Anda di halaman 1dari 10

Urban Design Wave

Gracia Aurora
21/479851/TK/52949
Kampung Oriented Development
Kampung saat ini telah menjadi permukiman yang multidimensi dimana tidak hanya mencakup fisik
permukiman tetapi juga entitas seperti sosial, ekonomi, dan budaya. Kampung kota yang didominasi oleh
masyarakat dengan ekonomi rendah kerap kali dicap sebagai kampung kumuh karena kondisinya yang kurang
layak huni. Sejauh ini Kampung Kota menjadi tumpuan penting dalam menyediakan efektifitas hunian kota,
Namun, kenyataannya secara formal kampung masih dianggap sebagai permukiman "terlarang" dan “kumuh”.
Oleh sebab itu tak sedikit kasus penggusuran telah menimpa kehidupan kampung kota hari ini. Kenyataan pahit
itu justru tidak diimbangi dengan pandangan kritis seberapa jauh kampung kota berperan dalam menyediakan
hunian layak dan terjangkau oleh masyarakat "informal" kota yang membutuhkan hunian terjangkau secara
ekonomi dan aksesibel untuk bertahan di kota (Husnizal, Amri, Simanjutak, 2008). Kampung menjadi tempat
dimana masyarakat memiliki ketahanan hidup yang cukup berat. Misalnya permasalahan ekonomi, sosial, dan
budaya karena mereka harus bertahan ditengah-tengah kota. Adapun karakteristik kampung yaitu kesamaan
karakteristik wilayah dan kekerabatan antar masyarakat yang dekat. Karena keadaan kampung yang
compact/padat maka kebutuhan masyarakat terpenuhi ; masyarakat saling berjibaku satu sama lain untuk saling
membantu. Menurut konsep Kampung Oriented Development, kampung tidak boleh digusur karena untuk
membangun suatu kawasan harus melakukan partisipasi dengan masyarakat.
Kampung Akuarium
Kampung Akuarium di Penjaringan, Jakarta Utara menjadi salah satu kampung dengan beragam polemik dan pengalaman akan
pergeseran nilai-nilai kesenjangan di kota. Kampung Akuarium yang merupakan objek wisata terusan dari kawasan bahari ini
menjadi salah satu kampung yang mengalami penggusuran paksa tanpa sosialisasi bersama antara warga dengan pemerintah.
Mereka menggugat karena penggusuran tersebut melanggar Undang-Undang nomor 2 tahun 2012 yang mengatur prosedur
relokasi dan peruntukan tanah. Kemudian mengingat pada tahun 2014 telah terjadi kontrak politik antara warga Kampung
dengan gubernur sebelumnya mengenai penataan kampung, bukan penggusuran tanpa ganti rugi sama sekali. Puluhan warga
kampung datang ke Pengadilan Jakarta Pusat dan melayangkan gugatan atas penggusuran yang dilakukan pada masa Pemprov
DKI Jakarta sebelumnya. Suara mereka pun akhirnya terdengar hingga ke Pemprov DKI Jakarta yang baru, yang akhirnya
mengeluarkan produk hukum berupa Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 878 tahun 2018 tentang gugus tugas Pelaksanakan
Penataan Kampung dan Masyarakat, kemudian bersedia membangun kembali Kampung Akuarium yang telah tergusur. Saat ini,
sebagai tahap awal menunggu pembangunan, Pemprov DKI sudah menyediakan shelter atau HUNTARA dengan fasilitas
seadanya namun sudah jauh lebih layak dibanding sebelumnya. Permasalahan yang terjadi di Kampung Akuarium sebagai
hunian masyarakat informal di kota Jakarta, mendapatkan rumusan perencanaan rumah sederhana yang tidak menggeser
kampung sebagai ciri permukiman dipadukan dengan perancangan konsep Innovative Self-Sustaining Living Kampong,
kemudian memberikan kontribusi dalam bidang arsitektur selain membuat hunian juga sebagai wadah penggerak kegiatan
masyarakat seperti ekonomi, sosial, dan lingkungan, berwawasan wisata (Nugroho, 2015). Beragam protes mendorong
keluarnya produk hukum berupa Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 878 tahun 2018 tentang gugus tugas Pelaksanakan
Penataan Kampung dan Masyarakat, Pemerintah akhirnya bersedia membangun kembali Kampung Akuarium yang telah
tergusur menjadi bagian dari hunian layak kota dengan penggalian potensi yang dimilikinya. Hunian dibuat dengan ketinggian
bangunan 2-3 lantai agar tidak melebihi bangunan bersejarah di sekitarnya. Dalam kampung terdapat “Innovative Self-
Sustaining Living Kampong” yang mengusahakan adanya ruang-ruang sosial bagi warganya agar dapat selalu berkumpul,
belajar, dan produktif.
Penataan Kampung Akuarium juga tercatat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2018-2022. Tertera
21 pengadaan jasa untuk penyusunan CAP (Community Action Plan) peningkatan kualitas kawasan permukiman di 21 lokasi. Total
nilai paket lelang perencanaan mencapai Rpp 9,8 miliar yang dibiayai APBD 2018. Wakil Gubernur DKI Jakarta mengatakan,
penataan Kampung Akuarium akan menjadi percontohan program rumah berlapis. Rumah berlapis dibangun dengan konsep land
consolidation alias konsolidasi lahan. Permasalahan yang akan dihadapi di Kampung Akuarium adalah penentuan respon arsitektur
yang paling efektif untuk mewujudkan hunian yang ekonomis dan sehat, menjawab problematika yang ada sebelumnya,
mendukung kegiatan wisata bahari, memenuhi fasilitas dan sarana prasarana yang baik, mewujudkan ampung yang lebih hijau dan
asri, serta ramah anak dengan adanya ruang terbuka. Perancangan yang akan di lakukan adalah dengan Innovative Self-Sustaining
Living Kampong dengan mempertimbangkan potensi wisata kampung sebagai bagian dari kawasan wisata bahari Jakarta Utara.
Perancangan ini mencakup hunian rumah sederhana berlapis, lingkungan yang ramah dan sehat, ruang untuk warga bersosialisasi,
dan nilai ekonomi melalui potensi wisata pada Kampung Akuarium. Innovative Self-Sustaining Living Kampong merupakan suatu
pendekatan desain yang memicu kreatifitas pengguna untuk ikut berkontribusi dan berperan dalam lingkungan tempat tinggalnya.
Kemudian Sustainable merupakan suatu cara pendekatan desain yang berkelanjutan. Sehingga di massa yang akan datang, desain
tidak akan menimbulkan permasalahan (Payne, Majale, 2004). Konsep ini fokus terhadap pemanfaatan potensi yang telah ada dan
mengembangkannya sehingga dapat memiliki nilai dari segi ekonomi maupun aspek lainnya.
Latar belakang penentuan tema dan konsep juga berasal dari studi literatur, survey dan wawancara pada Kampung Akuarium
akhirnya dapat disimpulkan 5 potensi dasar yang telah ada untuk selanjutnya dari potensi ini akan diketahui langkah
penanganan desainnya yaitu pada gambar 9 dibawah. Dari potensi dasar tersebut tercipta gubahan massa bangunan seperti pada
gambar 10.

Penataan letak bangunan berlatar belakang dari pesebaran sirkulasi jalan pada site sehingga bangunan mengikuti orientasi jalan
yang telah ditentukan. Selain itu penataan hunian dibuat berdasarkan peruntukannya sehingga Rumah Tipe 1 berada lebih dekat
dengan dermaga dibanding dengan tipe hunian lainnya. Untuk social device diletakkan menyebar pada sisi site yang berbeda
dan disesuaikan dengan fungsi bangunannya (Cipta Karya, 1998).
Social Housing Manggarai
Kelurahan Manggarai sebagai salah satu daerah kampung kumuh di Jakarta memiliki kondisi tingkat kepadatan, kekumuhan,
dan intensitas rawan banjir yang tinggi. Hal ini mengakibatkan area tersebut menjadi area terdampak rencana relokasi proyek
normalisasi Sungai Ciliwung dan penataan Kawasan Manggarai. Namun, lokasi yang strategis dan eratnya kekerabatan sosial
serta jejaring ekonomi informal pada lingkungan kampung Manggarai mengakibatkan masyarakat tidak menginginkan adanya
relokasi dan penggusuran paksa. Hal ini memunculkan suatu ide peremajaan permukiman tanpa penggusuran melalui model
rancangan hunian berupa Rumah Susun Sederhana Sewa (Social Housing) dengan menekankan pada konsep Kampung
Oriented Development. Konsep Kampung Oriented Development (KOD) menjadi suatu inovasi pengembangan dari
permukiman yang terintegrasi dengan perkotaan secara kompak dan berfokus kepada kampung sebagai implementasinya
dengan beberapa aspek terkait berupa access, transport, activity, people oriented development (Roychansyah & Diwangkari,
2009). KOD menitikberatkan pada pembangunan serta pembentukan ruang kampung yang kompak, aksesibel, multifungsi,
berkepadatan tinggi dan dapat mewadahi kebutuhan dari masyarakat setempat terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya, serta
lingkungan. Keempat aspek tersebut berkaitan dengan penyediaan sarana prasarana kampung yang memadai, penyediaan
ruang ekonomi dan ruang sosial kampung agar warga dapat berinteraksi, berinovasi, berekspresi serta program yang dapat
memicu peluang lapangan pekerjaan (Surjono, 2018). Dalam pembentukan ruang kampung yang kompak terdapat prinsip
yang harus diterapkan dalam suatu lingkungan komunitas (Nugroho, 2009), yaitu Walkability (seluruh area harus dapat
dijangkau dengan berjalan kaki), Quality Architecture & Urban Design (kenyamanan, keindahan serta memberikan rasa
kepemilikan), Connectivity (jaringan jalan saling berkaitan), Mixed Used & Diversity (penggunaan multifungsi dalam suatu
permukiman), Mixed Housing (keragaman dari segi hunian), Traditional Neighbourhood Structure (pemunculan tata ruang
sesuai hierarki lingkungan), Increased Density, Smart Transportation (keterjangkauan transportasi publik), Sustainability,
Quality of Life.
Penerapan konsep Kampung Oriented Development dalam rancangan rumah susun yaitu karakteristik kampung
yang erat akan keberagaman aktivitas sosial-budaya dan berbagai kegiatan sektor ekonomi yang sinergis dengan
dinamika kehidupan keseharian penghuni sasaran sesuai dengan regulasi pembangunan rumah susun dalam UU
no 20 tahun 2011 dan PERMEN PU no 05 tahun 2007. Konsep tersebut akan diterapkan pada penataan zonasi
dan sirkulasi tapak, program ruang, dan modul hunian pada Rumah Susun Sederhana Sewa (Social Housing)
yang ideal dan layak huni bagi penghuni sasaran. Selain itu, pengentasan rawan banjir juga menjadi penyelesaian
desain pada rancangan melalui tata olah tapak dan olah bangunan (gubahan massa dan struktur konstruksi).
Tata olah tapak secara keseluruhan akan didasarkan pada hasil analisa tapak eksisting (lihat Gambar 5 kiri).
Zonasi tapak pada kawasan terbagi menjadi area GSB sebagai area entrance dan peruntukan aktivitas komersial,
area bangunan terbangun sebagai peruntukan fungsi hunian, dan area GSS sebagai area tepi sungai sebagai
peruntukan fungsi sosial (lihat Gambar 5 kanan). Terkait penekanan Kampung Oriented Development, tata olah
tapak dan sirkulasi pada kawasan (lihat Gambar 6) akan mengacu pada aspek Transport & Access Oriented
Development dalam program KOD (Roychansyah & Diwangkari, 2009) dan berkaitan dengan prinsip
lingkungan komunitas kampung (Nugroho, 2009), yaitu Walkability dan Connectivity. Hal ini juga dimaksudkan
untuk membuka kampung (eksisting sebelumnya) agar lebih terkoneksi dengan wilayah luar sehingga strategi
desain rusunawa (social housing) dapat memberi perubahan bagi masyarakat kampung secara memadai.
Berkaitan dengan permasalahan pada lokasi tapak yang terletak di sepanjang bantaran Sungai Ciliwung, seringkali terimbas
banjir terutama saat intensitas hujan sedang tinggi dengan batas ketinggian mencapai dua meter. Kontur tapak memiliki
kemiringan yang melandai kearah perbatasan badan air sepanjang sungai. Pengolahan tapak dalam mengatasi permasalahan
banjir dapat direspon melalui dinamika rekayasa kontur tapak berupa perlindungan kemiringan dinding sungai dengan sistem
bio-engineering atau rekayasa hayati. Sepanjang dinding sungai ditanami dengan tanaman penahan erosi dan penyaring
polutan berupa tanaman akar wangi (vetiver) sebagai perkuatan lereng sungai. Selain itu, area sepanjang tepi sungai menjadi
area hijau yang ditanami dengan vegetasi pengontrol erosi dan pencegah banjir seperti tanaman bambu, kayu putih, dan
bintaro. Solusi untuk mengatasi penumpukan air saat hujan yaitu keseluruhan tapak dijadikan area retensi air dengan
penggunaan grass block pada area bawah bangunan dan paving block untuk perkerasan pada area jalan sehingga air hujan
dapat meresap ke tanah. Pada setiap area bangunan terdapat rain water garden yang dirancang untuk menangkap dan
mengurangi volume limpasan air hujan. Selain itu, area lantai dasar bangunan akan mengadaptasi sistem wet flood proofing
(panggung) dan menjadi area sekunder sehingga saat terjadi banjir akan menjadi area tampungan air tanpa berdampak pada
area hunian diatasnya. (lihat Gambar 7).
Kampung Susun Cakung
Para penghuni rusun ini adalah warga Bukit Duri yang digusur dari rumah mereka pada 26 September 2016 lalu. Penggusuran di Bukit Duri
dilakukan pada September 2016 lalu dalam rangka normalisasi Kali Ciliwung. Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan kala itu
melayangkan surat peringatan ketiga (SP 3) kepada 170 pemilik rumah di RW 09, 10, 11, dan 12. Namun, sejumlah warga menolak rumahnya
digusur. Warga Bukit Duri yang terdampak penggusuran saat itu direlokasi ke Rusun Rawa Bebek. Namun, langkah Pemprov DKI untuk
menertibkan rumah warga di bantaran Sungai Ciliwung ditentang sejumlah pihak. Penggusuran di Bukit Duri dinilai tidak manusiawi dan tidak
menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Sebab, sebagian warga Bukit Duri telah mengajukan gugatan class action pada 10 Mei 2016
setelah rumah mereka dipastikan akan digusur. Warga menilai normalisasi sungai tidak memiliki dasar hukum sehingga tidak bisa dilanjutkan.
Selain gugatan class action, warga juga menempuh upaya hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Mereka menggugat surat
peringatan penggusuran yang dikeluarkan Kepala Satpol PP Jakarta Selatan sebagai maladministrasi. Warga Bukit Duri Menangkan Gugatan
Di tingkat pertama, PTUN memenangkan warga. Pemkot Jaksel kemudian mengajukan banding dan menang. Proses hukum gugatan class
action warga Bukit Duri terus diproses meski rumah mereka telah rata dengan tanah. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat baru memenangkan
gugatan class action warga Bukit Duri pada 25 Oktober 2017. Pemprov DKI yang saat itu sudah dipimpin Anies tidak mengajukan banding
dan akan membayar ganti rugi. Anies berjanji membayar ganti rugi sebesar Rp 18,6 miliar kepada warga Bukit Duri. Selain itu, Anies juga
berjanji membangun kampung susun dalam program community action plan (CAP) untuk warga Bukit Duri, yang akhirnya terealisasi tanggal
25 Agustus 2022.
REFERENSI
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/12110/73.pdf?sequence=1&isAllowed=y
https://jurnal.ft.uns.ac.id/index.php/senthong/article/view/1257/631
https://megapolitan.kompas.com/read/2022/08/25/07382021/anies-resmikan-kampung-susun-cakung-kembal
ikan-rumah-warga-bukit-duri?page=all

Anda mungkin juga menyukai