarsa
: UDPK Sunter
: UDPK Cipinang

6-8
9
10
11
Y = Ya

8*

10

11

12*

25.29 18.41 15.85 11.76 2.23

7.19 7.75

8.14

Analisis

0.425 1.66 2.16 3.02 1.84


15.7 15.39 19.35 23.34 31.62

Y
T

0.61 0.57 0.61

0.99

17.18 26.03

0.80 1.57

1.40

1.34

232

166

103

768

1521

269

7.94
0.94
0
-

1.78

3.94 9.90 10.22 6.244


0.39 0.42 0.36 0.1
0.0022 0.0014 0.0008
3.5
2.8 1.02 0.12
0.06 0.06 0.03
-

Y
Y
Y
Y
Y

: UDPK Cipedak
: UDPK Utan Panjang
: UDPK : Kebon Melati
: UDPK Petamburan
memenuhi standar kompos, T = Tidak

UDPK : Usaha Daur Ulang Sampah dan Pengomposan


memenuhi standar kompos (bagian yang di arsir)
ttd = tidak terdeteksi, Standar berdasarkan SNI 19-7029-2004, Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik
Domestik, Puslitbangkim PU
Sumber : Aguslin, 1999, * : Puslitbangkim PU 1999

Kajian Kualitas Kompos . ( Sri Darwati,)

41

Dari sejumlah sampel kualitas kompos


dapat diketahui bahwa :
a. Kualitas kompos dari sampah yang
sudah diproduksi belum memenuhi
standar kualitas kompos yang
disyaratkan.
Secara
deskriptif,
parameter yang tidak memenuhi
standar Parameter fisik :
- pH
- Kadar air
- Kemampuan ikat air
Unsur makro
- C/N rasio
- Nitrogen
- Phospor (P2O5)
- Kalium (K2O)
Unsur mikro
- Cobalt (Co)
- Cromium (Cr)
- Nikel (Ni)
- Timbal (Pb)
- Tembaga (Cu)
Unsur lain
- Magnesium
Bakteri
- Fecal Coli
b. Secara fisik, kompos secara umum
bersifat basa, pH lebih dari 7,49.
Namun, beberapa sampel pengomposan dengan sistim windrow pada UDPK
sebagian juga bersifat asam.
Kadar air dari sampah pasar relatif
tinggi lebih dari standar yaitu 50%.
Kemampuan ikat air tidak banyak
diukur,namun terindikasi kemampuan ikat air sangat tinggi melampaui
yang disyaratkan 58%
c.

42

Unsur makro
Kadar C/N rasio secara umum
rendah kurang dari minimal 10 %
yang disya-ratkan. Hal ini juga dapat
dilihat dari beberapa data yang
menunjukkan Nitrogen relatif rendah
Kadar
Phospor
relatif
rendah

dibandingkan
dengan
standar
minimum 0.1 % yang disyaratkan
Unsur makro lain antara lain Kalium
(K2 O) juga relatif rendah kurang
dari standar minimum 0.2%
d. Unsur mikro
Adanya parameter logam berat Co,
Cr, Ni, Pb, Cu dan Zn pada kompos
menandakan bahwa sampah bahan
kompos belum terpilah dengan baik,
sehingga terkontaminasi oleh logam
berat yang berbahaya bila kompos
digunakan pada tanaman pangan
e. Unsur lain seperti Magnesium
umumnya memenuhi, namun masih
ada yang melampaui standar yang
disyaratkan
f. Kualitas kompos secara bilogis
mengindikasikan adanya pencemaran biologis dengan indikator fecal
coliform

KESIMPULAN
Kualitas kompos dari sampah secara
umum belum memenuhi standar kualitas
kompos yang disyaratkan dalam SNI 197030-2004. Dari aspek fisik, kompos
bersifat basa dan kadar air tinggi. Dari
kandungan kimia C/N, Pospor dan
Kalium rendah. Kompos juga tercemar
oleh logam berat dan bakteri Coli.
Kompos dari sampah harus ditingkatkan
kualitasnya supaya dapat menghasilkan
kualitas kompos yang baik dan
memenuhi Standar.

REKOMENDASI
Kompos dapat ditingkatkan kualitasnya
dengan:
Pemilahan yang baik, pemisahan
bahan organik yang akan dikomposkan dengan sumber pencemar
biologis/logam berat
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Pemilahan sejak dari rumah tangga,


dan sistem pengangkutannya ke
lokasi pengomposan
pH kompos dapat diatur dengan
penambahan kapur
C/N rasio diatur dengan penambahan bahan yang mengandung
karbon tinggi serbuk gergaji
N dan P rendah dapat ditingkatkan
dengan penambahan pupuk kandang, limbah makanan laut, air
limbah pemotongan hewan
Kompos dapat dicampur dengan
berbagai material organik untuk
berbagai jenis pupuk organik ukuran
halus atau kasar

DAFTAR PUSTAKA
1. Rafei, Budi Setiawan, Feasibility

Kajian Kualitas Kompos . ( Sri Darwati,)

Analysis for Composting of Urban


Organik Waste in the Bandung
Region, MSc Thesis, IHS,1999.
2. Aguslin, Yuni Erni, 1999. Evaluasi
Faktor-Faktor Penentu Keberhasilan
UDPK,
Program
Studi
Imlu

Lingkungan, Program Pasca Sarjana,


Universitas Indonesia, Jakarta.
3. Darwati, Sri 2002. Developing A
Feasible Community Composting
Scheme in Bandung Municipality
Indonesia, MSc Thesis, Environmental Science and Technology, IHE
-Delft, The Netherlands
4. SNI
19-7030-2004,
Spesifikasi
Kompos dari Sampah Organik
Domestik, Puslitbangkim PU
5. Peraturan Pemerintah no 16 tahun
2005,
tentang
Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum

43

KAJIAN KINERJA KOMPOR AMAN KEBAKARAN


DAN HEMAT ENERGI (KOMPOR AHE)
Oleh : Achmad Hidajat Effendi
Pusat Litbang Permukiman
E-mail: Achmadhe53@yahoo.com

Abstrak

Kajian ini dimaksud untuk melakukan pengembangan kompor minyak bersumbu yang
umum digunakan masyarakat melalui modifikasi bejana minyak dengan pendingin air
untuk meminimasi kemungkinan kompor meledak yang bisa menimbulkan kebakaran,
serta menciptakan prototipe kompor minyak bersumbu yang hemat energi. Hemat
energi disini dilakukan dengan cara menghitung efisiensi kompor untuk mengetahui
seberapa besar energi panas pembakaran minyak dapat dialihkan secara berguna
kepada beban masak. Dengan demikian diusahakan sebanyak mungkin panas dialihkan
hingga mencapai efisiensi maksimum. Kondisi ini dicapai apabila tingkat efisiensi lebih
dari 50 %, dan energi yang terbuang tidak tertumpuk pada kompor. Kompor aman
kebakaran dan hemat energi ini memiliki keunggulan, yakni hemat pemakaian minyak
tanah dengan nilai efisiensi 65,35 %, aman terhadap bahaya kebakaran dengan
temperatur minyak 34,88C dan temperatur permukaan bejana minyak 39,94C dapat
memanfaatkan bahan limbah kaleng bekas, atau 100 % menggunakan bahan lokal.
Disamping itu jenis kompor ini ternyata memenuhi persyaratan SNI 12-3745-1999
tentang kompor minyak tanah bersumbu.

Kata Kunci : kompor minyak bersumbu,


efisiensi.

bejana minyak,

temperatur bejana,

Abstract
This investigate aimed at developing a wicked-type oil stove commonly used by people
through the modification of oil container with water as a cooling media to minimize the
possible stove which is more energy efficient. Energy efficiency was determined by
calculating to what extent the heat energy of the oil combustion can be utilized against
cooking load at the maximum efficiency. This condition can be achieved when the level
of efficiency exceed 50 % and the energy was not accumulated in the stove. The firesafe and energy efficient stove, as it was named, has several advantages, namely less
oil consumption with the efficiency level of 65.35 %, safe against fire hazard, since the
oil temperature can be kept at 34.88C while the surface temperature of oil container
was 39.94C. The stove can also be made by utilizing solid waste materials such as
used tins or containers, or even 100 % of local materials. Besides, such stove was
proven to be in conformity with the SNI 12-3745-1999 cocerning standard of a wickedtype oil stove.

Keywords : wicked-type oil stove, oli container, surface temperature, efficiency.

Kajian Kinerja Kompor .... (Achmad H.E.)

15

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Energi yang dipergunakan di Indonesia


terbagi atas tiga sektor pemakai energi,
yaitu industri, transportasi dan rumah
tangga. Sektor rumah tangga merupakan sektor pemakai energi terbesar
apabila memperhitungkan energi non
komersial yang dipergunakan. Jenis
energi yang digunakan di rumah tangga
ini adalah bahan bakar minyak dalam
bentuk kerosene, listrik, LPG, gas kota,
arang kayu maupun biomasa.
Dalam Program Konservasi Energi
Nasional, kompor dapat dipertimbangkan sebagai obyek kegiatan, karena
peluangnya yang cukup besar dalam
perbaikan
efisiensi
dan
kinerja,
disamping
eksistensi
penggunaan
kompor yang sangat luas di masyarakat
dan subsidi yang cukup besar terhadap
minyak tanah dari kebutuhan energi.
Penggunaan energi sektor rumah
tangga nasional sebesar 45 % dari total
konsumsi energi, dan pemakaian
minyak tanah nasional sebesar 77 %
dari kebutuhan energi rumah tangga,
namun menginjak tahun 2006 keluar
kebijakan
Pemerintah
tentang
pengurangan konsumsi minyak tanah
untuk energi rumah tangga, dengan
mengganti kompor minyak bersumbu
yang digunakan oleh masyarakat
dengan kompor gas.
Kompor minyak tanah bersumbu adalah
kompor bersumbu satu atau lebih yang
mempergunakan bahan bakar minyak
tanah dalam bejana tidak bertekanan.
Dengan berkurangnya pemakaian kayu
sebagai bahan bakar untuk memasak
dan semakin meningkatnya harga
bahan bakar gas, maka pemakaian
kompor yang menggunakan minyak
tanah sebagai bahan bakar masih
cukup tinggi.
16

Kebutuhan akan kompor minyak tanah


di Indonesia dipenuhi oleh produksi
dalam negeri yang diperdagangkan
dalam aneka ragam jenis, mutu dan
harga. Berbagai jenis kompor minyak
tanah, baik yang bersumbu tunggal
maupun bersumbu banyak dengan
bahan sumbu terbuat dari benang di
pasaran diperdagangkan dalam tingkat
harga yang berbeda-beda.
Kompor minyak menjadi alat memasak
yang utama bagi rumah tangga. Alat
memasak ini masih kurang sekali
diperhatikan mengenai efisiensi dan
tingkat keborosan penggunaan bahan
bakarnya. Kompor merupakan hasil
pabrik atau perajin dan diperjualbelikan secara bebas. Walaupun
terdapat Standar Nasional Indonesia
(SNI) 12-3745-1995 mengenai Kompor
Minyak
Tanah
Bersumbu,
yang
mencakup tentang Mutu dan Cara Uji
Kompor Bersumbu, namun penerapan
standar tersebut belum dilakukan
secara luas. Selain itu, kompor dapat
menjadi barang berbahaya, karena
dapat menimbulkan kebakaran apabila
kurang hati-hati dalam penggunaannya.
Hasil survei Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman, tercatat
selama tahun 1984 sampai 1989 terjadi
kebakaran di Indonesia 5600 kali
dengan penyebab kebakaran melalui
kompor 1116 kali. Kemudian selama
tahun 1989 sampai 1993 terjadi
kebakaran di Indonesia 8799 kali
dengan penyebab kebakaran melalui
kompor 1169 kali.
Kebakaran akibat kompor meledak
secara nasional berdasarkan hasil
survey menduduki peringkat kedua,
sedangkan peringkat pertama akibat
hubungan arus pendek listrik. Dari data
diatas, menunjukkan bahwa frekwensi
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

kebakaran yang diakibatkan oleh


kompor meledak setiap tahun semakin
meningkat.
Untuk meminimasi kebakaran akibat
kompor meledak, perlu diciptakan suatu
rancangan kompor minyak bersumbu
yang aman terhadap kebakaran.

Permasalahan
Dalam penelitian ini,penulis mengidentifikasi dua permasalahan, sebagai
berikut :
Pertama, minyak tanah sebagai salah
satu sumber daya alam yang tidak
dapat
diperbaharui
atau
tidak
terbarukan, usaha eksploitasi minyak
secara besar-besaran akan mengakibatkan berkurangnya cadangan minyak di
perut bumi. Di satu sisi penggunaan
minyak terus meningkat, sementara
sumber energi lain masih terbatas. Hal
ini tentu akan mengakibatkan krisis
minyak
yang
berkepanjangan.
Berdasarkan kondisi diatas, sudah
barang
tentu
diperlukan
upaya
konservasi energi dengan menekan laju
penggunaan minyak tanah. Namun
penekanan laju penggunaan minyak
tanah perlu juga diimbangi dengan
upaya-upaya penanggulangan yang
lain, seperti program-program yang
sifatnya
menambah
atau
mempertahankan
tingkat
suplai
(sediaan) minyak tanah. Realisasi dari
upaya pengoptimalan konservasi energi
yang tersimpan pada bahan bakar
tersebut ialah dengan menaikkan
efisiensi penggunaan minyak tanah
pada kompor sebagai alat memasak,
harus dilakukan modifikasi sedemikian
rupa, sehingga bisa menghemat energi
dan mempercepat proses pembakaran.
Akhir-akhir ini Pemerintah sedang
gencar
menggalakkan
pemakaian
kompor gas dan menarik peredaran
Kajian Kinerja Kompor .... (Achmad H.E.)

minyak tanah di masyarakat sebagai


bahan bakar kompor, namun demikian
bahan bakar gas, setiap tahun
harganya semakin meningkat dan
sering terjadi kelangkaan pasokan serta
sulitnya pembelian bahan bakar gas
secara eceran, beda halnya dengan
minyak tanah yang bisa diecer.
Kedua, seiring dengan keterbatasan
sumber daya alam diatas, tingkat
penggunaan kompor minyak tanah di
masyarakat masih tetap tinggi, hal ini
dapat dibuktikan baik di pedesaan
maupun diperkotaan. Kompor minyak
tanah masih cukup populer, karena
bagaimanapun
dianggap
praktis,
ekonomis dan terjangkau oleh keluarga
miskin sekalipun. Masalah lain dari
penggunaan kompor minyak tersebut,
adalah tingginya resiko terhadap
bahaya kebakaran.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian, adalah menciptakan


desain dan prototipe kompor minyak
bersumbu yang aman kebakaran dan
hemat energi dengan mengkaji dan
melakukan pengembangan kompor
minyak bersumbu yang telah digunakan
masyarakat melalui modifikasi bejana
minyak dengan pendingin air, dalam
rangka meminimasi kebakaran akibat
kompor meledak.

TINJAUAN TEORITIS
Pengertian Umum Kompor
Dalam penelitian ini, yang dimaksud
dengan kompor adalah kompor minyak
tidak bertekanan, bahan bakar minyak
tanah mengalir secara kapiler melalui
sumbu kompor yang umumnya terbuat
dari benang katun.[1]
Pengertian lain tentang kompor adalah
kompor minyak tanah bersumbu satu
atau lebih yang mempergunakan
17

minyak tanah
bertekanan.[2]

dalam

bejana

tidak

Pengertian
Kompor
Aman
Kebakaran dan Hemat Energi
Kompor aman kebakaran dan hemat
energi
adalah
kompor
minyak
bersumbu tidak bertekanan, dengan
modifikasi bejana air sebagai pendingin
diatas bejana minyak, sedangkan
efisiensi disini adalah besarnya energi
panas pembakaran minyak dialihkan
secara berguna kepada beban masak.
[3]

Proses
Kompor

Pembakaran

pada

Kompor sebagai alat konversi energi


mengkonversikan energi yang berasal
dari minyak tanah
menjadi panas.
Proses pembakaran tidak terlepas dari
teori perpindahan panas. Perpindahan
panas tersebut meliputi: konveksi
apabila melalui mekanisme persinggungan (misalnya
gas dengan benda),
radiasi apabila melalui mekanisme
pemancaran (temperatur tinggi ke
temperatur rendah), dan konduksi
apabila
melalui
molekul
benda
penghantar.[4]
Minyak tanah dalam bejana dapat
ditransportasikan ke ruang pembakaran
oleh sejumlah sumbu yang dipasang
pada
satu
pemegang
sumbu
sedemikian rupa, sehingga dapat
digerakkan keatas dan kebawah. Cara
transportasi minyak melalui sumbu
dikenal sebagai prinsip kapileritas.
Dengan sistem penguapan minyak
tanah akan terbakar apabila terdapat
panas di ruang pembakaran kompor.[5]
Pembakaran minyak perlu dikendalikan
dengan mekanisme pengaturan jumlah
volume minyak yang diumpan sesuai
kebutuhan, sehingga kompor dapat
18

dicirikan dengan daya maksimumminimum tertentu. Pada kompor rumah


tangga daya kompor umumnya berkisar
antara 1,76 dan 3,68 kW. Dengan
mengatur nyala api maka daya kompor
dapat diubah dari maksimum ke
minimum. Daya kompor ditentukan
antara lain oleh banyaknya minyak
yang
dibakar
persatuan
waktu,
sehingga energi panas itu dapat
dialihkan ke beban, misalnya piranti
masak dan bahan yang dimasak.
Kompor yang dayanya cukup besar,
sekitar 2 4 kW, akan lebih cepat
memasak dari pada kompor dengan
daya lebih kecil. Ujung sumbu kompor
yang telah basah oleh minyak disulut
dengan api sehingga menyala. Nyala
api ini akan membakar minyak.
Penyaluran minyak tanah ke ruang
bakar dari bejana minyak terlaksana
melalui efek kapiler sehingga minyak
mengalir keatas membasahi sumbu
katun. Ruangan diantara sarangan luar
dan sarangan dalam akan menjadi
panas dan penuh dengan uap minyak
yang belum terbakar. Dengan bantuan
udara yang mengalir dari lubang-lubang
kecil pada sarangan akan terjadi proses
pembakaran
uap
minyak
pada
temperatur tinggi. Pada komposisi
jumlah udara dan uap minyak tertentu
akan
terjadi
pembakaran
yang
sempurna, ditandai oleh nyala api biru
di dalam ruang antar sarangan diatas
nyala api sumbu. Lidah nyala dengan
api biru itu diusahakan sampai kepada
bagian bawah perabot masak, sehingga
terjadi alih panas ke perabot masak
dengan konveksi gas panas secara
optimum. Besar kecilnya nyala api
dikendalikan melalui gerakan naik turun
dari sumbu di dalam silinder-silinder
pnjepit sumbu. Sebagian panas yang
timbul dari pembakaran, terutama yang
bersifat radiasi dipancarkan ke segala
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

arah. Komponen radiasi yang tidak


memanasi langsung beban masak,
terbuang ke lingkungan atau diserap
oleh kerangka kompor, bejana dan lainlain.[6]

Fungsi Utama Kompor

1. Ruang Bakar
Ruangan dimana uap minyak
dibakar dengan bantuan oksigen
yang berasal dari udara, dengan
bentuk umum persamaan reaksi
pembakaran
adalah
sebagai
berikut:
Minyak Tanah + x Udara (21% O2;
79% N2) y CO2 + z H2O+ u SO2 +
V (Udara sisa) x,y,z,u dan v masingmasing adalah koefisien reaksi.
Nyala api biru menandakan bahwa
reaksi
pembakaran
terjadi
optimum. Hal ini terjadi pada reaksi
kimia antara minyak dan oksigen
pada komposisi yang cukup (reaksi
stoichiometri) pada
temperatur
bakar tertentu, yang sangat tinggi
(>1000C). Nyala api merah
menandakan pembakaran tidak
sempurna, menyebabkan kemungkinan ada sebagian uap minyak yang
tidak terbakar (pemborosan), juga
timbulnya lingkungan yang kotor
(asap).
Pembakaran minyak perlu dikendalikan dengan mekanisme pengaturan
jumlah
volume minyak yang
diumpan
sesuai
kebutuhan,
sehingga kompor dapat dicirikan
dengan daya maksimum-minimum
tertentu.
2. Sumbu
Sumbu kompor terbuat dari untaian
benang katun atau bahan lain yang
mudah meresap minyak tanah
secara kapiler. Bahan sumbu yang
terbuat
dari
benang
sintetis
Kajian Kinerja Kompor .... (Achmad H.E.)

sebaiknya tidak dipakai, karena


dapat terjadi penggumpalan jika
terbakar, sehingga aliran minyak
dapat terganggu. Apabila ujung
sumbu disulut api, maka terjadi
pengapian di ruang bakar kompor.
Pada kompor yang bersumbu
banyak, pengaturan nyala dilakukan
dengan
mengatur
tinggirendahnya sumbu.
3. Bejana Minyak
Sebagai bejana yang berisi sediaan
minyak, biasanya berbentuk silinder
tegak
pendek
atau
kotak
berpenampang
bujur
sangkar
dengan volume minyak berkisar
antara 2 sampai 3 liter. Untuk
mencegah kenaikkan tekanan yang
terjadi dari uap minyak, maka
bejana minyak diberi lubang
pengaman yang menghubungkan
bagian dalam bejana dengan udara
luar. Temperatur minyak di dalam
bejana perlu dijaga agar tidak
terlalu panas, karena itu bejana
minyak secara maksimal perlu
terlindung dari radiasi panas yang
berasal dari ruang bakar.
4. Rangka Kompor
Selain bersatu dengan ruang bakar
(di sebelah atas) dan bejana
minyak
(di
sebelah
bawah),
kerangka kompor berfungsi pula
sebagai penyangga terhadap beban
berupa piranti masak dan bahan
yang akan dimasak. Karenanya,
kerangka kompor harus kuat dan
kokoh konstruksinya. Kerangka
kompor dirancang pada pengoperasian kompor dengan kedudukan
tegak, namun diberi toleransi untuk
tetap stabil kedudukannya pada
kemiringan 15 derajat sesuai
Standar Nasional Indonesia (SNI).

19

Berdasarkan penampakan ruang bakar,


maka kompor dapat pula dibedakan
sebagai : [7]
1. Kompor Tertutup
Selubung luar menutupi juga
silinder-silinder sumbu, sehingga
silinder itu juga tidak tampak dari
luar, dan silinder tersebut diberi
lubang udara.
2. Kompor Setengah Tertutup
Silinder sumbu tidak ditutupi,
sehingga tampak dari luar.

Efisiensi Kompor

Efisiensi kompor ditentukan oleh berapa


besar energi panas pembakaran minyak
dapat dialihkan secara berguna kepada
beban masak. Untuk itu perlu
diusahakan sebanyak mungkin panas
dapat dialihkan, yaitu pada efisiensi
maksimum. Agar efisiensi maksimum
dapat mencapai lebih dari 50 %, dan
energi yang terbuang tidak akan
tertumpuk pada kompor, sehingga
kompor menjadi terlalu panas dan
berbahaya. SNI-12-3745-1995 mensyaratkan bahwa bagian-bagian kompor yang
terbuka temperaturnya tidak boleh
melebihi 94C, sedangkan temperatur
minyak di dalam bejana tidak boleh
melebihi 50C.
Walaupun secara visual kompor dibuat
dengan mengacu pada suatu standar
prosedur pembuatan, paling sedikit
pada tingkat masing-masing perajin
atau pabrik, terbukti bahwa kinerja
(unjuk kerja) kompor dan efisiensi
penggunaan bahan bakar masingmasing, umumnya tidak sama hasilnya
satu terhadap yang lain. Hal ini
disebabkan
oleh
karena
adanya
perbedaan-perbedaan dimensi pada
komponen kompor, terutama pada
bagian-bagian yang kritis seperti pada
ruang bakar, yang menyebabkan variasi
kinerja dan efisiensi, terutama variasi
20

tersebut lebih mencolok pada komporkompor buatan perajin.[8]


Efisiensi kompor merupakan ukuran
seberapa jauh panas yang dihasilkan
oleh pembakaran bahan bakar minyak
tanah dapat dimanfaatkan untuk
memasak. Efisiensi kompor ini tidak lain
adalah bagian/persen panas yang
terpakai oleh benda muatan dimana
bagian
panas
tersebut
dihitung
terhadap total panas dari reaksi
pembakaran bahan bakar.[9]
Formula :
W . qt
= ----------------......( 1 )
Mf . C f
dimana :

=
Efisiensi ( % );
W
=
Massa benda (kg);
qt
=
Panas
spesifik
benda
muatan pada temperatur
pembakaran t (kJ/kg)
Mf
=
Jumlah
bahan
bakar
terpakai (kg);
Cf
=
Nilai kalor bahan bakar
(kJ/kg); karena: qt = C ( t
t0 )
W . C ( t - t0)
maka : = ------------------------ .......( 2 )
Mf . Cf

dimana :
t = Temperatur akhir benda (C)
t0 = Temperatur awal benda (C).

Teknik pengujian efisiensi kompor


(yang
terkendali)
antara
lain
menggunakan :
1. Metode Pendidihan Air (Water
Boiling Tests), yaitu sejumlah massa
air dididihkan,lalu diukur effisiensinya;
2. Metode Penggunaan Panas Keluaran
Tetap (Constant Heat Output
Method), yaitu untuk sejumlah
bahan bakar tertentu, air dimasak
sampai
temperatur
tertentu
(mendidih), berkali-kali sampai bahan
bakarnya habis;
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

3. Metode Laju Kenaikan Temperatur


Konstan (Constant Temperature
Rise Method), yaitu sejumlah air
dipanaskan
untuk
interval
temperatur tertentu, berkali-kali dan
harga reratanya diambil;
4. Metode Waktu Konstan (Constant
Time Method), yaitu pengukuran
dilakukan pada interval waktu yang
tetap dan kenaikan temperatur
diukur;
5. Simulasi
Memasak
(Cooking
Simulation Test), yaitu dilakukan
terhadap kompor yang diuji untuk
memasak berbagai makanan.
Pada penelitian ini, teknik pengujian
yang digunakan adalah metode laju
kenaikan temperatur konstan. Dalam
metode ini panas produk pembakaran
yang sampai ke benda muatan (Qm)
dipakai untuk pendidihan air (Q) dan
untuk penguapan (Qt). [10]
atau
Qm = Q + Q
..... (3)
sedangkan Q = W1 ( T2 - T1 ) . Ca ......(4)
dan
Qt = ( W1 - W2 ) Rt
.....(.5)

Sehingga rumus ( 2 ) menjadi :


W1 . ( T2 T1 ) . C + (W1 W2 ) Rt
= -------------------------------------------- x 100%

Mf . Cf

.. ( 6)

1. Bahan kompor terbuat dari lempeng


baja tahan karat dengan tebal
bervariasi dari 0,35 mm hingga 0,56
mm (persyaratan SNI tebal lempeng
baja tahan karat minimum 0,27
mm);
2. Sepuluh buah Kompor siap pakai
yang beredar di pasaran dengan
jumlah sumbu 20 dari berbagai
jenis;
3. Sumbu kompor dari bahan katun;
4. Minyak tanah untuk pengujian
dengan syarat sebagai berikut :
Hasil destilasi pada 200C, 40%
hingga 60 %;
Titik didih tertinggi 240 hingga
260C;
Residu pada destilasi 1,5 %
mksimum
berdasarkan volume;
Kandungan belerang (S) 0,10 %
hingga 0,15 % dari berat;
Titik nyala (Abel test) diatas
37,8C;
Nilai kalori 18750 BTU/b;
Warna bening;
5. Kertas grafik rekorder;
6. Almunium foil, dan lain-lain.

Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE


PENELITIAN

Metode
yang
digunakan
dalam
penelitian
ini,
adalah
metode
eksperimental.
Data
hasil
uji
laboratorium sebagai variabel penelitian
terdiri dari uji temperatur minyak
tanah, uji temperatur permukaan
bejana dan selubung kompor, uji
ketebalan
bejana
minyak,
uji
pengungkit (pengatur) sumbu dan
penjepit sumbu (silinder dalam), uji
kestabilan konstruksi kompor, uji warna
nyala api dan uji efisiensi.

Bahan
Dalam
penelitian
kompor
aman
kebakaran dan hemat energi ini, bahan
yang digunakan adalah sebagai berikut:

Data hasil penelitian diolah dengan


analisis deskriptif dengan jumlah
sampel 10 buah kompor aman
kebakaran
dan
hemat
energi

dimana :
W1
T 2 T1
C
W 1 W2
Rt
Mf
Cf

=
=
=
=
=

Massa air awal (Kg);


Kenaikan temperatur air (C);
Kapasitas air (kJ/KgC);
Massa air yang menguap (kg);
Konstanta panas penguapan
air (kJ/kg);
= Massa bahan bakar (kJ/Kg);
= Nilai kalor bahan bakar.

Kajian Kinerja Kompor .... (Achmad H.E.)

21

dibandingkan dengan
kompor dari
berbagai jenis yang umum digunakan
masyarakat dan dijual dipasaran.

Lingkup Penelitian
Lingkup bahasan dalam penelitian ini,
yaitu :
1. Kompor minyak tanah bersumbu
20, tanpa tekanan;
2. Pengujian temperatur minyak;
3. Pengujian temperatur permukaan
kompor;
4. Pengujian tebal bejana minyak;
5. Pengujian pengungkit (pengatur)
sumbu dan pemegang sumbu
(silinder dalam);
6. Pengujian kestabilan konstruksi
kompor;
7. Pengujian warna nyala api;
8. Pengujian efisiensi yang diperoleh
dari perbandingan antara besarnya
kalori
yang
dihasilkan
oleh
pemakaian kompor per jam dengan
besarnya kalori teoritis dari minyak
tanah yang digunakan oleh kompor
per jam (kilo kalori/jam) yang
dinyatakan dalam %. Efisiensi yang
tinggi menunjukkan bahwa dengan
mengggunakan minyak tanah yang
relatif sedikit, diperoleh kalori yang
tinggi.

RANCANGAN DAN PERCOBAAN


KOMPOR
Kompor aman kebakaran dan hemat
energi atau kompor AHE dikembangkan
dengan
cara
memodifikasi
atau
melindungi bejana bahan bakar minyak
dengan bejana air sebagai pendingin
bejana dan minyak dengan model
bejana seperti donat lihat gambar 2.
Kompor aman kebakaran dan hemat
energi dengan modifikasi bejana donat,
pada dasarnya komponen utama dan
cara pembuatannya sama dengan
kompor umumnya di pasaran dengan
22

jumlah sumbu 20, yang membedakan


adalah bejana air
dipasang diatas
bejana
minyak,
yang
berfungsi
melindungi
bejana
minyak
dan
minyaknya sendiri terhadap radiasi
panas dari ruang bakar. Komponen
utama dari kompor aman kebakaran
dan hemat energi, terdiri dari :
1. Ruang Bakar
Sarangan luar atau silinder
bakar bagian luar;
Sarangan dalam atau silinder
bakar bagian dalam;
Dudukan sumbu;
Penjepit sumbu (silinder dalam);
Pelindung sumbu (silinder luar);
Selubung komporatau penyangga alat masak;
Pengungkit sumbu atau pengatur
sumbu (tinggi rendahnya nyala
api);
2. Bejana
Bejana air;
Lubang pengisian air dan tutup
bejana air;
Bejana minyak;
Lubang pengisian minyak dan
tutup bejana minyak;
3. Rangka kompor atau kaki kompor.
Kompor aman kebakaran dan hemat
energi dibuat mengikuti persyaratan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 123745-1995 tentang Mutu dan Cara Uji
Kompor Minyak Tanah Bersumbu, baik
dari
persyaratan
bahan
maupun
persyaratan pengujian.

Gambar 2. Komponen kompor aman kebakaran


dan hemat energi (kompor AHE)

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

No Komponen

Gambar 3. Bejana air berbentuk donat pada


kompor aman kebakaran dan hemat energi
(kompor AHE)

Spesifikasi Kompor Aman Kebakaran dan Hemat Energi serta Kompor


Masyarakat di Pasaran
Kompor aman kebakaran dan hemat
energi dibuat dengan spesifikasi dan
rancangan sebagaimana terdapat pada
tabel 1, dan spesifikasi kompor
masyarakat terdapat pada tabel 2,
sebagai berikut :
Tabel 1.
Spesifikasi Kompor Aman Kebakaran
dan Hemat Energi
No Komponen

Tebal Diameter Tinggi


(mm)
(mm)
(mm)

Sarangan
(silinder
bakar) luar

0,54

Sarangan
(silinder
bakar)
dalam

0,54

3.

Jarak
sarangan
luar dan
dalam

15

4.

Dudukan
sumbu

0,41

138,13

60

1.

2.

135

110

Tebal Diameter Tinggi


(mm)
(mm)
(mm)

5.

Pelindung
sumbu
(silinder
luar)

0,41

10,25

50

6.

Penjepit
sumbu
(silinder
dalam)

0,41

6,07

60

7.

Selubung
kompor

0,35

220

180

8.

Bejana
minyak

0,56

265

150

9.

Bejana air

0,54

L230D150

42,5

10.

Pemadam
api

0,38

125

65

Sumber

Hasil Penelitian
Permukiman 2006.

Pusat

Litbang

Tabel 2.
Spesifikasi rata-rata kompor
masyarakat
No

Komponen

Tebal Diameter Tinggi


(mm)
(mm)
(mm)

1.

Sarangan
(silinder
bakar) luar

0,45

106,4

104,4

2.

Sarangan
(silinder
bakar) dalam

0,45

105,4

100,4

3.

Selubung
kompor

0,44

131,6

105,4

4.

Bejana minyak

0,37

285

95

95

Kajian Kinerja Kompor .... (Achmad H.E.)

Sumber

Hasil Penelitian Pusat


Permukiman 2006.

Litbang

23

Gambar 3. Sketsa kompor yang umum digunakan masyarakat

Gambar 4. Sketsa kompor aman kebakaran dan hemat energi

24

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Percobaan Laboratorium
Percobaan
laboratorium
dilakukan
terhadap kompor aman kebakaran dan
hemat energi serta kompor yang umum
digunakan masyarakat dan beredar
dipasaran, sebelum dilakukan pengujian
kinerja, terlebih dahulu sumbu-sumbu
kompor diratakan pada posisi terendah,
ujung-ujung sumbu distel rata dengan
ujung
atas
pipa
silinder
luar.
Selanjutnya pengujian kinerja kompor
dilakukan sebagai berikut :
1. Uji temperatur minyak tanah
Uji temperatur minyak dilakukan
dengan memasang termokopel
kedalam bejana minyak (tidak
menempel pada bejana) dan
dihubungkan
ke
thermodac.
Kompor dinyalakan dengan api
besar tetapi masih memberikan
nyala api biru selama 5 jam,
temperatur dicatat oleh thermodac
setiap 15 menit hingga minyak
dalam bejana tersisa sekitar 10 %.
Temperatur minyak pada saat
tersisa 10 % tidak melebihi 50C.
2. Uji temperatur permukaan kompor
Uji temperatur permukaan kompor
yang sering terpegang
yaitu
permukaan bejana minyak dan
selubung
kompor,
dilakukan
dengan pengelasan termokopel
pada bagian luar bejana minyak
dan
selubung
kompor
dan
dihubungkan
ke
thermodac.
Kompor dinyalakan dengan api
besar tetapi masih memberikan
nyala api biru selama 5 jam,
temperatur dicatat oleh thermodac
setiap 15 menit. Temperatur
tertinggi pada permukaan bejana
minyak tidak melebihi 80C dan
temperatur tertinggi pada selubung
kompor tidak melebihi 94C,
kecuali silinder bakar.

Kajian Kinerja Kompor .... (Achmad H.E.)

3. Uji ketebalan bejana minyak


Uji ketebalan bejana minyak
dilakukan
dengan
mengukur
ketebalan
bejana
dengan
mikrometer. Tebal bejana yang
terbuat dari lempeng baja berlapis
bahan tahan karat minimum 0,27
mm, dan tanpa lapisan bahan
tahan karat minimum 0,35 mm.
4. Uji pengungkit (pengatur) sumbu
dan penjepit sumbu (silinder
dalam)
Uji pengungkit sumbu dan penjepit
sumbu dilakukan dengan cara
sumbu-sumbu harus dapat dinaikturunkan dengan merata dan
lancar, kemudian
sumbu-sumbu
harus djepit dengan baik, sehingga
sumbu tersebut tidak turun atau
lepas
ke
bejana
minyak,
selanjutnya konstruksi dari penjepit
sumbu atau silinder sumbu bagian
dalam harus kokoh dan dapat
dinyalakan dengan mudah.
5. Uji kestabilan konstruksi kompor
Konstruksi kompor harus stabil
dalam keadaan penuh berisi minyak
maupun kosong, dan harus dapat
dimiringkan dengan sudut 15
derajat pada segala arah dan tidak
terguling.
6. Uji warna nyala api
Pengujian ini dilakukan secara
visual dengan nyala api biru penuh
dan setengah nyala api. Selama
kompor digunakan hingga bahan
bakar tersisa
10 %, nyala api harus stabil,
artinya api tidak menjalar ke bagian
lain dan tidak mengeluarkan asap.
7. Uji efisiensi kompor
Teknik dalam uji efisiensi kompor
yang terkendali dalam penelitian ini
menggunakan
metode
laju
kenaikkan
temperatur
konstan
(constant
temperature
rise
25

method),
yaitu
sejumlah
air
dipanaskan
untuk
interval
temperatur tertentu,
dilakukan
berulang-ulang kemudian harga
reratanya
diambil.
Pengujian
dengan mendidihkan air tersebut
adalah sebagai berikut :
Nyalakan kompor dengan posisi
nyala api biru penuh, diamkan
selama 10 menit hingga 15
menit, untuk pemanasan;
Timbang kompor kosong dan
berisi minyak;
Timbang panci kosong dan
panci berisi air dengan isi 2/3,
kemudian catat temperatur
awal air dingin;
Tempatkan panci berisi air
diatas kompor dan jalankan
thermodac (pencatat temperatur);
Setelah air mendidih, catat
waktu yang diperlukan untuk
mendidihkan air;
Kemudian
kompor
berikut
minyak setelah digunakan,
ditimbang lagi, begitu juga
panci berikut air mendidih
ditimbang kembali;
Uji efisiensi setiap kompor
dilakukan minimum tiga kali
dengan panci tertutup.

Hasil Uji Kompor Masyarakat &


Kompor Aman Kebakaran dan
Hemat Energi
Data Hasil pengujian kompor yang
dipergunakan masyarakat dan kompor
prototipe aman kebakaran dan hemat
energi dapat dilihat pada tabel 3 hingga
tabel 6, sebagai berikut :

26

Tabel 3.
Hasil uji temperatur
KetentuKompor
Kompor an SNI
Masyara
No Jenis uji
AHE 12-3745kat
1995
1. Temperatur 50,17 C 34,88C 50C
minyak
2.

3.

Temperatur 46,30 C 39,94C Maksimum


80C
Permukaan
bejana
minyak
Temperatur 64,69 C 73,80C Maksimum
94C
Selubung
kompor

4.

Temperatur
83,64C
Permukaan
Bejana air
Sumber : Hasil Penelitian Pusat
Permukiman 2006.

Litbang

Tabel 4.
Hasil uji ketebalan bejana,
pengungkit, penjepit sumbu dan
kestabilan konstruksi kompor
No Jenis uji
1. Ketebalan
bejana
rata-rata
(mm)
2. Pengungkit
dan
penjepit
sumbu

Kompor
Masyarakat

Kompor
AHE

0,37 mm

0,56 mm

Naik-turun
sumbu lancar,
dan sumbu
tidak
Lepas.
3. Kestabilan Dapat
Konstruksi dimiringkan 15
bejana
derajat ke
segala arah
dan minyak
tidak tumpah.

Naik-turun
sumbu lancar,
dan sumbu tidak
Lepas.
Dapat
dimiringkan 15
derajat ke
segala arah dan
minyak tidak
tumpah.

Sumber : Hasil Penelitian Pusat Litbang Permukiman


2006.

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Tabel 5.
Hasil uji nyala api
Jenis uji

1.

Warna
api

2.

nyala

Kompor
Masyarakat
Biru

Kestabilan
Api maksimum Biru

3.

Kestabilan
Api setengah Biru
maksimum

4.

Kompor
AHE
Biru
Biru

Biru

Tabel 6.
Hasil uji erffisiensi kompor
Jenis
uji

1.

Efisiensi
kompor

Sumber

Kompor Kompor
Masyaraka
AHE
t
(%)
(%)
41,90
65,35

Hasil Penelitian Pusat


Permukiman 2006

Litbang

PERBEDAAN
TEMPERATUR
MINYAK
ANTARA
PERBEDAAN
TEMPERATUR MINYAK
ANTARA
KOMPOR MASYARAKAT DENGAN KOMPOR AHE

KOMPOR MASYARAKAT DENGAN KOMPOR AHE

TEMPERATUR (derajat celsius)

60

50.17

50
40

34.88
30

1
20

2
10
0

1 Kompor
Masyarakat
1 Kompor
Masyarakat

39.94

40
35
30

25
20

15
10
5

1 Kompor Masyarakat

Tidak
Tidak
menjalar
menjalar
Hasil Penelitian Pusat Litbang
Permukiman 2006

No.

46.30

45

Penjalaran ke
Bagian lain

Sumber

50
TEMPERATUR (derajat celsius)

No.

TEMPERATUR PERMUKAAN BEJANA MINYAK


ANTARA KOMPOR MASYARAKAT DENGAN
KOMPOR AHE

22 Kompor
AHE
Kompor AHE

Gambar 5. Perbedaan temperatur minyak

Kajian Kinerja Kompor .... (Achmad H.E.)

2 Kompor AHE

Gambar 6. Perbedaan temperatur


permukaan bejana minyak

PEMBAHASAN
Pembahasan
hasil
uji
kompor
masyarakat
dan
kompor
aman
kebakaran
dan
hemat
energi
sebagaimana terdapat pada tabel 3
hingga tabel 6, sebagai berikut :
Temperatur minyak pada sepuluh buah
kompor yang umum digunakan oleh
masyarakat diperoleh hasil rata-rata
sebesar 50,17C, sedangkan kompor
aman kebakaran dan hemat energi
dengan
jumlah
sepuluh
sampel
diperoleh hasil rata-rata temperatur
minyak sebesar 34,88C. Kompor yang
umum digunakan oleh masyarakat
berdasarkan hasil pengujian, umumnya
hampir memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI) 12-3745-1995 dengan
kelebihan
temperatur
0,17C,
sedangkan kompor aman kebakaran
dan hemat energi sesuai hasil
pengujian memenuhi syarat SNI 123745-1995 (<50C).
Temperatur permukaan bejana minyak
pada kompor masyarakat diperoleh
hasil rata-rata 46,30C sedangkan pada
kompor aman kebakaran dan hemat
energi, diperoleh rata-rata 39,94C.
Kedua jenis kompor tersebut memenuhi
kriteria SNI 12-3745-1995 (temperatur
27

permukaan bejana minyak maksimum


80C).
Hasil uji temperatur selubung kompor
pada kompor masyarakat diperoleh
hasil rata-rata 64,69C sedangkan pada
kompor aman kebakaran dan hemat
energi diperoleh rata-rata 73,80C,
perolehan temperatur selubung kompor
pada kompor aman kebakaran dan
hemat energi lebih besar dibandingkan
dengan kompor yang umum digunakan
oleh masyarakat dengan selisih 9,11C,
namun demikian kedua jenis kompor
tersebut memenuhi syarat SNI 123745-1995
(temperatur
selubung
kompor maksimum 94C).
Hasil uji temperatur bejana air yang
terdapat hanya pada kompor aman
kebakaran dan hemat energi diperoleh
hasil rata-rata 83,64C, tingginya
temperatur bejana air disebabkan
panas yang terbuang pada kompor
diserap oleh air dalam bejana.
Hasil uji atau pengukuran ketebalan
bejana pada kompor masyarakat
diperoleh rata-rata 0,37 mm sedangkan
pada kompor aman kebakaran dan
hemat energi rata-rata 0,56 mm,
berdasarkan kriteria SNI 12-3745-1995
(tebal bejana yang terbuat dari
lempeng baja yang berlapis bahan
tahan karat, minimum 0,27 mm dan
yang tidak dilapis bahan tahan karat
minimum 0,35 mm). Dengan demikian
kedua kompor memenuhi syarat.
Hasil pengamatan visual terhadap
pengungkit
dan
penjepit
sumbu
(silinder dalam), pada kedua jenis
kompor naik dan turunnya sumbu
lancar serta tidak terdapat sumbu yang
terlepas ke dalam bejana minyak.
Hasil uji kestabilan konstruksi baik pada
kompor masyarakat maupun pada
28

kompor aman kebakaran dan hemat


energi, seluruhnya dapat dimiringkan
15 derajat ke segala arah dan tidak
terdapat tumpahan minyak tanah,
dengan demikian kedua jenis kompor
memenuhi persyaratan (SNI) 12-37451995.
Hasil uji nyala api pada kompor
masyarakat
dan
kompor
aman
kebakaran dan hemat energi meliputi
uji warna api, uji kestabilan nyala
maksimum (pengungkit atau pengatur
nyala api berada di atas) dan uji nyala
api setengah maksimum (pengungkit
atau pengatur nyala api berada di
tengah-tengah),
sesuai
hasil
pengamatan visual kedua jenis kompor
memiliki nyala api berwarna biru,
begitu juga saat pengungkit berada
pada posisi maksimum dan pada posisi
setengah maksimum. Selain itu nyala
api dari kedua jenis kompor, tidak
menjalar ke bagian lain.
Hasi uji efisiensi kompor masyarakat
diperoleh rata-rata sebesar 41,90 %
dan rata-rata efisiensi yang diperoleh
kompor aman kebakaran dan hemat
energi sebesar 65,35 %. Dengan
demikian kompor aman kebakaran dan
hemat energi memiliki nilai efisiensi
tinggi, diatas 50%.

KESIMPULAN
1. Kompor
aman
kebakaran dan
hemat energi, memiliki rata-rata
temperatur minyak lebih kecil dari
50C, yaitu sebesar 34,88C.
2. Kompor
aman
kebakaran dan
hemat energi, memiliki rata-rata
temperatur
permukaan
bejana
minyak sebesar 39,94C.
3. Kompor
aman
kebakaran dan
hemat energi, memiliki temperatur
rata-rata selubung kompor sebesar
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

73,80C.
4. Kompor
aman
kebakaran dan
hemat energi memiliki rata-rata
temperatur bejana air sebesar
83,64C.
5. 5.
Panas
yang
terbuang
pada
kompor aman kebakaran
dan hemat energi diserap oleh air,
terbukti dengan tingginya nilai ratarata temperatur bejana air.
6. Kompor
aman
kebakaran dan
hemat energi memiliki ketebalan
bejana rata-rata 0,56 mm, dan
pengungkit serta penjepit sumbu
(silinder dalam), naik-turunnya
sumbu lancar serta tidak terdapat
sumbu yang terlepas ke dalam
bejana minyak.
7. Kompor
aman
kebakaran dan
hemat energi memiliki kestabilan
konstruksi, saat
dimiringkan 15
derajat ke segala arah dan tidak
terdapat tumpahan minyak tanah.
8. Kompor
aman
kebakaran dan
hemat energi memiliki warna api
biru.
9. Kompor
aman
kebakaran dan
hemat
energi,
memiliki
nilai
efisiensi tinggi, yaitu 65,35 %.
10. Kompor
aman
kebakaran dan
hemat energi tidak berasap pada
saat dipadamkan.
11. Kompor
aman
kebakaran dan
hemat
energi
memenuhi
persyaratan
Standar
Nasional
Indonesia
(SNI)
12-3754-1995
tentang kompor minyak tanah
bersumbu.

DAFTAR PUSTAKA
1.

1991.
Manual
Pengoperasi-an dan Pembuatan
Kompor Hemat Energi, Pusat
Supriyatno

Litbang Teknologi Terapan, LIPI,


hal. 2.

Kajian Kinerja Kompor .... (Achmad H.E.)

2.

3.

4.

5.

6.

Standar
Nasional
Indonesia
12-3745-1995. Kompor Minyak
Tanah Bersumbu, Dewan Standar
Nasional. hal. 1.
Amiarti, Neneng, 1993, Pengukuran
Efisiensi Tungku Kayu Bakar dan
Kompor Minyak Tanah, Skripsi,
Jurusan Fisika, Fakultas MIPA,
Universitas Pajajaran, Bandung, hal.
5.
Supriyatno, Drs., Studi Karakterisasi

Tungku Suhu Tinggi/Keramik Seni


P3FTLIPI,
Lokakarya
Aplikasi

Analisis
Termodinamika
dalam
Sistem Proses dan Termal, Bandung,
1989, hal.1.
Supriyatno, Drs.,et.al., Pengembangan Kompor Hemat Energi, Pusat
Litbang Fisika Terapan LIPI,
Bandung, t.th., hlm. 1.
Supriyatno 1991.Manual Pengoperasi-

an dan Pembuatan Kompor Hemat


Energi, Pusat Litbang Teknologi

8.

Terapan, LIPI, Bandung, hal. 4.


Supriyatno,Drs.,et.al., Pengembangan Kompor Hemat Energi, Pusat
Litbang
Fisika
Terapan
LIPI,
Bandung, t.th., hlm. 5.
Supriyatno 1991.Manual Pengoperasi-

9.

Terapan, LIPI, Bandung, hal. 1.


Amiarti, Neneng, 1993, Pengukuran

7.

an dan Pembuatan Kompor Hemat


Energi, Pusat Litbang Teknologi

Efisiensi Tungku Kayu Bakar dan


Kompor Minyak Tanah, Skripsi,

Jurusan Fisika, Fakultas MIPA,


Universitas Pajajaran, Bandung, hal.
9.
10. Amiarti, Neneng, 1993, Pengukuran

Efisiensi Tungku Kayu Bakar dan


Kompor Minyak Tanah, Skripsi,

Jurusan Fisika, Fakultas MIPA,


Universitas Pajajaran, Bandung, hal.
10.

29

HOMESE UPAYA MENINGKATKAN HUNIAN TRADISIONAL SEHAT


DI DISTRIK PASEMA KABUPATEN YAHUKIMO PROVINSI PAPUA
Oleh : Sri Astuti
Pusat Litbang Permukiman
Email : sasti@bdg.centrin.net.id

Abstrak

Salah satu bentuk hunian tradisional Papua yang cukup dikenal adalah honei. Bentuk
honei seolah mewakili bentuk rumah tradisional Papua, namun sebenarnya terdapat
beragam bentuk hunian tradisional di Papua. Honei pada umumnya terdapat di daerah
pegunungan maupun perbukitan yang berhawa dingin. Salah satu contoh yang akan
dibahas adalah honei di distrik Pasema, kabupaten Yahukimo. Kondisi honei, sangat jauh
dari persyaratan kesehatan, terutama karena kurangnya ventilasi dan asap yang
ditimbulkan akibat penggunaan tungku untuk menghangatkan ruang. Untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat maka salah satu cara yang dilakukan adalah dengan
membangun model honei sehat. Banyak upaya pembangunan model hunian honei sehat
namun hingga saat ini belum dikembangkan oleh masyarakat karena model yang
ditawarkan tidak menyelesaikan permasalahan budaya berhuni yang sebenarnya. Dengan
melalui metoda CAP dapat diketahui keinginan, dan kemampuan masyarakat dalam
membangun sekaligus memberikan peningkatan kemampuan untuk meningkatkan
kualitas hunian agar lebih sehat. Melihat kondisi distrik Pasema, maka HOMESE (Honei
Menuju Sehat) merupakan cara penanganan yang paling sesuai saat ini. Dasar
pertimbangan yang digunakan adalah kemampuan teknis, ketersediaan bahan bangunan,
kondisi geografis, iklim, cuaca, dan budaya masyarakat.

Kata Kunci : Homese, Pasema


Abstract

Honei is a popular name for Papua shelter although not of Papua house is honei. Honei
founds in a hilly or mountainous area. This type is a respond to cold climate, available
material and local culture. The unhealthy condition of local honai is caused by insufficient
ventilation, smoke from fireplace located in the centre as room heater. Homese
abreviation from Honei Menuju Sehat is a typical of honei that developed in Pasema
district. This model is a result through CAP (community Action Plan) prepared together
with local community. Considered to the technical capability of local community, available
building material, geografic condition, climate, weather, and local culture, the appropriate
model applied in Pasema District is homese.

Keywords : Homese, Pasema


PENDAHULUAN
Mengacu pada upaya pemerintah dalam
penyediaan permukiman sehat bagi
masyarakat,
maka
permukiman
tradisional perlu penanganan yang
berbeda. Masyarakat tradisional masih
Homese Upaya Meningkatkan ... (Sri Astuti )

kuat menganut ajaran ajaran tradisi


yang kadang tidak terungkap secara
tertulis. Bahasa lisan mengakibatkan
tradisi tersebut diturunkan dari satu
generasi ke generasi lain.

55

Ditemukan banyak kondisi dimana


penyediaan permukiman yang terfokus
pada pemikiran dan pertimbangan
penyedia, mengakibatkan hunian yang
tidak sesuai dengan budaya dan tradisi
berhuni masyarakatnya.
Kondisi tersebut khususnya ditemui pada
masyarakat terpencil di pedalaman, dan
kasus ini mengambil contoh penanganan
honei suku Ngalik di distrik Pasema
kabupaten Yahukimo. Telaah berkaitan
dengan honei telah banyak dilakukan,
demikian pula upaya peningkatan
kualitas honei. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang telah dilakukan,
adalah mencoba mendapatkan alternatif
baru bersifat generik yang dapat
diterapkan pada beragam suku yang
terdapat di Papua tanpa merusak bentuk
dan tradisi yang berlaku.
Untuk mendapatkan model penanganan
hunian masyarakat dengan tradisi yang
masih kuat diterapkan dalam kehidupan
sehari hari, maka dilakukan uji coba
pembangunan hunian dalam skala
penuh di lingkungan tinggalnya. Dengan
pengenalan budaya dan pertimbangan
kesehatan hunian, maka diharapkan
penanganan honei benar benar dapat
meningkatkan derajat kesehatan hunian
masyarakat Papua.

KAJIAN PUSTAKA
Kabupaten Yahukimo di Provinsi Papua,
dibentuk berdasarkan UU No. 26 tahun
2002, dan merupakan hasil pemekaran
dari kabupaten Jayawijaya. Nama
Yahukimo merupakan singkatan dari
Yali, Hubla, Kimyal dan Momuna, yaitu
suku-suku terbesar yang terdapat di
kabupaten tersebut. Luas kabupaten
Yahukimo 17,152KM2, beriklim tropis
basah dengan topografi bervariasi, dari
berbukit-bukit hingga pegunungan dan
56

dataran rendah di ketinggian 100 -3.500


meter di atas permukaan laut (dpl).
Sekitar
60
persen
wilayahnya
merupakan pegunungan dan sisanya
lembah atau dataran. Selain itu 90
persen lahan masih berupa hutan
dengan kepadatan penduduk enam
orang per kilometer persegi.

Kondisi Distrik Pasema


Distrik Pasema terletak pada 1.193
meter di atas permukaan laut (dpl),
dapat dicapai dengan menggunakan
pesawat udara berkapasitas kecil.
Sarana dan prasarana distrik Pasema
masih sangat terbatas. Moda angkutan
hanya dapat dilakukan dengan jalan
kaki. Moda angkutan udara untuk
mencapai kota atau distrik lainnya yang
disediakan oleh maskapai pernerbangan
milik misionaris, lebih bersifat kepentingan
sosial,
dari
pada
pelayanan
transportasi umum. Waktu tempuh dari
Distrik Pasema ke kota Wamena dengan
moda jalan kaki adalah satu hari satu
malam.
Sulitnya pencapaian ke kota mengakibatkan kesulitan dalam mendapatkan bahan
bangunan pabrikan, sehingga dalam
membangun
huniannya,
mayoritas
masyarakat
memilih
menggunakan
bahan bangunan yang tersedia dari
hutan di sekitar distrik, seperti kayu,
rotan, alang - alang. Walaupun telah
mengenal alat pertukangan seperti
gergaji, palu dan paku, telah mengenal
hunian berbentuk segi empat, namun
mereka tetap merasa lebih nyaman
tinggal di honei.

Model Honei Asli Di Distrik


Pasema
Honei yang dikenal masyarakat distrik
Pasema terdiri dari honei pria yang
terpisah dari honei wanita. Aktifitas
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

memasak untuk kebutuhan sehari hari


dilakukan di perapian di tengah honei,
sedangkan kegiatan memasak untuk
peristiwa khusus, seperti upacara
membangun honei, pernikahan dan
upacara lain, dilakukan di lubang bakar
batu yang terdapat di halaman depan
setiap honei wanita.
Tinggi honei berkisar antara 2 (dua
meter. Dasar lantai tanah dilapis dengan
sejenis rumput halus.

Tempat
batu

Bakar

Denah dan
Tampak Depan
honei di Pasema

Perapian
dalam honei

Rumput halus
Tanah Dasar

A
Gambar 1. Sketsa Honei asli

Sarana Prasarana
Prasarana lain yang terdapat di distrik
Pasema adalah SD kantor kepala Distrik,
bangunan
ibadat,
dan
landasan
pesawat.
Di distrik Pasema belum tersedia
jaringan listrik, sedangkan sumber air
bersih diperoleh dari mata air, dan saat
ini telah tersedia bak penampung air
bersih yang disalurkan ke MCK umum
melalui selang plastik berserat.

Homese Upaya Meningkatkan ... (Sri Astuti )

Sistem Pengelompokkan
Di distrik Pasema terdapat dua suku,
yaitu suku Nayak dan suku Ngalik.
Kedua suku ini merupakan suku yang
saling bersahabat. Dalam hal tatanan
kelompok
hunian,
tidak
terdapat
perbedaan yang dapat dilihat secara
kasat mata diantara kedua suku ini,
khususnya dalam hal bentuk honei,
organisasi ruang dan kebiasaan berhuni.
Terdapat perbedaan dalam sistem
pengelompokkan honei antara suku
Ngalik, dan Nayak terhadap suku Dani
yang sangat jelas. Sistem compound
yang biasa disebut silimo dalam istilah
suku Dani, tidak terdapat pada
kelompok hunian suku Nayak maupun
suku Ngalik. Compound bagi masyarakat
distrik Pasema adalah satuan kelompok
kekerabatan, yang terdapat dalam
seluruh wilayah kampung, atau distrik.
Tidak ada batas pagar (leged) yang
menggambarkan kesatuan keluarga dan
bangunan pendukungnya.
Honei di Tolikara dihuni oleh keluarga
batih, sehingga tidak terdapat honei laki,
maupun honei perempuan, sedangkan
honei perempuan di distrik Walesi
mempunyai bentuk lonjong, walaupun
letaknya terpisah dengan honei laki.
Dengan mengenal berbagai jenis honei
yang terdapat di perbukitan Papua,
dapat diketahui secara lebih jelas bahwa
setiap suku memiliki perbedaan, baik
dalam sistem kekerabatan, fungsi dan
penggunaan
ruang
maupun
pengelompokkan bangunan. Hal ini
menunjukkan bahwa penanganan honei
harus dilakukan secara spesifik pada tiap
honei.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menerapkan metoda uji
coba skala penuh dan menggunakan
metoda CAP (community action plan).
57

Metoda uji coba digunakan untuk


menerapkan rancang bangun honei
khususnya dalam penanganan aliran
asap. Konsep model penanganan aliran
asap adalah dengan menekankan pada
pengaliran tanpa merubah bentuk atap.
Mengingat pengguna utama adalah
masyarakat
yang
masih
memiliki
kebiasaan dan tata cara membangun
hunian yang masih kuat maka perlu
dikembangkan kesepakatan terhadap
beberapa perubahan. Metoda untuk
menggali kesepakatan ini dilakukan
dengan CAP, mengingat adanya gap
bahasa dan budaya. Untuk menjembatani
gap tersebut, maka upaya yang dapat
dilakukan adalah dengan membangun
model bersama-sama masyarakat, serta
menjepakati setiap perubahan yang
akan dilakukan. Tahap penelitian adalah
: 1. penjajagan lapangan, 2. sosialisasi
rancangan model honei, dan 3.
Membangun
kesepakatan.
Dalam
membangun kesepakatan digunakan
metoda diskusi atau tanya jawab,
beserta pelaksanaan yang dilakukan
langsung di lapangan.
Adanya perubahan teknik membangun
yang
dilakukan
selama
proses
pembangunan, dikomunikasikan secara
langsung di lapangan seperti kebutuhan
tenaga, penyediaan bahan bangunan,
dan lokasi pembangunan.
Kesepakatan yang dilakukan mencakup:
rancangan hunian yang diinginkan
masyarakat, perbaikan menuju hunian
lebih
sehat,
ketersediaan
bahan
bangunan dan kemampuan penyediaan
bahan
bangunan,
pelaksana
pembangunan, kesepakatan biaya dan
kinerja yang harus dipenuhi oleh kedua
belah pihak.

58

Metoda CAP juga didasarkan atas


harapan agar hasil akhir yang diperoleh
memiliki arti bagi dua kepentingan. Bagi
masyarakat mendapatkan hunian yang
sesuai dengan kebutuhan budaya dan
kebutuhan berhuni. Pada sisi peneliti,
maka hasil yang diharapkan dapat
diperoleh adalah bahwa dengan metoda
CAP dapat mengambarkan kondisi
spesifik yang tidak dapat dikomunikasikan
dengan kata maupun gambar, karena
masing-masing suku memiliki perbedaan
istilah untuk nama atau istilah bahan
bangunan, bagian bangunan, dan
teknologi membangun.
Dalam uji coba ini, terdapat 2 (dua)
model rancang bangun honei yaitu
model honei menuju sehat (homese)
dan honei sehat (hose).
Untuk menentukan pilihan model maka
kriteria dasar penentuan pemilihan
model honei adalah pertimbangan
terhadap kemampu-an teknis masyarakat
dalam membangun, ketersediaan bahan
bangunan kondisi geografis, iklim,
budaya masyarakat dan cuaca serta
jarak ke lokasi penjualan bahan
bangunan.
Pemilihan homese juga didasarkan
kepada perubahan yang tidak dapat
diterima masyarakat, apabila dilakukan
perubahan hunian secara drastis,
mengingat konsep pembangunan yang
diinginkan dari penelitian ini adalah agar
masyarakat dapat melakukan sendiri
perbaikan rumah menuju sehat dengat
kondisi
keterbatasan
daya
beli,
keterbatasan bahan bangunan, dan
keterbatasan kemampuan teknologi.
Tingkat penerimaan dan pemanfaatan
bangunan
oleh
masyarakat
akan
menjadi ukuran yang menentukan
keberhasilan model.

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

HASIL DAN PEMBAHASAN


Model Homese
Model homese adalah model yang
ditawarkan dengan beberapa perubahan
ke arah perbaikan. Perubahan yang
dilakukan adalah perubahan dalam
penambahan sistem penghawaan dan
pengendalian asap, dengan tetap
memperhatikan
kebutuhan
dasar
penghuni
untuk
memperoleh
kehangatan dalam ruang.
Kebutuhan kehangatan dalam ruang
disebabkan oleh cuaca yang dingin,
yaitu berkisar antara 14-16oC. Untuk
memperoleh kehangatan ruang, maka
keberadaan tungku pembakaran sangat
penting. Selain itu untuk menghindari
masuknya hawa dingin, seluruh lubang
yang ada pada bangunan ditutup rapat.
Pada satu sisi penghuni mendapat
kehangatan ruang, pada sisi lain
berakibat pada sirkulasi asap yang
memenuhi ruang, dan mengakibatkan
infeksi saluran pernafasan.

Konsep Rancangan
Konsep rancangan HOMESE, didasarkan
pada
pemikiran
akan
potensi,
kemampuan dan budaya lokal. Konsep
ini merupakan tahap transisi sebelum
mampu tinggal di HOSE (Honei Sehat)
Konsep dasar HOMESE adalah :
a) Meningkatkan kemampuan teknik
membangun
pada
masyarakat
setempat.
Teknik membangun honei yang
dilakukan masyarakat Yahukimo,
selama ini telah teruji dan telah
dipelajari secara turun temurun
untuk dapat menyikapi kondisi alam,
iklim dan geografi. Walaupun masih
tergolong teknik sederhana, namun
dapat ditingkatkan secara bertahap.
b) Bahan bangunan setempat.
Bahan bangunan yang digunakan
Homese Upaya Meningkatkan ... (Sri Astuti )

adalah bahan bangunan lokal,


karena mudah diperoleh di sekitar
lokasi. Pertimbangan ini disebabkan
karena saat ini masih banyak daerah
yang terisolir.
c) Kebiasaan dan aktivitas dalam
honei.
Kebiasaan dan aktivitas
yang
dilakukan masyarakat dalam honei
tetap
dipertahankan,
misalnya
berbincang di sekitar perapian yang
terdapat di lantai dasar honei dan
tidur di lantai atas. Aktifitas seharihari dalam menggunakan ruang
menjadi dasar dalam penataan
ruang.
d) Ventilasi untuk sirkulasi udara.
Honei umumnya tidak memiliki
ventilasi, sehingga udara di dalam
ruangan menjadi pengap. Asap dari
tungku pembakaran tidak dapat
keluar ruangan sehingga mengganggu pernafasan. Ventilasi silang
penting dalam suatu hunian yang
sehat. Bukaan pintu yang cukup,
pencahayaan,
untuk
itu
penambahan
komponen
jendela
diupayakan
untuk
membentuk
ventilasi silang.

Skala bangunan
Dimensi radius lingkaran

Ventilasi silang

Bukaan jendela

Gambar 2. Konsep rancangan sirkulasi dan


dimensi

e) Sirkulasi asap dan penahan suhu


hangat
59

Sirkulasi asap yang selalu berputar


di ruangan menyebabkan gangguan
pada pernafasan. untuk mengatasi
hal itu, maka asap dialirkan melalui
cerobong
asap
dibuat
untuk
mengalirkan asap keluar melalui
ruang antara lantai 2 dengan plafon.

Tampak Luar

Tampak Dalam

Gambar Potongan :
Ruang untuksirkulasi
asap dan Perangkap
suhu Hangat

Lantaiatas berfungsi
tempat tidur lapis
kedap asap

Suhu hangat
Asap
keluar

Asap
keluar

Suhu hangat

Suhu hangat
Penutup
Plapon

kedap
asap

alang-alang. Teknik ini memiliki


kendala waktu pengerjaan lebih
lama dibandingkan dengan teknik
yang telah dikenal masyarakat.
g) Anyaman daun pandan sebagai alas
penutup lantai atas dan penutup
plafon.
Potensi daun pandan hutan yang
terdapat di Pasema sebagai bahan
bangunan lokal,belum dimanfaatkan. Untuk memanfaatkan potensi
daun
pandan
tersebut,
maka
diperkenalkan anyaman pandan
berupa tikar yang dapat juga
berfungsi sebagai plafon. Karena
sifatnya yang kedap asap, maka
lapisan tikar difungsikan pula untuk
menahan masuknya aliran asap ke
lantai atas.
Pelaksanaan Pembangunan
Fungsi Honei bagi masyarakat di distrik
Pasema merupakan ruang tempat untuk
tidur dan tempat untuk bersosialisasi
seperti menerima tamu. Ruang untuk
tidur terletak di lantai atas, sedangkan
ruang bersama di lantai satu. Honei
bukanlah rumah, karena yang dapat
disebut rumah adalah kelompok Honei
yang terdiri dari honei laki dan honei
perempuan.

Cerobong asap
Tempat api lapis
tanah liat

Gambar 3. Konsep rancangan penanganan


asap

f)

60

Anyaman alang-alang untuk penutup


atap.
Teknik pembuatan penutup atap
yang dilakukan oleh masyarakat
adalah dengan menumpuk ikatan
rumput di atas rangka atap, hingga
mudah berhamburan. Untukmengatasi
hal tersebut dalam model HOMESE
diperkenalkan teknik menganyam

Gambar 4. Site plan homese

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

HOMESE
dalam
rancangan
ini
merupakan satuan honei yang terdiri
dari 1 (satu) unit honei dan 1 (satu) unit
MCK.
Diameter model HOMESE yang telah
dibangun di distrik Pasema adalah 6M,
terdiri dari 2 lantai. Lantai 1 disebut
silama dan lantai 2 disebut heinapu.
Model Homese dibangun bersama
masyarakat, dan
akan digunakan
sebagai honei adat. Fungsi honei adat
adalah untuk melakukan pertemuan
para kepala suku dari seluruh Papua.
Selain itu honei ini, dengan daya
tampung sekitar 100-300 orang, akan
digunakan untuk tempat menginap
masyarakat dusun lain yang berkunjung
ke distrik Pasema. Hal ini menunjukkan
bahwa HOMESE dapat diterima oleh
masyarakat.
Model honei, dilengkapi dengan MCK
dan penyediaan air bersih. Penerimaan
masyarakat mengenai hal ini belum
diuji, karena belum dapat diketahui,
sejauh
mana
masyarakat
dapat
menerima penggunaan sarana ini.
Papan diikat dengan
tali rotan

Lantai papan 40 cm diatas tanah

Homese Upaya Meningkatkan ... (Sri Astuti )

Gambar 5. Model homese telah selesai


dibangun

Model Homese dibangun di lahan milik


kepala suku Nayak, (bapak Niko Lokon).
Diatas lahan ini semula berdiri honei
laki-laki, sehingga proses pembersihan
telah dilakukan sebelum Tim dari Puskim
datang ke lokasi. Dalam terminologi
pelestarian,maka kegiatan ini merupakan
kegiatan
revitalisasi
karena
meningkatkan daya guna dengan cara
memanfaatkan kembali bahan bangunan
yang masih dapat digunakan dan
membangun kembalidengan meningkatkan fungsi bangunan.
Pembangunan dilaksanakan dengan
menggunakan
tenaga
masyarakat
setempat dengan metoda community
action
plan.
Kesepakatan
dan
peningkatan mutu dilaksanakan bersamasama untuk mendapatkan hasil akhir
yang lebih baik.
Kesepakatan-kesepakatan bersama yang
telah dicapai berupa perubahan pada
lantai dasar, pengkondisian aliran asap,
penambahan jendela dan penyesuaian
dimensi
pintu,
perbaikan
metoda
penutup atap dengan tetap menggunakan bahan yang biasa mereka gunakan
dan memperkenalkan metoda anyaman
alang-alang.

61

3.00

Tungku pembakaran lapis seng


Lantai papan kayu 2/20
Tiang kayu/ haseke dim.10cm
Tiang kayu wonok dim. 8 cm

480.0

Papan cerobong
Daun pintu papan kayu
60.0

DENAH HONEY LT.BAWAH


Skala 1 : 50

Tiang tengah /Haseke dim. 8 - 10 cm

Seng penahan panas

Ruang perangkap panas dan aliran asap

Kikirun/ rotan dim.4 - 5 cm


Lapis anyam rumput
Rumput halus/ Pilili
Balok kayu/ kikirun di. 8 cm

20.00
Penutup Plapon anyaman rumput
Rangka plapon dim. 4-6 cm

32.0

Tiang kayu/ wonok dim.8 cm

30.0
Walin/ rotan dim. 4 cm
Papan kayu/ Howat 3/20
150.0

Lantai papan 2/20


Rangka lantai panggung kayu dim.8 cm

40.0
20.0

MT

Tiang penahan balok


Tanah urug
Batu penahan tungku

Papan penutup cerobong


2/20

MT

35.0

58.0
36.0

Tungku pembakaran lapis seng

TAMPAK POTONGAN
Skala 1 : 50

Gambar 6 : Tampak, denah dan potongan

62

Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

Bahan Bangunan dan Tenaga


Kerja

(walaupun dalam pelaksanaannya lebih


dari 20 orang).

Bahan bangunan untuk pembangunan


HOMESE didapat dari hutan sekitar
seperti kayu buah (sebutan untuk kayu
bulat), tali rotan, papan dan alangalang. Penyediaan bahan membutuhkan
waktu untuk mencari di hutan, seperti
tali rotan harus mencari di distrik
seberang jang jaraknya satu hari
perjalanan. Untuk alang-alang di dapat
dari sumbangan masyarakat dari dusun
sekitar,
karena
dalam
budaya
masyarakat
apabila
satu
dusun
membuat
honei
umum,
maka
masyarakat sekitar harus membantu
penyediaan alang-alang.

Upah pekerja dan bahan bangunan


dibayarkan tidak secara kolektif melalui
satu perwakilan melainkan dibayarkan
perorangan. Hal tersebut dilakukan
untuk mengajarkan kejujuran,transparansi
dan kedisiplinan.

Bahan bangunan yang dibutuhkan:


Kayu buah besar (diameter 10 cm,
panjang 4 m)
Kayu buah kecil (diameter 4-6 cm,
panjang 2-3)
Papan cacah (besar 20 30 cm,
kecil 10 20 cm)
Tali rotan
Hite (sejenis bambu kecil)
Alang-alang
Bahan bangunan dikumpulkan oleh
masyarakat dan mendapat kompensasi
pembelian bahan bangunan dan bahan
makanan (BAMA).
Upah pekerja, yang semula (pada
kunjungan pertama) disepakati berupa
bahan makanan, pada akhirnya berubah
menjadi upah kerja karena tuntutan
masyarakat untuk mendapat upah kerja,
sebesar Rp. 10.000,- per hari/orang.
Dalam pembangunan HOMESE di Distrik
Pasema Kabupaten Yahukimo dibentuk
sebuah kelompok kerja oleh Camat
(Kepala Pelaksana Distrik Pasema) dan
ditunjuk sebagai kepala pekerja adalah
kepala suku (suku Nayak). Kelompok
pekerja tersebut terdiri dari 20 orang
Homese Upaya Meningkatkan ... (Sri Astuti )

Kesepakatan harga bahan bangunan


maupun upah ditetapkan melalui rapat
kepala suku, kepala distrik, masyarakat
dan camat. Perkiraan harga bahan
bangunan dinilai berdasar jarak lokasi,
tingkat kesulitan pencapaian ke lokasi
serta dan cara pengambilan bahan
bangunan serta ditetapkan berdasarkan
ketersediaan bahan bangunan.

KESIMPULAN DAN SARAN


Mengatasi
permasalahan
bencana
kelaparan
yang
disebabkan
oleh
masalah kekeringan dan kekurangan
bahan makanan di Kabupaten Yahukimo,
maka penanganan yang dilakukan, tidak
saja melalui menyediakan pangan,
namun mencakup seluruh aspek, yaitu
penanganan masalah kesehatan, masalah
pendidikan, masalah komunikasi dan
interkoneksi dengan dunia luar, karena
semua hal tersebut menjadi hal yang
saling terkait.

Kesimpulan
Dari sisi hunian maka HOMESE pada
dasarnya
dapat
digunakan
untuk
penanganan sementara, pembangunan
honei di distrik Pasema karena
mempertimbangkan hal berikut :
1. Mempertahankan tungku api untuk
menghangatkan ruangan dengan
menambah cerobong asap sampai
ke batas plafond.
2. Menciptakan ruang sirkulasi asap
dan perangkap suhu hangat.
63

3. Sifat suhu panas dan aliran asap


yang selalu naik ke atas atau kearah
tekanan yang lebih rendah, akan
terperangkap di ruang antara plafon
dan lantai atas. Panas akan
terperangkap dan dialirkan ke lantai
2 (dua) (pilili) secara merata
sedangkan asap akan ke luar melalui
lubang yang dibuat sebagai layer
asap.
4. Sirkulasi asap dialirkan ke luar dari
cerobong melalui layer yaitu ruang
diantara plafon dengan dasar lantai
atas, menuju bukaan samping.
5. Layer bawah dapat berfungsi
sebagai plafon (non struktural)
dengan penutup kedap asap yang
terbuat dari anyaman pandan.
6. Peletakan komponen jendela berada
satu poros dengan pintu sehingga
memungkinkan
terjadi
ventilasi
silang.
7. Jendela diletakan di bawah lubang
tangga agar cahaya yang masuk
dapat menerangi lantai 2, namun hal
ini sulit dilaksanakan, mengingat
kebutuhan
masyarakat
untuk
membuat bukaan ke lantai atas
sedekat mungkin dengan pintu,
sebagai sistem penyelamatan diri
bila terjadi kebakaran.
8. Dimensi bukaan (jendela dan pintu)
mempertimbangkan syarat rumah
sehat.
9. Pembuatan jendela menggunakan
teknik
sederhana yang dapat
digeser ke atas untuk menghemat
ruang.
Kendala dan hambatan yang ditemui
dalam membangun HOMESE di distrik
Pasema adalah:
1. Bahan bangunan siap pakai belum
cukup tersedia, sehingga harus
mencari di hutan,
64

2. Tenaga kerja tidak efektif karena


sebagian waktu kerja diseling
dengan mencari bahan bangunan,
3. Teknik baru yang diperkenalkan
tidak sepenuhnya dapat diterima
oleh masyarakat..

Saran
Perubahan desain dengan aplikasi model
HOMESE di lapangan
1. HOMESE yang dibangun di lokasi
menggunakan papan cacah yang
dimensinya tidak terukur sedangkan
pada desain ukuran papan 2/20.
2. Peletakan tangga satu poros dengan
pintu dirubah dekat dengan pintu
atas dasar pertimbangan keselamatan apabila terjadi kebakaran.
3. Tiang 4 di tengah honei (heseke)
pada bagian yang terletak diatas
atap honei tidak diikat menjadi satu
simpul.
4. Rangka
atap
menumpu
pada
dinding, sedangkan pada honei asli,
rangka atap menumpu pada tiang
luar / wonok.
5. Langkah selanjutnya yang harus
dilakukan adalah memperkenalkan
bentuk baru honei sehat yang masih
memperhatikan kebiasaan hidup
sehari-hari seperti
cara tidur,
berkumpul dan bersosialisasi di
dalam huniannya.
6. Untuk menunjang kesehatan tinggal,
maka model honei sehat ini
mengupayakan adanya sirkulasi
udara dan penghawaan di lantai 2.
7. Bentuk dasar bangunan adalah
bangunan bersegi 12, dengan atap
bulat sesuai dengan bentuk aslinya.
Bahan bangunan kayu yang semula
menggunakan kayu cacah, diganti
dengan kayu gergaji.
8. Pemilihan bentuk segi 12 adalah
agar bentuk lingkaran masih dapat
Jurnal Permukiman Vol. 3 No. 1 Mei 2008

9.

10.

11.

12.

13.

dicapai namun secara struktural


penempatan pondasi titik dapat
dilakukan.
Fondasi
bangunan
dimaksudkan untuk memperpanjang
usia bangunan yang semula hanya
lima tahun.
Dengan mempertahankan bentuk
lingkaran, keberadaan perapian di
tengah ruang dan pemasangan tiang
utama heseke di tengah bangunan
masih dapat dipertahankan.
Pelaksana
pembangunan
akan
dilakukan dengan bantuan tenaga
tukang dimana masyarakat tetap
akan dilibatkan sebagai pembantu
tukang. Hal ini berbeda dengan
pembangunan
Homese
dimana
seluruh pekerja dan penyedia bahan
adalah masyarakat distrik.
Tujuan
penggunaan
tenaga
setempat, baik untuk tukang dan
pembantu tukang adalah untuk
melakukan transfer of teknologi agar
kemampuan membangun HOSE
(HOney
SEhat)
dapat
segera
terlaksana.
Lokasi dan site untuk pembangunan
hose dilaksanakan dimana distrik ini
dapat dicapai melalui transportasi
darat, dan lokasi penjualan bahan
bangunan relatif dapat dicapai
dengan menggunakan kendaraan
darat.
Model hose yang diusulkan adalah
sebagai berikut :

POTONGAN B
POTONGAN A

TAMPAK DEPAN

Gambar 7 : Rencana HOSE (Honei Sehat)

DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Kaviar dkk, 1986. Arsitektur
Tradisional daerah Irian Jaya.
Departemen P dan K, Jakarta.
2. Pusat Litbang Permukiman, 2006.
Laporan Final Revitalisasi Fungsi
Kawasan Bernilai Historis Budaya.
Departemen PU.

DENAH

TAMPAK ATAS

Homese Upaya Meningkatkan ... (Sri Astuti )

65

Anda mungkin juga menyukai